Cinta Gue itu, Elo! Part 1



 Cinta Gue itu, Elo! 1



Biarkanlah kurasakan
Hangatnya sentuhan hatimu
Bawa daku penuhiku
Berilah diriku kasih putih dihatiku……

                Lagu Kasih Putih berakhir dibawakan oleh pemuda yang kini tengah berdiri di tengah panggung yang megah. Ya, dia adalah penyanyi dalam konser ini. Para penonton sekaligus menyandeng lebel fans berat si Pemuda berteriak histeris. Mereka terpukau akan kepiawai pemuda berkulit hitam namun manis itu bernyanyi. Suaranya sungguh lembut dan sangat menenangkan. Apalagi ketika bernyanyi ia sangat menghayati lagu yang ia bawakan sehingga memberikan kesan yang sungguh mendalam. Tidak heran kalau dia memiliki berjuta-juta fans yang dikenal dengan RISE. Rio Fans Site. Jadi, penyanyi itu bernama Rio. Lengkapnya Mario Stevano Aditya Haling.
                Rio itu masih remaja, ia baru saja duduk di bangku pendidikan kelas XI SMA. Tepatnya, ia kini menuntut ilmu di sekolah Internasional yaitu Global Nusantara International School. GNIS. Sekolah yang memang dipenuhi oleh anak-anak artis walaupun tidak semuanya.
                “Terima kasih,” ucap Rio diakhir lagunya. Ia menatap fans-fans-nya dengan mata berbinar dan tidak lupa dengan senyum khasnya. Senyum termanis yang pernah ada. Sepertinya, ia sangat menikmati dunianya. Menjadi artis terkenal dan mempunyai penggemar yang begitu membeludak. Rio sesungguhnya bukanlah sosok yang sempurna. Ia tampan? Benar. Pinter? Selalu lima besar di sekolahnya. Itu cukup menunjukan ia memang memilki IQ yang oke dalam akademiknya. Suara? Jangan ditanya lagi. Suara adalah modal ia menjadi artis, tentu suaranya bagus dan memiliki ciri khas tersendiri. Yang membuat Rio tidak bisa dibilang sempurna hanya karena ia cungkring dan nose-nya sedikit mancung tapi ke dalem. Namun, itu semua mampu ia tutupi hingga menjadi keunikan baginya sendiri. Dan orang-orang di sekitarnya bahkan fans-nya tidak mempermasalahkan itu. Ditambah lagi, kekurangannya memberikan point tersendiri bagi Rio sehingga sampai saat ini fans-fans-nya tidak berkurang malah semakin berkembang biak. Sungguh luar biasa.
                “KYAAAAAAAAAAAAAAAAAA………………… RIIIIIIOOOOOOOOOO……..”
                “HUUUUUUUUAAAAAA…………RIIIIIIIIIIIOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO….”
                “RIIIIIIIIIIIIOOOOOOOOO………..RIIIIIIIIIIIIIOOOOOOOO………………...,” teriakan fans-fans-nya yang memunuhi tempat konser bergema. Rio hanya menatap mereka dengan senang dan ceria. Rio mengangguk sopan dan tersenyum manis. Memang benar, ia sungguh menikmati kehidupannya sekarang. Memiliki banyak penggemar, masuk trend topic utama dan walaupun terkadang ia kesal lantaran digosipin dengan sesama artis muda seumuran dengannya.
                “Tenang, guys. Gue akan bawain satu lagu lagi,” ucap Rio. Suasana menjadi hening dan intro lagu Rindukan Dirimu terdengar mulai mengalun.

**************

                Di sebuah rumah yang tidak begitu luas dan sederhana, tepatnya di ruang keluarga sebuah televisi berukuran 29 ins dibiarkan hidup begitu saja tanpa ada satu pun yang menontonnya. Ruangan itu juga agak gelap. Cahaya mentari samar-samar berhasil menembus ruang keluarga. Cahaya yang ada juga berasal dari televisi yang memberikan cahaya warna-warni tak menentu.
                Tiba-tiba suara langkah kaki terdengar semakin mendekat. Ah, rupanya seorang gadis kecil dengan pipi tembem dan rambut dikuncir dua tampak tergesa-gesa menuju ruang keluarga. Matanya melebar ketika mendengar suara yang bersumber dari televisi. Ia semakin mempercepat langkahnya dan kemudian menghempaskan tubuhnya ke sofa yang berada di depan televisi. Matanya semakin melebar dan aura kegembiraan terpancar dari wajahnya. Gadis kecil berusia lima tahun itu fokus menatap objek yang tengah menyanyi dari layar kaca. Tiba-tiba, si Gadis kecil tersentak. Sepertinya ia baru saja teringat akan seseuatu. Telapak tangan kecilnya menepuk keningnya pelan. Lalu ia terkekeh kecil. Sungguh menggemaskan. “KAK IFY, CEPETAN. ACALANYA UDAH MULAI. KAK LIO-NYA UDAH NYANYI TUH,” teriak si Gadis kecil dan matanya tak lepas dari idola favoritnya. Penyanyi muda, Mario Stevano. Namun, sang Kakak tak kunjung merespon.
                “YA AMPUN, KAK IFY. KAK LIO-NYA UDAH NYANYI SETENGAH TUH. NTAL KETINGGALAN LHO. ACHA UDAH INGETIN KAKAK, AWAS AJA KALO KAKAK NGOMEL-NGOMEL SAMA ACHA LAGI,” teriak Acha si Gadis kecil untuk kedua kalinya. Kini tampangnya cemberut. Acha kesal sama sang Kakak. Pasalnya Acha pernah lupa ngasih tahu kakaknya ketika idola mereka berdua muncul di televisi. Ketika acaranya udah selesai Acha baru cerita sama kakaknya dan kakaknya ngambek serta tak lupa ngomelin Acha.
                Lima menit Acha tidak memanggil kakaknya lagi. Kini Rio akan membawakan lagu terkahirnya pada acara ini. Judulnya Rindukan Dirimu. Acha tahu kalau Ify, kakaknya itu sangat menyukai lagu Rio yang ini lantas otak polosnya memikirkan sesuatu agar kakaknya cepat menonton.
                “KAK LIO NALIK FANS-NYA. NGAJAK NYANYI BALENG,” teriak Acha lagi. Ia tak mendengar tanda-tanda kalau kakaknya akan keluar dari tempat persemediaannya alias kamarnya. “KYAAA…………KAK LIO MELUK FANS-NYA,” jerit Acha histeris. Ia mendengar dari kamar kakaknya suara gerasak-gerusuk, ia tersenyum bangga dan kembali menonton.

*****************

                Ify bukannya tidak mendengar kalau adik kesayangannya itu memanggilnya dari tadi. Mengingatkan ia untuk menonton idola mereka bersama-sama. Sesungguhnya Ify ingin sekali bilang iya, tetapi lidahnya tiba-tiba kelu dan pikirnya tak mau berhenti melahirkan ide-ide. Ya, kini Ify tengah asyik mengetik sesuatu. Jemarinya dengan lincah menari-nari ditombol keypad laptop-nya. Wajahnya tersenyum senang dan terkadang muram. Lantas gadis remaja yang baru berusia 16 tahun itu tak memperdulikan panggilan adiknya.
                Tiba-tiba kegiatan Ify terhenti begitu saja ketika ia mendengar jeritan Acha kalau idola-nya, Mario Stevano memeluk salah seorang fans-nya. Seperti terhipnotis Ify segera bangun dari ranjanganya. Membiarkan laptop-nya hidup dan bergegas menuju ruang keluarga.
                Brak…. Suara pintu dibuka dengan kasar. Ify segera mengambil tempat duduk di sebelah Acha. Acha kaget dan kemudian tersenyum senang mendapati kakaknya sedang duduk bersebelahan dengannya dan juga menatap layar kaca.
                Ify menatap sosok Rio yang kini sedang bernyanyi membawakan lagu Rindukan Dirimu. Ify mendelik kesal ke Acha. “Hehe… maafin Acha ya Kak Ify. Acha Cuma mau Kak Ify liat Kak Lio. Acha baca tulisan kakak, kalo kakak kangen kak Lio,” ujar Acha polos. Ia tersenyum penuh harap ke Ify. Ify tertegun. Dimana Acha nemuin tulisan itu, batin Ify. Ify melamun memikirkan kemungkinan yang ada. Sebenarnya, Ify sendiri bingung dengan perasaannya terhadap Rio. Apa hanya sekedar idola atau memiliki rasa yang special kepada sosok tampan itu. Ify bingung. Terkadang ada perasaan yang begitu menyakitkan menyelinap ketika ia melihat Rio dengan gadis lain. Perasaan berbeda yang ia pernah rasakan, bahkan mampu membuat air matanya berlinang walau hanya sedikit. Jika ia seorang fans tidak mungkin ia sampai segitunya. Tapi apakah mungkin ia memang benar-benar menyukai pemuda itu??
                “Kak Ify….,” panggil Acha dan menggoyang-goyangkan tubuh Ify. “Kak Lio-nya benal-benal nyanyi sama fans-nya,” lanjut Acha lirih. Tapi itu bagai halilintar untuk Ify. Ia kaget dan segera membiarkan kedua bola matanya menatap Rio dan ntah siapa namanya bernyanyi bersama. Ify menatap mereka fokus. Ia melihat kalau Rio menatap fans-nya dengan tatapan teduhnya. Perasaan itu kembali menyelinap di relung hati Ify. Ify benar-benar sadar kalau gadis yang bersama Rio itu hanya sekedar fans-nya. Tetapi hatinya terasa sakit. Ia tak rela melihatnya.
                “Gue kenapa??” gumam Ify. Acha yang mendengarnya hanya menatap kakaknya dengan bingung. Ia tak tahu harus berbuat apa. Gadis kecil berusia lima tahun itu tak mengerti apa yang dipikirkan kakaknya. Tapi ia tahu kalau kakaknya tengah merasa tidak enak.
                “Terima kasih Rio udah ngajakin aku nyanyi,” ucap fans-nya Rio itu. Lalu ia tanpa rasa malu memeluk Rio sekilas. Rio sendiri tidak menolak sama sekali. Ia bahkan membalasnya. Kemudian Rio melepaskan pelukannya dan meminta fans-nya itu kembali ke tempatnya.
                Ify melihat kejadian itu tersentak. Ia merasa nyilu di hatinya. Tanpa ia sadari air matanya tumpah. Ia menangis. Hatinya terasa sakit melihat adegan kecil itu. Padahal wajar saja kalau Rio berduet dengan salah satu fans-nya. Bahkan hal itu akan memberikan dampak yang baik bagi karier Rio. Ia akan terkenal dengan artis yang ramah.
                “Jangan nangis, Kak Ify. Maafin Acha. Acha nggak tahu,” ucap Acha lembut. Ify tersadar dan menatap adiknya itu.
                “Kak Ify nggak apa-apa kok, Cha. Kakak cuma kelilipan doang kok,” ucap Ify dan ia menyetel senyumnya.
                “Nggak. Acha melasa kalo kakak sedih liat kak Lio meluk fans-nya itu,” bantah Acha.
                “Nggak lah, Cha. Emang kakak siapanya Rio? Ada-ada aja kamu,” sela Ify dan tertawa hambar. Jemari tangannya menghapus sisa air mata yang tersisa di pipinya. “Ayo kita tidur siang dulu. Acaranya udah habis tuh,” ajak Ify. Acha mengangguk patuh dan keduanya beranjak dari sofa. Sebelum menuju kamarnya, Ify terlebih dahulu mematikan televisi. “Hari ini, hari terburuk gue nonton konser Rio,” batin Ify. Ia lantas menghela nafas berat.

*******************

                “IFY, CEPETAN DONG. KITA KE KANTIN SEKARANG,” teriak sohib Ify. Via, Shilla dan Agni serempak. Ify kaget dan menutup telinganya. Ia melotot kesal kepada ketiga sohibnya yang tega banget neriakin dirinya, padahal jarak mereka hanya dua meter.
                “Nggak pake teriak berapa sih?” tanya Ify kesal. Ketiga sohibnya tertawa dan menarik dirinya menuju keluar kelas.
                “Ipong-Ipong, makanya jangan ngelamun mulu. Lo ngelamunin apaan sih?” tanya Agni yang berjalan di sebelah Ify.
                “Siapa bilang gue melamun? Nggak kali. Sok tahu jangan dipelihara deh,” jawab Ify santai. Via mendelik.
                “Nggak melamun apaan. Jelas lo melamun,” Via mendukung Agni. Ify mencibir.
                “Lo bertiga tahu nggak, kalo Rio meluk fans-nya kemarin. Namanya Dira. Gila…. Beruntung banget. Coba gue,” ucap Shilla tiba-tiba. Ketiga sohibnya menoleh ke arah Shilla. Tepatnya Agni dan Via, sementara Ify hanya ikut-ikutan saja.
                “Boong lu, Shill. Nggak mungkin kali,” seru Via.
                “Lo kagak up date, Vi. Jangan bilang lo nggak liat konser Rio kemarin,” sergah Shilla. Via menyengir kuda yang menunjukan jawaban kalau ia nggak menonton konser itu sama sekali.
                “Emang lo nonton, Shill?” tanya Agni.
                Shilla mengangguk. “Di tivi, kemarin sore. Gue kan suka sama Rio. Lagian gue juga udah kenal lama sama Rio, sekarang sekelas lagi,” jawab Shilla. Ia senang sekali. Ify menatap Shilla mencari kata bercanda di dalam mata gadis cantik itu. Namun sia-sia, Ify tak menemukannya sama sekali. “Apa gue harus relain Rio buat Shilla?” tanya Ify pada hatinya sendiri.
                “Tuh kan, Fy. Lo melamun lagi, ada apa sih? Lo kena virus cemburu kayak fans-fans-nya Rio itu?” tanya Via.
                Ify langsung menggeleng. “Gue kagak ngefans sama Rio,” ucap Ify tegas dan keras. Ketiga sohibnya menatap Ify aneh. Ify sadar ia terlalu keras berbicara. “Kok lo bertiga nggak percaya gitu? Gue emang nggak nge-fans sama dia.”
                “Bukannya lo nge-follow dia, Fy?” tanya Agni.
                “Nggak nge-fans banget, biasa aja. Gue juga nggak pernah mention dia apalagi nge-DM dia sampe lima puluh kali lebih tapi kagak di tanggapi,” ujar Ify dan ia nyengir ke Shilla.
                “Ah lo, Fy. Nyindir gue segitunya,” Shilla ngambek. Ify tertawa. “Tapi mention gue di bales tahu, lima kali,” tambah Shilla bangga dan menunjukkan lima jemarinya.
                “Iya dibales lima kali. Dua Rio cuma bilang ‘iya makasih’. Dua-nya lagi, ‘pagi juga’ dan yang terakhir, maaf ya jangan nge-DM gue mulu. Sorry kalo nggak bisa bales’”, bales Agni dan ia tersenyum penuh kemenangan dan membuat Shilla makin manyun.
                “Udah deh, yuk kita ke kantin. Gue laper,” ajak Via dan menarik ketiga sohibnya.

*******************
               
Rio sedang berkumpul dengan ketiga sohibnya di tempat biasa mereka ngumpul. Di sebuah ruangan yang memang khusus buat mereka berempat. Mereka berempat sibuk dengan aktivitas masing-masing tepatnya aktivitas bersama Blackberry masing-masing.
Rio menatap Blackberry yang selalu tak pernah berhenti menerima berbagai pemberitahuan dari twitter-nya dan BBM-nya. Angka 1050 terpampang di sebelah icon twitter, menunjukkan bahwa ada 1050 pemberitahuan masuk. Rio membuka twitter-nya dan memang semua dari fans-fans-nya. Kebanyakan mereka meminta follow back dan bales mention. Sebenarnya Rio mulai bosan dengan aktivitas ke-artis-annya. Semenjak konser terakhirnya kemarin tepatnya saat terjadi adegan-adegan pelukan itu, Rio jadi males membalas mention fans-fans-nya. Kebanyakan ia meminta salah satu sahabatnya dengan suka rela untuk membalas mention itu. Bahkan sejak seminggu yang lalu, Rio sudah males dengan mention fans-nya. Rio hanya membalas mention fans-nya yang menyakan perihal gadis yang ia peluk kemarin dan membalasnya pun hanya singkat. ‘Dia fans gue kok’.
“Yo, lu kenapa?” tanya Iel, sohib Rio yang sama memiliki kulit hitam manis seperti Rio. Rio diem saja.
“Biasa, Yel. Ngedepin fans-fans-nya yang makin banyak itu,” Cakka yang menjawab. “Aha, jangan-jangan tentang fans yang ia peluk kemarin,” lanjut Cakka. Rio menatap Cakka tajam. “Piss, Yo. Canda, Bro.”
Rio mendengus kesal. “Gue bosen, lo bertiga ada yang mau balesin semua mention ini nggak? Gue kasih apa yang lo mau dah,” tanya Rio. Ketiga sohibnya saling nyengir. Cakka dan Gabriel kompak menggeleng.
Alvin, sahabat Rio yang bermata sipit karena ada darah China-nya mengangguk pasrah. Lantaran Cakka dan Gabriel menatap dirinya dengan penuh rasa melas. “Ya udah, gue aja Yo. Siniin hape lo,” ucap Alvin pada akhirnya. Rio tersenyum senang dan menyerahkan hape-nya kepada Alvin.
Sementara Rio asyik mengobrol dengan Cakka dan Iel, Alvin terus berkutat dengan Blackberry Rio. Ia sibuk membalas dan membalas mention-mention yang sungguh banyak itu. Apalagi kebanyakan semua isi mention itu  mirip-mirip semua. Nge-betein banget. Untung saja Rio itu sahabatnya, kalau nggak pasti Alvin udah nolak walaupun dikasih imbalan berupa apapun.
                Seulas senyum tergambar di wajah oriental Alvin. “Yo, gue nemu penemuan nih,” seru Alvin girang. Rio, Cakka dan Alvin sontak menghentikan obrolan mereka dan menatap Alvin penuh tanda tanya. Emang penemuan apa sih yang ada dari twitter.
                “Apaan, Vin?” tanya Cakka tak sabaran.
                “Denger gue, ‘Hai, Rio. Moga lo sehat selalu. Take rest and take care ya. Be the best selalu. Jangan lupa buat peer’,” ucap Alvin. Tawa Cakka dan Gabriel meledak. Mereka berdua tertawa tanpa henti. Rio sendiri diam terpaku.
                “Huahahaahhaa…. Lucu amat. Mention siapa tuh, Vin? Gila fans atau emaknya Rio tuh,” seru Cakka di sela-sela tawanya. Gabriel mengangguk setuju. Alvin malah bengong.
                “Lo berdua kenapa ketawa? Ini mah penemuan, satu-satunya fans Rio yang nggak bilang ‘Yo, bales mention gue dong’, ‘folback gue dong, Yo’, ‘bales DM gue’. Bukankah itu penemuan?” tanya Alvin bingung.
                “Langkah sih langkah, tapi lucu aja. Masa mention jangan lupa buat peer. Gila aja, emang emak Rio,” ucap Gabriel. Ia melirik ke Rio yang diam terpaku. “Lo kenapa, Yo?”
                Rio tersadar. “Nggak kenapa-kenapa. Jangan di bales, Vin mention-nya. Siapa  user-nya?”
                Alvin mengangguk. “@sasari2406,” ucap Alvin pendek. Rio mengangguk. Rio menatap Cakka dan Gabriel dari ekor matanya yang tengah asyik berkodean mengansumsi tentang dirinya. Rio tak perduli. Yang jelas, karena mention itu ia ingat kalau dirinya belum sama sekali mengerjakan peer Kimia dan Fisikanya.

********************


@sasari2406 sore, Rio. Take care and rest ya!

Pemuda hitam manis yang akrab dipanggil Rio itu senyum-senyum membaca ulang mention dari salah seorang fans-nya yang belakangan ini membuat perasaannya nyaman. Awalnya Rio tidak suka dengan mention fans-nya itu. Mention tersebut berkesan sok akrab banget dengan dirinya. Tetapi, setelah dua minggu berlalu dan tepatnya mention itu selalu nangkring di time line twitternya saat sekitar jam lima sore setiap harinya, perasaan nyaman yang dipancarkan mention sederhana itu menyelimuti hatinya. Sampai saat ini pun, Rio tak pernah membalas mention-mention itu. Dirinya bimbang dan bingung. Soalnya di setiap mention itu tak pernah ada kata 'Yo, bales mention-ku dong' atau 'Yo, please mention-ku di bales' dan sejenisnya. Karena itulah ia ragu untuk membalas mention tersebut.
Rio sendiri sangat penasaran siapa gerangan fans-nya itu. Dia sudah mencari profil fans-nya itu. Tapi yang ia dapat hanya :

RA@sasari2406
mulai bergabung di twitter 24 Juli 2012
following 32
followers 31

Hanya sekedar itu. Orang-orang yang nge-follow 'sasari' semuanya berlebel rise dan nggak ada satupun tweet 'sasari' yang menunjukan siapa dirinya dan di mana ia bersekolah. Yang anehnya lagi, si 'sasari' selalu mengingatkan Rio untuk mengerjakan peer tepat saat Rio memang mempunyai peer. Kalau ini tak disengaja, sungguh kebetulan yang luar biasa.
Rio berpikir, nggak mungkin ada kebetulan sampai seginimya. Pasalnya kebetulan itu sudah terjadi lebih dari sepuluh kali.
"Astaga, gue kok bisa sampai bego begini sih. Dia itu pasti anak sekolahan gue dan jika memang benar, dia sekelas sama gue," ucap Rio girang. "Tapi siapa?" tanya Rio pada dirinya sendiri.
Ting...ting...
Blackberry Rio berbunyi menandakan sebuah pemberitahuan masuk. Senyum merekah di bibir Rio. Dengan semangat Rio membuka pemberitahuan yang ternyata berasal dari twitter-nya. Setelah melihat apa isinya, Rio melengos.

@shillashilla sore, Yo. Udah maem belom? Kapan lagi nih konser? Balas mention-ku ya dan kalo bisa folback.

"Ada yang bisa buat gue senangan dikitan nggak?" Rio membatin. Setelah mention dari Shilla, Blackberry Rio terus berbunyi dan Rio tak perduli lagi.
Tiba-tiba lagu I'm Yours berbunyi, ini berarti ada panggilan masuk. Malas dan ogah-ogahan Rio meraih Blackberry-nya. Ditekannya tombol hijau dan suara dari seberang terdengar. Rio hanya mengangguk dan kadang-kadang bilang iya dan oke untuk merespon pertanyaan dari sang Penelpon.
"Ok, Om. Kalo waktunya, Om telpon Rio lagi aja. Siip, Om," ucap Rio diakhir panggilan. Lalu ia membanting Blackberry-nya asal. Tadi telpon dari manager-nya, menanyakan pada Rio apakah dia mau memenuhi undangan untuk show di cafe RiFy. Cafe yang baru-baru ini membuka cabangnya lagi.
Ting...ting...drrtt...drtt...
Lagi dan lagi Blackberry-nya berbunyi. Rio males mengambilnya. Tetapi, hatinya mendorong untuk Rio meraih Blackberry-nya dan melihat pemberitahuan apa yang masuk. Akhirnya Rio mengalah dan mengambil Blackberry-nya. Mata Rio terbelalak kaget dan senyum bahagia tercetak di wajah manisnya.

@sasari2406 hey sore, Rio. Badmood?? Moga aja nggak ya. Hehe... Take care and rest ya! Maaf kalo selama ini terkesan sok care :(.

Kali ini Rio benar-benar menyakinkan dirinya untuk membalas mention tersebut.

Hey sore juga! Gue panggil siapa nih? Sasa atau sari apa sasar aja :)? Iya lagi badmood, tapi udah nggak. Nggak sok care kok. Thanks untuk perhatiannya :) @sasari2406 hey sore, Rio. Badmood ya?? Moga aja nggak ya. Hehe... Take care and rest ya! Maaf kalo selama ini terkesan sok care :(.

Setelah membalas mention tersebut, hati Rio seakan baru ditumbuhi bunga-bunga. Ia sungguh senang. Sekarang ntah mengapa, dirinya berasa deg-deg-an dan grogi menunggu balasan mention-nya.

Cinta Gue itu, Elo! Part 2



 Cinta Gue itu, Elo! 2




Pagi ini Ify, Via, Agni dan Shilla tengah menikmati sarapan pagi mereka pada pukul delapan di kantin sekolah mereka. Sekarang harusnya belajar matematika. Berhubung Bu Winda yang terkenal dipanggil Madam Winda sibuk dengan urusan ntahlah namanya, pokoknya beruntung banget karena urusan tersebut. Sehingga tak perlu berhadapan dengan soal mematikan bersama Madam Winda mengerikan.   
“Lo bertiga pasti pada nggak tahu kehebohan di twitter dua hari yang lalu. Gue juga lupa cerita sih,” ujar Shilla tiba-tiba dan menatap ketiga sohibnya.
“Alah, pasti kagak penting,” cetus Via dan ia kembali menikmati baksonya. Agni mengangguk setuju. Sementara gadis berdagu tirus hanya diam dan memperhatikan.
“Ish…. Denger dulu tau. Ini bener-bener heboh dan kalian bertiga nggak banget dah kalau nggak tahu. Semua orang di GNIS membicarakan ini,” kata Shilla dan sedikit kesal.
“Oh ya? Kita nggak tahu tuh dan nggak perlu tahu,” ketus Agni tetapi mimic mukanya bercanda. Shilla cemberut.
“Ih Agni. Gue itu serius. Ini menyangkut artis dan orang yang gue suka. Temen sekelas kita. Si Rio,” bales Shilla.
“Terus kenapa dengan tuh anak? Dia kalem-kalem aja tuh, tetap dingin dan cool,” kali ini Via yang menjawab.
“Nah itu dia. Lo bertiga udah tahu kan kalo mention gue cuma dibalesnya lima kali dan tak lebih dari dua kata?” ucap Shilla. Agni dan Via mengangguk.
“So, masalahnya?” tanya Via spontan dia tak mau berbelit-belit. Masalahnya Shilla itu suka berbelit-belit.
“Rio bales mention fans-nya panjang banget dan keliatan banget ramahnya. Itu bukan Rio banget. Gue cemburu. Cemburu. Gue naksir banget sama Rio, dia tipe cowok gue banget. Parahnya lagi, gue udah cari tahu siapa tuh fans Rio yang norak minta ampun itu. Tapi nihil. Kalian tahu nggak, namanya itu aneh banget masa Sasari. Aneh kan? Masa iya Rio mau bales mention itu,” jawab Shilla berapi-api.
Ify tersendak dan ia terbatuk. Dengan cepat tangan kanannya meraih minumannya. “Lo nggak apa-apa, Fi?” tanya Via khawatir. Ify menggeleng.
“Tuh kan, Ify aja yang nggak nge-fans banget sampai tersendak gitu. Ih…. Sebel-sebel. Gue naksir sama Rio banget. Gue kurang cantik ya?” tanya Shilla kepada ketiga sohibnya.
“Udah cantik, Shill. Cocok kok sama Rio,” jawab Agni. Seseorang di antara mereka menghela nafas berat. “Gue emang nggak pantes, lo lebih pantes, Shill,” batin seseorang itu.
“Aduh, Agni. Lo emang tahu banget kalo gue itu cantik. Kalo gini, gue harus lebih berusaha agar Rio berpaling ke gue,” ucap Shilla semangat.
“Semangat, Shill. Lo kan udah oke banget. Cantik, pinter dan gaul,” seru Ify girang. Shilla semakin percaya diri. Memang benar, di antara mereka berempat Shilla-lah yang paling tenar dan banyak yang suka. Ya karena dia cantik dan semacamnya.
“Eh, Vi. Gue denger lo lagi deket sama Gabriel ya? Temen sebangku Rio itu,” tanya Ify. Via tersipu-sipu.
“Hehehe…. Emang iya,” jawab Via kalem.
“Wah, bentar lagi jadian dong. Kalo gitu kita makan-makan. Makan-makan gratis. Yeeeeeeeeh….,” seru Ify girang. Ia tersenyum senang dan bertepuk tangan.
Agni, Via dan Shilla cengo melihat tingkah Ify. Ify ini anak kelas XI SMA atau baru mau masuk TK? Tingkahnya nggak sesuai umur. Tapi Ify nggak nyadar dan ia memang masih imut-imut. Jadi nggak masalah.
“Kalian bertiga kenapa sih?” tanya Ify bingung.
“Hah? Heh!” Agni gelagapan. “Nggak kok, Fy. Lo aneh aja. Kok nggak malu tingkah lo kayak gitu?” Agni malah balik bertanya.
“Kenapa tingkah gue?” tanya Ify dan menunjuk dirinya sendiri dengan telunjuknya.
“Nggak kok, Fy. Cuma tingkah lo kayak anak di playgroup itu,” Via menjawab. Dan tentunya Ify mencak-mencak dan cemberut.

**********************

Empat pemuda itu baru saja menginjakan kakinya di pintu kantin. Salah satu dari mereka mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin. Mata pemuda itu menangkap sesuatu yang menggelitik hatinya. Ia menatap fokus objek itu. Seorang gadis dengan seragam SMA-nya tanpa ada rasa malu bertingkah seperti anak kecil. Sungguh ajaib. Kemudian pemuda itu melihat gadis itu lagi dan kini gadis itu mencak-mencak dan cemberut. Lagi-lagi dibuatnya pemuda itu tersenyum geli.
Alvin yang heran melihat Rio akhirnya memutuskan untuk mengikuti arah pandang sohibnya itu. Alvin pun ikut-ikutan tertawa ketika tahu apa yang sedang Rio lihat. Memang hal yang lucu. “Yo-Yo. Ngeliatnya segitu amat,” goda Alvin. Rio tersentak dan menoleh ke Alvin.
“Emang Rio lihat apa, Vin?” tanya Iel yang heran dengan dua sahabatnya itu. Belum lagi Alvin menjawab, Cakka sudah menyela. Soalnya, Cakka ternyata juga mengikuti arah pandang Rio. Tetapi, ia salah kaprah.
“Lo nggak ngeliatin Agni kan, Yo? Lo nggak naksir dia kan? Jangan ambil Agni dong, Yo. Mentang lo artis lo asal ambil aja. Dia iceran gue,” sela Cakka heboh. Rio menjitak kepala Cakka.
“Ogah gue ngeliat cewek bar-bar dan preman gitu. Apalagi naksir. Ambil sono,” seru Rio. Cakka senyum-senyum nggak jelas gitu.
“Terus lo ngeliatin apa?” tanya Cakka lagi. Tapi Rio hanya diam saja.
Gabriel yang memang nggak tahu apa-apa jadi bingung sendiri. “Apaan sih? Rio liat siapa sih, Vin? Tapi, bukan Via kan?” tanya Iel lagi dan kali ini ia menunjuk gadis berpipi chubby yang duduk di salah satu meja kantin.
“Lo sama Cakka perlu kasih penjelasan sama kita berdua pulang nanti,” ucap Alvin dan menunjuk Via dan Agni. Cakka dan Iel mesem-mesem. Lalu mengangguk pasrah. “Rio nggak ngeliat yang penting amat kok. Cuma liat pertunjukan lawak dikit,” tambah Alvin. Dan membuat Cakka dan Iel bingung. Namun Alvin tak perduli.
“Alah boong lo, Vin. Yo, lo ngeliat apaan sih, gue penasaran,” desak Iel.
Rio menujuk seseorang di antara keempat cewek yang asyik di mejanya sendiri itu. “Yang mana, Yo?” tanya Iel.
“Yang cungkring dan behelan,” Alvin yang menjawab dengan lagak asisten Rio.
“Lo tahu dia siapa, Yo?” tanya Iel lagi.
Rio berdeham dan memandang Iel kesal. “Iyalah gue tahu. Dia temen sekelas kita. Alyssa,” jawab Rio. Gabriel senyum-senyum. Ternyata Rio masih perduli dengan sekitarnya.
“Kalo yang behel satu lagi siapa, Yo?” Cakka bertanya yang nggak penting banget. Ditambah lagi nada suaranya seperti sedang mengintrogasi.
“Gue nggak tahu,” jawab Rio pendek.
Alvin geleng-geleng kepala. “Dia itu temen sekelas kita, Shilla. Dan dia yang nge-DM lo sampai 50 kali itu,” terang Alvin. Rio mengangguk dan nggak perduli siapa itu Shilla.
“Ayo kita makan. Gue laper,” ajak Gabriel. Ketiga sohibnya mengangguk dan mengikuti langkah Gabriel.

*******************

Ternyata Gabriel dengan entengnya menghampiri meja yang telah dihuni oleh empat orang cewek. “Hai, Vi. Gue boleh gabung nggak?” sapa dan tanya Iel ke Via. Via tersenyum dan mengangguk. Gabriel langsung mengambil tempat duduk di sebelah Via. Ify pun memilih untuk geser. “Gue terintimidasi,” batin Ify kesal.
“Hmm…. Gila lo, Yel. Kita bertiga mau lo kemanain. Ngemeng kek kalo lo mau PDKT,” seru Alvin dan sengaja nyablak. Iel melotot ke Alvin.
“Mereka bertiga boleh gabung juga kan?” tanya Iel kepada penghuni meja. Shilla yang melihat Rio segera mengangguk antusias. Ify yang masih kesal hanya diam dan menunduk. Ia menenggelamkan wajahnya di meja.
“Silakan aja. Toh ini meja bukan punya kita,” jawab Agni santai. Cakka segera mengambil posisi di sebelah Agni dan mulai mengajak gadis itu mengobrol.
                Shilla yang berharap kalau Rio memilih untuk duduk di mejanya merasakan kekecewaan yang berat. Ternyata Rio memilih duduk di sebelah Ify yang sibuk sendiri dan kini ia duduk di sebelah Alvin. Shilla menglengos. Pupus sudah harapannya.
                “Shill,” panggil Alvin.
                “Apa?” tanya Shilla lesu. Alvin menyunggingkan senyum mautnya dan bertanya, “Lo fans-nya JB ya?” Shilla mendengar kata JB langsung antusias. Kahirnya gadis itu bercerita panjang lebar tentang Justin Bieber.
                Sementara itu, Rio sendiri bingung mau ngapain. Dirinya merasa aneh kalau mau mengajak ketiga sohibnya ngobrol lantaran mereka bertiga sudah sibuk mengobrol dengan tiga cewek di sebelah mereka. Akhirnya Rio memilih untuk memesan bakso.
                Setelah pesanannya tiba, ketika Rio mau mengambil kecap. Tanpa sengaja tangannya menyenggol kepala gadis yang kini diam dan sedang menenggelamkan wajah di meja. Sesuatu menjalar dalam dirinya. Ia terdiam.
                Ify yang kaget karena kepalanya disentuh seseorang lantas bangun dan menoleh ke kiri. Ia terpaku saat mendapati Rio yang duduk di sebelahnya dan hanya berjarak tiga puluh centi meter. Ify cengo, ia tidak menyangka bisa sedekat ini dengan Rio. Tetapi, ia tiba-tiba menjadi grogi.
                Rio yang masih terperangah lalu sadar. Ia segera menurunkan tangannya dari puncak kepala Ify. “Gue mau ambil kecap,” ucap Rio dingin dan datar. Tanpa sadar Ify mengangguk. Ia meraih botol kecap dan memberikannya pada Rio. Baru saja Rio mau menumpahkan kecap ke mangkuk baksonya, tiba-tiba Blackberry-nya berbunyi. “Tolongin gue,” ucap Rio pendek.
                Ify nggak mudeng. Tapi, ia akhirnya mengira kalau Rio meminta Ify untuk menambahkan kecap ke bakso Rio. Ify gemetaran dan bingung. “Berapa sih takarannya?” batin Ify. Akhirnya gadis itu memutuskan untuk memberikan kecap seperti yang biasa ia coba pada baksonya. Gadis berdagu tirus itu menambahkan kecap dan sambel ke bakso Rio minus saos. Lalu ia mengaduknya dan dalam hati berharap kalau Rio tidak keberatan akan rasa bakso ini nanti.
                “Oh, udah lo kasih semua,” ujar Rio melihat baksonya dibumbuin. Ify mengangguk lemah. “Saos-nya udah?” tanya Rio. Ify menggeleng. Rio segera mengambil botol saos yang tidak jauh berada di dekatnya. Ketika ia akan menyemprotkan saos itu ke baksonya, gadis pendiam berdagu tirus dan bernama Ify itu menghentikannya.
                “Jangan. Saos itu nggak sehat. Ntar lo bisa sakit,” ucap Ify. Rio heran dan akhirnya menurut juga. “Makasih,” ucapnya. Ify mengangguk lemah. Kini ia kembali menenggelamkan wajahnya ke meja. “Gadis aneh,” batin Rio.



BERSAMBUNG......

Andaikan Part 5


 ANDAIKAN 5

Kamu buat gue khawatir lagi!

          Ify tergesa-gesa pulang ke rumah. Jarum jam telah menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Gara-gara sibuk mencari benda itu. Ify jadi lupa kalo ada orang terkapar di rumahnya. Dengan tergesa-gesa Ify berlari ke rumahnya. “Huft..” keluh Ify. Dia membuka pintu rumah yang sendari tadi terkunci (Ternyata Rio dikurung dari luar oleh Ify. J). Setelah terbuka Ify segera berlari menuju kamarnya.
          “Rio?” panggil Ify. Dan dia terkejut karena Rio nggak ada. Buburnya pun masih utuh. Ify khawatir. Dia mencari di kamar Deva dan Ozy tapi hasilnya nihil. Lagi-lagi Ify menuju belakang rumah, kali aja Rio ada di sana. “Lo kemana sih, Yo?” tanya Ify bingung. Ternyata lagi-lagi nihil. Setengah jam Ify bolak-balik rumahnya. Kamar dia, Deva dan Ozy udah lima kali dia bolak-balik tapi nggak ada hasil. Terakhir Ify mencari Rio di taman belakang.
          “YOOOOOOOOOO, LLOOOOOO DI MANAAAAAA?? GUE KHAWATIRRRR.” Teriak Ify tercekat. Air mata udah dipelupuk mata dan tumpah juga.
          “Lo di mana Rio? Lo itu belum sembuh. Seenggaknya kalo nggak mau gue rawat, lo tunggu sampai gue pulang. Biar gue anter lo ke rumah Dea. Jangan ngilang gini. Hiks…hiks….hiks…” isak Ify dan memandangi wallpaper handphone Rio yang tak lain adalah foto Rio.
          Ceritanya, Ify pulang telat karena sibuk mencari ponsel Rio di tempat kecelakaan dan memperbaikinya langsung ke counter. Makanya, itu ponsel bisa ditangan Ify.
          “Gue tahu Io, kalo gue nggak pantes ngerawat elo. Gue sadar kok. Tapi gue nemuin loe wajar kalo gue ngerawat elo. Lo di mana?? Jangan buat gue khawatir. Hiks…hiks…hiks…. Gue harus bilang apa io ke Ray tentang lo?? Apa?? Hiks..hiks.. lo dimana sih?” ujar Ify di sela tangisnya.
          “Gue di sini.” Ucap seseorang.

@Ruang Tamu
          Kepala Rio terasa berat, perutnya lapar. Rio pun terbangun dari tidurnya. “Huaaaahhhh…..” gumam Rio dan menggerakan tangannya. “Aaaaawwwww” seru Rio kesakitan. Dia lupa kalo tangannya juga babak belur. “Dia belum pulang?” batin Rio. Rio terduduk diam, kemudian dia mendengar suara orang menangis. Ya iyalah, masa iya tembok nangis (?). Rio mengikuti sumber suara tangis itu dan membawanya ke taman belakang.

@Taman Belakang
          “Gue tahu Io, kalo gue nggak pantes ngerawat elo. Gue sadar kok. Tapi gue nemuin loe, wajar kalo gue ngerawat elo. Lo di mana?? Jangan buat gue khawatir. Hiks…hiks…hiks…. Gue harus bilang apa io ke Ray tentang lo?? Apa?? Hiks..hiks.. lo dimana sih?” ujar Ify di sela tangisnya.
          “Gue di sini.” Ucap seseorang.
          Ify kaget dan kepalanya dengan liar menyapu taman belakang yang hanya di terangi lampu taman itu. Tatapannya berhenti pada sosok tegap yang berdiri tepat dua meter di belakangnya. “Rio.” Gumam Ify pelan. Tapi Rio mendengarnya.
          “Iya, gue di sini.” Balas Rio. Ify yang masih menangis jadi semakin menangis dan menatap sosok Rio itu. Rio bingung, dia harus gimana. Kenapa pula Ify masih nangis dan dia tidak bisa melihat wajah menangis itu. Dia teringat pertama kali dia melihat Ify menangis dan Rio pun perlahan mendekati Ify.
          “Jangan nangis dong, Fy. Gue di sini kok. Nggak ngilang.” Ujar Rio yang kini jongkok di depan Ify yang duduk di rerumputan.
          “Tapi lo buat gue khawatir. Lo belum sembuh. Luka lo belum kering, Io. Lo belum makan, gue lihat bubur itu….” Ucap Ify yang langsung berhenti karena Rio memeluknya. Bayangkan Rio meluk dirinya dan Ify langsung kicep.
          “Maaf udah buat lo khawatir. Gue tadi tidur di sofa ruang tamu.” Bisik Rio tepat di telinga Ify. Ify Cuma bisa diam dan tangisnya mulai mereda. Namun, Rio masih memeluk Ify.
          Lumayan lama Rio meluk Ify, akhirnya Rio lepaskan juga. “Nah, gini dong. Kan enak kalo lo nggak nangis lagi.” ucap Rio  tersenyum dan menghapus air mata yang tersisa di wajah Ify dengan kedua tangannya. Ify tertegun dan cepat-cepat sadar.
          “Ini handphone lo. Gue temuin di tempat lo kecelakaan.” Ujar Ify dan memberikan handphone itu ke sang Empunya. Rio tidak ngomong apa-apa.
          “Jadi lo yang ngerawat gue??” tanya Rio. Ify mengangguk namun Rio masih mentapnya.
          “Gue nggak bilang sama siapa-siapa kok. Tenang aja. Sama sahabat gue juga nggak, apalagi sahabat elo. Sama Ray juga nggak. Pokoknya nggak ada yang tahu kalo gue ngerawat elo, apalagi Dea. Gue juga tahu diri kok, gue nggak sesumbar.” Ujar Ify. Kening Rio mengerenyit, berlipat, atau apa deh. aku nggak tahu istilahnya. Rio memikirkan kata-kata Ify jadi dia tahu apa maksudnya.
          Rio tersenyum dan mengacak puncak rambut Ify. “Makasih karena udah ngerawat gue. Kalo loe nggak nolong gue, gue nggak tahu jadi gimana.” Ujar Rio lembut lagi-lagi membuat Ify terkejut. Ify menatap kedua mata Rio, tapi nggak berani lama-lama. Nggak tahan. Tiba-tiba perut Rio keroncongan.
          “Lo laper. Yuk, masuk. Sekalian lo ganti perban.” Ujar Ify dan berdiri diikuti Rio. Keduanya berjalan masuk ke rumah.




Ada apa denganmu, Rio??

@Ruang Tv
          Rio menatap gadis yang tengah mengganti perban di kepalanya dengan saksama. Air muka serius, bola mata beningnya yang memantau pekerjaan sang Gadis dengan tajam dan teliti. Sekali-kali tercipta senyum dari kedua sudut bibir sang Gadis manakala ia berhasil memasang perban dengan baik.
          “Gue salah nilai elo, Fy.” Batin Rio. Ify masih meneruskan pekerjaannya. Melilitkan kasa ke kepala Rio.
          Gadis ini, Ify. Gadis yang telah menolongnya, menemukan handphone-nya, membawa motornya dan khawati dengannya yang tiba-tiba “menghilang” menurut gadis itu. Padahal Rio sendiri berada di ruang tamunya. Tertidur di sofa. Mengingat itu semua, membuat Rio ingat dengan Mamanya. Mama yang selalu khawatir dengan dirinya dan juga Ray. Ingat Ify, jadi kangen Mamanya yang kini sibuk menemani Papanya mengurus perusahaan keluarga.
          Tanpa sadar Rio menghela nafas berat. Ray benar dan Rio mengakui itu sekarang. Ify memang gadis yang baik dan tulus. Zaman kini mana ada orang yang mau menolong orang yang udah menyakiti dirinya sendiri. Justru Ify kebalikannya. Gadis itu tetap menolong dirinya. Rio merasa Ify adalah orang yang terlalu memahami dirinya. Bayangkan saja, Ify mengerti apa yang diminta atau yang dimaksud dirinya hanya lewat tatapan mata Rio.
          Rio masih ingat denga jelas, bagaimana sikapnya terhadap Ify. Sangat buruk. Itulah nilai yang tepat buat sikapnya selama ini. Bagaimana perasaan Ify saat Rio mengatai Ify dengan kata-kata yang tidak pantas itu? Membayangkan itu semua membuat Rio merenung dan sangat merasa  bersalah. Ditatapnya bola mata Ify. Bola mata yang harus terpaksa mengeluarkan air mata bening kepedihan akibat perbuatannya. Berapa banyakkah yang harus keluar? Rio tidak bisa membayangkannya.
          Rio mendesah berat. Ify. Gadis yang pertama kali dipeluknya serta gadis yang selalu ia kasari. Rio bingung dengan dirinya, kenapa bisa memeluk Ify ketika melihat gadis itu menangis. Suatu hal yang tidak lazim dilakukan oleh Rio. Namun, Rio tidak dapat menyangkal bahwa dirinya menemukan rasa nyaman dan tenang ketika Ify berada dalam lingkaran kedua tangannya.

Ify P.O.V

          Aku bukannya tidak mengetahui kalo mata elang Rio terus menatap diriku. Aku bingung dan risih sekali. Karena mataku tak sanggup menatap mata Rio, aku kembali fokus dengan pekerjaanku. Mengganti perban. Tapi, aku tidak bisa mendapatkan fokus itu. Jantungku berdegup nggak berirama.
          Ok. Aku kesal sekali dengan sang Waktu. Kenapa juga dia seenaknya membiarkan ini terjadi sekarang? Kenapa nggak dari dulu? Apa dia memang mau mempermainkanku. Seharusnya waktu nggak perlu membuat ini terjadi, karena sekarang aku sedang proses melupakan rasaku untuk pemuda tampan dihadapanku ini.
          Wait..tapi, tadi Rio memelukku? Apa ini memang dari hati Rio atau dia memang selalu memeluk gadis lain? Tapi, nyaman banget dipeluk sama Rio. Semua kesusahan dan keresahan hatiku hilang begitu saja. Gini ya yang dirasain Dea? Huft…beruntungnya jadi Dea. Punya seorang Mario. Hah? Apa sih yang aku pikirkan. Nggak Ify. Nggak boleh mikir kayak gitu. Lo harus fokus buat ngelupain Rio.
          Aku melirik sosok Rio dari ekor mataku. Mata itu masih saja menatap diriku. Ada yang salah ya? Aku bingung sendiri. “Ada apa denganmu, Rio??”



BERSAMBUNG......