Cinta Gue itu, Elo! Part 6



 Cinta Gue itu, Elo! Part 6


Pagi ini surprice bagi Rio. Suprice yang jelek. Setelah seminggu tidak membuka akun twitter-nya, Rio mendapati ada 6890 pemberitahuan dan segera membukanya. Ia mendapati @sasari2406 mengirimkan DM kepada dirinya.

                “Jangan bales mention gue lagi, Rio. Fans lo pada heboh. Cukup gue jadi fans lo yang selalu mengetahui kabar lo. Unfollow gue ya, Yo. Sebelumnya, thanks udah follow gue.”

                Mata Rio melebar. Ia tidak menyangka bakal ada fans yang akan mengatakan hal seperti itu terhadap dirinya. Dilihatnya waktu pengiriman DM itu, dua hari yang lalu. Dan Rio memang mem-followback akun @sasari2406 itu seminggu yang lalu.
                Rasa kecewa membanjiri diri Rio, dia kecewa kenapa harus dalam waktu berdekatan ia mendapati dua orang yang penting bagi dirinya, bersamaan menghilang. Kenapa?? Apakah ini resiko menjadi artis??
                Penasaran dengan penyebab @sasari2406 mengatakan hal itu, Rio membuka akun tersebut. Dia kaget dan marah. Bisa-bisanya fans Rio mengatakan hal-hal yang tidak-tidak terhadap pemilik akun @sasari2406. Aura kemarahan muncul dari diri Rio. Dia tidak terima pemilik akun itu dicaci maki oleh fansnya. Mata Rio menangkap satu akun yang mencaci @sasari2406 begitu frontal.
                                                                                                                      
@shillashilla heh?! Orang sok kecakepan. Lo pikir lo itu siapa?? Sok deket sama Rio. Sadar diri dong, dasar norak lo.  Lo itu *****, ********, *******,******** sadar dong!!

                “Dasar cewek gila,” umpat Rio.

**************

               
                “Parah lo, Shill. Nggak salah lo caci orang di twitter segitu parahnya. Iri juga nggak sampai segitunya kali,” ucap Via dan ia geleng-geleng kepala.
                “Biasa aja kali. Itu cewek aja sok dekat dengan Rio. Dia pikir dia siapa? Lady Diana? Mention Rio aja norak gitu,” balas Shilla cuek. Via tidak menyangka Shilla bersikap seperti itu.
                “Lagian juga hak Rio mau bales mention siapa. Sadis lo, Shill,” ujar Agni ikut-ikut bersuara.
                “Lo nggak ngomelin gue, Fy?” tanya Shilla ke Ify. Dia tidak memperdulikan ucapan Agni. Agni hanya geleng kepala, seperti inilah sifat buruk Shilla. Dia masih saja seperti anak kecil dan begitu labil. Egoisnya masih sangat melekat.
                Ify menggeleng. “Gue nggak mau ikutan. Lo udah gede, Shill. Tau yang mana yang pantes diucapkan dan yang nggak,” ucap Ify.
                Saat ini, Ify, Agni, Via dan Shilla lagi mengobrol di kantin. Jam istirahat kedua, lumayanlah buat ngobrol. Toh, istirahatnya 45 menit. Asyik nggak tuh?? Asyik tentunya.
                “Eh, Fy. Minggu lalu elo di sapa Rio ya pagi-pagi?? Kok bisa??” tanya Shilla curiga.
                “Oh waktu itu. Udah lama banget. Gue nggak tahu kanapa dia nyapa gue, mungkin karena teman sekelas kali,” jawab Ify sebisa mungkin santai.
                “Asyik dong, Fy. Yang ngarep dari dulu aja nggak pernah tuh,” tanggap Via dan ia menjulurkan lidahnya kepada Shilla. Maksudnya meledek.
                “Itu mah, Shilla aja yang nggak beruntung. Sian amat,” ledek Agni. Shilla manyun habis. Hahahahahhaha…..tawa Agni, Via dan Ify pecah.
                “Asyik banget ya, ngetawain gue,” ujar Shilla sinis.
                “Oh jelas,” balas Agni pendek dan berhasil membuat Shilla makin manyun.
                “Kita boleh gabung nggak?” tanya Gabriel yang datang tiba-tiba. Tawa yang lahir dari ketiga gadis tadi langsung terhenti dan Shilla bukan lagi manyun, malah sekarang ia tersenyum lebar.
                “Tentu saja dong. Elo duduk sini deh, Yo,” jawab Shilla dan sekaligus menawarkan Rio untuk duduk di sebelahnya.
                Rio melengos dan mengambil tempat duduk di sebelah Ify. Sementara Shilla manyun lagi. “Tenang dong, Shill. Gue aja deh duduk di sini,” ujar Alvin dan langsung duduk di sebelah Shilla. “Jangan ngambek dong, Shill. Rio nggak mau, ka nada gue. Sama aja kali,” rayu Alvin lagi. Shilla mencibir.
                “Beda bego!” desis Shilla.
                “Kalian berempat nggak makan?” tanya Gabriel basa basi.
                “Udah kali, Yel,” Agni yang menjawab. “Apalagi Via, dia mah kagak pernah tinggal kalau yang namanya makan,” lanjut Agni dan otomatis membuat Via manyun abis.
                “Kalo kita berempat makan, nggak apa-apa nih?” tanya Cakka.
                “Santai aja kali. With pleasure,” jawab Via. Cakka mengangguk-ngangguk sok yakin gitu. Lalu ia berdiri dari posisi duduknya dan segera menuju tempat untuk memesan, namun sebelumnya ia telah menanyakan makanan apa yang ingin dipesan oleh ketiga sohibnya.
                Rio yang duduk di sebelah Ify hanya diam saja. Ia memperhatikan sosok Ify yang sendari tadi diam. Gadis ini masih terlalu diam. Rio menyadari sesuatu, Ify menjadi diam jika di sekolah dan dia akan menjadi periang ketika di luar sekolah. Kenapa??
                Rio mengambil handphone-nya dan mengetik sesuatu. Lalu ia menyikut lengan Ify dan menyodorkan handphone-nya.
                 
                Lo kenapa?
               
                Satu kalimat tanya dengan kata utama kenapa yang pasti membutuhkan jawaban dengan awalan karena, sebab kenapa menutuntut kepada alasan. Dahi Ify berlipat. Pemuda di sebelahnya ini kenapa?? Kenapa Rio jadi begitu care terhadapnya. Padahal mereka sudah satu kelas selama 4 tahun. Kenapa baru kali ini Rio begitu care terhadap dirinya. Sebenarnya apa hubungan Rio dan dirinya saat ini. Kenapa juga Rio menuntut agar Ify menjadi orang terdekat dengannya. Apa karena kejadian itu??

                Nggak kenapa-kenapa!

                Tiga kata, dengan satu kata berulang dan satu tanda seru. Gadis itu menyembunyikan sesuatu terhadap dirinya. Tetapi, apa hak Rio untuk mengetahui itu?? Tidak ada bukan?? Kenapa juga dia harus memaksa gadis itu. That’s right, pilihan Rio hanya satu. Lebih baik menikmati semangkuk bakso yang telah di pesan oleh Cakka.

**************
               
“Fy, lo udah dijemput belom??” tanya Via yang duduk di sebelah sambil mengutak-atik Blackberry-nya. Sekarang, Ify, Agni dan Via lagi duduk-duduk di depan sekolah tepatnya di pinggiran trotoar.
Ify menggeleng. “Belum, Vi. Kalo lo sama Agni mau duluan, nggak apa-apa kok,” jawab Ify sambil melirik jam tangannya. Sekarang sudah lumayan sore, sudah jam empat kurang sepuluh sore.
“Kalo kita berdua pulang, lo juga ikut. Gue anter deh, Fy,” ujar Agni. Di antara dirinya, Agni, Via dan Shilla hanya Agni-lah yang telah diperbolehkan membawa kendaraan.
“Jangan deh, Ag. Rumah gue sama elo itu bertolak belakang arahnya. Kalau Via sama Shilla mah searah,” jawab Ify. Dia tidak bisa menerima ajakan Agni, nanti jam berapakah sahabatnya itu sampai di rumah bila harus mengantar dirinya. Jarak rumah Ify dengan sekolahan saja 30 menit dan Agni harus ke rumahnya dulu terus lewatin sekolah mereka lagi dan itu membutuhkan waktu 1 jam. Belum lagi waktu yang dibutuhkan untuk ke rumah Agni sendiri. Terlalu kejam bila dirinya membiarkan Agni mengantarnya pulang.
Agni menggerakan kedua bahunya ke atas. Ini berarti dia menerima saja keputusan Ify. “Eh, Fy. Gimana tuh rasanya duduk sama Rio?? Asyik nggak tuh??” tanya Agni.
“Tau nggak, Fy. Gue sering lo liat Rio lagi memperhatiin elo,” ujar Via dan ia senyum-senyum.
 “Apaan sih. Duduk sama Rio biasa aja, gue jarang tuh ngobrol sama dia,” jawab Ify untuk pertanyaan Agni. “Mana mungkin, Vi. Mata lo kelilip kali, salah lihat dong,” ucap Ify untuk membalas apa yang dikatakan Via.
“Nggak, Fy. Rio itu lebih perhatian sama elo. Bangku gue sama elo kan deket, nggak mungkin gue salah lihat,” ucap Via tetap keukeuh. Ify melengos.
“Salting  ya, Fy. Cie Ify……” ledek Agni.
“Udah deh. Shilla mana?” tanya Ify mengalihkan topic perbincangan yang hawa-hawanya udah tidak baik bagi dirinya itu.
“Shilla mah ada di dalem, ngeliatin Rio basketan,” Via menjawab. Ify hanya mengangguk-mengangguk saja.
“DOOOLLLL…..KAK IFY…….” teriak Seseorang. Ify kaget, untung saja dia tidak latah tuh. Kalau missal dia latah, kalimat apa yang bakal terlontar dari dirinya??
“Acha,” geram Ify.
                “Hai Kak Via, Kak Agni,” sapa Acha tanpa memperdulikan geraman Ify. Agni dan Via terkikik melihat tampang Ify.
                “Hai juga Acha imut. Kok Acha ke sini?” balas dan tanya Via.
                Senyum Acha mengembang. “Mau jemput Kak Ify. Acha juga balu di jemput sama Pak Oni, habis Pak Oni halus ngantelin Mama ke tempat peltemuan sama ka….li…..kli…..Argh….Acha nggak inget siapa,” jawab Acha frustasi sendiri. Agni dan Via tertawa-tawa melihat tingkah Acha. Adiknya Ify ini memang sangat lucu.
                “Jadi Acha di sekolah tadi sama siapa aja?” tanya Ify. Kekesalan dirinya terhadap adiknya yang bandel itu telah sirna.
                “Sama Bu Gulu Zizah,” jawab Acha pendek. Lalu dia celingak-celinguk. “Kak Shilla mana?” tanya Acha.
                “Di dalem, liatin Rio main basket,” Agni menjawab.
                Mata Acha melebar. “Kak Lio ada di dalem??” tanya Acha antusias. Agni mengangguk. Ia merasa aneh dengan Acha. “Kak Lio yang altis itu??” tanya Acha lagi dan Agni mengangguk.
                “Kak Ify nggak bilang-bilang, satu sekolah sama Kak Lio. Acha kan kangen sama Kak Lio. Acha udah dua minggu nggak ketemu Kak Lio sejak kita main sama Kak Lio itu, Kak Ify,” ucap Acha yang membuat kedua alis Via dan Agni terangkat sebelah dan memandang Ify dengan sorot ‘lo harus cerita’. Ify menelan saliva-nya. Adiknya itu terlalu ember deh.
                “Acha liat Kak Lio dulu ya. Acha kangen nih,” ujar Acha dan berlari masuk menuju sekolah kakaknya itu.
                “Hei, Cha…. Jangan…..Cha…….,” teriak Ify. Namun sang Adik sudah tak mendengarkannya lagi.
                “Fy, cerita dong. Jangan lo sembunyiin. Pantes aja Rio agak beda sama lo,” ucap Via dan didukung anggukan Agni.
                “Mungkin ini sudah saatnya gue cerita,” batin Ify. Ify mengangguk. “Jadi, gue itu…………..”

**************

                Gadis kecil itu terus berlari menuju lapangan basket yang berada di pusat sekolah ini. Seulas senyum terus mengembang di wajahnya. Rambutnya yang dikuncir dua bergerak-gerak takkala gadis kecil itu berlari. Berat tas sekolah yang berada di punggungnya, sepertinya tidak masalah untuk dirinya. Gadis kecil itu tetap berlari dengan lincah.
                “KAK LIO…………” teriak Acha ketika dia sudah dekat dengan lapangan basket dan melihat sosok Rio yang akan mau memasukan bola basketnya ke ring.
                Rio terkejut. Pemuda itu menghentikan gerakannya dan mencari sumber suara. Kedua bola matanya menangkap sosok Acha, adik Ify yang tengah berlari menuju ke arahnya. “Yel, tangkep nih!” ucap Rio dan langsung melemparkan bolanya. “Gue break bentar, Bro,” ujar Rio.
                Rio pun menjauhi lapangan basket dan mendekati gadis kecil yang meneriaki namanya tadi. “KAK LIO…..” panggil gadis kecil itu lagi. Rio tertawa pelan, gadis kecil itu masih menggemaskan.
                “Hai Acha,” sapa Rio saat Acha sudah berada di dekatnya. Rio jongkok agar tingginya sejajar dengan Acha.
                “Halo Kak Lio. Huaha………..Acha kangen tahu sama Kak Lio,” ucap Acha manja. Rio tersenyum, lalu menggendong gadis kecil itu. Dia sendiri juga kangen dengan gadis kecil ini.
                “Kenapa Acha baru pulang?” tanya Rio sambil membawa Acha ke pinggir lapangan basket yang ada tempat untuk duduk. Bukan bangku, tapi lantai yang bisa di dudukin.
                “Acha balu dijemput, telus jemput Kak Ify dulu deh,” jawab Acha. “Kemalen Acha liat Kak Lio nyanyi di Tipi, tapi Kak Ify nggak. Dia pelgi,” Acha memulai ceritanya.
                “Memang Kak Ify sering nonton Kak Rio nyanyi?” tanya Rio. Acha mengangguk, lalu gadis kecil itu menceritakan semua apa yang ia ketahui tentang kakaknya itu.

**************

                “Rio kenapa, Yel?” tanya Alvin sambil mendrible bola basket.
                “Nggak tahu gue. Dia ngehampiri anak kecil itu,” jawab Gabriel sambil menunjuk gadis kecil yang duduk di sebelah Rio.
                “Itu siapa sih? Anak Rio ya?” tanya Cakk dengan polosnya.
                Tuing……..
                “Geblek lo, Kka,” umpat Gabriel sambil menoyor kepala Cakka.
                “Sakit, Item!”seru Cakka.
                “Siapa suruh lo bilang itu anaknya Rio,” timpal Alvin.
                “Terus itu anak siapa?” tanya Cakka lagi. Gabriel dan Alvin menggeleng lemah.
                “Dia adiknya Ify,” jawab seseorang dan orang itu adalah Shilla. Kini Shilla sudah berdiri di sebelah Gabriel.
                “Ify?? Teman sebangkunya Rio?” tanya Gabriel tak percaya.
                Shilla mengangguk. “Yaps,” jawab Shilla pendek.
                “Kok bisa sedekat itu?? Emang kapan Rio ketemu?? Rio sering ke rumah Ify ya??” tanya Cakka kepo banget.
                “Gue nggak tahu,” ini jawaban Shilla.
                “Gue juga,” kali ini Alvin dan Gabriel jawab barengan.
                “Gue duluan, bye-bye,” pamit Shilla sambil melambaikan tangan layaknya Miss Universe. Apa maksudnya coba??
                “Emang lo mau kemana?” tanya Alvin, namun Shilla tak menjawabnya karena sudah berjalan sejauh tiga meter. Akhirnya, Alvin mengetahui kalau Shilla menghampiri Rio dan gadis kecil itu.
               
*******************

                “Hai, Rio, Acha,” sapa Shilla ramah.
                Gadis kecil itu langsung memalingkan wajahnya dari Rio dan gantian menatap Shilla. “Hai, Kak Shilla. Belum pulang juga ya??” balas dan tanya Acha.
                Shilla mengangguk. “Acha lagi jemput Kak Ify ya??” tanya Shilla ramah.
                Acha mengangguk begitu semangat. “Iya, kakak. Tapi, pulangnya ntalan. Acha kan mau celita-celita sama Kak Lio dulu,” jawab Acha dengan lucunya. Rio tidak senang dengan kedatangan Shilla. Gadis itu selalu bertingkah berlebihan jika ada di sekitarnya dan Rio tentu saja merasa risih.
                “Kak Shilla gabung ya?” pinta Shilla. Acha mengangguk tanpa bersuara sedikit pun. Ia lebih memilih untuk melanjutkan ceritanya. Shilla pun duduk di samping kiri Rio, di sebelah Acha.
                “Jadi Acha tuh suka banget jalan-jalan sama Kak Ify, Kak Lio,” ucap Acha.
                Rio tersenyum manis sekali. “Kalau gitu kakak dong, masa Acha pelit banget,” tanggap Rio dan ia tertawa. Shilla semakin terpesona terhadap Rio.
                “Jalan sama gue aja, Yo,” sahut Shilla. Namun Rio tidak memperdulikannya.
                “Tanya sama Kak Ify aja ya, Kak Lio. Ntal Acha dimalahin lagi. Kak Ify kan suka ngomelin Acha tuh,” ujar Acha sambil cemberut.
                “Jelek tuh, Cha. Kak Ify kan tenang gitu orangnya, masa iya suka marah. Ih….Acha mau bohong ya sama Kak Rio,” ledek Rio.
                Acha cemberut. Pipinya yang tembem jadi semakin tembem. Udah ngalahin ukurannya pipi bakpau tuh. “Kak Lio nggak asyik, Kak Ify di dukung telus. Acha sendili telus deh,” rajuk Acha.
                “Kenapa lo belum pulang, Yo?” tanya Shilla yang merasa di kacangin.
                “Kak Lio, ajalin Acha nyanyi ya? Bial Acha bisa nyanyi. Masa Kak Ify bisa nyanyi, Acha nggak. Kan nggak mau kalah sama Kak Ify,” pinta Acha. Rio mengangguk setuju. Hari benar-benar penuh kejutan untuk dirinya.
                “Kak Shilla, juga bisa nyanyi lho, Cha,” ujar Shilla bangga. Namun, lagi-lagi ia tidak diperdulikan. Memang dasarnya jiwa Shilla yang gampang marah dan kesal bila dicuekin, rasa dongkol dan kesal mulai merambat ke dalam dirinya.
                Apa lagi setiap dia bertanya dan menanggapi apa yang dibicaran Acha dan Rio, selalu dianggap kasat mata. Rio terlalu cuek kepadanya dan lebih asyik bercerita dengan Acha. Shilla kesalnya kepada Acha, bukan Rio. Menurut kacamata gadis itu, Acha terlalu mencari perhatian sama Rio. Padahal, wajar saja, toh Acha masih kecil dan dia yang duluan cerita-cerita sama Rio. Harusnya Shilla itu marahnya sama Rio, karena dia selalu bertanyanya pada Rio dan Rio mencuekinya.
                Shilla masih diam saja, dia memperhatikan Acha dan Rio yang tengah bercerita. Respon hangat Rio kepada Acha, membuat Shilla kesal. Memang Shilla siapanya Rio?? Hanya teman satu sekolah dan satu kelas. Kemarahan semakin mendidih di otak Shilla, gadis itu tidak suka bila Acha si Gadis Kecil itu selalu bergaya yang menurutnya sok imut dan lucu itu. Padahal aslinya memang Acha lucu dan imut. Dasar dia saja yang iri.
                “Pokoknya Acha bakalan seneng kalau Kak Lio jadi Pacalnya Kak Ify,” ucap Acha yang membuat Shilla semakin meledak. Ia seperti tersambar petir. Sejak kapan Ify menyukai Rio?? Sejak kapan Acha dan Rio membahas tentang Ify?? Dia terlalu dikendalikan amarahnya.
                “Ada-ada aja kamu ini, Cha. Udah sore, pulang yuk. Kasihan Kak Ify nungguin,” ucap Rio.
                Jadi Ify, Acha dan Rio mau pulang bareng?? Ify mengkhianati dirinya?? Sebenarnya ada apa sih?? Shilla semakin marah. “Dasar cari perhatian lo, masih anak kecil juga!” seru Shilla kalap. Dia mendorong tubuh Acha, seperti terlalu kencang dan membuat gadis kecil itu terdorong serta tersungkur.
                Rio melihat kejadian itu terkejut. Kepala Acha membentur lantai dengan lumayan keras. “GILA LO!” seru Rio ke Shilla. Dia segera menghampiri Acha. Gadis kecil itu menangis pelan. “Kak Ify…..Kak Ify….hiks….hiks…..” tangis Acha.
                “Lo gila, ya Shill. Parah lo, salah dia apa coba!” bentak Rio. Dia segera menggendong Acha dan menenangkan gadis kecil itu. Kepala Acha berdarah, namun tidak terlalu banyak. Acha terus menangis.
                Shilla terdiam atas bentakan Rio yang ia terima. Bukannya merasa bersalah akan tindakannya, Shilla menatap Rio sinis. Awalnya memang terdiam, sock kali ya. “Dia itu terlalu cari perhatian sama lo, Rio. Gue nggak suka,” ujar Shilla.
                “Memang lo siapanya gue?” tanya Rio balik. Matanya berkilat marah.
                “Gue suka sama lo,” jawab Shilla.
                “Gue NGGAK SUKA sama LO! Jelas sekarang,” tukas Rio. Shilla sock….gadis itu seperti tertampar. Apa dia kurang cantik untuk jadi pasangan Rio?? Dia kan model, walaupun jarang tampil di TV?? Tapi kan wajahnya sering nongol di majalah-majalah remaja.
                “ACHA………….” Teriak Ify.

************

                “Jadi gitu ceritanya, Fy?” tanya Agni. Ify mengangguk.
                “Tapi jangan cerita-cerita sama Shilla ya?” pinta Ify. Gantian Via dan Agni yang mengangguk. Jujur, Agni lebih setuju kalau Ify yang jadi sama Rio, bukannya Shilla. Shilla itu hanya terobsesi dengan Rio. Sama halnya dengan Shilla yang jatuh cinta sama Justin Bieber.
                “Oke,siip. Katanya mau cari Acha,” ujar Via.
                “Oh iya,” balas Ify. Ketiganya pun menuju lapangan basket.
Ketika baru tiba di lapangan basket, Ify langsung terkejut. Adiknya sedang menangis dan kepalanya terluka. “ACHA……” teriak Ify.
“Acha kenapa, Fy?” tanya Via panic. Ify menggeleng.
“Ayo kita lihat, di sana juga ada Shilla sama Alvin, Cakka dan Gabriel,” ujar Agni. Mereka bertiga berlari supaya cepat tiba di tempat Acha.
“Hiks…hiks…..Kak Ify….” Tangis Acha sambil menyebut nama kakaknya.
“Cha, kenapa?” tanya Ify panic saat dia sudah berada di tempat kejadian. Acha yang digendong Rio segera melihat kakaknya dan minta digendong. Rio menyerahkan Acha ke Ify. Namun, Acha terlalu cepat bergerak sehingga membuat tubuh Ify jadi tidak seimbang dan oleng. Untung saja Rio menyadari hal itu, dia segera menopang tubuh Ify dengan cara melingkarkan tangannya ke gadis itu.
“Ini kenapa?” tanya Agni membuka suara.
“Biar lebih jelas, kita tanya Shilla aja dulu,” Alvin yang menjawab. Agni mengangguk dan bersama Cakka, Gabriel, Via dan Alvin,  Agni menarik Shilla dan membicarakan hal perhal kejadian ini berlangsung.
Rio dan Ify jadi tinggal bertiga bersama Acha. Ify segera duduk di lantai. Acha terlalu berat untuk di gendong. “Kenapa Acha bisa luka kayak gini?” tanya Ify lembut. Rio juga ikut-ikutan duduk bersama dua kakak beradik itu. Tangis Acha masih berderai. Gadis kecil tidak menyangka akan diperlakukan seperti tadi.
“Fy, lo bersihin dulu aja darah di kepala Acha. Biar bisa dilihat besar nggak lukanya,” ucap Rio. Ify mengangguk. Dia mengambil tissue di tasnya dan segera membersihkan luka Acha.
“Ayo Acha cerita kenapa bisa luka kayak gini?” pinta Ify. Acha masih menangis. “Jangan nangis lagi, Cha. Katanya Acha nggak pernah mau nangis,” bujuk Ify sambil mengelap air mata Acha yang masih mengalir. Adiknya itu terlalu kecil untuk mendapat perlakukan seperti tadi.
“Tadi, Acha kan lagi ngoblol-ngoblol sama Kak Lio. Telus Kak Shilla datang, ikutan juga. Hiks….telus Acha masih tetap celita sama Kak Lio. Tapi, tiba-tiba Kak Shilla dolong Acha. Acha nggak tahu kenapa. Tapi Acha tadi bilang ‘Acha senang kalau Kak Lio jadi pacalnya Kak Ify’,” cerita Acha.
Ify terkejut. Ia kaget mendengar cerita Acha. Dari mana adiknya itu mendapat kosa kata pacar?? Korban sinetron ini. Kebanyakan nonton film-film remaja. Ify tahu kenapa Shilla langsung marah. Tapi, Shilla harusnya sadar. Acha itu masih kecil, apalagi yang diucapkan Acha itu hanya pendapat Acha bukan fakta sebenarnya kan. Jadi, Shilla tak perlu mendorong Acha sampai segitunya.
“Telus, Kak Shilla bilang Acha itu cali pelatihan, Acha kan nggak ngelti Kak Ify,” lanjut Acha. Shilla memang keterlaluan. Adiknya itu terlalu dini untuk mencampuri urusan cinta gadis usia 17 tahun.
Tiba-tiba handphone Ify berbunyi. Pak Oni menelpon Ify. “Ya, Pak ada apa?” tanya Ify langsung. Ify mengangguk berkali-kali. Rio memperhatikan Ify, apa sih yang Ify bicarakan? Batin Rio.
“Ya udah, salam sama Mama aja, Pak. Bilangin hati-hati jangan lupa istirahat. Ify sama Acha bisa pulang naik taxi kok,” ujar Ify. “Sama-sama, Pak!” ucap Ify dan akhirnya menutup telponnya.
“Kenapa Kak Ify?” tanya Acha. Air matanya benar-benar hilang.
“Mama dinas ke Bandung, Cha. Kita pulang pake taxi,” jawab Ify. Acha mengangguk.
“Ayo kita pulang, Kak. Acha udah ngantuk,” ajak Acha.
“Titip Acha bentar ya, Yo. Gue mau cari Agni sama Via dulu,” ujar Ify. Rio mengangguk. Ify pun berjalan menjauhi mereka.

*****************

“Gue sama Via, nggak nyalahin elo atas kejadian ini. Tapi, elo kelewatan Shill. Itu hanya cerita Acha belum tentu juga benar,” ucap Agni.
Shilla memandang kedua sahabatnya itu sinis. “Terserah kalian mau dukung Ify, gue juga punya teman lain. Apa yang dibilang Acha itu benar. Ify pengkhianat,” ujar Shilla tak mau kalah.
“Berdasarkan cerita elo, Acha nggak mengatakan kalau ‘Ify suka sama Rio’, dia Cuma bilang seneng aja kalau Rio jadi pacar kakaknya. Acha itu masih kecil, Shill. Palingan kata pacaran itu ia dapat dari film-film di tivi,” jelas Via.
“Gue nggak perduli. Ify itu pengkhianat,” tukas Shilla.
“Terserah lo, Shill,” tandas Agni.
“Yuk, Ag kita pulang. Biarin orang keras kepala ini,” ajak Via dan menarik tangan Agni.
“Lo itu bukan suka sama Rio. Cuma obsesi karena Rio itu artis!” seru Agni sebelum ia benar-benar meninggalkan Shilla.
Agni dan Via menuju lapangan basket lagi, saat mau berbelok ke kanan mereka berdua bertemu dengan Ify.
“Ag, Vi gue pulang ya. Acha udah minta pulang tuh,” ucap Ify.
“Kita berdua juga mau pulang,” ujar Via.
                “Bareng aja kalo gitu. Eh….Acha mana?” tanya Agni. Ify menunjuk arah lapangan basket, di sana ada Acha dan Rio. Acha lagi ketawa-tawa.
                “Adek lo deket banget sama Rio ya, Fy?? Rio juga perhatian banget tuh,” komentar Via. Ify hanya mengangkat bahunya ke atas.
                “Shilla-nya mana?” tanya Ify.
                “Udah deh nggak usah dipikirin dulu si Shilla. Biarin dia intropeksi diri dulu. Dia itu masih semaunya sendiri. Biarin dia merenung dulu,” jawab Via. Ify beroh-oh ria doang.
                “Ya udah, yuk pulang!” ajak Agni dan menarik tangan kedua sohibnya itu. Sebenarnya apa yang dibilang Via benar. Shilla itu sudah sering semau-nya sendiri. Dulu-dulu saja mereka sering mengalah untuk Shilla, terutama Ify. Shilla terlalu dimanjain, mangkanya itu anak mau semau-nya sendiri.
                “Cha, cepet pulang. Ntar keburu malem,” panggil Ify ke Acha. Via dan Agni sudah Ify suruh pulang duluan. Udah sore sekali.
                “Iya, Kak Ify,” ucap Acha dan menyandang tas ranselnya.
                “Kita pulang ya, Yo,” pamit Ify ke Rio.
                “Pulang sama gue aja, gue ante,” ujar Rio cepat.
                Reaksi Acha dan Ify berbeda. Acha mengangguk dengan mata berbinar-binar ala si Badung Sinchan. Sementara sang Kakak, Ify. Menggeleng kuat-kuat. “Nggak usah, Yo,” ucap Ify.
                “Acha mau pulang diantel Kak Lio,” rengek Acha.
                “Rumah Kak Rio itu jauh, Cha,” kata Ify.
                “Nggak apa-apa, Fy. Rumah gue itu arah Merpati Putih. Dan rumah elo jalan Ranukaya kan?? Gue mah ngelewatin rumah elo terus tuh,” ujar Rio.
                “Yeah….. kalo gitu ayo pulang,” seru Acha girang. Ia menarik tangan Ify dan Rio, mereka bertiga pun meninggalkan sekolah yang semakin gelap.

***************


Motor Rio masih melaju dengan kecepatan sangat lambat menelusuri jalan raya yang sore ini macet sudah ketulungan banget. Padahal Rio bawanya motor, tapi masih saja terkena macet. Masa iya motor Rio bergerak setiap satu meter sekali. Lambat sekali bukan???
“Kak Ify, Acha lapel,” rengek Acha. Saat ini Rio, Acha dan Ify sedang terjebak macet. Jarak rumah Ify masih jauh dan ditambah lagi Acha yang sudah merengek.
“Sabar dikit dong, Cha. Makan di rumah aja. Nanti Kak Ify buatin makanan kesukaan Acha,” bujuk Ify.
Acha menggeleng kuat-kuat dan Rio dapat merasakannya. “Acha kenapa, Fy?” tanya Rio yang kini sudah menghadap ke belakang.
“Acha lapel Kak Lio. Pengen makan,” yang ditanya Ify malah yang menjawab Acha. Rio tersenyum ke Acha dan kemudian menatap Ify. Kedua bola mata Rio dan Ify saling pandang.
Ify hanya menggerakan bahunya ke atas. Bergidik maksudnya. “Acha mau makan apa?” tanya Rio.
“Mie Ayam,” jawab Acha riang.
“Nggak apa-apa kan, Fy? Kebetulan gue juga laper nih,” tanya Rio ke Ify.
Ify mengangguk. “Ya udah, nanti berhenti di taman depan sana aja, Yo,” ujar Ify. Rio mengangguk dan tersenyum. Masih dalam radius yang sama, Ify tetap terpesona. Jikalau Rio selalu tersenyum saat bersama Ify, sementara Ify selalu terpesona karena senyum Rio. Berapa lamakah Ify mampu mempertahankan dirinya agar tidak menampakan rasa terpesonanya itu terhadap Rio??
Tiiiinnnnn……Tiiinnnnn………
“Yo, cepetan. Berisik nih!” seru Ify. Rio segera menarik gas dengan kecepatan tinggi mumpung jalanan di depan mereka luang.
********

@Taman

                Rio memberhentikan motornya di pinggir taman yang pengunjungnya sangat ramai sekali. Wajar sih taman itu ramai, letaknya sangat strategis. Di pusat kota. Pen-desain-annya juga oke punya. Taman itu memang berbentuk persegi panjang, layaknya bentuk taman pada umumnya. Namun taman itu dibuat seperti blok-blok yang hampir di setiap blok-nya terdapat sebuah rumah jamur sebagai bangunan utamanya. Di tengah-tengah taman itu terdapat kolam ikan lengkap dengan air mancurnya.
                Di sekeliling taman juga dipenuhi dengan berbagai pohon yang punya daya tahan hidup sampai sertatus tahun lebih. Ada pohon akasia, cemara, mahoni dan masih banyak lainnya. Yang lebih membuat taman itu menjadi indah adalah di taman tersebut ada sebuah blok yang khusus ditumbuhi dengan bunga-bunga. Ada mawar, matahari, kamboja, anyelir yang disusun sedemikan rupa hingga membentuk suatu keindahan yang bila dipandang tidak menimbulkan kejenuhan. Taman itu cukup sebagai tempat beristirahat setelah menempuh perjalan macet di kota. Namun, tetap saja. Taman favorite Ify-lah yang terindah.
                Ify turun dari boncengan motor Rio. Dahinya berkerut samar. Di sini terlalu ramai. Bagaimana nanti kalau Rio diserbu fans-fans-nya?? Bukankah kemarin Rio baru saja mengeluh kalau dia butuh refresing?? Batin Ify.
                “Acha sama Kak Rio dulu ya? Kakak ada perlu sebentar aja,” ujar Ify. Acha mengangguk dan Rio hanya menatap dirinya dengan penuh tanda tanya.
                Tak lebih dari sepuluh menit, Ify sudah kembali dengan sebuah kantung kresek hitam di tangan kanannya. “Yo, lo pake ini ya?” pinta Ify sambil mengambil sebuah topi berwarna hitam dan kacamata.
                Kedua alis Rio bertaut. “Untuk apa?”
                “Di sini rame banget. Ntar lo diserbu fans-fans lo,” ucap Ify.
                Rio tertawa. “Takut ya kalau gue jadinya nggak sama lo dan Acha?? Malah sibuk ngurusin fans gue??” goda Rio.
                Ify tertegun. Itu tadi Rio?? Rio bisa menggoda seperti itu ya?? Kenapa Ify baru tahu?? Sejak kapan Rio bisa seperti itu?? “Yee…..bukannya lo yang mengeluh kalau capek ngurusin fans lo,” balas Ify.
                “Gue tau, kok,” ujar Rio penuh misteri. Ify tidak mengerti sama sekali dan dia memilih untuk tidak menanyakan lebih lanjut. “Cha, masih mirip Kak Rio nggak nih?” tanya Rio ke Acha yang kini menatap dirinya.
                Acha mengangguk sambil menunjuk gelang Rio. “Itu kan gelang yang selalu Kak Lio pakai. Pasti ntal dikenalin sama olang,” ujar Acha.
                Rio terkekeh pelan dan melepaskan gelangnya. Tidak salah kalau dulu ia memuji Acha sebagai gadis kecil yang pinter. “Pakai nih, Fy. Nggak apa-apa kok,” ujar Rio dan meraih tangan Ify. Lalu pemuda itu memasangkan gelangnya dipergelangan tangan Ify.
                Ify memperhatikan gelang Rio yang melingkari pergelangan tangannya. Gelang itu selalu Rio pakai, bahkan Rio pernah mengatakan pada publik, ‘kalau gelang itu tidak akan pernah dia lepas, kecuali bila yang akan memakai gelang itu orang yang special buat dirinya’. Apakah ini berarti Ify adalah orang yang special untuk Rio?? Aish…..Ify…..jangan berpikir seperti itu. Bagaimana nanti dengan Shilla? Bisa-bisa gadis itu semakin kesal terhadap dirinya.
                “Cocok juga ya, Fy!” komentar Rio dan dia berdecak kagum.
                “Ayo makan, Acha udah lapel,” ucap Acha. “Gendong Acha ya Kak Lio?” pinta Acha manja. Rio tidak ada pilihan dan dia pasti akan memilih untuk berkata iya. Ify sendiri mendelik kesal terhadap adiknya itu. Lalu mengambil tas Acha dan membawanya. Kemudian Ify mengikuti Rio dan Acha yang sudah berada satu meter setengah darinya.
               
**************

                “Cuih…..katanya sahabat. Eh malah nusuk dari belakang,” ucap Shilla sinis saat Ify lewat di depannya. Ify diam saja, dia tahu Shilla. Saat ini yang lebih baik membiarkan Shilla sesuka hatinya. Jika dilawan maka Shilla bisa berbuat yang lebih lagi dari itu.
                “Kemarin-kemarin,, bilang mau bantuin. Malah dia yang main belakang. Katanya nggak nge-fans, taunya dia yang ngedekati,” lanjut Shilla dan dia menatap Ify dengan tampang jijik.
                Sebenarnya kesalahan itu ada pada siapa?? Apa pernah Ify mengatakan kalau dia menyukai Rio?? Apa pernah Ify mendekati Rio?? Shilla itu hanya salah paham, dia itu salah memahami apa yang Acha katakan. Kemarin itu Acha bukan berbicara fakta, tetapi keinginan Acha itu sendiri dan Shilla salah mengartikannya.
                Ify terus melangkah menuju bangkunya. Via dan Agni belum datang, terpaksa Ify sendirian dan ia memilih untuk duduk di bangkunya hingga bel berbunyi. Tak lama kemudian, Rio menampakkan batang hidungnya. Pemuda itu tersenyum cerah ke Ify. Saat melewati pintu kelas, didapatinya Shilla yang tengah berdiri dengan congkaknya dan bila Rio tidak salah emngartikan tatapan Shilla ke Ify, gadis itu menatap Ify dengan seolah-olah Ify adalah hal yang menjijikan. Kurang ajar  bukan??
                “Pagi…, Rio!” sapa Shilla.
                Rio melengos. “Gue suka sama lo, Yo,” ucap Shilla spontan dan tersenyum ke arah Rio.
                “Gue itu nggak suka sama lo, ngerti. Nggak usah bilang suka sama gue lagi, lo tidak menarik di mata gue,” tukas Rio telak dan berjalan menuju bangkunya. Saat tiba di sana dia menyapa Ify yang hanya diam tanpa membalas sapaannya.
                Ify menundukan wajahnya. Dia sangat tahu, kalau dia memang bersalah. Ify sadar dia memang menyukai Rio, tetapi rasa suka itu sudah muncul sejak dia kelas VIII SMP dan Ify baru sangat menyadari perasaannya itu saat dia kelas XI SMA. Sedangkan Shilla? Dia mengklarifikasikan dirinya menyukai Rio sejak pemuda hitam manis menjadi artis muda terkenal. Hanya saja Ify menyukai Rio secara diam-diam, sedangkan Shilla terbuka. Jadi yang salah itu siapa?? Ify atau Shilla??
                “Lo harusnya nggak usah mikirin dia, Fy. Dia itu yang salah,” ucap Rio yang tujuannya berusaha membujuk Ify. Bagi dirinya, melihat Ify murung membuat dirinya merasa tidak baikan. Ify memang pendiam, murung itu juga berarti diam. Tapi murung ini berbeda dengan diamnya Ify dan murung itu menyakitkan dirinya.
                Ify mengangkat wajahnya dan menatap Rio. “Harusnya lo nggak bilang kayak gitu sama Shilla, Yo. Kenapa lo nggak bisa suka sama Shilla?” ucap dan tanya Ify lirih. Wajahnya begitu pucat. Ingin sekali Rio memeluk Ify, memberikan gadis itu keyakinan agar tidak merasa sendiri.
                “Suka. Mungkin gue suka sama Shilla. Tapi, sayang dan cinta gue bukan buat Shilla. Buat orang lain, Fy. Harusnya jika lo memang sahabat Shilla, lo diemin aja Shilla. Biar dia belajar untuk berubah. Ini saatnya dia berubah, jangan lo manjain lagi dia itu,” jawab Rio dan menatap Ify tepat di manic matanya.
                “Tahu dari mana tentang Shilla, Yo?” tanya Ify bingung.
                Rio tersenyum penuh misteri. “Di dunia ini, banyak orang sebagai tempat bertanya. Jadi, sekarang kamu jangan sedih lagi,” ucap Rio dan ia mengacak-acak poni Ify.
                “Jadi lo lagi suka sama orang ya, Yo?? Karena itu ya lo nyanyi lagi Anugerah Terindah yang Ku Miliki??” tanya Ify.
                Rio tersenyum manis sekali dan mengangguk. Ify deg-deg-an. Darahnya terasa mengalir dengan cepat melewati pembuluh darahnya. “Suka lihatin gue konser ya, Fy?” tanya Rio sambil mengulum senyum.
                Ify menggeleng lemah dan Rio tertawa. “Kalo nggak, kenapa bisa tahu?” tanya Rio penuh selidik.
                Ify menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan dia cengengesan sendiri. “Acha, Yo,” jawab Ify pelan dan lemah.
                Rio hanya mengangguk seolah-olah percaya. Padahal ia jelas dengan tahu kalau Ify berbohong. Tak apalah gadis ini belum mau terbuka dengannya untuk sekarang. Yang terpenting, dia mengetahui hampir seluruh tentang gadis di sebelahnya ini.
                “Hei…….Ify…..” sapa Agni dan Via kompak.
                “Huahaaa…..” seru Ify terkejut.
                “Lo nggak apa-apa, Fy?” tanya Rio cepat. Ntah kenapa belakangan ini, Rio sering kelewatan cemas terhadap Ify.
                Ify menggeleng. “Kalo nyapa itu baik-baik bisa nggak sih? Spot jantung tau nggak,” dengus Ify kesal.
                Via dan Agni menatap Ify penuh arti. Ify balas dengan plototan. “Nggak bisa sih Fy. Nggak bakal tahu kalo lo spot jantung,” ujar Via sok kalem.
                Ify menjerit dalam hati. Ia tahu Via itu sebenarnya ingin menggodanya. Aish…..ini dampak bila ia sudah bercerita kepada dua sohibnya itu.
                Teng…..teng….teng…..
                Alhamdulilah banget, bel udah bunyi. Tanpa tendeng aling-aling Ify langsung mengusir Agni dan Via dari bangkunya. Dia hanya  buang muka saat Via memberikannya kode-kode norak kagak jelas.

**************

                Saat ini Rio bersama Alvin, Gabriel, dan Cakka lagi ngumpul-ngumpul bersama di rumah Cakka. Sudah dua minggu lebih mereka berempat tidak ngumpul bareng. Alasannya sepele kok, Rio banyak jadwal manggung.
                “Lo nggak minta tolong lagi nih, Yo balesin mention-mention fans-fans gila lo itu?” tanya Gabriel yang sebenarnya meledek.
                Rio mencibir. “Gaya lo, Yel. Bilang aja mau ngeledek gue,” ujar Rio. Gabriel terkekeh pelan.
                “Lo deket banget sama Ify ya, Yo?? Eh ciiieee……Rioo….naksir Ify ya?” goda Cakka.
                “Nggak tuh. Dia terlalu pendiam!” jawab Rio pendek.
                “Berarti ada kesempatan buat Debo. Kemarin dia datang sama gue nanya, lo ada hubungan apa sama Ify. Kali aja lo suka, kalo iya dia bakal mundur secara teratur,” ucap Cakka santai dan cuek.
                Tubuh Rio menegang. “Debo siapa?”
                “Itu anak XI IPA 5. Orang Sunda sama kayak Ify,” Alvin yang menjawab.
                “Kalo nggak, Yo. Gue langsung kasih pemberitahuan ke Debo, biar bisa nembak Ify. Diliat-liat Ify itu manis. Manis banget lagi,” ujar Cakka. Rio tersentak. Ify untuk Debo?? Debo untuk Ify?? Meski Rio tidak tahu yang mana Debo itu, dia tidak rela kalau Ify sama Debo-Debo itu.
                “Pinjem ponsel lo, Yel. Gue limit nih. Ada nomor Debo kan?” tanya Cakka pada Gabriel. Sebelumnya mereka berdua sudah mengirimkan kode-kode kasat mata yang tak tertembus oleh pengelihatan Rio.
                “Siip. Tangkep nih,” jawab Gabriel sambil melempar Blackberry-nya ke Cakka. Haap….dengan tepat benda kotak kecil hitam itu mendarat di kedua telapak tangan Cakka.
                “Deb….Rio nggak suka sama Ify. Jadi Ify bebas….” Ucap Cakka dengan sengaja. “Siip. Tinggal send….” Lanjutnya.
                “Jangan, Kka,” ceplos Rio langsung.
                Tawa Cakka, Gabriel dan Alvin pecah. Mereka bertiga tertawa ngakak. “Ternyata cinta seorang Rio terjebak dalam seorang gadis aneh bernama Alyssa,” goda Alvin.
                “Curang lo bertiga,” dengus Rio.
                “Siapa suruh nggak cerita, Bro,” tanggap Gabriel.
                “Jadi, kapan lo mau nembak Ify?” tanya Cakka setelah tawanya berhenti.
                “Nggak tahu,” jawab Rio pendek. Cakka dan Gabriel melengos.
                “Lo artis, Yo. Beneran lo mau Ify jadi orang terdekat lo dan diketahui public?” tanya Alvin sangsi.
                “Emang kenapa? Kalo gue pacaran sama Ify, pasti public bakal tahu. Kalian bertiga tidak ada yang tahu cerita gue sama Ify. Dia penuh kejutan,” jawab Rio. Cakka dan Gabriel senyum-senyum. Alvin hanya memandang sahabatnya itu. Dia harus yakin sama Rio, kalau Rio bakalan benar-benar menganggap Ify. Sahabatnya itu tipikal orang setia.

************* 

BERSAMBUNG......




Maaf kalau ceritanya semakin lama semakin hancur. Maaf juga lama nge-post-nya, banyak tugas nih. Ini aja nge-post sambil cari bahan untuk makalah PKn.
Makasih udah baca :)

Oh iya, kalau ada yang sempat. Tolong coment gaya penceritaan gue dong. Butuh masukan buat gaya penceritaan. Lagi belajar nulis sambil nyari gaya penceritaan yang mudah dan kalau dibaca nggak bosan. Terus bisa memberikan bayangan  latar dan suasana, serta segi fisikal tokoh. Tolong ya. Bisa koment di sini atau inbox gue, S Sagita Dav. Biar gue bisa nulis lebih bagus. Kalau masalah ide, memang masih standar. Tapi insya allah, gue bakal coba berimajinasi lebih baik lagi.