Lovely Maid Part 13





 Lovely Maid Part 13




“Meja nomor tujuh,” teriak Shilla dalam balutan seragam kerjanya. Celana jeans dengan atasan kaos berwarna kuning serta sebuah topi berwarna merah berpadu kuning lengkap dengan celemek kecil di pinggangnya. Ya, Shilla adalah pelayan disalah satu restoran fast foof di Jakarta.
       Seorang pelayan yang usianya kira-kira empat tahun di atas Shilla datang menghampiri Shilla dengan dua buah nampan yang penuh dengan makanan. “Ini lo anterin, Shil.”
       Shilla mengangguk dan berjalan cepat menuju meja nomor tujuh. “Ini pesananya,” ucap Shilla sambil meletakkan makanan  yang dipesan di meja nomor tujuh. “Silakan dinikmati. Bila ada yang kurang, bisa panggil saya saja,” ucap Shilla sebelum pamit ke belakang.
       Hari ini pekerjaan Shilla lumayan banyak dan dia hampir belum istirahat sama sekali sejak jam kerjanya dimulai. Ketika tiba, dia harus segera mengantarkan pesanan ke meja nomor sebelas, lalu lanjut ke nomor enam, dan seterusnya dia lupa ke berapa dan yang ke tujuh tadi adalah meja terakhir yang pesanannya harus diantarkan Shilla mungkin.
       Baru saja ia mengelap keringatnya menggunakan tissue, tiba-tiba seseorang memanggil dirinya.
       “Shilla, meja nomor sembilan. Datengin gih!!!” teriak Mbak Vega kepadanya.
       Shilla mengangguk dan segera berjalan menuju meja nomor sembilan. “Ada yang bisa saya bantu, Tuan?” tanya Shilla setelah berdiri di pinggir meja nomor sembilan. Dari dulu –saat pertama kali kerja di sini– Shilla berangan-angan kalau nanti dia pergi ke sini bersama orang yang sangat special dihatinya, dia ingin duduk di meja ini. Karena di antara meja-meja lainnya, meja ini yang paling menarik. Berada di dekat air terjun dalam ruangan dan dekat dengan jendela sehingga bisa menikmati pemandangan dari luar. Meja ini sungguh membuatnya tertarik.
       “Gue mau pesan cappuccino mocca dan original chiken. Lo mau pesan apa, Yas?” tanya konsumen Shilla.
       “Aku mau apa ya? Grapefruite sama original chicken juga, Yel, hehehe,” jawab gadis yang Shilla kira umurnya tidak jauh dengan dirinya.
       Dengan cepat Shilla langsung mencatat pesanan kedua pelanggannya ini. “Jadi, Tuan memesan cappuccino mocca satu, grapefruit satu, dan dua original chicken?” tanya Shilla untuk memastikan.
       Laki-laki yang duduk di kursi pengunjung itu mengangkat wajahnya dan terkejutlah Shilla. Pelanggan itu adalah kakak kelasnya yang super sok dan antipati sekali dengan dirinya. Dan lihat, sekarang kakak kelasnya itu melihat Shilla dalam balutan seragam pekerja. Dan bagaimana reaksi kakak kelas itu????
       Mata Gabriel sukses membola sejenak saat ia mendapati adik kelasnya itu berdiri di sebelah mejanya dengan seragam pekerja restoran ini membalut tubuhnya. Dia tidak menyangka akan bertemu di sini dan itu membuatnya tersenyum penuh kemenangan.
       “Iya benar. Itu semua pesanan saya bersama gadis ini, PELAYAN!” jawab Gabriel dengan air muka sinis sambil menatap Shilla.
       Ingin sekali Shilla mencekik kakak kelasnya ini sekarang juga. Tidak perlu mengatakan pelayan dengan penuh penekanan, dia juga tahu, cukup dengan kata pelayan biasa saja. Lagian, Shilla juga tahu maksud kakak kelasnya itu. Hanya sekedar untuk merendahkannya saja. Dan itu sudah terlalu sering dilakukan.
       “Baiklah, akan segera saya antarkan. Mohon ditunggu,” ucap Shilla setenang mungkin. Dia harus bisa mengendalikan emosinya walaupun dia ingin sekali membuat perhitungan kepada kakak kelasnya itu. Ingin sekali Shilla menonjok muka Gabriel dengan sepenuh jiwa. Ingin sekali dia menguncir bibir Gabriel yang selalu mengejek dan menghinanya itu. Ingin sekali dia lakukan, namun sekarang lebih baik dia segera menyampaikan pesanan dari meja sembilan kepada bagian dapur.

****************

Alvin berjalan-jalan dengan santai di sekitar rumahnya. Sore ini kegiatannya kosong sama sekali. Dia tidak mempunyai satupun jadwal untuk menyibukkan dirinya. Bagaimana dengan kencan dengan salah satu gadis? Apakah Aren??
       Sebenarnya Alvin tidak terlalu rishi terhadap Aren, hanya saja dia kurang suka terlibat dengan kegiatan Aren, seperti kesalon, belanja, dan sebagainya. Alvin lebih suka berjalan-jalan di alam bebas, menikmati pemandangan yang sangat indah seperti sore ini.
       Biarpun hanya berkeliling taman belakang rumahnya, dia tidak terlalu bosan. Udara alami membuatnya merasa segar. Lalu, Alvin duduk di salah satu bangku taman yang tidak jauh dari kolam ikan koi di taman itu.
       Drrrrtttt… drrrtttt… drrtttt… drrttt….
       “Siapa nelpon saat jam-jam segini,” dumel Alvin.
       “Hallo, Vin,” sapa suara dari seberang sana.
       “Ada apa, Ren?” tanya Alvin to the point. Dia tidak mau bermanis-manis ria bersama Aren untuk saat ini.
       “Jalan yuk, Vin. Sore-sore gini enaknya jalan tau,” jawab Aren manja. Dan Alvin bisa membayangkan kalau Aren sedang tersenyum-senyum tidak jelas untuk saat ini dan dia akan mual seketika bila melihat secara langsung.
       “Nggak deh, Ren. Gue ada kerjaan lain,” tolak Alvin.
       “Iiihhyyy, Alvin, mau boong sama gue ya? Mama lo udah bilang kalau lo di rumah dan nggak ada acara sama sekali.”
       Alvin mendengus kesal. Mamanya memang benar-benar deh. Sebenarnya Alvin tidak bisa memarahi mamanya karena keluarga Aren memang dekat dengan keluarga mamanya. “Oke. Lo mau ke mana?” tanya Alvin pasrah.
       Dan Aren mulai mengabsen menyebuti seluruh tempat-tempat favorite-nya.

****************

       “Silakan, Tuan,” ucap Shilla dan meletakan original chicken bersama cappuccino mocca dan grapefruit di meja nomor sembilan. Ia berusaha menampilkan senyum terbaiknya.
       “Terima kasih ya, Mbak,” ucap Saras. Shilla yakin gadis yang sedang bersama seniornya ini adalah pacar seniornya itu. Terlalu cantik untuk si Orang Sok ini, batin Shilla.
       “Sama-sama. Baiklah, kalau ada yang kurang, boleh memanggilku saja. Aku berdiri di sana,” ucap Shilla dan menunjuk tempat yang berada di dekat pintu menuju dapur. Saras mengangguk.
       “Sialakan pergi dan gue ingin menikmati makan siang yang romantic bersama Saras,” usir Gabriel harus kepada Shilla dan tersenyum mengejek.
       Kalau bukan di tempat kerjanya, dia sudah menimpuk Gabriel dengan topi kerjanya ini. Benar-benar menjengkelkan. Si Sara situ bego pula mau sama Gabriel gila!!!! Dumel Shilla dalam hati dan berjalan menuju tempatnya harus berdiri.
       Kalau tadi dia ingin mencengkik Gabriel, sekarang dia benar-benar ingin membunuh kakak kelasnya itu. Ingin sekali dia menyiksa ketua eskul yang dia ikuti di sekolah. Betapa kurang ajarnya Gabriel itu dan menambah-nambah pekerjaannya saja. Bagaimana tidak kalau dia harus seperti ini…
       “PELAYAN!!!!” panggil Gabriel dengan berteriak.
       Shilla pura-pura tidak mendengar dengan menyibukkan diri mengelap meja terdekat saat panggilan Gabriel sudah memasuki hitungan ketiga dan dehaman sang Bos mulai terdengar Shilla langsung berlari tergopoh-gopoh menuju meja Gabriel.
       “Ada apa, Tuan?”
       “Gue pesan lagi Grapefruit. Cepat.”
       Baru saja pesanannya Shilla antar, Gabriel mulai berulah lagi. Kali ini minuman yang tumpah dan Shilla harus memebersihkan meja itu.  Setelah meja selesai, Shilla harus segera menghampiri meja Gabriel membawa makanan baru yang dia pesan. Sebuah burger ukuran large. Lalu Shilla harus berlari lagi menuju dapur untuk mengambil pesanan baru Gabriel, potatesweet. Dan terakhir Shilla benar-benar lelah, dia terpeleset saat mengantarkan pesanan Gabriel berupa sepiring mie ekstra saos dan dengan elitnya mie itu mendarat dengan sukses di baju Gabriel.
       “PELAYAN KURANG AJAR LO!!!” semprot Gabriel saat mendapati mie itu berada di bajunya.
       Shilla berdiri dan menatap Gabriel dengan pandangan datar. Saras segera mengambil tissue dan membersihkan baju Gabriel, namun langsung ditarik Gabriel dan dia memberikan tissue itu pada Shilla. “Lo bersihin!!!” perintah Gabriel.
       Saras melihat itu tidak tega. Bukan kasih kepada Shilla, tetapi dia cemburu habis. Kenapa harus pelayan ini. “Cepet bersihin!!! Atau gue minta sama bos lo untuk mecat lo,” ancam Gabriel.
       Dengan cepat Shilla menyambar tissue yang berada di tangan Gabriel, lalu perlahan-lahan dia mulai membersihkan saos berikut mie yang menempel di kaos Gabriel. Karena bahan kaos yang licin dan sering bergerak, Shilla jadi kesulitan untuk membersihkan baju Gabriel.
       Tiba-tiba, Gabriel menarik tangan Shilla menuju baju Gabriel, dia membiarkan Shilla menahan bajunya di dekat dada agar tidak bergerak.
       Saras tercengang. Gabriel tidak pernah seperti ini, itu sepanjang pengetahuan Saras. “Yel… Yel…,” panggil Saras.
       Gabriel menoleh ke arah Saras. “Kenapa?”
       “Itu…” Saras menunjuk tangan Shilla yang menahan baju Gabriel di dada, “Kenapa lo ngebiarin dia menyenderkan tangannya di dada lo?”
       “Ngebersihin baju gue,” jawab Gabriel pendek.
       “Tapi… lo nggak pernah kayak gini sebelumnya. Lo kenapa sih, Yel?”
       Shilla diam saja dan tetap mengelap saos di baju kakak kelasnya itu dan yang membuat Shilla menggerutu dalam hati, kenapa saosnya itu susah sekali hilangnya dan tetap nempel. Shilla kesal.
       “Wajar kali, Yas, kalau dia gini. Biar cepat bersih. Lo itu yang kenapa?”
       Mata Saras melebar. Tidak seperti ini. “Gue cemburu, Yel. Lo nggak gini ke gue, megang tangan lo aja gue nggak boleh, apalagi nyender di dada lo. Gue cemburu,” jawab Saras dan meraih tasnya lalu keluar restoran. Dan parahnya Gabriel sama sekali tidak berniat untuk mengejar Saras. Tidak.
       “Udah belum sih, Miskin?” tanya Gabriel.
       “Gue usahain cepet. Tapi saosnya nempel banget, susah hilangnya. Perlu dicuci,” jawab Shilla dan tetap berusaha membersihkan noda di baju Gabriel.
       “Lo ganti baju gue dengan yang baru,” ucap Gabriel.
       Seketika kegiatan Shilla berhenti. Dia mendengar kakak kelasnya itu minta ganti? Mata Shilla melotot. Dia yakin dan sangat yakin kalau baju Gabriel itu tidak murah, paling tidak harganya 250 ribuan dan sangat berbanding terbalik dengan baju yang dia punya. Lagian uang segitu dia dapat dari mana? Itu sudah termasuk banyak untuknya.
       “Ganti?” ulang Shilla.
       Gabriel mengangguk mantap. “Lo ganti kalau nggak bisa ngebersihin baju ini sekarang juga.”
       “Lo udah gila???!!! Lo mau meras gue???” desis Shilla.
       “Wajar kalau gue minta ganti, baju gue bisa rusak.”
       “Tapi kan bisa dicuci, biar gue cucikan aja.”
       Gabriel mengangkat alisnya sebelah. Dicucikan? Dia berdecak. “Baju gue lo yang cucikan? Bisa-bisa baju gue sindrom miskin elo. Bakterian lagi. Yang benar aja dong. Ganti yang baru!!!!”
       Shilla benar-benar kesal. “Lo memang gila ya, Kak Gabriel,” desis Shilla. “Gue tau elo kaya. Tapi nggak gini juga caranya. Kalau gue punya uang 200 ribu setiap harinya, gue pasti nggak akan di sini. Nggak akan jadi pelayan di sini dan nggak bertemu elo.”
       “Lo miskin karena itu elo di sini.”
       Shilla mengangkat tangan kanannya dan jari telunjuknya menunjuk Gabriel tepat di depan hidungnya. “Gue emang miskin dan lo nggak perlu nginjak-nginjak gue. Cukup di sekolah lo ngehina gue sama sohib-sohib gue. Cukup di sekolah, tidak di sini. Dan gue bakalan ganti baju elo.”
       Gabriel tersenyum sinis. “Gue tunggu minggu depan paling lama, hari Senin,” ucap Gabriel lalu mengambil dompetnya dan mengeluarkan uang sesuai bill-nya. Kemudian meninggalkan restoran bersama Shilla dan makanan-makanan yang dia pesan hanya untuk merepotkan Shilla.
       Shilla melihat Gabriel yang semakin menjauh lalu dia mendesah kesal. “Gue benar-benar gila. Dari mana gue dapat uang untuk ngeganti bajunya Kak Gabriel?” gumam Shilla sambil membereskan meja-meja dari makanan yang tersentuh. Dia juga menatap pesanan Gabriel yang lainnya. sia-sia begitu saja, tidak tersentuh sama sekali. “Dasar orang kaya,” ucap Shilla sinis.

**************

“KAK IFY!!!!” panggil Ray dari teras. Sore ini Ray ingin sekali bermain di lapangan kompleks, bertemu dengan teman-temannya.
       “KAK IFY!!! KAK IFY!!!” panggil Ray lagi. Namun belum juga ada sahutan.
       “Kenapa teriak-teriak sih, Ray?” tanya Rio yang baru saja bangun dari tidur siangnya di sofa depan.
       Ray mengembungkan pipinya. Dia cemberut ternyata. “Kak Ify mana sih Kak Lio? Lay kan mau main di lapangan. Mau ditemenin Kak Ify,” tanya Ray dan kakinya menghentak-hentak di teras.
       “Ray nggak usah main di lapangan. Nanti Ray kotor lho. Bau lagi. Nanti Ray kayak gelandangan,” ucap Rio sadis.
       Ray mencibir. “Nggak. Main di taman itu asyik. Lay suka. Semuanya baik-baik. Lay jadi nggak sendili. Kak Lio sih cuma main sama Kak Alvin, Kak Cakka, sama Kak Gabliel.
       Rio mengumpat pelan. Dasar Pinky sialan, batin Rio.
       “Kak Lio panggilin Kak Ify dong. Ya ya? Nanti teman-teman Lay pada pulang semua, kan Lay nggak ada temannya nanti,” pinta Ray.
       “Jalan-jalan sama Kak Rio aja mau? Kita ke mall. Main di timezone,” rayu Rio. Dia masih tidak rela Ray bermain dengan anak-anak miskin.
       Ray menggeleng kuat-kuat sebagai tanda penolakkannya. “Nggak mau!!! Mau sama Kak Ify ke lapangan kompleks. Lay mau sama Kak Ify!!!!” jerit Ray.
       Rio akhirnya mengalah dan melangkah masuk ke dalam rumah.
       Saat  ia mencari Ify di dapur dia tidak menemukan siapa pun. “Pinky lo di mana?” teriak Rio memanggil-manggil Ify. Namun, tidak ada sahutan sama sekali. “Pinky!!!” panggil Rio sekali lagi.
       Lagi-lagi nihil. Ify di mana sih? Lalu Rio menuju halaman belakang dan tidak ada tanda-tanda ada Ify. Begitu juga dengan kolam renang. Di mana sih sebenarnya?
       “Cih merepotkan,” umpat Rio kesal dan kembali masuk ke dalam rumah. Ia segera menuju dapur lagi dan kosong sama sekali.
       “Kamarnya,” ucap Rio pelan dan segera menuju kamar Ify di belakang. Berjalan sekitar dua menit, Rio langsung menemukan kamar Ify. Pintu itu terbuka sedikit dan Rio hanya perlu mendorongnya dan sekarang terbukalah kamar Ify.
       Rio melangkah masuk dan menemukan Ify sedang tertidur. Adik kelasnya itu ternyata tidur siang. Wajahny tenang dan napasnya naik turun. Rio mendekati ranjang Ify dan tanpa sengaja melihat secarik kertas di meja kecil di sebelah ranjang Ify.
      
Daftar keinginan bulan ini ::
1. Kelima novel Percy Jackson          Rp 275000 (kalau ada uang lebih aja)
2. Tas baru buat Via dan Shilla        Rp 200000 (sangat diutamakan)
3. Sepatu baru untuk SIVA               Rp 400000 (kalau kurang uang, untuk Shilla dan Agni dulu)
4. Belanja bulanan                             Rp 500000 (sangat penting)
5. Hadiah ulang tahun                      Rp 50000 (nggak tau, bingung, ngasih atau nggak)
Total                                                   Rp 1425000 (moga uangnya segini, aaaamiiin J)

       Rio terkekeh pelan membaca daftar keinginan adik kelasnya itu. Ditambah lagi dengan keterangan yang berada di sebelahnya. Saat membaca urutan yang pertama Rio jadi teringat tentang pertengkarnya dengan Ify di Gramedia berbulan-bulan yang lalu, saat ia mendapati adik kelasnya itu berbicara dengan sebuah novel. Rio jadi ingin tertawa sekencang-kencangnya bila mengingat hal itu.
       Kembali Rio melihat Ify yang tertidur. Ify benar-benar tenang, tidak seperti biasanya selalu meledak-ledak bila di dekatnya. “Oh iya Ray,” gumam Rio.
       “WOI PINKY!!!!” teriak Rio. Tetapi belum juga mampu membangunkan Ify.
       “IFY!!!!!”
       Tidak berhasil.
       “PINKY!!!!”
       Belum berhasil.
       “JELEK!!!!”
       Makin tidak berhasil.
       “Lo ngeselin banget sih. WOIII MAID!!!!” teriak Rio sambil menggoyangkan lengan Ify dan akhirnya Rio melihat Ify mengerjap-ngerjapkan matanya.
       “Cepet bangun Ify si Pinky!!!!” ucap Rio lagi.
       Dan dampaknya Ify langsung terduduk saat melihat sosok Rio. Ify mengucek-ngucek matanya dan kemudian sepersekian detik langsung melotot. “LO MESUM BANGET SIH!!!!!” jerit Ify.
       Rio berdecak kesal. “Kalau bukan Ray ngambek gue nggak akan di sini, cepetan lo bangun. Ray ngajakin elo ke lapangan kompleks,” ucap Rio kesal.
       “Tapi kenapa lo di sini sih? Di kamar gue lagi,” ucap Ify. “Kalau gitu memang pantes lo gue panggil mesum.”
       “Cepet lo cuci muka, gue tunggu di teras. Ray udah hampir nangis manggil-manggil nama lo.”
       Ify tertegun. Ray? Ray hampir nangis???? Ify segera berlari menuju kamar mandi yang berada di kamarnya dan cuci muka.
       Sepuluh menit kemudian Ify sudah berdiri di teras tepat di depan Ray. “Maafin Kak Ify ya, Ray? Kamu jadi nunggu gini,” ucap Ray dan langsung mensejajarkan tubuhnya dengan Ray.
       “Tidurnya aja yang kebo,” celetuk Rio dan Ify mengirimkannya tatapan mematikan ala Alyssa Saufika Umari.
       “Nggak apa-apa kok. Kan sekalang Kak Ify udah ada. Kita ke lapangan yuk, Kak. Main kejal-kejalan sama teman-teman Lay,” ajak Ray.
       Ify mengangguk semangat. “Ayo. Kakak temenin. Sumpek di rumah, ada setan sih,” ucap Ify dan menegakan tubuhnya lalu menarik Ray ke dalam gendongannya.
       Ray menghentak-hentakkan kakinya sepertinya sedang tidak mau digendong. “Kenapa Ray?” tanya Ify.
       “Kita mesti pamit sama Kak Lio, Kak Ify. Kasihankan Kak Lio ditinggalin dan kita nggak pamitan sama Kak Lio,” jawab Ray dengan wajah polosnya. Bagi Ify, Ray terlalu malaikat. “Lagian Lay lagi nggak mau digendong.”
       Ify mengangguk. “Ya udah, Ray pamitan sama Kak Rio gih,” ucap Ify.
       “Kak Lio, Lay main ke lapangan ya? nggak apa-apakan Kakak di lumah sendili?” tanya Lay.
       Rio menggeleng. “Kakak ikut Ray. Nanti ada yang nggak ngejagain Ray malah sibuk sendiri,” sindir Rio.
       Ify berdeham kesal. “Dasar orang lebay alay upay eh,” batin Ify dan kemudian terkekeh sendiri.
       “Kok Kak Ify ketawa sendili sih?” tanya Ray bingung.
       “Dia orang gila, Ray,” celetuk Rio.
       Ify mencibir. “Ya udah kita pergi,” ajak Ify.
       “Ayo Kak Lio. Kak Lio pegang tangan kanan Lay, telus Kak Ify pegang tangan kili Lay. Kita kayak kelualga. Papanya Kak Lio, mamanya Kak Ify, dan Lay anaknya,” ucap Ray girang dan meraih tangan Rio dan Ify.
       Ify mengumpat dalam hati. Benar-benar deh si Ray ini. Lama-lama juga mati kutu dia sama Ray. Lain lagi dengan Rio. “Lo adik apaan sih Ray? Masa kakak lo yang kaya gini lo bilangin sama si Cewek Miskin ini,” dumel Rio dalam hati.
       Lalu entah kenapa, tiba-tiba keduanya saling tatap. Ketika pandangan mata bertemu keduanya langsung buang muka. What the hell banget.
       “Gue nggak akan bakalan sama si Pinky ini. Lagian gue kaya dia miskin. Gue ogah sama orang miskin,” ucap Rio dalam hati.

***************

       “Ayo semangat Ray!!! Lari yang kenceng!!!!!” teriak Ify dari pinggir lapangan. Hari Ray tidak bermain kejar-kejaran, tetapi bermain kasti. Semacang permainan softball, tetapi hanya dengan tiga tiang utama. Dan sekarang Ray sedang berlari menuju ke tiang kedua karena ia habis memukul bola.
       “Yeah!!! Ray hebat,” sorak Ify girang dan bertepuk tangan heboh sendiri.
       Rio menoleh ke arah Ify dan bergumam, “Dasar norak. Berisik lagi.”
       “Lari terus, Ray!!!” sorak Ify. Saat Ikhsan teman setim Ray memukul bola dan melambung cukup jauh.
       “Hei…,” sapa seseorang.
       Ify menoleh cepat dan mendapati Debo yang telah duduk di sebelahnya. “Debo?” ucap Ify girang tertahan.
       “Gue nih, Fy. Tumben lo sore-sore ada di sini lagi?” tanya Debo santai.
       “Ray mau main ke sini. Lagian udah lama juga nggak main ke lapangan,” jawab Ify.
       Debo mengangguk-ngangguk. “Lo sekolah di GNISHS ya, Fy?”
       “Iya. Kalo lo di mana?”
       “Gue SMA Persada, arahnya bertolak belakang dengan sekolah lo,” ujar Debo. “Gue kelas XI,” tambah Debo.
       Mata Ify membola. “Jadi lo kakak kelas gue. Gue mesti panggil lo Kak Debo. Gimana? Lo setuju nggak?” tanya Ify penuh semangat.
       “Boleh juga. Kak Debo? Terkesan imut banget kalo lo yang ngucapin,” gombal Debo dan sukses membuat Ify merona. Sore-sore ditemenin cowok cakep, ditambah lagi dapat gombalan gratisan. Lumayanlah buat pengobat hati, huahahha….
       “Lo bisa aja sih, Kak Bo,” timpal Ify. Lalu terkekeh sendiri. Tadi baru saja dia bilang Kak Debo dan sekarang sudah ganti jadi Kak Bo? Memang Bobo apa si Debo? Dasar Ify.

*************

       Lama-lama Rio merasa kesal juga dicuekin begini. Si Ray asyik bermain di lapangan dan sekarang dia lihat, adik kelas Pinky-nya sedang mengobrol dengan Debo. Dan dirinya??? Merenung sendirian di bawah pohon. Mau gabung sama Ray itu tidak mungkin banget karena dia nanti tua sendiri. Nimbrung obrolan sama Ify lebih nggak mungkin  lagi. Dia anti sama adik kelasnya itu. Tapi, diam sendiri di bawah pohon gini juga  nggak enak apalagi menjadi pendengar obrolan Debo dan Ify yang menurutnya garing abis.
       “Gue nih, Fy. Tumben lo sore-sore ada di sini lagi?”
       “Ray mau main ke sini. Lagian udah lama juga nggak main ke lapangan.”
        “Lo sekolah di GNISHS ya, Fy?”
       “Iya. Kalo lo di mana?”
       “Gue SMA Persada, arahnya bertolak belakang dengan sekolah lo. Gue kelas XI.”     
        “Jadi lo kakak kelas gue. Gue mesti panggil lo Kak Debo. Gimana? Lo setuju nggak?”
       Apaan tuh Kak Debo? Lo manggil gue aja Ketos Mesum. Jarang banget lo manggil gue Kak Rio. Padahal Kak Rio itu namanya keren banget dan lo padahal maid-nya gue, malah kurang ajar sama gue, batin Rio kesal.
       “Boleh juga. Kak Debo? Terkesan imut banget kalo lo yang ngucapin.”
       Ciiih… rayuan pasaran, decih Rio dalam hati.
       “Lo bisa aja sih, Kak Bo.”
       Apalagi ini, Kak Bo? Kak Kebo??? Rio terkikik sendiri lalu segera menghentikan tawanya saat menyadari dia berada di mana. Tidak mungkin dia menjadi bahan tertawaan orang-orang di sini.
       “Kak Debo??? Jangan gitu dong. Geli tau!!!!” rengek Ify.
       Kali ini Rio benar-benar tidak tahan. Memang dia hanya jadi pendengar aja di sini. Harusnya Ify itu menemaninya bukan mencuekinya dan lihat sekarang. Ify benar-benar sialan!!!!!!
       Dengan cepat Rio berjalan menuju tempat Ify duduk dan meraih pergelangan tangan kiri Ify. “Ayo, Pinky. Temani gue beli ice cream,” perintah Rio.
       Ify mendelik kesal. “Gue lagi ngobrol Tuan Muda Rio. Anda bisa beli sendiri tau,” tolak Ify. Dia benar-benar kesal. Apa-apaan sih tuan mudanya itu? Dia lagi senang-senang juga mengobrol, tiba-tiba dia datang dan merusak segala.
       “Lo itu maid-nya gue, Pinky. Cepetan temani gue,” perintah Rio lagi dan menarik Ify kuat. Dan Ify tersentak hingga tubuhnya terdorong ke arah Rio. Berhubung hentakannya sangat kuat, Ify benar-benar menempel di dada Rio.
       “Sakit dodol!!!” rutuk Ify kesal. Dia mengangkat wajahnya dan seketika kaget melihat wajah Rio yang tidak jauh jaraknya dari wajahnya sendiri. Bagaimana ini?
       Rio sendiri hanya bisa diam. Ini pertama kali untuknya dan dia tidak tahu harus bagaimana. Wajah Ify terlalu dekat. Sumpah. Dia baru ingat, ini bukan yang pertama kalinya. Bayangan saat ia menangkap Ify di lapangan basket terlintas di benaknya, saat itu ia juga sedekat ini. Dan kenapa ini bisa terjadi lagi??
       Ify jadi salah tingkah. Ia segera menarik badannya dan melepaskan diri dari Rio. Lalu, meraih pergelangan tangan Rio. “Ify duluan ya Kak Debo? Mau temenin Tuan Muda Ify dulu. Bye,” pamit Ify dan segera buru-buru menarik Rio.

*****************


Sebel-Sebel juga Cinta Tuh! Part 8


 Sebel-Sebel juga Cinta Tuh! Part 8



 Ify berjalan mengendap-ngendap di kantin. Membeli Pop Ice Melon kesukaannya dan kemudian bergabung dengan anak-anak lain yang untung saja mengenali dirinya.

“Lo kenapa, Fy?” tanya Rahmi.

“Nggak. Cuma mau duduk di sini aja,” jawab Ify pendek dan matanya terus melirik ke arah meja yang berjarak tiga meter dari tempatnya duduk sekarang.

Rahmi tidak merespon sama sekali dan kembali menikmati bakso pesanannya.

Ify terus melirik ke arah meja yang dihuni oleh Dea dan Rio sembari mempertajam pendengarannya. Namun apa daya, keterbatasan indra pendengarangn manusia hanya dapat membuat Ify mendengar sayup-sayup apa yang dibicarakan oleh Rio dan Dea. Ditambah lagi dengan suara berisik anak-anak yang lain.

“Ada kemajuan nggak sih?” tanya Ify pada dirinya sendiri.

Rahmi yang mendengar apa yang dibicarakan Ify membuatnya menoleh ke arah gadis bedagu tirus itu. “Kemajuan apaan sih, Fy?”

“Eh… nggak kok, Mi. Gue ke tempat Via dulu ya. Selamat makan aja,” pamit Ify dan segera menyambar Pop Ice-nya dan berjalan menuju meja yang dihuni oleh ketiga sohibnya.

************

“WOI IFY!!!!” seru Sivia saat Ify mengambil tempat duduk di sebelah dan hanya saja Ify tidak mengikuti obrolan mereka dan melirik ke arah meja yang dihuni Rio dan Dea, meja yang hanya berjarak satu meter dari mereka.

“Ify kenapa sih?” kali ini Shilla yang bertanya.

“Diam… nanti gue nggak dengar,” ucap Ify sambil menempelkan jari telunjuknya di bibir namun tidak menoleh sama sekali ke arah Via, Agni, dan Shilla.

Via, Agni, dan Shilla saling lirik dan bermakna, Ify kenapa sih?

“Lo liatin siapa sih, Fy?” tanya Agni dan mengikuti arah pandang Ify. Dahi Agni berlipat, bingung. Kenapa pula Ify melihat ke meja yang di huni Ourel dan Olin????!!!!

“Ify liatin siapa sih, Ag?” tanya Via. Dia juga heran, dari kemarin Ify mendadak berubah. Lebih sering sendiri dengan wajah penuh sumringah. Dia takut aja, kalau Ify ternyata dirasuki semacam makhluk halus.

Agni mengedikkan bahunya ke atas. “Gue juga nggak tahu, tapi dia ngeliat Ourel sama Olin,” jawab Agni.

Dengan cepat Via menoleh ke arah Ourel dan Olin dan matanya menangkap sosok Rio dan Dea yang sedang bercanda dengan asyiknya.

“Bukan Ourel sama Olin, Agni Sayang!!!!” seru Via tertahan.

“Terus siapa, Vi?” tanya Shilla dan Agni hanya mengangguk ingin tahu.

Senyum lebar Via mengembang. “Lo berdua liat, Ify memata-matain Rio sama Dea. Jangan-jangan Ify cemburu,” jawab Via dan menunjuk Rio dan Dea lalu Ify yang masih focus dengan acara mengupingnya.

“HAH???!!!” bola mata Shilla melebar.

“Iya, Shilla Sayang. Ify cemburu melihat kedekatan Rio dan Dea. Kan selama ini yang dekat dengan Rio cuma Ify. Ya kan?”

Shilla menjentikan jarinya. “Gue setuju sama lo, Vi. Bener banget!!! Berarti Ify suka sama Rio dong. Jadi kita…”

Shilla dan Sivia langsung berpelukan girang. Kalau seperti ini harapan untuk jadi pacarnya Alvin dan Gabriel bisa terwujud. Cihhhuuuyyyy!!!! Assyiiikkk!!!!

Agni menatap Shilla dan Sivia kesal. Kalau seperti ini, bisa-bisa mereka dekat dan si Cakka itu bakalan mendekati dirinya lagi. Oh My…

Lalu Agni melihat ke arah Rio dan Dea lalu Ify, kalau Ify cemburu kenapa Ify harus tekekeh-kekeh saat melihat Rio dan Dea tertawa. Kenapa dia bergumam ‘yes’ sendari tadi. Kenapa??? Pasti ada sesuatunya.

“Tos dulu, Vi. Bentar lagi kita nggak jomblo. Asyik!!!!” seru Shilla girang dan ber-high five riang dengan Via.

“Cciiiieeee Iiifffy cembuuurrruu niieee yeeeeee……..” ledek Sivia tepat di depan Ify.

Uhuk… uhuk…

Ify terbatuk dan menampilkan ekspresi kesalnya pada Via. “Tadi lo bilang apa, Vi?” tanya Ify dengan tampang horror-nya.

Namanya saja Sivia, dia tidak ngeh dengan aura wajah Ify dan dia malah menjawab pertanyaan Ify dengan tampang meledek. “Lo cemburu kan sama Rio dan Dea?”

“SIAPA YANG CEMBURU!!!!!!” jerit Ify kesal.

“Lho???!!! Terus kenapa lo nguntit mereka?” kali ini Shilla ikutan bertanya.

“Ini bagian dari rencana gue. Nanti gue kabarin elo semua kalau gue udah berhasil.”

“Elo bohong, Fy. Nggak mungkin. Elo pasti cemburu!!!”

Ify memutar bola matanya malas. “Apa coba alasan gue cemburu??? Gue itu ogah sama Rio.”

“Lo cemburu, Fy!!!”

“Bisa nggak sih kalian diem kayak Agni. Gue itu lagi ada misi tau!! Yang pastinya gue nggak cemburu sama sekali. Titik!!!!”

Via dan Shilla saling cemberut. Sedangkan Agni tertawa terpingkal-pingkal. “Gagal lagi dong,” ledek Agni ke Shilla dan Via.

“Agni!!!!!” rengek Shilla.

Agni balas melet.

“Lo gitu banget sih, Fy. Kenapa juga lo nggak suka sama Rio? Kan kalo elo suka sama Rio, gue sama Shilla bisa jadian juga,” ucap Via manyun.

“Kalo gitu lo berdua harus do’ain misi gue berhasil. Kalo misi gue berhasil, lo berdua terserah mau jadian sama anggota the Viper. Mau Cakka kek, Alvin kek, Gabriel kek, bahkan Rio kek, silakan gue ikhlas.”

“Beneran, Fy???”

Ify mengangguk.

“Lo emang sahabat yang paling baik!!!!” seru Via dan Shilla kompak dan mereka langsung memeluk Ify.

“Ag… Ag… tolongin gue. Sesak nih!!!!” pinta Ify dengan wajah memelas.

“Nggak apa-apa sekali-kali dipeluk kayak gitu, Fy. Itung-itung buat latihan pernapasan. Sesak sedikit nggak apa-apa,” ujar Agni dengan tampang polosnya dan tambahan gratisan untuk Ify cengiran khas ala Agni Tri Nubuwati.

“Ag… tolong dong!!! Via Shilla!!!! Sesak tau!!!!” jerit Ify kesal.

“Aku sayang IFY!!!!” balas Via dan Shilla kompak.

Dan Agni tertawa hebat melihat wajah Ify yang benar-benar seperti orang kehabisan oksigen.

**************

“Woi, Ify!!!!!” teriak Rio tepat di hadapan gadis manis itu.

Ify memutar bola matanya malas. Ada nggak sih yang lebih baik dari ini. Sore-sore udah kedatangan tamu yang sangat tidak diundang. “Elo ngapain sih di rumah gue???”

Rio menampilkan senyumnya yang menurutnya dapat meluluhkan siapa pun termasuk Ify. Dan Ify membalasnya dengan cibiran. “Senyum jelek nggak usah diperlihatkan. Gigi gingsul lo belum bisa membantu senyum lo jadi manis,” ucap Ify ketus.

Rio terkekeh pelan. “Lo aja yang terpesona tapi nggak mau nyadarinya,” ledek Rio dan mencolek dagu Ify.

“MARRRRIIIIOO!!!!!” jerit Ify kesal.  “Pulang nggak lo!!!” usir Ify kasar.

“Oke… oke… sorry, Ify Sayang!” ujar Rio dan mengedipkan sebelah matanya.

Ify benar-benar ingin melempar Rio dengan sebuah pot bunga kalau saja kepala Rio itu kepal dengan semen. Huh!!!! “Nggak usah kedip-kedip mata segala. Sok manis lo!!!!!” semprot Ify.

Rio tertawa ngakak. “Kalo kayak gini elo lebih Ify banget. Kalo kemarin elo kayak alien ntah dari mana. Mungkin dari lumpur tanah,” ucap Rio dengan wajah seriusnya.

Bugghhhh….

Lengan Rio sukses menjadi tempat pendaratan remote tivi. “Makan tuh remote!! Lo itu yang alien Rio jelek, itam, cungkring. Pulang lo. Pulang!!!!!”

“Gue mah ganteng, Fy. Mau pembuktian?? Ayo kita tanyain sama semua orang yang lewat. Gue ganteng atau nggak. Kalo mereka bilang jelek, gue rela deh pertunangan kita batal,” ucap Rio.

Pertunangan?????!!!! Oh My…. Jerit Ify dalam hati. Sial… sial… kenapa sih Rio harus ungkit-ungkit itu. Ify hampir gila mengingat malam itu. Issshhh……

“Kok diam sih, Meine Liebe?”

“Fy…”

“Woi Sayang….”

Tidak ada sahutan sama sekali dan malahan mata Ify menatap lantai dengan pandangan kosong.

Rio menatap Ify dan memandangi bola mata gadis itu. Tatapannya kosong dan hampa. Dampaknya membuat Rio menampilkan evilsmile-nya. Dan…

Cup…

Pipi mulus Ify menjadi tempat pendaratan bibir Rio sekilas. Dan langsung saja…..

“SETAN LO RIOOO!!!!!” teriak Ify kesal dan kedua lengannya otomatis  memukul bahu Rio.

Rio sendiri tertawa terbahak-bahak. Ini sudah yang ketiga kali Rio mencuri ciuman Ify diam-diam.

“Pipi gue makin nggak perawan!!!!!!! Gue nggak rela!!!!!!” teriak Ify lagi. Dia benar-benar menatap Rio dengan tatapan tajamnya.

“Kenapa sayang? Wajar aja kali y ague cium elo. Kane lo tunangannya gue,” ucap Rio dengan tampang innocent-nya.

Sumpah Ify benar-benar ingin mencabik-cabik wajah Rio yang sok polos bin putih bin nggak bersalah itu. Bisa-bisanya pemuda itu berkata seperti itu padahal kan…. Aaaarrrrrgggghhhhh……. “Lo nyebelin banget sih Rio!!!!!!!!”

Nyaman enak benaran liatin gue, iya kan Ify Sayang?”

“Dasar dusun lo!!! Nggak nyambung dodol!!!!! Lo itu nyebelin!!!!”

“Tapi lo suka sama gue!”


“Nggak.”

“Kalo gitu sayang?”

“Ogah.”

“Gue tau, pasti cinta.”

“Mau muntah.”

“Kalo gitu, lo mau jadi istri gue.”

“Ogah sampai elo mancung juga ogah!”

“Terus rasa elo ke gue apaan dong?” tanya Rio dengan mimic muka yang dibuat-buat polos. Matanya menatap Ify layaknya penuh binar-binar cinta.

“Gue benci lo karena lo itu nyebelin. Gue sebel sama elo!!!!!!”

Rio tersenyum lebar. Dia menjentikan jarinya. “Gue makin cinta sama elo, Fy. Ternyata elo itu beneran cinta sama gue karena gue itu nyaman enak benar diliatin dan elo senang betulan sama gue. Makasih Ify Sayang. Nanti Abang Rio bakalan makin ganteng untuk elo,” ucap Rio dan melebarkan kedua lengannya untuk memeluk Ify.

Buru-buru Ify melompat dari sofa dan berdiri.

“Eh… my honey Ify mana?”

“Untung gue selamat!!!!” gumam Ify.

“Kok elo kabur sih, Fy? Kan gue mau meluk elo. Mau mencurahkan seluruh rasa sayang dan cinta gue sama elo. Kok elo gitu sih?” ucap Rio dengan suara yang dibuat imut-imut.

“Nggak usah sok imut-imut Rio!!!!! Gue muak!!! Gue tau kalo elo cuma bercanda. Cukup!!! Ini gila!!!!!” teriak Ify kesal.

Tawa Rio pecah… huaahhhhaahahhaahahha…. “Ketauan banget ya, Fy? Lo memang lucu sih. Coba lo liat wajah lo tadi, pasti lo bakalan ketawa guling-guling,” ledek Rio.

Ify cemberut. “Pulang lo!!!”! usir Ify. “Lo pulang Rio!!! Lama-lama gue bisa gila kalo ngadepin elo mulu. Bisa nggak sih elo nggak usah ngeliat gue. Kalo gue ada lo pura-pura nggak liat aja!!!!!” pinta Ify konyol.

“Nggak bisa dong, Fy. Elo selalu terlihat di mana-mana bagi gue. Karena lo tau, gadis kayak selalu teringat oleh gue walaupun gue nggak mau mengingat elo.”

“Kalo gitu elo pulang sekarang!!!! Gue bisa ubanan dini kalo lo di sini!!!!”

“Eits… eits… nggak bisa lo ngusir gue gitu aja, Fy.”

“Ini rumah gue!!!!!”

“Tapi gue di sini di suruh sama Papa. Katanya minta nama-nama yang mau elo undang di acara tunangan kita nanti.”

Ucapan Rio sukses membuat Ify seperti dilempar ke dasar laut, lalu diciduk dengan jaring. Kemudian di lempar ke angksa, disedot lubang hitam. Lalu ditarik oleh pancingan melewati matahari dan terakhir terdampar di sofa ruang keluarga rumahnya dengan Rio di sebelahnya. Arrrggghhhh…!!!!

“Nama-nama yang mau aku undang?”  ulang Ify.

Rio mengangguk.

“Maksud kamu di acara tunangan kita?”

Rio mengangguk lagi dan alisnya terangkat sebelah karena kata ‘kamu’ keluar dari bibir manis Ify.

“Kita pasti bakalan tunangan? Nggak bisa dibatalin?” tanya Ify lagi dengan wajah polosnya.

“Iya, Sayang. Nggak bisa dibatalin kecuali kamu…”

“Kecuali aku kenapa?” sambar Ify cepat.

“Kamu nikah sama aku langsung. Jadi kita nggak perlu tunangan, langsung nikah.”

Nikah? Batin Ify. Dia nikah??? Nikah??? Nikah???

“NGGAK MAUUUUUUUU!!!! NGGAAAAK MAUUUUU SAMA RIO JELEEEEEEEKKKK!!!”

“Kan gue-nya Rio ganteng, Fy. Kalo Rio lain kali aja jelek.”

“Pulang lo!!!! Gue ogah tunangan apalagi nikah sama elo!!!” usir Ify setelah kesadarannya datang kembali.

“Nggak bisa. Elo mesti kasih tau gue nama-nama yang bakalan elo undang.”

Ify melotot kesal. “Gue nggak bakalan tunangan sama elo.”

“Udah nggak bisa dibatalin!”

“Bisa!”

“Nggak!”

“Gue ogah!”

“Gue sama elo harus tunangan!”

Ify terdiam. Masa dia harus tunangan sama Rio? Dia aja belum tuntas menggapai cintanya. Apa kabar dengan Debo???? Ify udah lama nggak mencari tahu tentang Debo dan kemarin-kemarin Debo datang kepadanya dan mengajaknya mengobrol. Dan Rio tiba-tiba, sore ini datang ke rumah dengan meminta nama-nama yang harus dia undang di acara tunangannya dengan Rio. Apa rencananya gagal????

Tapi kan Rio itu sering ngibul. Catat ngibul, Fy, batin Ify. Ah iya, Rio sering sekali membohongi dirinya dan sekarang apa dia rela harus menjadi bahan kibulan Rio lagi????!!!!

“Gue mau telpon Om Zeth dulu. Pasti lo bohong!”

“Telpon gih, kalo nggak percaya sama gue.”

“Mana hape lo? Gue pinjem.”

“Nih,” ucap Rio sambil memberikan handphone-nya pada Ify.

Tut… tut… tut….

Senyum Ify merekah lebar saat telponnya tersambung.

“Halo, Om!”

“……”

“Nggak, Om? Beneran?”

“…..”

Ify melirik sinis ke arah Rio. “Ify setuju, Om. Tunggu ta..ma..t S…M…A…,” ucap Ify penekanan.

“….”

“Makasih, Om. Dah… Selamat bekerja lagi,” ucap Ify mengakhiri telponnya. “Dasar penipu lo. Pembohong.” Semprot Ify.

Rio nyengir doang. “Jangan ngambek dong, Fy. Gue ke sini cuma mau menyelesaikan tugas kita yang di sekolah itu. Belum diselesain sama Dea tadi. Dia keburu pulang ke rumah, di suruh mamanya. Berhubung gue gentleman sejati, jadi gue bilang sama dia biar gue aja yang nyelesainnya.”

Mendengar nama Dea disebut dan Rio bilang gentleman sejati, bukankah itu taktik cowok untuk mendekati cewek. Jadi dia hampir berhasil dong????!!!

“Kalo gue belum selesai ngerjainnya, kira-kira lo mau nggak nyelesainnya?” tanya Ify.

“Ogah. Selesain sama elo sendiri. Gue ogah!!!”

Ify tersenyum lebar.

“Kenapa lo senyum-senyum???” tanya Rio penasaran.

Ify menggeleng. “Nggak apa-apa. Sini gue bantuin elo ngerjainnya. Cepet. Mumpung gue lagi berbaik hati,” jawab Ify.

Rio memberikan kertasnya kepada Ify dan dia merinding melihat Ify yang sedang tersenyum seperti saat ini. “Elo nggak kerasukan kan, Fy?” batin Rio.


BERSAMBUNG...