BAB 3 Serangan Laba-Laba Raksasa [Truffleland]




BAB 3
Serangan Laba-Laba Raksasa


Terik matahari begitu menyengat siang ini. Tanda-tanda kecemasan yang sendari tadi mengalir di setiap pembuluh darah tiba-tiba menguap begitu saja. Kewaspadaan yang sendari tadi seolah menjadi perisai perjalanan, sekarang sudah tidak begitu ketat lagi. Perjalanan ini benar-benar berada di dalam kebimbangan.

“Dari tadi kita berjalan mulu, di mana sih letak portalnya? Gue capek tau,” protes Via.

Cerewet, batin Alvin.  Memang sejak tadi siapa yang tidak bingung dengan letak di mana portal tersebut. Mereka hanya diberi ciri-ciri letak portal dengan sangat gamang. Dan dia pikir, hanya dia sendiri yang capek???? Yeah… mereka berenam semuanya capek.

“Tak tersentuh lidah cahaya,” ujar Rio sambil tetap berjalan.

“Apaan sih yang elo omongin, Yo?” Tanya Ify yang saat ini sudah berjalan di sebelah Rio.

Bukannya menjawab Rio malah menatap Ify dengan mata berkedip-kedip tanda terperanga. Demi apapun, Ify benar-benar tidak mengira kalau Rio bisa melakukan tindakan ehem… menggemaskan seperti itu. Apalagi dalam perjalanan aneh ini.

“RIO!!!!” seru Ify. Dia benar-benar tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak mencubit pipi Rio kalau pemuda itu tidak menghentikan aksi menggemaskannya.

Rio cengengesan. “Maaf, Fy. Gue nggak percaya aja kalau elo akhirnya mau ngomong sama gue lagi. Apalagi sekarang elo yang pertama mengajak gue bicara.”

Mendengar ucapan Rio membuat Ify tersenyum kaku seperti orang yang tiba-tiba terkena sengat  lebah di bibir. Rio benar. Sejak kejadian dulu, Ify tidak pernah mengajak Rio bicara, kecuali Rio yang memulai duluan.

“Hehe…kan sekarang beda, Yo. Kita udah jadi teman lagi,” ujar Ify.

“Tapi, Fy, gue….”

“BUKAN SAATNYA RIO!!!!!” sambar Alvin. Dia benar-benar heran dengan kedua orang ini, di saat genting seperti ini masih saja sempat-sempatnya membicarakan masalah pribadi. “Lo parah banget, Bro. Enakan lo mikirin di mana itu portal bukannya merayu Ify seakan-akan elo mau ngajak Ify ngedate dengan…”

“LABA-LABA…!!!!!!” jerit Via dan Zahra serentak membuat Alvin menghentikan ucapannya.

“Gue nggak mau ngajak Ify ngedate bareng laba-laba,” ujar Rio kesal.

“Huaaaa…. Laba-labanya banyak banget!!!!” seru Via heboh.

Zahra, Agni, Alvin, dan Ify segera melihat apa yang diteriakan Via dan ternyata, dari arah belakang mereka segerombolan laba-laba berjalan dengan sangat cepat menuju ke arah mereka.

Gemuruh langit mulai terdengar. Langit yang tadinya berwarna biru dan cerah segera berganti menjadi abu-abu. Di sekeliling mereka yang tadinya ramai mendadak sepi. Tidak ada lagi mobil-mobil yang berseliweran di jalanan, hanya ada segerombol laba-laba yang terus berjalan menuju ke arah mereka.

Angin pun mulai berhembus dengan kencang. Rio yang sendari tadi masih mendumel langsung siaga. Perubahan cuaca tiba-tiba ini menunjukkan bahwa kabut benar-benar mulai mengalihkan perhatian dunia mereka. Rio menyadari bahwa permainan baru di mulai, seperti apa yang dikatakan orang itu. Namun sayangnya, yang memulai permainan ini adalah musuh mereka.

“Vin, laba-laba. Kita mesti menemukan tempat asal laba-laba itu. Tarik sahabat Ify!!!” teriak Rio sekencang mungkin.

Rio segera menarik Ify dengan tangan kanannya dan tangan kirinya yang bebas menarik Agni yang sendari tadi hanya diam memperhatikan laba-laba. Di depan mereka, Alvin sudah menarik Via dan Zahra.

“BALIK ARAH. LARI!!!!!” teriak Rio. Dia merasakan ada yang tidak beres.

“DI DEPAN LABA-LABA RAKSASA, YO!!!” teriak Alvin. “Itu  berarti portalnya di sana!!!!”

Refleks Rio mengangguk. Ia ingat, bahwa portal pertama yang akan mereka temukan pasti dijaga oleh monster dari kelompok hitam. Orang-orang –yang ditemui Rio dulu—Itu telah mengatakannya. Dan tidak disangkanya, penyambut pertama mereka adalah laba-laba raksasa dan anak-anaknya.

Gemuruh langit dan angin masih terus memengaruhi cuaca saat ini. Untuk menatap ke depan pun terasa kabur. Namun tidak ada pilihan lain, mereka harus segera mencapai portal itu.

“AAARRRRRRRRGGGGHHHHHHHH…….!!!!!” Suara teriakan menggema. Rio merasakan kedua tangannya yang menggenggam Ify dan Agni terlepas dan ternyata di depannya telah berdiri dengan sangat tegap seekor laba-laba raksasa. Bola mata besarnya tampak pucak. Kedelapan kakinya tampak sangat keras, menggambarkan betapa sulitnya untuk mematahkan kedelapan kaki-kaki tersebut.

“IFy!!!!!” teriak Rio. Dia benar-benar tidak bisa tinggal diam. Rio meningkatkan ketajaman pengelihatannya dan ia menemukan Ify tersungkur sekitar tiga meter darinya dan Agni sendiri telah mencoba berdiri lagi dari posisi jatuhnya yang hanya sekitar satu meter dari Rio.

“Lo lari, Ag. Lari ke arah portal itu!!!!” titah Rio.

“Lo, Ify, dan yang lain gimana??” Tanya Agni dalam kecemasan. Dia benar-benar takut untuk melawan laba-laba. Meskipun ia bisa ilmu bela diri, melawan laba-laba, apalagi ukuran raksasa benar-benar bukan keahliannya.

Rio segera mencari ketiga sosok lainnya. Ia mendapati Alvin yang tengah melawan laba-laba. Gerakan Alvin sungguh berutal. Ditangan kanannya tergenggam dengan kuat sebuah pedang berwarna putih yang terlihat tajam dan sangat mematikan.

“Lo bisa lari ke tempat Alvin dan bawa Zahra atau Via ke portalkan, Ag?”

Agni mengangguk dan segera berlari menuju ke tempat Alvin. Sepeninggalan Agni, Rio meraba kantung celananya dan mengambil sebuah logam berukuran kecil. Digenggamnya logam itu dan ia memejamkan mata. Tak lama kemudian cahaya biru mulai berpedar dan seketika di tangan Rio telah ada sebuah pedang dengan ukuran cukup besar. Pedang itu berwarna biru pada pengangannya dan ada mutiara-mutiara di sekelilingnya. Ujung pedang itu tampak seperti lidah seekor ular. Berbisa dan mematikan.

Langkah Rio tergesa-gesa. Dibelahnya angin dan segera menyusul Ify. Gadis itu sedang berlari menghindari serangan laba-laba yang berusaha menendangnya. Dapat Rio lihat kecemasan di dalam bola mata gadis itu.

“WOI LABA-LABA JELEK. LAWAN LO ADA DI SINI!!!” teriak Rio mencoba mengalihkan perhatian laba-laba tersebut dari Ify. Tindakan Rio tepat. Laba-laba itu segera melihat ke arahnya.

Tanpa babibu lagi, laba-laba tersebut segera melayangkan kakinya ke arah Rio.

“RIO AWASSSS!!!!!” jerit Ify.

Tidak tahu kekuatan dari mana, Rio dengan lincahnya mengelak. “Dasar laba-laba bodoh!!!!” ejeknya.

Laba-laba itu menggeram. “BOCAH TENGIK!!!!”  raung si laba-laba.

Bola mata Rio membesar. Kaget mengetahui kenyataan bahwa laba-laba raksasa bisa berbicara.

“Ternyata lo bisa bicara juga, Bung, kalau begitu gue tunggu teriakan lo karena ini…,” ujar Rio dan segera berlari menuju si laba-laba dan menebas dua kaki laba-laba sekaligus. Laba-laba itu berubah menjadi segumpal asap lalu menghilang. “Rasakan itu!!!” seru Rio. Lalu pemuda itu berlari menuju Ify yang sendari tadi berdiri menunggu dirinya.

“Lo lari menuju portal, Fy. Di sana Agni dan Zahra udah nunggu,” ujar Rio.

Seketika bola mata Ify membesar. “Gue ninggalin elo sendiri?” Tanya gadis itu tak percaya.

“Cuma sebentar, Fy. Gue mesti bantu Alvin,” jawab Rio sambil menatap cemas ke arah sahabatnya yang masih melawan seekor laba-laba raksasa ditambah tiga ekor anak-anaknya berukuran sedang. “Dengerin gue, Fy. Dengerin gue,” pinta Rio. Pemuda itu memberikan seulas senyum lalu berlari menuju ke tempat Alvin.

********

Alvin kewalahan melawan empat ekor laba-laba sekaligus. Mengapa tiga ekor anak laba-laba itu tidak pergi saja seperti saudaranya yang lain?? Dengan begitu ia bisa dengan leluasa bergerak. Ditambah lagi dengan Via yang selalu di belakangnya. Gadis itu menambah bebannya. Bukan salah Via, sehingga gadis itu tidak dapat berperang. Bukan salah Via. Memang gadis itu tidak mempunyai senjata. Dan untung saja Agni berhasil membawa Zahra pergi dari tempat ini, dengan begitu dia tidak begitu terbebani.

“Vi, mundur ke belakang!!!!!” teriak Alvin. Dia mengambil ancang-ancang untuk menebas laba-laba itu. Baru saja hendak memotong satu kaki laba-laba raksasa, seekor anak laba-laba menghadang sehingga Alvin hanya bisa membuat anak laba-laba itu lenyap. “Setidaknya berkurang satu,” batin Alvin.

“Sembunyi, Via!!!” titah Alvin sebelum pemuda itu berlari menuju laba-laba raksasa. Via tidak boleh mengikutinya karena ini berbahaya. Bisa saja laba-laba itu mengincar Via.

Mendengar perintah Alvin membuat Via bingung. “Gue harus sembunyi di mana?” gumam Via. Ia tidak menyadari bahwa seekor laba-laba mengikutinya. Dan laba-laba itu mulai mengangkat kakinya untuk menusukkannya ke kaki Via. Dan langsung saja SEEEEETTTTSSSS………..

“Lain kali hati-hati, Vi,” ujar Rio yang tadi menyabet laba-laba yang hendak melukai Via. Via kaget mendengar suara Rio dan bangkai laba-laba yang seketika menjadi asap. “Lari ke arah portal. Di sana Zahra dan Agni udah menunggu,” ucap Rio dan segera menolong Alvin.

“Lo dari kiri, gue dari kanan, Vin!!!” teriakan Rio yang masih terdengar oleh Via. Ia harus segera menuju portal, jangan berlama-lama di sini karena ia hanya akan menjadi beban. Pertaruangan melawan laba-laba adalah hal yang baru bagi Rio dan Alvin. Apalagi Via sendiri belum pernah melihat Rio ataupun Alvin berantem. Dengan tekad kuat, Via berlari menuju gedung yang berada di depannya. Via berdoa semoga tidak ada laba-laba lagi.

**********

Alvin dan Rio terus melawan laba-laba raksasa. Keringat mulai membanjiri keduanya. Namun laba-laba itu seperti tak terkalahkan. Alvin berlari sangat cepat dan sreeekkk…. Ia berhasil menebas sebuah kaki laba-laba.

“AAAARRRHHGGG!!!!” teriak laba-laba.

Alvin tercengang.

“Memang bisa bicara, Vin. Gue tadi juga kaget!!!” ucap Rio sambil terus belari mencari celah untuk mengalahkan laba-laba.

Meskipun kakinya tinggal sebelah, laba-laba itu masih kuat. Langkahnya tidak melemah sedikit pun. Rio menghunus pedangnya ke depan, kemudian ia berlari menuju si laba-laba dan sekali lagi, laba-laba itu kehilangan kakinya. Rio heran dibuatnya. Laba-laba itu hanya mengeluarkan cairan seperti tinta hitam pekat namun tidak menjadi kepulan asap, padahal laba-laba yang Rio lawan tadi langsung menghilang setelah dua buah kaki laba-laba itu disabet Rio.

“Nggak mati-mati, Vin!!!” teriak Rio.

Alvin paham. Percuma kalau mereka melawan laba-laba ini, lebih baik kabur. Saat akan berteriak kabur, tiba-tiba segerombolan laba-laba mungil menghampiri mereka dan menggerumuni si laba-laba raksasa. Ajaibnya, kaki laba-laba itu kembali muncul sedangkan laba-laba mungil menghilang.

“Kakinya….” Rio tercekat. Ini benar-benar monster sesungguhnya. Monster yang tak terkalahkan.

Alvin tidak jauh beda dengan Rio. Pemuda itu dibuat kaget elo keanehan dan kemisteriusan laba-laba itu. Belum lagi perasaaan kaget menghilang, sang laba-laba mengayunkan kakinya ke arah Alvin. Hampir saja Alvin tertendang jauh jika pemuda itu tidak berhasil menghindar.
 
Di tengah kepanikan, Alvin berpikir. Kelemahan dari segala monster adalah jantungnya. “YO, INCAR JANTUNGNYA !!!” teriak Alvin.

Angin yang terus berhembus kencang tidak membantu sama sekali, malahan memperburuk keadaan. Alvin sempat melihat Rio mulai maju menuju jantung laba-laba. Dengan cepat, Alvin segera mengambil bagian di kaki belakang.

 Mencari celah untuk menebus jantung  sang laba-laba sangat sulit karena laba-laba itu bergerak dengan sangat beringas. Rio dan Alvin berlari ke kanan ke kiri. Ke depan ke belakang, bahkan terus bolak balik hanya untuk menembus jantung.

Untung saja, celah itu mereka dapatkan. Dengan hampir serentak, Rio dan Alvin masing-masing menusukkan pedang mereka di jantung laba-laba tersebut. Seketika laba-laba itu terbuyarkan.

Baru saja ingin menghela napas lega, lima ekor laba-laba berukuran sedang tiba-tiba muncul. Alvin terus menebas laba-laba tersebut dan mencoba berlari. Sedangkan Rio, pemuda tersebut dibuat repot oleh tiga ekor laba-laba.

Kelelahan merasuki Alvin dan Rio. Kedua pemuda itu masih terus melawan laba-laba berukuran sedang. Namun disayangkan, Rio memasuki tahap ketidakwaspadaan. Pemuda itu tidak menyadari bahwa seekor laba-laba akan menusuk kakinya dengan bilah racun laba-laba tersebut.

Alvin yang melihat kejadian tersebut tercekat. “YO AWAS!!!!!!” teriak Alvin. Ia ingin menolong sahabatnya itu, namun laba-laba sialan ini menghalanginya. Alvin tidak bisa membayangkan kalau Rio benar-benar terkena racun laba-laba. Dan untung saja…

Buuuuggghhh…. Sebuah batu mendarat dengan sempurna di kepala laba-laba tersebut sehingga membuatnya terbuyarkan.

Rio dan Alvin yang sama-sama mendengar bunyi lemparan batu segera melihat siapa pelempar yang menyelamatkan Rio. Dan keduanya terkejut. Si penyelamat itu adalah Ify.

Ify berdiri pada jarak dua meter dari posisi Rio berdiri dengan cengirannya. Gadis itu mendapati tatapan Rio. “Gue nggak bisa ninggalin elo gitu aja, Yo,” ucap Ify. “Cepetan kabur, laba-laba itu…”

Ucapan Ify terhenti karena Rio sudah menarik tangannya. Tidak dia kira Rio bergerak sangat cepat. “Ayo, Vin, ke portal!!!” seru Rio sambil berlari menggandeng Ify.

Ketiga orang itu terus berlari hingga menuju gedung di mana portal itu berada sekaligus tempat munculnya laba-laba. Sesekali Alvin melihat ke belakang untuk memastikan kecurigaanngya. Dan ternyata benar bahwa laba-laba itu mengejar di belakang mereka.

“Percepat larinya. Laba-laba mengejar!!!!” teriak Alvin.

Setelah berlari tiga menit dengan sangat cepat, akhirnya ketiganya berhasil mencapai portal. Di sana telah menunggu Via, Agni, dan Zahra.

“Via…Agni…Zahra…!!!!” seru Ify dan menghambur kepelukan ketiga sahabatnya. Keempat gadis itu terlihat cemas, bahkan menangis kecil.

Rio melihat ke arah pintu masuk. Di sana laba-laba mulai medekat.

“Cepat berdiri di setiap pijakan itu. Jangan lupa berpegangan tangan. Ingat, erat-erat!!! Jangan sampai lepas!!!” ujar Rio.

Keenam orang itu segera mengambil posisi masing-masing. Mereka saling berpegangan tangan dan memejamkan mata. Setelah Rio menekan bagian tengah meja portal, mendadak mereka menghilang.

Sebel - Sebel juga Cinta, Tuh! Part 10




Maaf juga kalau yang ini membosankan dan mengecewakan. Selamat membaca :)


 Sebel - Sebel juga Cinta, Tuh! Part 10


Gadis itu berlari tergesa-gesa sesekali melihat ke belakang. Untung saja aksi belari sekaligus curi-curi pandang tersebut tidak menimbulkan kecelakan seperti kejedot pintu, nyungsep, kejedot tembok, ataupun melayang sejenak alias tersandung yang ujung-ujungnya berakhir dengan nyium lantai. Itukan nggak lucu!!! Malah mengenaskan.

“Mesti cepat. Mesti cepat,” gumam gadis itu. Dia harus berhasil kabur. Sumpah. Kejadian hari ini benar-benar memalukan binti menyebalkan bin nyeblin tingkat angstrom. Padahal, rencana itu sudah sedemikian rupa disusun tetapi masih saja mengalami kegagalan.

“Dasar rencana php,” gerutu Ify, gadis yang berlari-lari tadi. “Masa sih rencana bisa php-in gue. Isshh!!!!”

Bagaimana Ify memilih mengatakan rencana yang telah disusunnya itu php?? Ify bisa saja mengatakan rencana itu gagal maning, tetapi ia lebih memilih mengatakan ‘rencana php’. Karena, itu rencana awalnya memberikan harapan besar kalau dirinya akan berhasil. Bagaimana dengan Dea yang menerima ikut kepanitian bakti social. Bagaimana Dea yang ternyata menyukai Rio. Bagaimana Rio yang merespon Dea. Dan bagaimana lainnya yang menjurus pada keberhasilan. Ingat!!! Keberhasilan. Tetapi sangat disayangan rencana itu seketika gagal ketika ia bertemu si kutu kumpret pencampuran genderuwo sok keren padahal jelek a.k.a Rio. Orang itu bisa-bisanya mengatakan kepada seluruh orang di lapangan kalau mereka akan jadian. Baru AKAN tapikan itu menyebalkan. Sama saja itu menghina Ify dan menghina Ify termasuk kejahatan kelas kakap, bukan ikan kakap!!!!

Ify terus belari tanpa peduli orang-orang yang menatap dirinya. Ia tidak peduli yang jelas ia harus kabur dari Rio. Harus!!!! Lebel kelas Ify sudah terlihat dan gadis itu mulai semakin meningkatkan kecepatan larinya.

Cklekkk… Ify membuka pintu kelasnya dan tentu saja tindakannya itu mengundang perhatian teman –temannya yang ada di kelas. “Kalo Rio nanyain gue, bilang gue nggak ada ya, please!!!” pinta Ify sambil berlari menuju pojokan kelas. Lalu gadis itu terduduk di sana dengan napas terengah-engah.

*******

Rio masih tertawa-tawa mengingat kejadian tadi. Pemuda itu benar-benar seperti menemukan hiburan yang sangat asyik khusus untuk dirinya. Rio sendiri tidak peduli dengan tatapan heran orang-orang yang dilaluinya. Bahkan harusnya orang-orang itu bersikap wajar saja karena ini adalah kejadian biasa bukan?? Kejadian biasa yang sering menjadi hiburan di sekolah ini dengan actor dan aktris papan atas bernama Mario Stevano Aditya Haling dan Alyssa Saufika Umari.

“Ify… Ify… lo nggak capek ya teriak-teriak tiap hari?? Berlari mulu tiap hari. Bahkan marah-marah mulu,” ujar Rio lalu terkekeh pelan. Jika diingat-ingat, hampir setiap hari Ify marah-marah, teriak-teriak, dan ngomel-ngomel kepada Rio. Iya juga sih kenapa bisa gadis itu tidak lelah???

Rio menggeleng-gelengkan kepalanya dan tidak sengaja mendapati Ify yang menoleh ke belakang sebanyak tiga. Rio penasaran apa yang dilihat Ify sehingga ia menoleh ke belakang dan tidak menemukan apapun. tak berapa lama kemudian seulas senyum jahil tercetak di wajah tampannya.

“Kita mulai permainan baru My Honey,” batin Rio dan berlari menyusul Ify.

Rio sengaja tidak meningkatkan kecepatan larinya. Kalau Ify langsung tertangkap bukankah itu tidak asyik?? Jadi, bila jarak Rio dengan Ify semakin dekat maka Rio mengurangi kecepatan larinya dan juga sebaliknya, bila Ify semakin tak terlihat Rio segera mengejar gadis yang disukainya?? Gadis?? Sukai?? Apa iya Rio benar-benar menyukai Ify??? Yang pasti benar adalah Rio sering menjahili Ify dan itu tidak perlu diragukan lagi.

Rio melihat Ify menuju kelas mereka, XI IPA 3. Dengan semangat yang menggebu-gebu, Rio segera berlari cepat menuju kelas. Ia tidak sabar melihat reaksi Ify kali ini. Saat tiba di kelas, Rio langsung mendapatkan sambutan dari teman-temannya berupa “Yo, kata Ify kalo ada lo jangan bilang ada di kelas.”

Langsung saja senyum miring bin sinting menjadi sinting miring ala Rio tercetak di wajah tampannya. Rio tahu Ify ada di kelas ini. Toh dari tadi si Daud juga udah nyengir-nyengir ala kuda mau ngelahirin sambil nunjuk-nunjuk pojok kelas.

Rio berjalan mengendap-ngendap. Ia sudah dapat melihat sosok Ify yang membelakanginya.

Tap…tap…tap… langkah kaki Rio terdengar. “BEH…….”

Bola mata Rio langsung membola ketika ia mendapati badan Ify yang terkulai lemas. Refleks Rio memanjangkan langkahnya dan hap… dia langsung menangkap Ify.

“Fy… bangun, Fy. Ify behel titisan nenek lampir binti nenek sihir bin kuntil anak,” panggil Rio. Namun Ify tak bergeming. Wajah Ify yang hampir selalu menunjukkan ekspresi ‘cuih untuk lemah’ saat ini berekspresi sebaliknya. Tampak pucat. Mata Ify juga terpejam.

“Alyssa Saufika Umari bangun. Ify manusia sinis. Ify cacar berbintik. Ify yang senang betulan sama Rio. Ify bangun atau elo gue cium,” ujar Rio. Namun, yang dilakukan Rio tidak menimbulkan respon apapun dari Ify. Rasa paniknya mulai muncul. Biasanya Ify akan langsung berasap-asap apabila seorang Mario Stevano  mengejeknya. Tapi kini????

“CCCCCCIIIIIEEEEEEEE RIIIIIIOOOOOOOO….. UDAHHHHHH MMAUUU CUP…CUP… AJA SAMA IFY!!!” teriak Daud yang mendengar ucapan Rio. Teriakan Daud mengundang perhatian teman-teman kelas Rio.

“Mana… mana…. Rio  mau cium Ify?”

“Mesum  banget lo, Yo!!!!”

“Sekolah woy!!!!!”

Semua olok-olokan dari teman-temannya Rio acuhkan. Jika dalam keadaan biasa maka Rio akan membalas olakan itu dengan olokan  juga yang pastinya membuat teman-temannya tertawa dan Ify cemberut tingkat dewa.

“Fy… Fy… bangun, Fy!!!” seru Rio dan mengguncang Ify.

Teman-teman yang mengolok-ngolok Rio tadi seketika berhenti. Heran karena Rio tidak membalas dan mendengar perkataan Rio yang meminta Ify bangun.

“Huuaaa…..!!!!!!” jerit Rahmi tertahan. Wajah gadis berjilbab itu kaget sekeligus ketakutan. “itu Ify pingsan, Yo. Lo bawa ke UKS cepet!!!!!” 

Rio tersentak dan dengan gerakan yang cepat ia menggendong Ify menuju UKS.

**********  

Cemberut!!! Agni cemberut bukan main. Ify ke mana sih?? Masa Ify tega banget ninggalin dia di antara Via dan Shilla yang lagi di mabuk cinta. Sejak Ify menghapuskan maklumatnya tentang ketidakbolehan mereka berpacaran dengan anggota The Viper, Shilla dan Via selalu berbunga-bunga. Mereka berdua asyik membicarakan Alvin dan Gabriel, sedangkan Agni sendiri?? Dia sempat keki saat Ify menghapuskan maklumat tersebut. Padahal, dia adalah orang yang paling mendukung akan isi maklumat itu. Agni males banget dideketin sama Cakka si Cicak bin Kaca Merusak Pemandangan. Agni benar-benar heran melihat cowok itu. Ganteng nggak! Gendut iya! Playboy lagi!! Sorry... sorry... banget didekatin cowok macem itu. Ihiyy... Agni bergidik.

Dunia Agni yang awalnya baik-baik saja, mendadak berubah ketika Cakka mengatakan bahwa ia tertarik dengan Agni. What the hell banget kan??? Sejak itu juga Cakka selalu mendekatinya, namun Agni selalu galak terhadap Cakka. Bodo amat!!!!

“Vi... gue nggak sabar lagi jadian sama Alvin. Huaaaa... kapan Alvin nembak gue ya, Vi?” tanya Shilla. Kedua tangannya saling bertaut dan matanya terpejam. Pasti Shilla membayangkan adegan romantis ketika Alvin menembaknya.

“Pasti gue duluan yang ditembak Gabriel baru elo ditembak Alvin, Shill. Secara Gabriel pernah nembak gue, tapi gue tolak,” jawab Via dengan wajah tak kalah berbinar-binar.

Bola mata Shilla langsung melotot dengan ukuran maksimum. “Elo ditembak Gabriel?? Kapan, Vi?? Kok elo tolak sih???” tanya Shilla bertubi-tubi. “Ag... Ag... Via nolak Gabriel. Kok bisa ya?” Shilla bertanya kepada Agni yang duduk di sebelahnya. Ia tidak menyadari kalau Agni sama sekali tidak tertarik dengan topik ini. Agni yang sudah lesu semakin lesu lagi. Ify di mana sih?? Rutuk Agni.

“Haduh...Shill, biasa aja kali. Udah lumayan lama juga Gabriel nembak gue. Jelas gue tolaklah waktu itu, kan kita udah janji sama Ify. Kitakan sahabat, masa demi pacaran gue ngobohongin Ify. Nggak banget deh!!!!” jawab Via dan terakhir gadis itu bergidik.

“Tapikan Vi...,” protes Shilla.

Via hanya menggelengkan kepala. Ia tidak ingin mendengarkan protes Shilla. Lagian kejadian Gabriel menembak dirinya itu sudah lama dan sekarang Via akan menunggu Gabriel yang ‘sebentar lagi’ akan kembali meminta ia menjadi kekasih.

“Ya udah deh... tapi... KOK ELO YANG BISA DITEMBAK GABRIEL DULUAN SIH, VI....!!!!” Shilla bertanya dengan suara toanya. Untung saja kantin tidak terlalu ramai, tapi bagaimanapun, mau kantin ramai atau nggak, bodoh amat bagi Shilla. Dia yang teriak kok yang lain sibuk.

“Memang kalo Via duluan ditembak Gabriel, elo kenapa, Shill?” kali ini Agni bertanya. Dia benar-benar sudah males berujung kesal kepada kedua sohibnya.

Shilla langsung berdiri dari posisi duduknya. “Secara gue yang paling cantik di antara kita berempat. Harusnya Alvin duluan dong yang nembak gue. Baru boleh Via ditembak Gabriel. Urutan di antara kita ditembak cowok duluan itu ya, pertama gue, kedua Via. Ketiga atau keempat terserah elo atau Ify. Secara kecantikan kalian sama, di bawah Via. Gue di atas Via. Gitu!!!” jawab Shilla tidak nyambung dan membuat Agni dan Via kompak misuh-misuh. Yang nggak nahan itu, gaya Shilla yang mengibaskan rambut dan menampilkan senyumnya. Stress!!!!

“Yeee... elo... ngerasa cantik sendiri aja,” cetus Via dan membuat Shilla cengar-cengir doang.

“Ify mana ya?” tanya Agni lebih pada dirinya sendiri.

“Ify?? Oh iya Ify. Gue hampir lupa di mana Ify. Ya ampun. Ify di mana?” seru Via histeris. Ia beralih pada Agni. “Mana Ify, Ag?” kali ini beralih lagi pada Shilla. “Mana Ify, Shill, mana... mana?” tanya Via pada Shilla sambi menarik-narik rambut panjang Shilla seolah hal tersebut dapat membuat Ify muncul.

“Apaan sih, Vi, sakit tau!!!” rutuk Shilla kesal.

“Gue nanya Ify juga di mana?”

“Tapi nggak perlu narik-narik rambut gue dong!!!” Shilla nyolot.

“Lo berdua ribut aja, mending kita cari Ify,” ujar Agni dan meninggalkan bangku kantin lalu disusul oleh Via dan Shilla yang masih bercekcok.

********

Rio duduk di salah satu kursi yang tersedia di UKS tersebut. Kepalanya menunduk dan kedua tangannya bergerak tak nyaman. Tadi, ketika ia tiba di UKS ini dengan Ify yang ada di gendongannya, dokter Mira langsung menyambutnya. Dan sekarang, Rio duduk menunggu hasil pemeriksaan Ify.

“Alyssa baik-baik saja. Dia hanya kelelahan,” ujar dokter Mira yang sudah berdiri di pintu ruang istirahat.

Kepala Rio langsung terangkat. “Boleh saya melihatnya?” Tanya Rio sopan.

Dokter Mira mengangguk. “Ya. Sekalian tolong jaga UKS. Saya ada keperluan di ruang guru,” jawab Dokter Mira dan berjalan keluar UKS.

Setelah Dokter Mira pergi, Rio masuk ke ruang istirahat. Ketika baru memasuki ruangan tersebut, Rio dapat melihat Ify yang sedang tidur di kasur nomor tiga dari pintu. Dengan cepat, Rio duduk di kursi yang tersedia di sebelah ranjang Ify.

Rio menatap wajah tidur Ify. Ekspresi wajah Ify polos dan letih tampak menjadi satu. Berbeda dari biasanya yang selalu menunjukkan ekspresi marah, kesal, jengkel, cemberut, dan benci kepada dirinya. Diraihnya tangan Ify lalu digenggamnya.

“Bodoh aku ya, Fy? Masa tidak menyadari kalau kamu pingsan,” ujar Rio dan terkekeh garing. “Akhirnya tiba, Fy, waktunya aku berhenti buat gangguin kamu.” Ditatapnya wajah Ify dengan saksama. Bola mata yang selalu memancarkan kebencian kepada dirinya. Bola mata yang selalu melotot kesal kepadanya. Bibir mungil nan tipis yang sering mengeluarkan sumpah serapah untuk dirinya, teriakan kejengkelan, dan gumaman kebencian. Dan ya satu lagi soal mata, bola mata itu pernah menangis karena dirinya. Rio menghela napas. “Nanti, saat kita nggak berantem lagi kayak dulu. Aku harap, kamu akan bahagia, Fy. Nggak marah-marah lagi.” Rio menghela napas. Ditatapnya Ify serius. Dipandangnya lama gadis yang ada dihadapannya itu. Lalu, Rio tersenyum getir. “Dan kamu, Fy, silakan mengejar cintamu. Aku bukannya nggak tahu, Fy, kamu suka sama Debo. Maafin aku,” tambah Rio. Ia mengusap ubun-ubun Ify dan kemudian melepaskan genggamannya. “Karena kamu akan mengejar Debo, maka aku mengejar Dea saja dari pada sendiri. Ide yang baguskan??”


Bersambung ke Part 11