LOVELY MAID PART 17
Ify celingak-celiunguk mencari ketiga sahabatnya. Bola mata indah milik
gadis itu menatap jam yang menempel di dinding berwarna putih di depan
kelasnya. Yeah, lima menit lagi bel masuk akan berbunyi. Tapi… ketiga
sahabatnya belum ada yang datang satu pun. Kenapa sih???!!!!
Apa mereka bertiga nggak ke sekolah?? Atau mereka bertiga terlambat??
Atau uang mereka habis dan nggak bisa naik kendaraan umum?? Atau mereka dicegat
preman di jalanan?? Tapi kan, itu nggak mungkin, karena kawasan preman di dekat
rumah itu temannya Agni. Nggak mungkinkan Agni di ganggu temannya sendiri??
Jadi… ketiga sahabatnya itu kenapa??
TEEEEETTTTTTTT…… TEEEEEETTTTTTT…….
Ify menghela napas sejenak, diliriknya lagi jam di dinding, sekarang
sudah bel masuk dan ketiga sahabatnya benar-benar nggak masuk sekolah. Andai
saja… andai saja mereka punya alat komunikasi. Minimal dua deh, dirinya satu
–karena terpisah tempat tinggal- dan Via, Agni, dan Shilla pegang satu. Jadi
kan kalau kayak gini bisa tahu kabar masing-masing. Huh… derita orang miskin
nih.
“Lo kenapa, Fy?” tanya Acha yang duduk di bangku kosong di sebelah Ify,
tentu saja itu bangkunya Via.
“Eh elo, Cha. Via, Agni, dan Shilla nggak masuk kayaknya. Gue bingung di
mana mereka,” jawab Ify sembari mengeluarkan buku pelajaran fisikanya.
Dahi Acha berlipat. Setahu Acha, rumah Agni, Via, Shilla, dan Ify itu
dekat banget. Berada di satu kapling tanah. Masa sih Ify nggak tau??
“Bukannya rumah elo dekatan sama mereka?” tanya Acha heran.
“Iya sih, Cha. Tapi, gue lagi nggak tinggal di rumah gue. Gue tinggal di
rumah tempat gue kerja. Makanya nggak tahu kabar mereka.” Ify menjawab dengan
bola mata yang sekali-kali melirik ke arah pintu. Berharap ketiga sahabatnya
akan memasuki kelas ini dengan berlari-lari, takut terlambat.
“Selamat pagi anak-anak,” sapa Pak Duta yang tiba-tiba sudah berdiri di
depan kelas.
Acha menepuk bahu Ify pelan, mencoba memberi semangat dan menyakinkan Ify
kalau ketiga sahabatnya bakalan baik-baik saja. Lalu gadis itu berdiri dan
berjalan menuju bangkunya sendiri di barisan ujung dekat jendela.
“Nanti gue bakalan ke rumah,” gumam Ify dan kembali focus pada pelajaran
pagi ini.
“Buka buku panduan halaman 145. Hari ini kita akan belajar tentang alat
optic,” ucap Pak Duta di depan kelas alih-alih membuka buku dan menyiapkan
spidol untuk anak-anak yang bakalan menjadi korban pelajaran beliau pagi ini.
*****************
“Pucatan lo, Yo. Kehujanan lagi?” tanya Gabriel sembari mengambil posisi
duduk di depan Rio. Saat ini, ia, Rio, Alvin, dan Cakka sedang berada di
kantin.
Rio mengangguk pendek dan melempar
pandangannya ke seluruh penjuru kantin. “Kok nggak ada. Apa belum keluar?”
batin Rio. Dia benar-benar ingin melihat orang itu. Sejak kemarin… sejak ia… ah
ntahlah… pokoknya Rio ingin melihat orang itu.
“Eh, hari ini kita latihan untuk lomba?” tanya Alvin. Jemari-jemari
tangan kanannya mengetuk-ngetuk meja secara bergantian.
“Kalau gue sih, mau latihan bisa-bisa aja. Tapi, hari ini gue belum
melihat empat miskin itu berkeliaran di sekolah kita,” ujar Cakka.
“Mereka punya nama, Kka. Via, Agni, Shilla, dan Ify,” tegur Alvin dan
menatap sekeliling kantin.
Alis kanan Gabriel terangkat ke atas. Ia menatap Alvin dengan bingung.
“Dari kemarin gue perahatiin, elo lebih care sama mereka, Vin. Awal-awalnya elo
yang paling anti sama mereka.”
Alvin tidak menanggapi sama sekali. Masa bodoh dengan komentar yang baru
saja Gabriel katakan. Tidak selamanya ia harus membenci keempat adik kelasnya
hanya karena sakit hatinya di masa lalu. Mereka berempat tidak salah dan ia
tidak harus membenci mereka.
“Mampus!!!” keluh Rio kesal sembari melihat pintu masuk kantin sebentar
lalu buru-buru mengalihkan pandangannya lagi.
“Apaan yang mampus sih, Yo?” tanya Cakka ingin tahu.
“Kalo bukan mampus apalagi, gue bener-bener nggak mau ketemu Dea sama
teman-temannya dan sekarang lo lihat,” Rio menunju ke arah pintu kantin,
“mereka pasti datang ke meja kita,” lanjut Rio dan buru-buru berdiri dari
posisi duduknya. “Gue duluan,” ucap Rio pendek dan meninggalkan mejanya menuju
pintu keluar kantin.
“Dia kenapa sih?” tanya Alvin.
Cakka dan Gabriel hanya mengangkat bahu yang menandakan tidak tahu
menahu.
*************
Rio tidak tahu harus ke mana untuk menghabiskan waktu istirahat pertama
ini. Duduk-duduk di kelas ia pasti akan bosan. Nongkrong di kantin bersama
ketiga sahabatnya itu juga malas ia lakukan karena di sana ada Dea. Rio males
bertemu dengan gadis itu. Dan dia heran, adik kelas Pinky kesayangannya ada di
mana sekarang? Tumben-tumbennya tidak beredar.
Langkah-langkah kakinya membawa Rio menuju area taman belakang. Daerah itu memang sering sepi
lantaran jauh dari kantin, lapangan, dan hanya dekat dengan jalan raya. Namun,
satu hal yang Rio sukai dari tempat ini. Udaranya sangat sejuk dan ia akan
merasa tenang meskipun deru suara mobil terdengar yang untuk kebanyakan orang
mengganggu. Dan untuk dirinya, hal itu adalah kebalikannya.
Rio menatap pohon akasia besar yang menjadi pohon utama pemberi kesejukan
di taman belakang ini. Rio tidak tertarik dengan bangku semen yang sengaja
dibuat untuk memberi kenyaman kepada pengunjung taman. Ia tidak tertarik sama
sekali. Ia hanya menyukai dan tertarik dengan pohon akasia tua serta segala
kesejukannya. Ia sangat suka berbaring ataupun bersender pada pohon itu
sendiri.
Terkejut. Itu yang Rio rasakan saat melihat ehem... adik
kelas Pinky-nya. Bersender di pohon akasia dengan kaki terjulur ke depan.
Rambut gelombangnya yang ia biarkan tergerai sedikit berterbangan tertiup angin
yang berhembus pelan. Tapi tunggu dulu... Dahi Rio berkerut samar. Ini tidak
biasanya. Ada apa?
“Lo kenapa, Pinky?” tanya Rio yang ternyata sudah duduk
di sebelah Ify.
Mata Ify terpejam sejenak kemudia terbuka kembali dan
bersamaan dengan itu ia menoleh ke kanan. Tepat ke arah seseorang yang bertanya
kepadanya tadi. “Kenapa lo di sini?” tanya Ify jutek.
Rio mengulum senyum. “Karena lo di sini, Pink!!!”
Ify mencibir. “Nama gue itu Alyssa Saufika Umari. Biasa
dipanggil Ify. Kalo lo males manggil gue Ify, lo bisa panggil gue Alyss, Lyssa,
Al, atau Fika. Nggak boleh Pink atau Pinky. Itu bukan nama gue tauuuuuu!!!!!”
Rio tertawa. “Terserah gue dong. Gue ini tuan lo. Inget,
Maid??” ujar Rio dengan angkuhnya. “Lagian, manggil elo Alyss itu, serasa gue
ngomong sama alis mata. Lyssa?? Nggak cocok!! Kalo Al, itu kayak manggil Alvin.
Fika?? Emang lo pikacu!!!”
Ify tergiur dengan batu yang ukurannya cukup besar dan
berada tidak terlalu jauh dari tempatnya duduk sekarang. Ia tergiur untuk
meleparkan batu itu tepat di kepala kakak kelasnya sekaligus tuannya ini.
“Terserah Rio-sama!!!” sambar Ify kesal.
Heran. “Rio-sama??” tanya Rio.
“Biar lo merasa lebih seperti tuan muda dengan pangkat
tinggi setinggi langit ke tujuh?? Atau kurang dengan panggilan tersebut?? Mau
gue tambahin??” Ify terlihat berpikir lalu ia menjentikkan jarinya. “Gue tau
panggilan untuk Tuan Muda Rio, Tuan Muda Prince Rio-Sama bin King binti Kong so
King....”
Rio menempelkan jari telunjuknya tepat di bibir Ify dan
tentu saja membuat Ify langsung terdiam. “Lo bawel banget sih, Pinky,” gerutu
Rio. “Awalnya boleh sih elo manggilnya bagus-bagus banget ujung-ujungnya kingkong.
Lo pikir gue kingkong!!!!!” Rio menatap Ify kesal.
Ify meraih pergelangan tangan kanan Rio lalu segera
menghempaskannya. “Lo sih, Kak Rio, mirip kingkong. Malah mirip banget. Rio
Ketua OSIS MESUM sang Kingkong. Kerenkan!!!!” seru Ify lengkap dengan cengirannya.
Kalo bukan karena cengiran lo yang lucu itu dan juga lo
manggil gue Kak Rio, pasti bakalan gue bejek-bejek juga lo, Pinky. Masa iya gue
disamain dengan kingkong ditambah mesum pula, batin Rio kesal.
“Gue duluan ya, Tuan Muda Rio-sama,” pamit Ify yang sudah
berdiri dari posisi duduknya tadi.
Kata pamit yang diucapkan Ify membuat Rio tersadar dan
tanpa ia sadari, dirinya sudah menarik pergelangan tangan Ify. “Kok lo pergi
sih, Pinky?? Gue juga baru di sini.” Rio bertanya dengan raut mukanya kesal.
Benaran aja ditinggal, batin Rio.
“Kan gue nggak nungguin elo Ketos Mesum. Gue juga nggak
minta elo ke sini,” balas Ify.
“Gue di sini karena elo di sini. Kan gue udah jawab tadi.
Masa sih lo mau ninggalin tuan muda lo. Temenin gue lah, Pinky. Gue males di
kantin. Ada roh-roh bergentayangan.”
Alis Ify terangkat sebelah. “Roh?? Bergentayangan??”
ulang Ify. Rio mengangguk. “Lo pikir kantin sekolah ada hantunya!!!!!!!!!”
“Oke, gue males ada Dea. Ngerti!!! Duduk gih.”
Ify mengangguk lalu kembali duduk. “Dea kan pacar lo,
Ketos Mesum. Masa iya lo males??? Gue nggak percaya nih. Alasan elo aja ya,
kan?” selidik Ify dan alisnya naik turun.
Rio menatap Ify tajam. “Malem tadi udah gue bilangkan,
Dea bukan pacar gue. Lo bebal banget sih, Fy!!! Harus berapa kali gue bilang
sama lo??”
Melihat mata Rio yang menatapnya setajam silet yang baru
saja di asah *emang ada?* membuat Ify mengangguk. “Iya, Dea bukan pacar
Rio-sama,” beo Ify. Tatapan itu menakutkan –mulai sekarang—menakutkan.
“Nah, ini baru maid tersayang gue. Gue mau tidur sekitar
dua puluh menit. Lo jagain gue,” ucap Rio lalu menyandarkan kepalanya di bahu
Ify. Pemuda itu sepertinya tidak menyadari perubahan dari raut wajah gadis di
sebelahnya ini.
“Maid tersayang?” batin Ify. “Maid tersayang? Lagi?” Ify
terdiam. “Ini membingungkan!!!!!!”
**************
“Kita mau ke mana sih, Kak Ify?” tanya Ray yang berada
dalam gendongan Ify. Yap, siang ini, setelah Ify menjemput Ray, gadis itu
memutuskan untuk pulang ke rumah. Rumah di sini, maksudnya rumah yang berada di
kampung delima. Rumah sederhana dan kecil yang berada di dekat rumah
sahabat-sahabatnya.
“Mau ke rumah Kak Ify.”
“Lrumah Kak Ify?” tanya Ray dengan nada bingungnya.
Ify mengangguk dan tangannya menghentikan angkot yang
sudah berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. “Kampung delima, Pak,” ujar
Ify. Pak Supir mengangguk dan Ify segera naik ke angkot.
“Kak Ify, kita mau ke lrumah Kak Ify?” tanya Ray lagi.
Ify tersenyum dan mengangguk. Ia mengubah posisi duduknya
menjadi lebih nyaman. Duduk di angkot yang penuh dan sesak ini bukan hal yang
tidak biasa untuk Ify. Ia sudah sering, sungguh. Namun, sekarang ini ia membawa
Ray. Dan tidak mungkin ia dapat menemukan tempat yang bisa menjadi tempat duduk
Ray di dalam angkot yang penuh. Otomatis ia memangku Ray.
“Di kampung delima?”
Ify lagi-lagi mengangguk. “Iya, Ray sayang. Ke rumah Kak
Ify. Ray nggak apa-apakan ke rumah Kak Ify?” tanya Ify.
Ray menengadakan kepalanya ke atas untuk melihat wajah
Ify. Bocah laki-laki itu mengangguk antusias. Ify tertawa dan mencium pipi
tembem Ray. Lalu Ray tertawa.
Tiba-tiba suara tawa terdengar dari sekitar Ify. Ify
melihat sekeliling dan merasa aneh saat penumpang lainnya menatap ke arahnya
sembari tertawa.
“Lucu ya, Neng, adiknya,” ucap seorang ibu-ibu.
Ify tersenyum. “Memang lucu, Bu, anak majikan saya ini,”
timpal Ify.
“Lho Neng babysitter?” tanya seorang ibu-ibu yang
mengenakan baju pegawai kantoran.
Ify mengangguk. “Iya, Bu. Untuk biaya sekolah kudu wajib
kerja, hehe”
Ibu itu tersenyum bangga. “Terkadang hidup memang nggak
semudah seperti yang kita bayangkan. Tapi, saya bangga dengan, Neng. Tidak
seperti anak-anak lainnya. Diberi kemudahan, tapi sekolah disia-siakan. Tidak
berpikir bagaimana ke depannya. Dikasih uang saku tinggi, tapi timbal baliknya
tidak ada. Prestasi kosong.”
Ify tersenyum kecil. Dalam hati ia setuju sekali dengan
ibu ini. Apalagi di sekolahnya itu ada kelompok anak-anak yang hanya pamer
kekayaan orang tua saja. Sok berkuasa. Dan yang terpenting, menghina kaum
miskin seperti dirinya.
“Minggir, Pak,” ucap Ify. Lalu gadis itu pamit kepada
ibu-ibu tadi dan mengangguk kepada penumpang angkot lainnya. “Ray berdiri dulu
ya.”
Setelah Ify turun dari angkot, gadis itu meraih Ray dalam
gendongannya dan kemudian membayar ongkos angkot.
“Kita udah sampai?”
“Belum. Ayo kita jalan,” ujar Ify kepada Ray yang
mengangguk penuh minat.
************
Jadi di sinilah Ify sekarang. Rumahnya tidak berubah sama
sekali. Tetap sama dengan saat terakhir ia meninggalkannya. Ify melirik rumah
sebelahnya dan pintunya tertutup. Ke mana Via? Batin Ify. Lalu ia melirik rumah
Agni dan Shilla. Ah... untung saja rumah Agni pintunya terbuka. Kemudian dengan
bergegas sambil membawa Ray ia menuju rumah Agni.
“Agni....” sapa Ify saat ia berdiri di depan pintu rumah
Agni dan mendapati pemilik rumah sedang nongkrongin tivi ajaibnya.
“Tumben lo ke sini, Fy?? Itu adiknya Ketua OSIS kita?”
sambut Agni dengan pertanyaan. Ia segera berdiri ke depan pintu untuk menyambut
Ify dan Ray. “Addduuhh... kawaiii banget!!” puji Agni saat melihat Ray. Wajah
Ray benar-benar imut dengan pipi tembemnya.
“Hehehe.... takut dia, Ag,” ujar Ify saat ia merasakan
Ray memeluknya dengan erat. “Eh.... itu Via. Kok tiduran di sana?” Ify menunjuk
kasur yang berada di sebelah Agni. Via numpang tidur lagi??
“Dia kena patah pinggang,” jawab Agni.
“Huuaaaapaaa??? Kok bisa??” Ify histeris. Memang apa yang
terjadi tadi malam. Shilla ke mana lagi?? Ify berjalan mendekati tempat Via
berbaring. Ia melepaskan Ray dari gendongannya dan mendudukannya di sebelah
dirinya sendiri. “Vi... Via... Via...,” panggil Ify sambil menggoyangkan lengan
Via.
Mata Via lalu terbuka. “Ify?”
“Kata Agni lo patah pinggang, Vi. Itu beneran?” tanya Ify
langsung.
Kontan Via melotot ke Agni. “Nggak, Fy. Bohong banget
Agni. Orang Cuma jatuh dari atap rumah kok. Keseleo pinggang.”
“Beneran, Vi? Kok sampai nggak sekolah?”
“Gimana mau sekolah, Fy, gue kena flu, Via keseleo pinggang, dan Agni pagi tadi
kedinginan. Gila banget malem tadi. Beneran nggak mau keulang,” ucap Shilla
yang muncul dari dapur rumah Agni sambil membawa bubur untuk dirinya sendiri.
Jangan-jangan Shilla numpang masak?? Hhahaha...
“Memang apa yang terjadi tadi malem?” tanya Ify. Ia
pengen tahu. Penasaran.
“Itu tadi malem....”
“Ada apa, Ray?” tanya Ify ke Ray dan membuat Agni
berhenti menjawab pertanyaannya. Ify merasakan Ray yang menarik-narik bajunya.
“Lray ngantuk Kak, Ify. Tidulr ya?” pinta Ray.
“Suruh tidur di kamarnya Agni deh, Fy,” ucap Shilla
sambil melirik Ray. “Lucu banget!!!!” puji Shilla.
Ify mengangguk. “Sini gendong sama kakak,” ucap Ify
sambil merentangkan tangannya. Lalu Ray menghampirinya dan memeluk lehernya
sehingga Ify bisa membawa Ray ke gendongannya menuju kamar Agni.
Lima menit kemudian Ify sudah kembali lagi bersama
sahabatnya. “Jadi gimana cerita tadi malam??”
Jadi bergulirlah cerita kejadian tadi malam. Mulai dari
hujan lebat yang membuat atap rumah Via hampir melayang. Via yang teriak-teriak
bangunin Agni tapi malah Shilla yang bangun. Shilla yang teriakin Agni dan Agni
berhasil dibangunkan. Agni yang masang paku ke atap rumah. Pake yang jatuh. Via
mencari paku. Hingga akhirnya Via nyungsep turun dari atap dengan sangat tidak
elit-nya.
Hahahahaha.... Ify ketawa ngakak. Coba aja dia liat
sendiri dengan mata kepalanya. Pasti asyik tuh, wkwkwkwk.... “Jadi siapa yang ngegendong
Via ke rumah?? Via kan....” Ify melirik Via jahil “... paling berat di antara
kita, hahahaha...,” ledek Ify. Kangen juga lama-lama nggak ngeledek Via.
“Gue ketiban sial, Fy. Gue memapah Via sampai ke rumah
gue. Terus Shilla ribut amat sama payung, gue lempar deh payungnya. Makanya dia
kena flu,” ujar Agni.
Shilla cemberut ke Agni. Kalau saja Agni nggak melempar
payungnya pasti dia nggak bakal kena flu. Agni mah enak pake mantel. “Agni tuh,
Fy. Gara-gara dia nih.” Shilla mengadu pada Ify dan hanya ditanggapi Ify dengan
gelak tawa.
“Yeeeee elo, Shill. Yang salah itu rumahnya Via pake
acara mau melayang segala atapnya,” ujar Agni keki. Iya juga sih. Semua
gara-gara atap yang mau melayang.
“Kok rumah gue??!!!” protes Via, tetapi tidak digubris
oleh ketiga sahabatnya.
“Jadi... gimana di sekolah tadi?” tanya Agni.
Raut wajah Ify menjadi datar. “Sepi. Nggak ada kalian
rasanya aneh,” jawab Ify lesu. Memang benar sih, di sekolah tadi Ify lebih
sering sendirian, kecuali waktu jam istirahat. Sebab saat itu Ify bersama Rio.
“Mereka masih menganggu?” tanya Shilla.
Ify menggeleng. “Nggak... nggak ada hari ini. Untung
banget, tapi ada yang aneh.”
“ANEH???!!!!” seru Via. Sakit pinggang masih saja bisa
heboh.
Mengangguk. Itulah yang Ify lakukan. “Iya aneh. Masa
Ketua Osis Mesum itu datang-datang ngehampiri gue dan minta gue nemenin dia
selama jam istirahat di dekat pohon akasia.”
Shilla, Via, dan Agni cengo mendengar apa yang Ify
ucapkan. Secara Rio dan Ify adalah musuh bebuyutan sejak masa orientasi
sekolah. Beneran aja kaleee Rio minta Ify nemeninnya.
“Dan elo mau, Fy?”
Ify cemberut mendengar pertanyaan Shilla. “Jelas gue nggak
mau, tapi...”
“Tapi apa???” tanya Via tak sabaran.
“Tapi dia maksa. Jadi terpaksa deh gue ngebuang waktu
istirahat gue sama si ketos mesum itu,” jawab Ify dan mukanya bete abis.
Hahahaha.... hahahaha..... tawa Shilla pecah tak bisa
terbendung lagi. Gadis itu asyik sekali menertawakan Ify yang bete abis.
“Haha.... lo jangan-jangan udah suka sama Kak Rio, Fy,” ledek Shilla.
Ify melengos. “Mana mungkin kali!!!!!” balas Ify.
“Udah deh... kita masak aja gimana?” usul Agni.
Ify dan Shilla mengangguk setuju. “Ayo, Ag,” ucap Shilla
yang sudah menuju dapur.
“Masak yang enak ya!!! Gue mau tidur dulu!!!!” ucap Via
dan cepat-cepat memejamkan mata.
“Dasar banget dia!!!” dengus Ify. Agni hanya tertawa,
sedangkan Shilla ikutan mendengus. Pasti Via memanfaatkan banget sakitnya itu
untuk bersantai sepuasnya dan menyuruh ketiga sahabatnya untuk membantunya
mengambil sesuatu. Live like a Princess. Mungkin itu yang ada dipikiran Via
yang kini lagi asyik membayangkannya dibalik kedua matanya yang pura-pura
terpejam itu. Dasar!!!!
Bersambung ke Part 18