Lovely Maid Part 10
“Vi,
gimana seluruh perhitungan modal kita?” tanya Shilla yang duduk di sebelah
Agni. Sore ini mereka berempat lagi duduk-duduk di depan teras rumah Via karena
di antara keempat rumah yang ada, hanya rumah Via yang enggan disinggahi oleh
matahari. Jadi, hanya rumah Via yang satu-satunya teduh.
“Bentar, dikit lagi,” jawab Via tanpa
mengalihkan pandangannya dari buku yang penuh dengan angka-angka yang bersusun
abstrak.
Sementara Agni dan Ify hanya duduk dengan
menatap kosong ke penjuru bagian lingkungan yang bisa ditangkap oleh indra
pengelihatan mereka. Sekali-kali gadis yang berdagu tirus diantara keduanya
menghela nafas pelan. Ntahlah…..apa yang dipikirkan gadis itu.
“Udah deh, Fy. Anggep aja lo diberi tugas
mulia oleh Om Zeth buat liatin Putra Mahkota Mario,” ucap Agni dengan
ledekannya.
Ify makin manyun. Jadi, dari tadi ia
memikirkan tugas yang telah diberikan oleh Om Zeth sejak lima hari yang lalu.
Tentu saja, sejak lima hari yang lalu pula, Ify diam-diam memperhatikan Rio dan
mencatat semua kelakukan yang dilakukan oleh Rio itu. Anehnya lagi, semua yang
Rio lakukan itu dalam hal yang baik-baik semua, kecuali bila Rio dan ketiga
antek-anteknya bertemu dengan Ify dan ketiga sohibnya. Dan parahnya lagi, tidak
mungkin Ify melaporkan kepada Om Zeth mengenai Rio yang hanya berbuat hal yang
kejam kepada dirinya dan teman-temannya. Bisa-bisa Ify dikatakan pembohong dan
tukang cari perhatian. Sehingga memungkinkan beasiswanya akan dicabut dan dia
bakalan didepak dari sekolah yang telah diraih ini dengan susah payah dan penuh
perjuangan.
“Woii….gue udah hitung semuanya. Modal
kita rata-rata sehari adalah seratus enam puluh ribu rupiah,” ucap Via dan
menuliskannya di buku yang tadi menjadi coretannya. “Berhubung kita udah jualan
selama lima belas hari, jadi modal kita semuanya itu segini,” lanjut Via dan menuliskan
angka Rp 2.400.000.
“Tapi uang kita nggak sampai segitu kali,
Vi,” timpal Shilla.
Agni menepuk jidat Shilla pelan. “Ya
nggak mungkinlah, Shill. Kan modalnya terus bergulir, modal hari ini digunakan
untuk jualan besoknya, pasti uangnya udah kepake tahu,” ujar Agni dan
geleng-geleng kepala.
“Hehehhe…iya-iya,” ucap Shilla.
“Giliran gue,” ujar Ify dan mengambil
buku yang digunakan Via tadi. Ia menuliskan beberapa angka beserta judul
kecilnya. Ketiga sohib itu mengangguk-ngangguk. “Nah, berarti untung kita Cuma
lima ratus empat puluh enam ribu kotornya,” ucap Ify.
“Dikit banget ya?” gumam Via.
Agni menjentikan jarinya. “Gue ada ide,”
seru Agni semangat.
“Apa-apa?”
“Kita nggak ada pilihan lain selain
kerja. Gimana? Besokan minggu. Jadi kita harus cari kerja yang mulainya jam
tiga sore.”
“Kerja yang mulai jam tiga, emang ada
ya?” tanya Via.
“Gue setuju sama, Agni. Gue mau……besok
kita carinya gimana? Sekarang udah sore dan nggak mungkin cari kerja sore-sore
gini,” ucap Ify tak kalah semangat dari Agni.
“Ada kok, Vi. Insyaallah ada,” jawab
Agni.
“Kalau semuanya setuju, gue ikutan juga
deh,” ujar Shilla. Agni mengangguk dan akhirnya Via juga ikutan setuju.
“OKE BESOK CARI KERJA. SEMANGAT!!!!!”
seru Ify, Via, Agni, dan Shilla serentak. Lalu mereka senyum-senyum sendiri dan
menikmati keindahan langit sore.
***************
Seorang pemuda tengah menikmati langit
sore yang terpampang jelas dari balkon kamarnya. Ia duduk di kursi santai yang
memang telah tersedia dengan handphone yang berada di dalam genggamannya. Sepi
yang ia rasakan. Sudah sejak kelas sepuluh SMA dulu, pemuda itu sudah
memutuskan untuk memiliki rumah sendiri. Setelah meminta dengan sang Papa
disertai janji kalau dirinya akan siap menggantikan posisi papanya saat ia
telah lulus kuliah nanti, akhirnya pemuda itu berhasil mendapatkan rumah ini.
Rumah yang mewah dengan fasilitas yang lengkap.
Rumah ini memang sepi, hanya mamanya yang
sering mengunjunginya bersama sang Adik. Adik yang sangat ia sayangi. Papanya
hanya sekali dua kali melihat keadaannya. Sebenarnya, papanya juga tidak perlu
repot-repot melihat keadaannya karena dia akan baik-baik saja. Lagian,
sebenarnya ia tidak sendiri, karena sahabat-sahabatnya juga berada di dekatnya.
Hanya tinggal teriak sedikit, maka sahabat-sahabatnya akan datang.
Bunyi pintu kamar dibuka terdengar.
Seorang wanita yang sudah berusia lanjut berjalan tergopoh-gopoh menghampiri
pemuda yang lagi bersantai di balkon tersebut. “Tuan Muda, ada Nyonya dan Tuan
Muda Ray di bawah,” ucap wanita tua itu.
Si Tuan Muda berdiri dari posisi
bersantainya dan berjalan mendahului si Wanita Tua a.k.a pembantunya keluar
kamar dan menuju lantai bawah.
Mata pemuda itu berbinar-binar manakala
ia mendapati adik kesayangnya sedang duduk di salah sofa sambil meminum susu.
“Ray,” panggil Rio semangat.
“Kakak,” ucap Ray yang sudah berada
digendongan Rio. Rio memeluk adiknya itu penuh sayang dan mencium pipi Ray
berkali-kali. Rio sangat merindukan adik semata wayangnya ini. Satu-satunya
saudara yang ia punya. Soalnya selama ini Ray selalu ikut bersama bundanya
keluar negeri untuk menemani papanya menjalani bisnis.
“Lay lindu sama Kak Lio,” ucap Ray dan
tersenyum senang. Bocah laki-laki kecil itu meletakan botol susunya di atas
meja dan tentu saja dibantu oleh Rio.
“Mama mana, Ray?” tanya Rio.
Bukannya menjawab Ray menunjuk ke arah
ruang yang memang khusus untuk ruang kerja Rio alias ruang belajar Rio, bisa
juga dibilang perpustakaan rumah ini. Rio mengangguk-angguk.
“Kak, kata mama Lay akan tinggal sama Kak
Lio, lho,” ujar Ray dan menggerakan jari telunjuknya membentuk garis lengkungan
di awang-awang.
Mata Rio melotot. Benaran? Dulu ia sangat
meminta Ray untuk tinggal bersamanya, namun mama dan papanya menolak. Tapi
sekarang? “Beneran, Ray?”
“Benar kok, Yo. Nanti Ray bakalan tinggal
di sini. Kamu nggak keberatankan?” tanya Bunda Rio balik. Bunda baru saja
keluar dari ruang kerja Rio sambil membawa lembaran yang cukup banyak. Lalu
wanita berparas cantik itu duduk di sebelah putra bungsunya.
“Nggak dong, Bun. Rio udah dari dulu
maunya Ray tinggal di sini. Tapi, kenapa tiba-tiba gini?” tanya Rio.
“Tiba-tiba gimana? Nggak dong, Rio. Kan
tahun ini Ray akan masuk paud. Nggak mungkin Ray ikut Bunda sama papa terus
keluar negeri, nanti nggak selesai sekolahnya,” jawab Bunda Manda.
“Iya-ya, tahun ini umur Ray lima tahun,”
ujar Rio dan manggut-manggut lalu melirik adiknya yang lagi asyik bermain
dengan jari-jarinya, mungkin lagi menghitung, pikir Rio.
“Maka dari itu, besok Bunda akan cari
babysitter untuk Ray selama dua minggu. Soalnya, selama dua minggu itu bunda
sama papa akan pergi ke Paris untuk mengurusi perusahaan yang ada di sana. Ada
sedikit kekacauan,” ucap Bunda Manda sambil membaca ulang kertas yang baru saja
beliau cetak.
Rio mengangguk-ngangguk mengerti. “Jadi,
nanti babysitter itu akan tinggal di sini juga?” tanya Rio.
“Iya dong sayang. Masa harian. Kasihan
nanti Ray-nya. Kamu kan kadang-kadang sibuk dan harus berangkat pagi,” jawab
Bunda Manda.
“Oh….Ya udah, Rio setuju aja deh,” ucap
Rio. “Yuk, Ray kita jalan-jalan ke rumah Kak Alvin,” ajak Rio kepada adiknya.
Ray mengangguk antusias dan segera minta gedong ke Rio. “Bun, Rio sama Ray ke
rumah Alvin dulu ya,” pamit Rio kepada Bundanya yang lagi sibuk dengan
telponnya.
************
“Kita harus gimana nih?” tanya Via. Saat
ini ia bersama Ify dan Shilla lagi berada di dalam mall. Mencoba mencari pekerjaan.
Sedangkan Agni, ia sudah mendapatkan pekerjaan di salah satu bengkel yang ada
di kota ini. Tepatnya, bengkel yang berada tidak jauh dari rumah mereka. Tadi,
Agni iseng-iseng bertanya dan nggak tahunya ia diterima. Sedangkan, Ify, Via,
dan Shilla harus melanjutkan perjalanan mereka untuk menemukan pekerjaan.
“Dik….ini brosur. Di baca ya,” ujar
seorang bapak-bapak. Ify yang menerima brosur ini mengangguk dan mengucapkan
terima kasih. Brosur itu ternyata adalah sebuah lembaran yang berisi lowongan kerja.
Bayangkan lowongan kerja!!! Hal yang sedang dicari-cari mereka saat ini.
“Lowongan jadi babysitter. Tapi cuma
untuk satu orang,” ucap Ify. Via tampak tertarik sementara Shilla hanya
menghela nafas malas.
“Gue nggak ikutan ah yang ini. Gue nggak bakat
ngurus anak kecil,” ujar Shilla. “Coba lo lihat syaratnya, Fy, pasti gue
merinding,” lanjut Shilla.
“Baca dong, Fy,” pinta Via.
Ify mengangguk. “Pertama, usia minimal 15
tahun. Kedua, pandai dalam mengurus anak kecil. Ketiga, bla…..bla……Terakhir, harus
tinggal di rumah si Anak,” ucap Ify.
“Syarat terakhirnya itu, Fy. Jadi harus
tinggal di rumah anak yang akan kita jaga?” tanya Via. Ify mengangguk.
“Gue cari kerja di tempat itu ya,” ucap
Shilla dan menunjuk restoran siap saji. Ify dan Via mengangguk. “Gue duluan
dauble Pi, berjuang ya!” pamit Shilla. Setelah melambaikan tangan, dia segera
menuju restoran yang ia tunjuk tadi.
“Gimana, Fy. Ikutan nggak?” tanya Via
kepada Ify yang kembali focus pada brosur.
Ify diam saja. Tiba-tiba ia tercengang.
“Vi…..liat ini, Vi….liat,” ucap Ify dan menunjuk bagian yang diberi lingkaran
dalam brosur tersebut. Via juga ikutan tercengang. “Hanya dua minggu, gajinya
dua juta,” ucap Ify tak percaya.
“Kita harus ikut, Fy. Biar deh tinggal di
sana, penting gajinya gede, kalo gini kita bisa focus sama sekolah dan kalau
libur baru kerja lagi,” ujar Via semangat.
“Ayo-ayo. Kita harus ke daerah Melatih
Indah,” ucap Ify. Via mengangguk.
***************
Mata Ify dan Via melotot ngeri
melihat antrian sepanjang tidak. Mereka benar-benar kaget melihat banyaknya
peminat untuk menjadi babysitter. Bahkan ada salah satu pengantri yang telah
memakai pakaian khusus babysitter lengkap dengan map yang berada di dalam
pelukannya. Mungkin saja itu predikat yang telah ia kumpulkan selama menjadi
babysitter.
Ify menelan salivanya. Ia tidak percaya.
Bagaimana ia bisa menjadi babysitter, bahkan saingannya adalah babysitter
professional. Lha, dia? Cuma gadis miskin yang ingin bekerja. Yang benar saja
dong!!!
“Masih ikutan ngantri nih, Fy?” bisik
Via.
Ify mengangguk yakin. “Dicoba aja deh,
Vi. Kita udah sampai di sini,” ucap Ify dan menghitung antrian yang ada. “Empat
puluh enam,” gumam Ify. Dia ada di nomor 46 sedangkan Via 45. Keduanya pun
tenggelam dalam kesunyian yang berada dalam keramaian.
“Anaknya
susah banget. Masa udah setengah dari yang pagi tadi, belum juga ada yang
diterima,” ucap seorang ibu-ibu. Ify menajamkan telinganya untuk mendengar
obrolan ibu-ibu yang telah keluar dari ruang seleksi.
“Sama.
Saya juga gitu. Baru nyebutin nama saja, anak itu udah nangis. Padahal lucu
sekali anaknya,” timpal ibu yang satu lagi.
“Susah
juga ya. Saya duluan ya,” pamit ibu-ibu yang mengenakan baju babysitter
lengkap.
Ify menghentikan aksi mengupingnya. Ia
focus pada antriannya kembali. “Orang yang professional aja nggak terima. Gimana
dengan gue?” batin Ify.
Antrian semakin lama semakin bergerak
juga dan mulai mendikit. Berhubung hari sudah mulai sore, seleksi dilakukan
sekaligus dua orang. Tepat pukul tiga lewat sepuluh menit dan sama juga dengan
telah mengantri selama tiga jam, akhirnya tiba giliran Via dan Ify.
Saat ini Ify dan Via sedang duduk di
kursi yang telah disediakan. “Nama saya Sivia Azizah. Biasa dipanggil Via. Saat
ini masih sekolah kelas sepuluh SMA,” ucap Via memperkenalkan diri. Bunda si
Anak mengangguk dan tersenyum.
“Gini Nak Via. Saya membutuhkan seorang
babysitter untuk menjaga anak saya Ray selama saya pergi ke Paris. Itu waktunya
dua minggu,” ucap Ibu itu. “Berhubung Nak Via masih sekolah. Via sanggup untuk
tinggal di rumah ibu selama dua minggu itu?”
Via mengangguk. “Sanggup kok, Bu,” jawab
Via.
Sementara Via diwawancara, Ify menunggu
di kursi tunggu. Awalnya ia merasa tidak terjadi apa-apa, bahkan merasa cukup
senang saat Via masih diwawancara dan wawancaranya lancar-lancar aja. Namun,
Ify merasa risih. Seperti ada yang melihat ke arah dirinya terus. Saat ia
melihat ke sofa yang dihuni oleh anak kecil berusia enam tahun, bisa Ify tebak
anak itu yang akan dijaga oleh babysitter yang diterima nanti.
Ify melihat bola mata hitam dan bening
anak kecil it uterus menatap tepat ke arah dirinya. Ify bingung, siapa sih yang
dilihat oleh anak itu? Ify atau orang lain. Ify melihat ke belakang, tidak ada
apa-apa. Berarti dia dong yang dilihat anak kecil itu.
Bocah laki-laki itu sungguh menggemaskan.
Pipinya tembem dan putih, mirip sekali dengan bakpau. Rambutnya sedikit panjang
seperti rambut Baim si Artis Cilik. Sedikit gondrong-gondrong. Ify menghela
nafas, ia melirik wawancara yang sedang dijalani oleh Via. Sepertinya masih
cukup lama dan kemungkinan diterima kayaknya ada.
Ify manyun dan menekun wajahnya. Capek
juga menunggu seperti ini. Lalu tanpa sadar ia merentangkan tangannya untuk
melemaskan agar tidak terlalu lelah. Tiba-tiba suara ketawa tak sengaja Ify
dengar. Ify mengangkat wajahnya dan mendapati si Anak Kecil tadi tertawa. Ify
melongo parah seperti orang dodol saja. Makin tertawalah anak kecil itu.
Mungkin bagi bocah laki-laki menggemaskan itu, Ify seperti badut ancol.
“Ray,” panggil ibunya.
Bocah laki-laki itu ternyata bernama Ray.
Ia langsung pindah duduk dekat dengan bundanya. “Kenapa, Bun?” tanya Ray.
“Ini Kak Via yang akan jaga Ray,” jawab
Bundanya.
Ray menatap Via dan melihat calon
babysitternya dengan saksama. Lalu ia melihat sosok yang berada di belakang
Via. Ray tersenyum layaknya anak kecil. Tersenyum yang sungguh menggemaskan.
Via kira, Ray tersenyum karena dirinya.
Karena terlanjur senang, Via meraih Ray dan menggendongnya. “Kenalin Ray, Kak
Via,” ucap Via.
Ray tidak merespon sama sekali. Ia malah….hueee……hueeee……hhhuuuueeee……..
Ray menangis. Via terlonjak kaget. Kenapa tiba-tiba Ray menangis? Padahal dia
tadi tersenyum kepadanya. Ray masih saja menangis di pangkuan Via. Lalu sang
Bunda meraih Ray untuk menenangkan, namun Ray tetap saja menangis.
“Maaf, Bu,” ucap Via.
“Nggak apa-apa kok. Sama yang lain tadi
juga gini,” ucap Ibu Manda.
Ray masih saja menangis, lalu Bunda Manda
berdiri sambil menggendong Ray untuk menenangkan putra bungsunya itu.
Sayangnya, Ray masih saja menangis. Saat mereka berdiri tidak jauh dari Ify,
Ray mengulurkan tangannya ke arah Ify. Huee….hueee….hueee…..tangis Ray. Ify
tidak ngeh sama sekali. Sedangkan Ray masih mengulurkan tanganya. Bahkan Ray
meronta-ronta dalam gendongan bundanya.
Tanpa sengaja Bunda Manda melihat Ify dan
juga tangan Ray yang terulur ke gadis manis itu. Bunda Manda mengangkat sebelah
alisnya. Ini pertanda dan ia tidak menyangka. “Maaf, Nak. Bisa gendong putra
saya sebentar,” pinta Bunda Manda.
Ify kaget dan reflex mengangguk. Saat Ray
berada di dalam gendongannya, Ray masih menangis namun sedikit meredah.
Menyadari posisi gendong Ray yang tidak sempurna, Ify memperbaikinya. Kini
kepala Ray tepat berada di sebelah kananya.
Melihat hal tersebut, Bunda Manda
tersenyum. Ia memanggil pekerjanya dan berbisik sesuatu. “Bisa duduk di sana,
Nak,” ucap Bunda Manda dan menujuk kursi yang di duduki Ray tadi. Ify menurut
saja. Saat ia ingin melepaskan Ray, Ray-nya sendiri yang menolak, malah memeluk
dirinya. Jadi Ify duduk di sofa dan Ray berada dalam pangkuannya.
“Nak Via bisa pindah ke sini,” ujar Bunda
Manda.
Saat Via sudah duduk di dekat Ify, Bunda
Manda mulai berbicara. “Pertama, saya minta maaf saya Nak Via, sepertinya Nak
Via tidak bisa menjadi babysitternya Ray karena Nak Via bisa lihat sendiri,
siapa yang dipilih oleh Ray,” ucap Bunda Manda.
Via mengangguk dan malah tersenyum
bahagia. “Nggak apa-apa kok, Bu. Saya senang malah, kalau yang menjad
babysitter ini adalah sahabat saya sendiri,” ujar Via.
“Untuk kamu, maaf siapa namanya?” tanya
Bunda Manda.
“Alyssa Saufika Umari. Panggil aja Ify
kok, Nyonya,” jawab Ify.
Bunda Manda terkekeh. “Baiklah. Nak Ify,
jadi kamu yang dipilih putra saya untuk menjadi babysitternya. Nak Ify mulai
bisa bekerja hari ini. Ditambah hari ini, lama Nak Ify bekerja jadi lima belas
hari dan gajinya ditambah jadi 2,4 juta,” ucap Bunda Manda.
Ify terpana. Ia tidak percaya kalau ia
akan mendapat gaji sebesar itu. “Terima kasih, Nyonya,” ucap Ify.
Bunda Manda mengangguk. “Jadi, gajinya
mau ditransfer sekarang atau kapan?”
Ify berbisik kepada Via dan akhirnya
berkata, “Nanti saja saat kontrak kerjanya selesai,” jawab Ify.
“Kalau begitu, kita langsung ke rumah
kamu saja. Pasti kamu perlu mengambil pakaian dan peralatan sekolahmu,” ujar
Bunda Manda.
“Biar saya saja, Nyonya. Nanti saya ke
rumah Nyonya sendiri saja,” ucap Ify. Via menyikut Ify. Ify balas melotot.
“Gimana sih lo, Fy,” bisik Via.
“Nggak apa-apa kok, Nak Ify. Biar sedikit
cepat. Karena saya harus terbang ke Paris mala mini juga dan kamu harus
berkenalan sama putra saya satunya lagi,” ucap Bunda Manda, lalu tersenyum
kecil ke Ify. “lagi pula sepertinya Ray tidak mau lepas dari kamu,” lanjut
beliau sambil mencubit pipi anaknya gemes.
Ify tak ada pilihan lain lagi, semua yang
dikatakan Nyonya Barunya ini adalah benar dan ia hanya perlu menerimanya.
Akhirnya Ify mengangguk tanda setuju.
***************
Setelah mengucapkan perpisahan sekaligus
berdada-dada alias say good bye ke Via, Ify beserta Bunda Manda dan Ray juga
supir pribadi Bunda Manda segera menuju kediaman yang akan Ify huni selama dua
minggu ini. Selama perjalanan itu juga, Ify memilih untuk banyak diam. Ia hanya
menikmati dinginya AC mobil ini dan juga Ray yang tertidur di pangkuannya.
Oh iya, saat Bunda Manda bertanya kepada
Ify mengenai Ray yang tiba-tiba menempel langsung kepada Ify membuat Bunda
Manda heran sehingga menanyakan alasannya. Namun Ify juga tidak tahu sama
sekali, ia hanya menggeleng dan tersenyum kecil.
Hanya dengan membutuhkan waktu selama
setengah jam akhirnya Ify tiba di kediaman Nyonya Barunya. Mata Ify terbelalak
takjub melihat rumah yang berada di hadapannya ini. Ini rumah atau istana? Atau
istana yang menyerupai rumah? Ia bingung. Sangat bingung malah. Ify
mengerjap-ngerjapkan matanya untuk menyakinkan kalau ini adalah nyata bukan
khayalan dan ia tidak salah memberi opini terhadap kediaman yang ia lihat,
istana atau rumah?
“Mari masuk, Nak Ify,” ajak Bunda Manda.
Ify mengangguk sambil menggendong Ray yang terus menempel kepadanya. Tas yang
berisi pakaian serta peralatan sekolahnya telah dibawa oleh supir Nyonyanya
yang Ify ketahui bernama Pak Wisno. Sekarang ia melawati pintu utama kediaman
mewah ini. Di dinding sebelah kanan dari pintu, terdapat symbol huruf M capital
dengan diukir sedemikian rupa, sehingga sangat cantik untuk dilihat. Ify
terpesona.
Saat melewati ruang tamu, lagi-lagi Ify
dibuat terpesona. Ruang tamu ini sungguh luar biasa. Gayanya sederhana dan
tidak begitu terkesan mewah namun hanya saja sangat memikat. Mata Ify terfokus
dengan foto-foto yang tergantung di dinding ruangan ini. Matanya membola tidak
tanggung-tanggungnya saat melihat foto keluarga Bunda Manda.
Foto itu berisi empat orang. Dua dewasa,
satu anak laki-laki hampir seusia dengannya dan satu anak laki-laki lagi sudah
pasti itu Ray. Dua orang dewasa itu adalah Bunda Manda dan tentu saja suaminya.
Yang membuat Ify membelo adalah foto anak laki-laki Bunda Manda yang hampir
seusia dengannya. Kalau Ify tidak salah lihat itu adalah kakak kelasnya yang
super songong dan juga merupakan ketos di sekolahnya, bagi Ify adalah ketos
mesum. Kyaaaa……mampus gue, batin Ify.
Ify ingin sekali salah lihat dengan apa
yang dia lihat, namun sayangnya tidak bisa. Habis……foto suaminya Bunda Manda
itu adalah Om Zeth dan Ify ketahui kalau Om Zeth adalah ayah dari Rio si Ketos
Mesum. Ya ampun….dosa apa Ify selama ini????!!!!! Jelas saja ia tidak salah
lihat dan tidak salah prediksi, Om Zeth adalah ayah Rio dan foto itu pasti
adalah Rio. Gila!!!!!
Diam-diam Bunda Manda memperhatikan Ify.
Dahinya berkerut samar saat mendapati ekspresi Ify ketika melihat foto
keluarganya, terutama foto putra pertamanya. Apakah Ify langsung jatuh cinta
saat melihat foto putranya? Tapi, ekspresi Ify tadi bukanlah ekspresi penuh
dengan cinta ataupun mabuk asmara. Beliau yakin, kalau raut wajah Ify tadi
adalah raut wajah orang tidak percaya dan sedikit kesal. Pasti, Rio kenal
terhadap Ify dan keduanya memiliki sesuatu. Pasti. Bunda Manda yakin karena ia
juga pernah merasakan dunia putih abu-abu. Yang menjadi pikirannya sekarang
adalah ada apa antara Rio dan Ify?
“Nak Ify, ayo duduk di sini,” ujar Bunda
Manda sambil menepuk kursi yang berada di sebelahnya. Ify mengangguk dan segera
duduk. Berat badan Ray yang harus ia tanggung tidak berasa sama sekali, apalagi
sejak Nyonyanya ini mengatakan, “Saya mau memperkenalkan putra sulung saya.
Nanti dia yang akan tinggal di sini bersama Ify, Ray juga pekerja di sini.
Sedangkan saya harus pergi ke Paris bersama suami saya. Oh iya, putra saya
sedang berada di jalan.”
Jdddeeerrr………….bagai disambar petir Ify
mendengar penuturan majikannya ini. Putra sulungnya? Itu berarti Rio dong.
Status Ify disini adalah maid dan maid harus melayani majikannya. Karena Rio
adalah putra dari majikannya, Ify harus juga patuh terhadap majikannya itu. Ya
ampun!!! Kiamat. Bagaimana ini?
Ify harus memikirkan cara untuk terlepas
dari amanat patuh terhadap perintah Rio. Harus. Ify sangat yakin kalau Rio itu
sangat very dan sangat dendam dengan dirinya. Ia kan tahu kalau Rio itu anti
orang miskin. Lagian Ify juga nggak mau kerja untuk Rio. Nggak sudi. Ia tidak
mau disuruh-suruh Rio. Apalagi kalau Rio mengundang ketiga sahabatnya juga
perkumpulan nenek lampir itu ke rumah ini dan pastinya Ify yang harus
menyediakan minuman juga cemilannya. Ogah!! Pasti ia bakalan dikerjai
habis-habisan. Bagaiamana pun ia harus segera menemukan cara agar terbebas dari
perintah Rio dan hanya bekerja just as babysitter no for other, right.
“Nya…” panggil Ify.
Bunda Manda menoleh ke Ify. “Jangan
panggil saya Nyonya, tante saja,” ucap Bunda Manda dan tersenyum lembut. “Ada
apa, Fy?” tanya Bunda Manda.
“Jadi gini, Tan,” jawab Ify memulai
ceritanya. Ify menjelaskan semua dengan jujur tentang dia dan Rio. Bunda Manda
hanya tersenyum-senyum dalam menanggapinya. “Gitu, Tan. Bisa ya, Tan?” pinta
Ify dengan wajah melasnya.
“Hmmm…..gimana ya, Fy?”
“Please deh, Tan. Rela deh gajinya
dipotong, bener. Tolongin, Tan. Nanti Ify bakalan sangat hati-hati dalam
menjaga Ray. Please, Tan.”
“Sangat penting ya, Fy?” tanya Bunda
Manda.
Ify mengangguk kuat-kuat. “Untuk
antisipasi dong, Tan. Habis Kak Rio itu….ishsh…..nyebelin pokoknya. Ya, Tan?
Tante baik deh…..”
“Memang Rio seperti itu, Fy? Yang bener?
Selama ini nggak pernah.”
Ify manyun. “Berani sumpah deh, Tan…. Kak
Rio itu kayak anti banget sama orang miskin, apalagi Ify. Ayolah dong, Tan,”
pinta Ify lagi.
Tiiiinn…….Tinnnn……… bunyi klakson motor
terdengar.
“Ya ampun, Tan. Please deh. Potong gaji
jadi setengah nggak apa-apa deh. Please, Tan. Huahaa….. Kak Rio udah
dateng…!!!” seru Ify panic.
Bunda Manda tersenyuum-senyum geli.
Sepertinya masalah Rio dan Ify pelik banget. “Oke. Tante setuju. Nanti malem
Ify dateng aja ke Tante untuk tanda tangan, Ify buat aja sekarang di ruangan
itu,” ucap Tante Manda dan menunjuk ruang kerja.
Berbinar-binarlah mata Ify seperti tokoh
kartun Hagemaru si Kepala Botak ketika lagi mendapat undian. Jiaaah……… setelah
mengucapkan beribu-ribu terima kasih dan menidurkan Ray di sofa dengan baik,
Ify segera lari ke ruang kerja dan mulai menjalankan rencananya.
****************
Rio turun dari motor kesayangannya dan
tak lupa melepaskan helm yang menempel di kepalanya. Ia benar-benar heran dengan
bundanya hari ini. Bisa-bisanya bundanya itu menelpon dirinya untuk segera
pulang karena beliau mau mengenalkannya dengan babysitter yang akan mengasuh
Ray selama bundanya di Paris.
Padahalkan Rio bisa bertemu dengan
babysitter itu ketika ia pulang nanti, toh babysitter itu akan serumah
dengannya selama dua minggu ini. Lagian, babysitter itu seperti tamu kehormatan
saja sehingga ia harus melihatnya sekarang juga.
Tadi Rio sempat menolak permintaan
bundanya namun mendengar ucapan bundanya kalau beliau akan terbang ke Paris
mala mini juga Rio memilih untuk pulang dan di sinilah ia saat ini. Rio membuka
pintu utama rumahnya dan segera masuk ke dalam.
Saat tiba di ruang keluarga ia mendapati
bundanya sedang duduk dengan santai berserta Ray yang sedang tertidur. Rio jadi
bingung sendiri? babysitternya di mana? Kan dia penasaran juga tuh. Dasar Rio.
“Sore, Bun,” sapa Rio dan duduk di depan
Bundanya.
“Eh udang dateng. Nggak ngabarin lagi,”
ucap Bundanya.
Rio tersenyum kecil dan melirik adik
semata wayangnya. Mata Ray sedikit membengkak, pasti kebanyakan nangis. Dan Rio
yakin, pasti Ray banyak menolak calon babysitter yang datang padanya.
Beruntunglah babysitter itu dipilih oleh Ray. “Babysitternya mana, Bun? Kan
tadi bunda yang minta Rio pulang cepat biar ketemu babysitter Ray,” tanya Rio.
“Bunda panggilin sebentar,” jawab Bunda
Manda. “Alyssa, putra saya sudah datang,” ucap Bunda Manda untuk memanggil
pekerja barunya.
Ify yang lagi membaca ulang hasil
kerjanya segera melipat kertas tersebut dan memasukannya ke dalam kantung
celananya dan ia berlari keluar. Saat pertama kali keluar dari pintu ruangan
itu, Ify langsung dapat melihat putra sulung Bunda Manda. Ify tidak mungkin
salah, dia benar, ia sendiri bisa mengenali ketos mesum itu hanya melihat dari
belakang. Ify menghela nafas sejenak untuk menenangkan.
“Iya, Tan,” ucap Ify. Ia berdiri di
sebelah Bunda Manda. Lalu Bunda Manda menyuruhnya untuk duduk di sebelah
beliau, Ify menurut.
“Rio, ini babysitternya Ray,” ujar Bunda
Manda saat Ify sudah duduk di sofa.
Awalnya Rio menundukan kepala, lalu ia
mengangkatnya saat bundanya mengatakan kalau babysitter Ray sudah datang.
Perlahan-lahan tapi pasti Rio mengangkat wajahnya dan cengolah dia sesaat
ketika melihat sosok yang berada di depannya. “Pinky?” cetus Rio.
Ify mencibir. “Saya Ify, Tuan Muda Rio,”
ucap Ify dengan sengaja dilebih-lebihkan dengan manambah kata Tuan Muda di
depan nama Rio.
Sungguh mulanya Rio tidak terima dengan
kedatangan Ify di rumah ini. Ia ingin sekali mengusir Ify dari rumahnya karena menurutnya
bisa-bisa kena jamuran orang miskin. Namun, akal bulus Rio muncul. Ia tidak
harus mengusir Ify dari rumah ini. Lagian, susah untuk mencari babysitter lain
yang sesuai pilihan Ray dan yang paling keren itu, dia bisa mengerjai adik
kelasnya ini.
“Oke..oke…..selamat datang di RUMAH gue,
Ify si Pinky,” balas Rio dan mengeluarkan evilsmile-nya.
Ify bergidik ngeri melihat senyum itu,
tapi ia memiliki cara jitu untuk menghapus seringaian menyebalkan itu. Dengan
percaya dirinya, Ify membalas evilsmile Rio dengan evilsmile dirinya sendiri
yang lebih menakutkan.
Bunda Manda berhasil dibuat heran oleh
keduanya. Pasti ada apa-apanya, dilihat dari tingkah keduanya.
“Bagaimana, Yo? Kamu setuju kalau Ify
jadi babysitternya Ray?” tanya Bunda Manda.
Rio langsung mengangguk. “Sangat setuju
kok, Bun,” jawab Rio dan masih tersenyum evil ke Ify. Bagi Ify senyuman itu
mengartikan ‘mati lo’.
“Kalau begitu, Bunda bisa tenang
berangkat nanti malem. Ingat, jaga Ray baik-baik. Rio kamu juga bantu-bantu
Ify,” pesan Bunda Manda. Keduanya mengangguk kompak. “Bunda mau istirahat dulu
sekalian bareng Ray. Kalian berdua silakan kenalan dulu aja,” tambah beliau dan
segera menggendong Ray lalu pergi.
Setelah yakin bundanya pergi, Rio segera
mengambil ahli. “Heh, Pinky miskin. Lo,” tunjuk Rio ke muka Ify “tinggal di
rumah gue dan status lo babysitter adek gue. So, lo itu maid-nya gue. My maid.
Lo tahu kan tugas maid itu apa?”
Ify mengangguk santai dan kalem. Melihat
itu semua Rio mengira Ify sudah berhasil ia tundukan. “Karena lo udah tahu, gue
nggak usah jelasin lagi. Sekarang, lo kerjakan semua apa itu tugas seorang maid
dengan benar. Ingat! Benar,” ucap Rio lagi.
“Iya, Tuan Muda,” ujar Ify dengan nada
sedikit jengkel. Kesel melihat tingkah Rio yang seperti ini. Kakak kelasnya itu
belum tahu aja apa rencananya. Kalau tahu? Ify tidak bisa membayangkannya.
Syukurin…. “Kalau tidak ada yang tuan muda ingin bicarakan lagi, saya permisi.
Mau beres-beres dulu,” pamit Ify.
Tanpa menunggu persetujuan Rio, Ify
segera kabur menuju kamarnya di rumah ini. Sedangkan Rio? “Sialan,” desis
pemuda tampan itu. Sebenarnya, Rio ingin mengerjai Ify terlebih dahulu sebagai
pemanasan. Berhubung korban sudah kabur duluan, Rio hanya bisa mengumpat.
***************
Rio, Ify, dan Ray berdiri di teras
kediaman mewah yang telah Ify ketahui adalah milik Mario Stevano Aditya Haling,
bukan atas nama Zeth Haling. Awalnya tidak percaya, namun apa daya, memang
begitulah kenyataannya. Benar-benar tidak menyangka, kakak kelas sok itu telah
memiliki rumah sendiri di usianya yang baru 17 tahun. Tak perlu ambil pusing,
Ify segera melenyapkan pikiran seperti itu.
“Dadah Bunda……!!!” teriak Ray untuk
kesekian kalinya. Bocah lucu itu terus melambaikan kedua tangannya hingga mobil
yang ditumpangi bundanya telah menghilang. “Kak Lio, bunda udah pelgi ke Palis.
Masuk yuk,” ajak Ray.
Rio menganngguk-ngangguk. “Ray duluan aja
ke dalam, kakak ada urusan sebentar sama si Pinky ini,” ujar Rio.
Dahi kecil Ray berkerut. “Pinky?” ulang
Ray.
“Maksudnya Kak Ify, Ray. Ray ke dalam
dulu ya,” ucap Rio. Ify hanya diam saja dan tersenyum saat Ray memandang ke
arahnya. Dengan pancaran matanya, Ify meminta Ray untuk masuk ke dalam.
“Jadi, lo mau apa Tuan Muda Rio?” tanya
Ify sinis saat Ray sudah masuk ke dalam rumah.
“Hello Alyssa Pinky Miskin!!! Gue tuan lo
dan lo maid-nya gue,” Rio memandang wajah Ify tepat lurus ke depan “gue nggak
suka cara bicara lo. Ngomong yang sopan kalo di depan gue. Gue ini TUAN lo dan
lo MAID-nya gue,” tambah Rio dan tersenyum evil.
Ify memutar bola matanya malas. Alasan
klise lagi. Males banget dia dengerin ocehan kakak kelasnya ini. Nggak mau.
“Terus Tuan Muda Rio mau apa?” tanya Ify dibuat-buat kalem.
Rio tersenyum penuh kemenangan.
“Hmmm….gue mau lo siapin gue makan malam lengkap dengan minumannya. Terus, lo
bantuin gue nyelesain tugas sejarah gue ngebuat peta,” ucap Rio dan
mengangguk-angguk yakin.
Ify melengos. “Kalo gue nggak mau?” tanya
Ify.
Rio melotot dan kemudian memperlihatkan
evilsmile-nya. “Simple. Gue pecat lo.”
“Oh ya? Gue rasa lo nggak ada hak buat
nyuruh-nyuruh gue apalagi ngepecat gue, Pu…tra Mah…kota Ma…rio,” ucap Ify
dengan menekan kata Putra Mahkota Mario.
“Jelas gue punya hak. Lo kerja di rumah
gue,” balas Rio.
Ify tersenyum evil. Jemarinya
meronggoh-ronggah saku celana jeans tiga perempatnya. Rio memperhatikan apa
yang Ify lakukan. Tak lama kemudian, kertas berbentuk persegi yang sudah
dilipat-lipat berada di tangan Ify. “Ayo kita buktikan, Ketos Mesum,” ucap Ify.
Perlahan-lahan Ify membuka kertas yang ia
ambil dari saku celana jeansnya. Dengan hati-hati pula ia membuka lipatan demi
lipatan kertas tersebut. Saat kertas itu telah kembali keukuran semula, Ify
menatap Rio sinis.
“Habis ini lo nggak bisa ngatur-ngatur
gue apalagi memberi perintah ke gue,” desis Ify tajam.
Rio berdecih. “Gaya lo, Miskin.”
Ify balas mencibir. “Ini lo baca!!!” seru
Ify dan memperlihatkan kertas yang ia pegang tepat di depan muka Rio.
Sementara Rio membaca kertas yang
diberikan Ify. Ify sibuk memperhatikan setiap ekspresi Rio. Awalnya tuan mudanya
itu malas-malasan. Lalu, matanya tiba-tiba melotot dan mulutnya ternganga dan
terakhir menyipit ke arah Ify. “PINKY SIALAN!!!!!!!!” maki Rio.
Kertas itu berisi pernyataan Bundanya
akan tugas Ify di rumah ini. Isinya seperti ini. Dibagian atas kertas tersebut
terdapat judul ‘Surat Pernyataan Pekerjaan’. Di bawahnya dalam paragraph baru
tertulis, ‘saya Amanada Kusuma Haling dalam keadaan sadar dan tanpa terpaksa
menyatakan bahwa Alyssa Saufika Umari selaku babysitter dari Raynald Aditya
Haling hanya bertugas dalam menjaga Ray
dan tugas lainnya yang berhubungan dengan Ray. Selain pekerjaan yang tidak ada
hubungannya dengan Ray, tidak wajib dikerjakan oleh Alyssa. Tapi, ia akan
mengerjakannya kalau ia mau tanpa harus disuruh-suruh, termasuk oleh Mario Stevano
Aditya Haling’. Surat pernyataan tersebut simple, tapi di bawah kalimat itu,
terdapat nama jelas Bunda Rio sendiri lengkap dengan tanda tangan di atas
matrai bernilai 6000. Itu berarti hal ini bisa berlajut dalam hukum.
Ify tertawa penuh kemenangan. “Alyssa
dilawan,” ujar Ify dan kemudian kabur ke dalam rumah. “Ray!!! Kak Ify
dateng!!!” seru Ify dengan riangnnya.
Sementara Rio mengatur nafasnya. Baru
satu orang yang berani menertawai dan mengerjai dirinya. Ia benar-benar mati
kutu. Orang itu tak lain dan tak bukan adik kelasnya sendiri. Orang miskin yang
paling ia benci. Tak ia sadari kalau kertas yang Ify berikan kepadanya sudah
menjadi bola kertas. “Sialan,” decih Rio dan berjalan masuk ke dalam rumah.
********************
BERSAMBUNG....
Jelek ya? Makin ancur aja? Mian ya... Thanks for read this story :)