BAB 3 Serangan Laba-Laba Raksasa [Truffleland]




BAB 3
Serangan Laba-Laba Raksasa


Terik matahari begitu menyengat siang ini. Tanda-tanda kecemasan yang sendari tadi mengalir di setiap pembuluh darah tiba-tiba menguap begitu saja. Kewaspadaan yang sendari tadi seolah menjadi perisai perjalanan, sekarang sudah tidak begitu ketat lagi. Perjalanan ini benar-benar berada di dalam kebimbangan.

“Dari tadi kita berjalan mulu, di mana sih letak portalnya? Gue capek tau,” protes Via.

Cerewet, batin Alvin.  Memang sejak tadi siapa yang tidak bingung dengan letak di mana portal tersebut. Mereka hanya diberi ciri-ciri letak portal dengan sangat gamang. Dan dia pikir, hanya dia sendiri yang capek???? Yeah… mereka berenam semuanya capek.

“Tak tersentuh lidah cahaya,” ujar Rio sambil tetap berjalan.

“Apaan sih yang elo omongin, Yo?” Tanya Ify yang saat ini sudah berjalan di sebelah Rio.

Bukannya menjawab Rio malah menatap Ify dengan mata berkedip-kedip tanda terperanga. Demi apapun, Ify benar-benar tidak mengira kalau Rio bisa melakukan tindakan ehem… menggemaskan seperti itu. Apalagi dalam perjalanan aneh ini.

“RIO!!!!” seru Ify. Dia benar-benar tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak mencubit pipi Rio kalau pemuda itu tidak menghentikan aksi menggemaskannya.

Rio cengengesan. “Maaf, Fy. Gue nggak percaya aja kalau elo akhirnya mau ngomong sama gue lagi. Apalagi sekarang elo yang pertama mengajak gue bicara.”

Mendengar ucapan Rio membuat Ify tersenyum kaku seperti orang yang tiba-tiba terkena sengat  lebah di bibir. Rio benar. Sejak kejadian dulu, Ify tidak pernah mengajak Rio bicara, kecuali Rio yang memulai duluan.

“Hehe…kan sekarang beda, Yo. Kita udah jadi teman lagi,” ujar Ify.

“Tapi, Fy, gue….”

“BUKAN SAATNYA RIO!!!!!” sambar Alvin. Dia benar-benar heran dengan kedua orang ini, di saat genting seperti ini masih saja sempat-sempatnya membicarakan masalah pribadi. “Lo parah banget, Bro. Enakan lo mikirin di mana itu portal bukannya merayu Ify seakan-akan elo mau ngajak Ify ngedate dengan…”

“LABA-LABA…!!!!!!” jerit Via dan Zahra serentak membuat Alvin menghentikan ucapannya.

“Gue nggak mau ngajak Ify ngedate bareng laba-laba,” ujar Rio kesal.

“Huaaaa…. Laba-labanya banyak banget!!!!” seru Via heboh.

Zahra, Agni, Alvin, dan Ify segera melihat apa yang diteriakan Via dan ternyata, dari arah belakang mereka segerombolan laba-laba berjalan dengan sangat cepat menuju ke arah mereka.

Gemuruh langit mulai terdengar. Langit yang tadinya berwarna biru dan cerah segera berganti menjadi abu-abu. Di sekeliling mereka yang tadinya ramai mendadak sepi. Tidak ada lagi mobil-mobil yang berseliweran di jalanan, hanya ada segerombol laba-laba yang terus berjalan menuju ke arah mereka.

Angin pun mulai berhembus dengan kencang. Rio yang sendari tadi masih mendumel langsung siaga. Perubahan cuaca tiba-tiba ini menunjukkan bahwa kabut benar-benar mulai mengalihkan perhatian dunia mereka. Rio menyadari bahwa permainan baru di mulai, seperti apa yang dikatakan orang itu. Namun sayangnya, yang memulai permainan ini adalah musuh mereka.

“Vin, laba-laba. Kita mesti menemukan tempat asal laba-laba itu. Tarik sahabat Ify!!!” teriak Rio sekencang mungkin.

Rio segera menarik Ify dengan tangan kanannya dan tangan kirinya yang bebas menarik Agni yang sendari tadi hanya diam memperhatikan laba-laba. Di depan mereka, Alvin sudah menarik Via dan Zahra.

“BALIK ARAH. LARI!!!!!” teriak Rio. Dia merasakan ada yang tidak beres.

“DI DEPAN LABA-LABA RAKSASA, YO!!!” teriak Alvin. “Itu  berarti portalnya di sana!!!!”

Refleks Rio mengangguk. Ia ingat, bahwa portal pertama yang akan mereka temukan pasti dijaga oleh monster dari kelompok hitam. Orang-orang –yang ditemui Rio dulu—Itu telah mengatakannya. Dan tidak disangkanya, penyambut pertama mereka adalah laba-laba raksasa dan anak-anaknya.

Gemuruh langit dan angin masih terus memengaruhi cuaca saat ini. Untuk menatap ke depan pun terasa kabur. Namun tidak ada pilihan lain, mereka harus segera mencapai portal itu.

“AAARRRRRRRRGGGGHHHHHHHH…….!!!!!” Suara teriakan menggema. Rio merasakan kedua tangannya yang menggenggam Ify dan Agni terlepas dan ternyata di depannya telah berdiri dengan sangat tegap seekor laba-laba raksasa. Bola mata besarnya tampak pucak. Kedelapan kakinya tampak sangat keras, menggambarkan betapa sulitnya untuk mematahkan kedelapan kaki-kaki tersebut.

“IFy!!!!!” teriak Rio. Dia benar-benar tidak bisa tinggal diam. Rio meningkatkan ketajaman pengelihatannya dan ia menemukan Ify tersungkur sekitar tiga meter darinya dan Agni sendiri telah mencoba berdiri lagi dari posisi jatuhnya yang hanya sekitar satu meter dari Rio.

“Lo lari, Ag. Lari ke arah portal itu!!!!” titah Rio.

“Lo, Ify, dan yang lain gimana??” Tanya Agni dalam kecemasan. Dia benar-benar takut untuk melawan laba-laba. Meskipun ia bisa ilmu bela diri, melawan laba-laba, apalagi ukuran raksasa benar-benar bukan keahliannya.

Rio segera mencari ketiga sosok lainnya. Ia mendapati Alvin yang tengah melawan laba-laba. Gerakan Alvin sungguh berutal. Ditangan kanannya tergenggam dengan kuat sebuah pedang berwarna putih yang terlihat tajam dan sangat mematikan.

“Lo bisa lari ke tempat Alvin dan bawa Zahra atau Via ke portalkan, Ag?”

Agni mengangguk dan segera berlari menuju ke tempat Alvin. Sepeninggalan Agni, Rio meraba kantung celananya dan mengambil sebuah logam berukuran kecil. Digenggamnya logam itu dan ia memejamkan mata. Tak lama kemudian cahaya biru mulai berpedar dan seketika di tangan Rio telah ada sebuah pedang dengan ukuran cukup besar. Pedang itu berwarna biru pada pengangannya dan ada mutiara-mutiara di sekelilingnya. Ujung pedang itu tampak seperti lidah seekor ular. Berbisa dan mematikan.

Langkah Rio tergesa-gesa. Dibelahnya angin dan segera menyusul Ify. Gadis itu sedang berlari menghindari serangan laba-laba yang berusaha menendangnya. Dapat Rio lihat kecemasan di dalam bola mata gadis itu.

“WOI LABA-LABA JELEK. LAWAN LO ADA DI SINI!!!” teriak Rio mencoba mengalihkan perhatian laba-laba tersebut dari Ify. Tindakan Rio tepat. Laba-laba itu segera melihat ke arahnya.

Tanpa babibu lagi, laba-laba tersebut segera melayangkan kakinya ke arah Rio.

“RIO AWASSSS!!!!!” jerit Ify.

Tidak tahu kekuatan dari mana, Rio dengan lincahnya mengelak. “Dasar laba-laba bodoh!!!!” ejeknya.

Laba-laba itu menggeram. “BOCAH TENGIK!!!!”  raung si laba-laba.

Bola mata Rio membesar. Kaget mengetahui kenyataan bahwa laba-laba raksasa bisa berbicara.

“Ternyata lo bisa bicara juga, Bung, kalau begitu gue tunggu teriakan lo karena ini…,” ujar Rio dan segera berlari menuju si laba-laba dan menebas dua kaki laba-laba sekaligus. Laba-laba itu berubah menjadi segumpal asap lalu menghilang. “Rasakan itu!!!” seru Rio. Lalu pemuda itu berlari menuju Ify yang sendari tadi berdiri menunggu dirinya.

“Lo lari menuju portal, Fy. Di sana Agni dan Zahra udah nunggu,” ujar Rio.

Seketika bola mata Ify membesar. “Gue ninggalin elo sendiri?” Tanya gadis itu tak percaya.

“Cuma sebentar, Fy. Gue mesti bantu Alvin,” jawab Rio sambil menatap cemas ke arah sahabatnya yang masih melawan seekor laba-laba raksasa ditambah tiga ekor anak-anaknya berukuran sedang. “Dengerin gue, Fy. Dengerin gue,” pinta Rio. Pemuda itu memberikan seulas senyum lalu berlari menuju ke tempat Alvin.

********

Alvin kewalahan melawan empat ekor laba-laba sekaligus. Mengapa tiga ekor anak laba-laba itu tidak pergi saja seperti saudaranya yang lain?? Dengan begitu ia bisa dengan leluasa bergerak. Ditambah lagi dengan Via yang selalu di belakangnya. Gadis itu menambah bebannya. Bukan salah Via, sehingga gadis itu tidak dapat berperang. Bukan salah Via. Memang gadis itu tidak mempunyai senjata. Dan untung saja Agni berhasil membawa Zahra pergi dari tempat ini, dengan begitu dia tidak begitu terbebani.

“Vi, mundur ke belakang!!!!!” teriak Alvin. Dia mengambil ancang-ancang untuk menebas laba-laba itu. Baru saja hendak memotong satu kaki laba-laba raksasa, seekor anak laba-laba menghadang sehingga Alvin hanya bisa membuat anak laba-laba itu lenyap. “Setidaknya berkurang satu,” batin Alvin.

“Sembunyi, Via!!!” titah Alvin sebelum pemuda itu berlari menuju laba-laba raksasa. Via tidak boleh mengikutinya karena ini berbahaya. Bisa saja laba-laba itu mengincar Via.

Mendengar perintah Alvin membuat Via bingung. “Gue harus sembunyi di mana?” gumam Via. Ia tidak menyadari bahwa seekor laba-laba mengikutinya. Dan laba-laba itu mulai mengangkat kakinya untuk menusukkannya ke kaki Via. Dan langsung saja SEEEEETTTTSSSS………..

“Lain kali hati-hati, Vi,” ujar Rio yang tadi menyabet laba-laba yang hendak melukai Via. Via kaget mendengar suara Rio dan bangkai laba-laba yang seketika menjadi asap. “Lari ke arah portal. Di sana Zahra dan Agni udah menunggu,” ucap Rio dan segera menolong Alvin.

“Lo dari kiri, gue dari kanan, Vin!!!” teriakan Rio yang masih terdengar oleh Via. Ia harus segera menuju portal, jangan berlama-lama di sini karena ia hanya akan menjadi beban. Pertaruangan melawan laba-laba adalah hal yang baru bagi Rio dan Alvin. Apalagi Via sendiri belum pernah melihat Rio ataupun Alvin berantem. Dengan tekad kuat, Via berlari menuju gedung yang berada di depannya. Via berdoa semoga tidak ada laba-laba lagi.

**********

Alvin dan Rio terus melawan laba-laba raksasa. Keringat mulai membanjiri keduanya. Namun laba-laba itu seperti tak terkalahkan. Alvin berlari sangat cepat dan sreeekkk…. Ia berhasil menebas sebuah kaki laba-laba.

“AAAARRRHHGGG!!!!” teriak laba-laba.

Alvin tercengang.

“Memang bisa bicara, Vin. Gue tadi juga kaget!!!” ucap Rio sambil terus belari mencari celah untuk mengalahkan laba-laba.

Meskipun kakinya tinggal sebelah, laba-laba itu masih kuat. Langkahnya tidak melemah sedikit pun. Rio menghunus pedangnya ke depan, kemudian ia berlari menuju si laba-laba dan sekali lagi, laba-laba itu kehilangan kakinya. Rio heran dibuatnya. Laba-laba itu hanya mengeluarkan cairan seperti tinta hitam pekat namun tidak menjadi kepulan asap, padahal laba-laba yang Rio lawan tadi langsung menghilang setelah dua buah kaki laba-laba itu disabet Rio.

“Nggak mati-mati, Vin!!!” teriak Rio.

Alvin paham. Percuma kalau mereka melawan laba-laba ini, lebih baik kabur. Saat akan berteriak kabur, tiba-tiba segerombolan laba-laba mungil menghampiri mereka dan menggerumuni si laba-laba raksasa. Ajaibnya, kaki laba-laba itu kembali muncul sedangkan laba-laba mungil menghilang.

“Kakinya….” Rio tercekat. Ini benar-benar monster sesungguhnya. Monster yang tak terkalahkan.

Alvin tidak jauh beda dengan Rio. Pemuda itu dibuat kaget elo keanehan dan kemisteriusan laba-laba itu. Belum lagi perasaaan kaget menghilang, sang laba-laba mengayunkan kakinya ke arah Alvin. Hampir saja Alvin tertendang jauh jika pemuda itu tidak berhasil menghindar.
 
Di tengah kepanikan, Alvin berpikir. Kelemahan dari segala monster adalah jantungnya. “YO, INCAR JANTUNGNYA !!!” teriak Alvin.

Angin yang terus berhembus kencang tidak membantu sama sekali, malahan memperburuk keadaan. Alvin sempat melihat Rio mulai maju menuju jantung laba-laba. Dengan cepat, Alvin segera mengambil bagian di kaki belakang.

 Mencari celah untuk menebus jantung  sang laba-laba sangat sulit karena laba-laba itu bergerak dengan sangat beringas. Rio dan Alvin berlari ke kanan ke kiri. Ke depan ke belakang, bahkan terus bolak balik hanya untuk menembus jantung.

Untung saja, celah itu mereka dapatkan. Dengan hampir serentak, Rio dan Alvin masing-masing menusukkan pedang mereka di jantung laba-laba tersebut. Seketika laba-laba itu terbuyarkan.

Baru saja ingin menghela napas lega, lima ekor laba-laba berukuran sedang tiba-tiba muncul. Alvin terus menebas laba-laba tersebut dan mencoba berlari. Sedangkan Rio, pemuda tersebut dibuat repot oleh tiga ekor laba-laba.

Kelelahan merasuki Alvin dan Rio. Kedua pemuda itu masih terus melawan laba-laba berukuran sedang. Namun disayangkan, Rio memasuki tahap ketidakwaspadaan. Pemuda itu tidak menyadari bahwa seekor laba-laba akan menusuk kakinya dengan bilah racun laba-laba tersebut.

Alvin yang melihat kejadian tersebut tercekat. “YO AWAS!!!!!!” teriak Alvin. Ia ingin menolong sahabatnya itu, namun laba-laba sialan ini menghalanginya. Alvin tidak bisa membayangkan kalau Rio benar-benar terkena racun laba-laba. Dan untung saja…

Buuuuggghhh…. Sebuah batu mendarat dengan sempurna di kepala laba-laba tersebut sehingga membuatnya terbuyarkan.

Rio dan Alvin yang sama-sama mendengar bunyi lemparan batu segera melihat siapa pelempar yang menyelamatkan Rio. Dan keduanya terkejut. Si penyelamat itu adalah Ify.

Ify berdiri pada jarak dua meter dari posisi Rio berdiri dengan cengirannya. Gadis itu mendapati tatapan Rio. “Gue nggak bisa ninggalin elo gitu aja, Yo,” ucap Ify. “Cepetan kabur, laba-laba itu…”

Ucapan Ify terhenti karena Rio sudah menarik tangannya. Tidak dia kira Rio bergerak sangat cepat. “Ayo, Vin, ke portal!!!” seru Rio sambil berlari menggandeng Ify.

Ketiga orang itu terus berlari hingga menuju gedung di mana portal itu berada sekaligus tempat munculnya laba-laba. Sesekali Alvin melihat ke belakang untuk memastikan kecurigaanngya. Dan ternyata benar bahwa laba-laba itu mengejar di belakang mereka.

“Percepat larinya. Laba-laba mengejar!!!!” teriak Alvin.

Setelah berlari tiga menit dengan sangat cepat, akhirnya ketiganya berhasil mencapai portal. Di sana telah menunggu Via, Agni, dan Zahra.

“Via…Agni…Zahra…!!!!” seru Ify dan menghambur kepelukan ketiga sahabatnya. Keempat gadis itu terlihat cemas, bahkan menangis kecil.

Rio melihat ke arah pintu masuk. Di sana laba-laba mulai medekat.

“Cepat berdiri di setiap pijakan itu. Jangan lupa berpegangan tangan. Ingat, erat-erat!!! Jangan sampai lepas!!!” ujar Rio.

Keenam orang itu segera mengambil posisi masing-masing. Mereka saling berpegangan tangan dan memejamkan mata. Setelah Rio menekan bagian tengah meja portal, mendadak mereka menghilang.

4 comments:

Unknown mengatakan...

Yh.......terusin lagi dong ka....seru
.

Unknown mengatakan...

Ka terusin lg dong.
penasaran bgt

Anonim mengatakan...

kaka lnjiu dong kak sru bnget ni...
syang bnget kak nggk d lnjut critnya sru..

Aisah Sitinuraisah mengatakan...

Padahal ini seru loh kak, aku jadi bayangin kayak di harry potter wkwk. ada rencana lanjut? Ayo lanjut kaaa

Posting Komentar