Ketika Hati Telah Memilih



Ketika Hati Telah Memilih





“Kak Rio, cepetan. Gue udah mau telat nih. Lo dandan kayak cewek aja, pake lama.” Teriak Ray. Dia udah setengah hidup jengkel dengan kakak semata wayangnya itu. Kalo aja Pak Pri, supir yang memang bekerja sebagai supir pribadi Ray tidak izin pulang kampung karena anaknya sakit. Pasti Ray udah di nangkring di bangkunya sambil nyalin peer punya Oliv, sang Juara Kelas.
                “Kalo mau duluan, ya duluan sono. Naik tuh angkot.” Sahut Rio dari kamarnya, so pasti juga berteriak. Dia terkekeh dalam hati, sebangsa motor dia yang bawa jadi dia tahu kalo Ray nggak punya pilihan lain kecuali menunggu dirinya. Kembali Rio mengoleskan gel ke rambutnya yang sedikit panjang dan menyulap rambutnya itu menjadi ala spike. Apa deh bahasanya -___-.
                Sementara di ruang TV, Ray mencak-mencak. Sangat kesal dengan kakaknya itu. Ray tahu kalo sang Kakak memang salah satu most wanted di sekolahnya. Apalagi Rio memang punya sifat sedikit genit, makanya tuh anak pasti harus tampil “wow”.
                “Yok, berangkat.” Ajak Rio yang udah turun dari kamarnya. Kini penampilan Rio memang sangat keren dalam balutan seragam sekolahnya. Kemeja putih serta celana panjang kotak-kotak warna biru muda serta rambut spike-nya. Ray bengong melihat kakaknya.
                “Woi gondorong. Cepetan. Lu bikin telat aja.” Teriak Rio di kuping Ray. Sontak Ray menutup kedua telinganya. Ray menatap kakaknya dengan tampang ingin membunuh. Coba saja Ray punya kakak lagi selain Rio. Pasti tidak segan-segan Ray membunuh Rio. Sadis banget, Ray J. Ray pun mengikuti kakaknya yang udah keluar dari rumah menuju motor cagiva biru kakaknya itu.

*************************

Rio Point of View (P.O.V)
               
                Ternyata pesona gue emang nggak bisa ditolak. Mario gitu. Siapa sih yang nggak kenal Mario Stevano Aditya Haling. Kalo nggak kenal gue udah katro banget. Bukan hidup di zaman 2012, tapi zaman megantrhopus. Manusia bulu itu yang hidup zaman pra sejarah.
Benerkan apa yang gue bilang. Ini buktinya, baru saja gue tiba di sekolah, cewek-cewek udah pada senyum-senyum natap gue. Gue mau aja bilang gini, Idih...entar ileran woi. Tapi masa iya, bisa-bisa pesona gue ilang ditelan bumi. Ck...nggak mungkin banget. Jadinya, gue Cuma balas dengan senyum gue yang membuat mereka makin klepek-klepek. Selebihnya gue nggak peduli lagi kalo ada yang pingsan ataupun sesak nafas mendadak. Bodoh amat. Bukan urusan gue. Huah... Rio jahat banget, padahal dia tersangka utama kalo kasus itu diungkit.
Gue ngelanjutin perjalanan gue menuju kelas XI IPA 2. Kelas tercinta gue. Gue mau ngaku, sebenarnya nggak semua cewek klepek-klepek sama gue. Salah satunya, Ify alias Alyssa Saufika Umari. Temen sekelas gue. Cewek pendiem tapi pinter. Dia juga misterius, itu menurut gue. Habisnya nggak ada yang tahu tentang dia termasuk gue. Kalo sohibnya lain cerita, lagian sohibnya juga nggak pernah membeberkan tentang Ify. Gue aja Cuma tahu namanya doang. Terkadang dia dipanggil Alyssa, namun sering sekali Ify. Tetapi kayaknya Cuma sedikit yang menyadari kalo Ify itu manis. Dibalik kacamatanya, Ify memliki bola mata bening yang selalu berbicara. Senyum yang manis walaupun jarang dia perlihatkan. Ify lebih sering diam, mengangguk dan menggeleng.
Gue mau jujur nih, sebenarnya kalo gue deket sama Ify. Perasaan gue jadi gimana gitu. Ada deg-deg-an-nya. Salting gitu, terus bingung mau ngomong apa. Tapi lebih keseringan gue gondok dan kesel sama dia. Masa gue ajak ngomong, eh dia malah nyuekin gue. Yang bener aja? Harusnya dia itu bersyukur diajak ngobrol sama Rio Stevano secara esklusiv gitu. Benerkan?? Tapi sumpah demi apapun, gue penasaran banget dengan namanya Alyssa Saufika Umari itu.
Oh iya, selain sama Ify. Gue juga punya rasa sama seorang cewek. Dia kebalikan banget sama Ify. Namanya Ashilla Zahrantiara, akrab dipanggil Shilla. Most wanted girl di sekolah gue. Cewek cantik dan modis. Gue yakin seratus persen, kalo Shilla juga punya rasa sama gue. Gimana nggak, dia selalu cari perhatian sama gue. Ajak gue ke kantinlah, minta temenin jalan dan kebiasaan lain sebagai ajang PDKT dia ke gue.
Gue melihat pintu kelas gue udah deket sama gue. So, gue mempercepat langkah gue. Apalagi bel udah berbunyi. Masa iya, Mario Stevano sang Most Wanted Boy telat masuk kelas. Oh nooo.....!! lebay banget lu, Yo.

**************************

“Pagi, Bro.” Sapa Alvin, sohib kental Rio. Salah satu most wanted boy juga.
“Eh Alvin kodok mendok. Udah nongol lo.” Balas Rio dengan menyetel terlebih dahulu wajah tanpa dosanya.
“Rese lo, Yo.” Alvin mendengus kesal dan menoyor kepala Rio. Rio menggerutu kesal. Dia duduk dibangkunya dan mengedarkan pandangan ke seluruh kelas dan dia menangkap sosok Ify. Cewek itu mengambil buku matematikanya dalam diam. Mengambil pulpennya, lalu memutar kembali badannya ke depan. Menghadap ke papan tulis. “Masih pagi, tetap aja diem.” Batin Rio.
“Masih penasaran, Yo? Penasaran sekaligus cinta ya, lo? Wah, gimana dengan Shilla?” bisik Alvin ke Rio yang masih menatap Ify lekat-lekat. Alvin bisik-bisik tetangga karena Bu Okky, guru killer sudah duduk santai di mejanya.
Rio kaget dan dia menoleh ke arah Alvin. Menatap tajam Alvin. “Gue nggak naksir sama mata empat dan kutu buku itu. Gue Cuma penasaran. Just penasaran.” Ujar Rio pelan namun terburu-buru. Membuat kesan ucapannya itu nggak sesuai dengan apa yang ada dalam hatinya.
                Alvin terkekeh pelan dan mengeluarkan buku cetak matematikanya yang lumayan pas untuk nimpuk anjing, kali-kali aja dia kena musibah dikejar anjing. “Gue nangkepnya nggak gitu.” Balas Alvin santai.
                Rio tersentak. “Gue naksirnya sama Shilla dan lo akan lihat gue jadian sama Shilla bukan Ify.” Balas Rio dan dia menatap Bu Okky yang mulai menjelaskan tentang Trigonometri.
                “Rio-Rio. Kenalin deh hati lo.” Batin Alvin. Dia tidak akan sok mengajari sohibnya itu tentang cinta dan masalah hati. Karena dia juga masih perlu belajar. Sekarang aja Alvin masih bingung dengan cintanya itu. Apa benar sama dia atau hanya perasaan angin lalu saja untuk cewek itu.

***************************
               
“Fy, lo mau makan apa?” tanya Via. Satu-satunya orang yang tidak didiemin Ify ataupun dicuekinnya. Ya karena Sivia Azizah sahabat si Gadis berdagu tirus itu.
Ify mengangkat kepalanya dari novel yang lagi dibacanya. “Yang biasa aja, Vi.” Ujar Ify dan kembali memusatkan perhatiannya pada novel yang covernya berwarna biru dengan judul JATUH CINTA SAMA ELO=KUTUKAN bukunya Shelly Sagita (penulis numpang eksis. Semoga aja beneran jadi. do’ain ya! J). Sivia langsung melenggangkan kakinya menuju konter bakso.
Via menunggu bakso-nya dan bakso Ify sambil bersenandung pelan. Dia tidak sadar, kalo pangerannya berdiri tepat di sebelahnya.
“Hai, Vi.” Sapa Alvin dan tersenyum. Senyum yang sangat disukai Via.
Via menghentikan senandungnya. Matanya melebar dan menatap Alvin terperangah. “Astaga.” Gumam gadis Chubby itu. “Hai juga, Vin.” Balas Via cepat, dia langsung menepis perasaan kagumnya kepada Alvin.
“Mesan bakso juga, Vi?” tanya Alvin basa-basi.
Via menghela nafas. “Iya, Vin. Kan gue antrinya di konter bakso, bukan di mie ayam. Gimana sih.” Balas Via. Alvin tertawa pelan.
“Duluan ya, Vin.” Ucap Via sambil membawa nampan yang berisi dua mangkuk bakso. Sebelum menuju meja yang ditempati Ify, ia menuju tempat Bu Wiwik yang menyediakan penjualan Pop Ice minuman favorite dirinya dan sahabatnya itu.
“Nih, Fy. Makan dulu gih. Baca novel mulu kerjaan, lo.” Ucap Via dan menyodorkan semangkuk bakso beserta Pop Ice kepada Ify. Ify menutup novelnya dan meletakkannya di meja, tepatnya di samping mangkuk baksonya.
“Hehehe....iya, Vi. Gue juga perlu makan kok.” Balas Ify terkekeh pelan. Dia menatap sohibnya itu. Ada yang aneh.
Ify memakan bakso. “Lo kenapa, Vi?” Ify bertanya pada Via setelah baksonya udah lancar menuju ginjal untuk diproses lebih lanjut. Ntah proses apaan, penulis kagak tahu.
“Nggak ada, Fy.” Jawab Via dan menyeruput Pop Ice-nya.
“Jangan bohong deh, Vi. Apa masalah lo sama pangeran lo itu?”
Via mendesah berat. Dia tidak ada pilihan kecuali bercerita dengan Ify. Walaupun Ify terkenal cuek, sebenarnya dia peduli dengan sekitarnya, apalagi sahabatnya itu. “Dibilang masalah sama dia nggak sih. Hanya saja, apa belum jelas kalo gue suka sama dia dan dia juga suka sama gue. Gue lihat itu dari matanya. Mata nggak pernah bohong, Fy.” Ujar Via panjang lebar dan terakhir dia menunduk.
“Sabar aja, Vi. Kali aja dia lagi mantepin hatinya buat yakin kalo lo memang ditakdirkan buat dia. Tetap positif thingking aja. Feeling gue bilang, lo untuk dia dan dia buat elo.” Ucap Ify dan tersenyum lebar. Via akhirnya tersenyum melihat sohibnya itu. Ify memang bisa menghapuskan keraguan seseorang jika dia menginginkannya.
“Lo bener, Fy. Yakin aja.” Seru Via ceria. Kemudian dia menatap Ify. “Hmmm... be-te-we, lo masih suka sama dia, Fy?” tanya Via.
“Maksudnya?” tanya Ify yang tetap asyik sama baksonya.
“Cowok yang lo taksir itu. Gimana sih.” Jawab Via gemas.
Ify mengangkat bahunya. Tanda tak tahu menahu. “Hati gue bilang, dia suka sama orang lain.” Ujar Ify pelan. Via menatapnya nanar. “Tapi, gue nggak apa-apa kok. Biarkan hatinya bebas memilih. Sebenarnya bukan geer, tapi hati gue ngerasa kalo dia juga ada something sama gue.” Lanjut Ify cepat. Via tersenyum.
“Sayangnya gue nggak tahu, Vi.” Batin Ify miris.
“Harusnya lo nggak secuek itu sama dia. Biar dia ngerasa kalo lo suka sama dia.” Saran Via.
“Lo udah tahu gue mau ngomong apa, Vi. Karena lo udah ngenal gue dan tahu gimananya gue. Jadi, gue rasa lo tahu kan apa balasan gue apa untuk masukan lo itu, Via sayong.” Balas Ify. Via mengangguk tanpa sadar. Dia memang tahu gimana sohibnya itu. Memang Ify cuek, tapi sebenarnya dia sangat peduli dengan sekitarnya. Apalagi dengan orang terdekatnya dan orang yang bisa menyentuh hatinya, baik ia kenal maupun tidak. Sambil menunggu bel masuk berbunyi, dua anak Hawa itu melanjutkan aktivitasnya masing-masing. Via melanjutkan menyantap baksonya dan Ify kembali berkutat dengan novelnya tadi.

******************************

Hari ini SMA Global Nusantara gempar. Pasalnya sang Most Wanted Boy dan si Most Wanted Girl jadian. Siapa lagi kalo bukan, Mario Stevano Aditya Haling dan Ashilla Zahrantiara. Seluruh pojokan GN membicarakan hal ini. Di mana-mana pokoknya penuh dengan pembicaraan Rio dan Shilla. Shilla dan Rio.
Apalagi dua sejoli itu berangkat sekolah barengan. Naik Yaris Merahnya Rio. Shilla menggegam tangan Rio dengan erat dan memandang wajah Rio lekat. Apalagi Rio memperlihatkan senyum manisnya untuk Shilla sepanjang perjalanan mereka menuju kelas Shilla. XI IPA 4. Semua yang berada dikoridor menatap Shilla dan Rio dengan beraneka macam sejenis tatapan. Ada yang envy, menatap sinis dan merenung pasrah. Siapa juga yang akan nolak Rio kalo dia nyatakan cinta. Sulit untuk idak berkata Ya, jika pertanyaan “Would yo be my girlfriend?” berasal dari Mario Stevano.
“Sayang, nanti istirahat kita ke kantin bareng ya. Jemput aku di kelas.” Pinta Shilla manja ketika dia dan Rio udah berdiri di depan pintu kelas Shilla.
“Siip deh, kamu tunggu aja.” Balas Rio dan menatap kekasihnya itu. “Aku ke kelas, ya.” Pamit Rio dan meninggalkan kelas Shilla.

@ XI IPA 2

                “Weeiis, lo bro. Udah jadian aja lo.” Sambut Alvin ketika Rio baru tiba dibangkunya.
                “Kan udah gue bilang, gue pasti sama Shilla. Bukan dia.” Ujar Rio dan tersenyum miring. Alvin hanya geleng kepala. Ntah mengapa dia kurang yakin bahwa Rio cinta sama Shilla.
                “Apa kata lo deh. Jangan lupa ntar istirahat gue minta PJ.” Balas Alvin.
                “Giliran PJ aja lo. Dasar. Untung aja gue inget, sohib gue pasti minta zakat fakirnya.” Ucap Rio seenak udel.
                “Sumpret lo.” Balas Alvin dan melotot tajam. Rio tertawa terpingkal-pingkal. “Mata lo, Vin. Gue nggak sanggup ngelihatnya.” Ucap Rio disela-selah tawanya. Tanpa sengaja –lagi, penulis habis kata-kata maklum amatir- mata Rio menangkap sosok berdagu tirus baru saja memasuki kelas. Padahal sekarang udah jam tujuh lewat empat belas menit, satu menit lagi bel berbunyi. “Tumben amat, biasanya juga setengah tujuh udah nongol.” Batin Rio. Dia terus menatap Ify. Hingga cewek itu duduk di bangkunya, di sebelah Via yang tengah menyapa cewek yang tengah dia perhatikan itu. Rio baru menyadari, kalo Ify punya kebiasaan menyiapkan buku untuk pelajaran pertama tepat pada pukul 07.15. Dia tidak menyadari, kalau seulas senyum tercipta dari kedua sudut bibirnya.
                “Lo masih liatin dia? Shilla mau lo kemanain.” Ucap Alvin kepada Rio.
                “Nggak di kemana-manain. Tetap di sekolah. Dia di kelasnya kok.” Ujar Rio polos. Alvin menggeleng kepala. Terkadang sohibnya itu bisa jadi lemot juga. Walaupun lebel keren-pinter-tajir udah melekat di diri Rio.

*****************************
               
Gadis itu diam. Matanya menghadap ke buku sejarah. Fokus. Tapi siapa yang tahu kalo tatapannya pada buku itu hampa. Kosong. Pikiran gadis itu tidak tercurahkan pada buku sejarah, bahkan penjelasan dari sang Guru tidak dia hiraukan. Pikirannya melayang. Sekarang, buku sejarah sama guru seperti dunia lain bagi gadis itu.

Ify P.O.V
               
                Ternyata yang hati gue rasain memang benar. Udah kejadian lagi. Apa gue memang ngak pantes bersanding sama dia? Apa yang ganteng harus sama yang cantik? Dan sebaliknya, yang jelek sama yang nggak bagus. Apa itu harus berlaku?
                Apa harus gue menjadi saksi kemesraan dia dan kekasihnya? Hmm.....gue harusnya nggak terlalu mengenali dan memahami hati gue. Nyesek banget rasanya. Hati gue udah memperingati kalo dia udah suka sama yang lain. Tapi, gue-nya aja tetap keukeh suka sama dia. Hanya karena sesuatu yang nggak gue tahu dan hati gue nggak mau ngasih tahu. Lo harus sadar Ify. Sadar. Lo itu C-U-E-K sama dia, gimana dia bisa suka sama lo.
                Sivia sahabat gue, sibuk nasehatin gue. Memberi gue masukan dan hiburan. Gue sangat berterima kasih sama lo, Vi. Beruntung banget Tuhan memberi gue sahabat kayak lo. Padahal lo sendiri lagi galau sama pangeran lo. Tapi, gue minta maaf, Vi. Kayaknya gue lebih milih hati gue ngasih tahu apa ‘sesuatu’ itu. Gue nggak akan melakukan hal konyol itu, menyatakan cinta kepada dia yang udah punya kekasih itu. Nggak akan pernah.
                Astaga, tadi gue ngelihat dia lagi suap-suapan sama pacarnya itu. Norak tapi bikin nyesek. Tadi gue haus banget, jadi gue mutusin untuk membeli Pop Ice di kantin. Gue berjalan tergesa-gesa ke kantin. Baru saja selangkah memasukan kantin, gue melihat adegan mesra itu. Dia lagi nyuapin pacarnya sambil senyum gitu. Langkah gue mendadak berhenti dan gue menatap dia terperangah. Seketika gue balik badan dan meninggalkan kantin. Miris bangetkan?

                Bel pulang akhirnya berbunyi juga. Seluruh penghuni kelas XI IPA 2 yang awalnya bermuka kusut dan mengantuk habis mendadak menjadi cerah dan bersinar-sinar. Akhirnya pelajaran membosankan itu berakhir juga dan tidak ada pelajaran lain yang menuntut untuk diperhatikan setelah ini. Karena sekarang waktunya pulang.
                Gadis itu terbangun dari melamunnya. Dia cepat-cepat membereskan bukunya. Mengatakan sesuatu kepada teman sebangkunya itu dan kemudian tersenyum kecil. Lalu dia –Gadis itu- berjalan tergesa-gesa dengan langkah lebar meninggalkan kelasnya.

***********SKIP********

                Pemuda itu tengah terbaring di kasur empuknya. Pikirannya melayang ntah kemana. “Gue udah pacaran sama Shilla sebulan. Tapi kenapa rasa itu semakin hilang, malah biasa-biasa aja. Sekarang, bahkan selama sebulan itu gue malah teringat sama Ify.” Gumam pemuda itu. Siapa lagi kalo bukan Rio.
                “Dia menjadi semakin pendiam sejak gue jadian sama Shilla. Gue ngelihat itu. Apalagi senyumnya itu palsu banget. Nggak ikhlas kayak yang biasa gue lihat.” Ujar Rio dan memandang ke depan, mengingat Ify. “Apalagi waktu yang di kantin itu, gue ngelihat dia natap gue nggak percaya gitu waktu gue lagi nyuapin Shilla. Kenapa sih sama dia?” Rio bertanya-tanya dalam hati.
                “Aha....jangan-jangan dia suka sama gue. Kalo gitu gue tembak aja dia besok, pasti dia nggak akan nolak. Urusan sama Shilla nanti aja deh, lagian rasa gue sama dia juga udah ntah kemana. Ternyata pesona Mario memang nggak ada yang bisa nolak, walaupun untuk cewek secuek dia.” Seru Rio narsis dan kemudian dia memutuskan untuk tidur.

**************************

                “Ciiiieeeeee, Viiiaaa. Akhirnya jadian juga. PJ-nya dong.” Goda Ify kepada Via. Ternyata Alvin tadi malam menyatakan cintanya pada Via dan Via menerimanya.
                “Nggak sia-sia, kalo lo sering nangis gara-gara pangeran sipit kodok lo. Eh cieeeeeeeee.” Goda Ify lagi. Muka Via memerah.
                “Iya-ya, ntar istirahat gue traktir lo makan apa aja yang lo mau.” Ucap Via.
                “Yes... moga langgeng deh.”seru Ify.
                “Tapi, nggak boleh lebih dari sepuluh ribu. Kalo bisa kurang.”
                Ify manyun. “Yeeee elo, gue nggak jadi do’ain deh. Biar aja lo cepat putus.” Ify merajuk.
                “Iya deh. Tapi jangan do’ain kayak gitu dong, Fy.” Kini giliran Via yang manyun.
                “Nah gitu dong, kalo lo gitu. Moga lo langgeng sampai maut yang memisahkan.” Ujar Ify sok romantis.
                “Kalo ada maunya aja gitu.” Balas Via. Ify terkekeh kecil. Tiba-tiba Alvin menghampiri Via.
                “Udah disamperin tuh, Vi.” Ucap Ify. Via tersenyum malu dan menatap Alvin.
“Kantin yuk, Vi. Bu Winda-nya nggak masuk.” Ajak Alvin ke Via.
“Iya deh. Sama Ify juga ya?” pinta Via ke Alvin. Alvin mengagguk.
“Gue istirahat ntar aja, Vi. Mau baca ini dulu, kan kita janjiannya pas istirahat.” Tolak Ify sambil memperlihatkan novel Harry Potter Tujuh. Udah ketiga kalinya gadis itu membaca novel itu, alasannya simple. Karena novel itu tidak pernah membosankan.
“Ya udah.” Ucap Via pasrah.
“Kita duluan ya, Fy.” Pamit Alvin. Ify mengangguk dan membuka novel yang dia tunjukkan tadi.
Sepeningglan Via dan Alvin serta Ify yang baru membaca empat halaman novelnya, tiba-tiba seseorang menyebut namanya.
“Fy.” Panggil orang itu.
Ify menutup novelnya dan melihat orang yang memanggilnya tadi, ternyata Rio. “Ada apa?” tanya Ify.
“Gue mau ngomong sama lo.” Jawab Rio. “Tapi nggak di sini.” Tambahnya cepat.
“Oh..ok. Di mana?”

@Taman Belakang

                “Jadi, lo mau ngomong apa?” tanya Ify ketika dia dan Rio tiba di taman belakang.
                Rio tidak menjawab, malah dia menatap Ify lekat. Dia jadi bingung mau ngomong apa. Apalagi ini pertama kali dia memandang Ify secara langsung. “Mata itu tetap indah, seperti yang gue suka.” Batin Rio.
                Ify menatap Rio bingung. “Io, jadi lo mau ngomong apa?” Ify kembali bertanya. Rio tersadar.
                “Gue suka sama lo, Fy. Gue suka bola mata-mu yang selalu tampak indah dan berbicara itu. Gue suka lo yang sederhana, gue suka senyum lo. Dan kenapa lo ngak pernah tersenyum seperti dulu lagi.” Ucap Rio. “Kenapa gue ngomong nggak sesuai rencana gue?” batin Rio.
                Ify terperangah. Matanya menyipit memandang Rio. Dia mencari kebohongan pada lelaki itu. Ternyata ini sesuatu itu. Tapi, kenapa Ify nggak yakin dan merasa ada yang salah. Bukankah ini yang ditunggunya?
                “Jadi gimana, Fy? Kamu mau jadi pacar gue?” tanya Rio lagi.
                Ify masih menatap Rio. Dia menemukan titik itu. Dia yakin apa yang diucapkan lelaki itu nggak bohong, hanya saja seperti bukan Rio dan hatinya yang berbicara. Ify pun teringat pada gadis yang berlebel milik pemuda dihadapannya ini.
                “Maaf gue nggak bisa....”
                “Nggak bisa nolak?” potong Rio pede.
                “Gue nggak bisa jadi pacar lo.” Ify memperjelas.
                “Tapi kenapa?”
                Ify menghela nafas berat. “Sebaiknya lo ngenalin hati lo dulu sebelum lo bilang cinta sama seseorang. Lo pahami hati lo. Lo tanya sama hati lo, siapa yang hati lo pilih. Gue nggak mau seperti Shilla. Gue ngerasa dia seperti angin lalu buat elo. Gue nggak bermaksud apa-apa. Hanya saja, hati gue bilang. Sekarang apa yang lo bilang sama gue itu hanya sebatas kemauan lo. Lo belum mengetahui siapa  yang hati lo pilih.”
                “Maksudnya?”
                “Gue pengen lo pahami dan kenali hati lo sebelum lo mengatakan cinta pada seseorang. Supaya orang itu nggak seperti angin lalu buat lo. Nanti, kalo lo udah paham dan kenal sama hati lo serta lo udah tahu siapa yang hati lo pilih, baru lo bisa datangin orang itu dan nyatakan perasaan lo. Siapapun orang itu.” ucap Ify panjang lebar.
                “Jadi, lo nggak mau jadi pacar gue?” tanya Rio lagi.
                Ify mengagguk. “Ya.” –Nggak saat ini-. Ify melanjutkan dalam hatinya. “Lo ngerti maksud gue kan?” tanya Ify. Rio mengagguk.
                “Gue duluan ke kelas.” Pamit Ify. Namun tangannya dicekal Rio. “Nanti, saat gue udah paham dan kenal hati gue. Dan gue tahu siapa pilihan hati gue. Jika pilihan hati gue itu ternyata lo. Apa boleh gue datangin lo?” tanya Rio pelan tapi jelas.
                Ify tersentak. Dia mengagguk. “Siapapun orang itu.” ujar Ify.
                “Termasuk lo?” Rio meminta kepastian.
                “Ya. Termasuk gue.” ujar Ify. Dia menarik tangannya dari cekalan Rio dan meninggalkan pemuda itu.

***************************
               
Ternyata memahami hati tak semudah yang dibayangkan. Pemuda itu terlihat uring-uringan dan lebih banyak diam. Sikapnya sungguh berubah. Mulai tidak perduli dengan seseorang yang harusnya dia beri perhatian.
“Yo, kita jalan yuk.” Ajak Shilla manja pada Rio. Sekarang mereka lagi berada di parkiran sekolah.
“Gue males, Shill. Kapan-kapan aja deh.” Ucap Rio malas. Pikirannya penuh dengan hal memahami hati.
“Ih...kok kamu gitu sih. Kita kan udah jarang jalan lagi.” Shilla merajuk. Dia menggandeng tangan Rio erat. “Ayolah, sayang.” Bujuk Shilla lagi. Tepat saat itu, seorang cewek lewat di depan mereka berdua.
“Gue males, Shill. Lo bisa pergi sendiri.” Ujar Rio ketus. Dia takut kalo orang itu melihatnya. Padahal
orang yang dimaksud nggak perduli sama sekali.
Shilla kaget. “Ya udah, aku bisa pergi sendiri.” Dia pun meninggalkan Rio.

@Malam hari, Rumah Rio
               
                Rio tengah duduk di balkon kamarnya. Sudah seminggu lebih Rio memikirkan kata-kata yang dibilang Ify. Harusnya pemuda itu mengerti karena hatinya adalah miliknya. Dia yang merasakannya dan hanya dia yang dapat mendengarkan nuraninya. Namun sayangnya, pemuda itu hanya belum menyadarinya.
                Tatapan Rio kosong. Matanya menatap lurus ke depan, bukan memperhatikan indahnya pemandangan taman kompleks di malam hari. Dia terlalu fokus akan satu hal. Cara memahami hati.
                “Woi, Yo. Fokus banget. Kesurupan lo.” Kata Alvin sohib Rio secara tiba-tiba.
                Rio kaget dan melotot pada Alvin yang udah duduk di sebelahnya. “Kenapa lo main nyolong? Nggak pake ketok pintu dulu.” Tanya Rio.
                “Elo aja yang nggak nyadar. Udah bosan gue ngetok pintu kamar lo. Tapi lo nggak nyahut sama sekali, si Ray nyuruh gue masuk aja.” Jawab Alvin santai.
                “Lo nggak malem mingguan sama pacar lo?”
                “Demi sohib gue yang akhir-akhir ini berubah. Gue rela nggak sama pacar tercinta gue.” Rio membulatkan mulutnya mendengar jawaban Alvin.
                “Lo ada masalah apa sih, Yo? Gue udah datang ke sini dan gue nggak mau pulang tanpa membawa apa-apa.” Ujar Alvin. Rio tahu apa maksud sohibnya itu, tapi dia memilih untuk bungkam.
                “Selasa kemaren, gue denger gosip kalo lo nembak Ify dan Ify terima lo. Bener?” tanya Alvin. Skakmat bagi Rio, pertanyaan simple itu yang perlu jawaban ya atau tidak, atau hanya sekedar menganggukan atau menggelengkan kepala merupakan alasan utama Rio berubah.
                “Pantes Shilla ngelabrak Ify.” Sambung Alvin. Ternyata pernyataan itu menarik perhatian Rio.
                “Kapan?” Rio mulai bertanya.
                “Sehari setelah lo ‘nembak’ Ify.” Jawab Alvin santai.
                “Lo cerita selengkapnya.” Ujar Rio. Alvin menghela nafas dan mulai bercerita.

Flash back on

                “Lo yang namanya Ify?” tanya Shilla dan memandang cewek berperawakan tinggi namun kurus itu serta berdagu tirus itu.
                “Ya.” Jawab Ify.
                “Lo” Shilla menunjuk Ify. “bener ditembak Rio kemarin?” lanjutnya.
                Ify menghela nafas ringan dan memasang wajah tenang. “Nggak. Dia nyamperin gue buat minta tolong bantu dia minta maaf sama Bu Okky karena dia tertidur di jam pelajaran beliau.”
                “Sampe harus ke taman belakang? Gue punya saksi mata.” Shilla tidak percaya dan menatap Ify sinis.
                “Masalah taman belakang, gue nggak tahu kenapa. Mungkin dia malu kali minta tolong sama gue.” ujar Ify dan memperbaiki letak kacamatanya. “Saksi mata gue nggak percaya. Toh gue yang ngomong sama Rio, bukan saksi mata lo. Terserah deh lo mau percaya gue atau saksi mata lo. Itu urusan lo.” Ify menambahkan.
                Shilla memandang Ify dari ujung kaki hingga kepala. “Ok gue percaya. Lagian nggak mungkin Rio suka sama cewek mata empat dan kutu buku kayak lo. Nggak pantes. Dan lo ingat, Rio itu pacar gue dan selamanya milik gue. So, kalo lo bohong dan Rio memang benar nembak lo. Lo bermasalah sama gue.” ujar Shilla dan tersenyum miring. Senyum meremehkan. “Yuk, guys. Kita pergi.” Serunya kepada dua dayangnya. Angel dan Zahra.
               
Flash back off.

                “Gitu, Yo. Jadi yang bener yang mana?” tanya Alvin diakhir ceritanya.
                “Gue bener nembak Ify.” Jawab Rio. Alvin kaget. “Tapi, dia nolak gue.” tambah Rio. Alvin sebenarnya mau tertawa, secara ini pertama kalinya Rio ditolak cewek. Untuk saat ini dia hanya diam. Cukup dia menjadi pendengar.
                “Gue memang punya rasa sama Ify. Berbeda dengan rasa gue ke Shilla. Selama gue jadian sama Shilla, gue nggak pernah absen memperhatikan Ify. Lo tahu kan orang pacaran, sewaktu gue meluk Shilla atau melakukan hal-hal sejenisnya tiba-tiba perasaan bersalah menghampiri gue. Seakan mengatakan, kalo gue nggak seharusnya berbuat begitu. Hati gue kayak nggak ngijinin gue buat ngelakui itu ke Shilla.” Ucap Rio dan menerawang ke depan.
                “Selama sebulan itu juga gue kangen sama senyum Ify dan tawanya karena selama sebulan juga semua itu hilang. Gue jadi bingung sendiri. Pacar gue Ify atau Shilla. Tapi, semakin lama rasa gue ke Shilla itu hilang. Gue nggak ngerasa dia begitu spesial. Tapi, Ify kebalikannya. Apalagi waktu Ify bilang gue harus memahami dan ngenali hati gue untuk tahu siapa yang sebenarnya hati gue pilih sebelum gue bilang sayang sama orang lain. Setelah gue pikir-pikir selama ini, Ify benar ternyata gue nggak paham isi hati gue. waktu gue ditolak Ify, gue jadi nelangsa gitu. Awalnya gue nembak Ify mau pakai rencana gue dan sekedar main-main gitu, tapi semuanya buyar ketika gue berhadapan sama dia. Yang gue bilang sama dia, sangat berbeda dengan yang gue rencanakan. Gue nggak ngerti sama apa yang gue bilang ke dia.” Cerita Rio panjang lebar. Dia menghela nafas. Alvin hanya mendengarkan karena dia tidak diminta untuk memberi masukan.
                “Apa gue memang belum memahami hati gue, Vin? Sebenarnya siapa yang hati gue pilih.” Tanya Rio pada akhirnya.
                “Menurut cerita lo, gue nangkep kalo lo udah berhasil memahami hati lo dari dulu, Yo. Hanya saja lo nggak nyadar. Untuk siapa yang udah dipilih hati lo, sebenarnya lo udah tahu. Hanya lo nggak peka.” Alvin menjawab. Dia tersenyum ke arah sohibnya itu.
                “Siapa yang dipilih hati gue, Vin?” desak Rio. Alvin hanya mengangkat bahu dan meletakkan tangannya di dada, di hatinya.
                “Siapa?”
                “Orang selalu lo pikirkan dan bukan orang yang ada bersama lo sebulan ini.”
                “Ify.” Ujar Rio lirih.
Alvin mengagguk. “Ify. Orang yang membuat lo penasaran, orang yang membuat lo melakukan hal konyol dan orang yang udah lama melekat di hati lo. Lo aja terlalu bego, Yo.”
“Tapi kenapa dia nolak gue?” tanya Rio masih tidak terima dengan itu.
“Mungkin lo pacaran sama Shilla. Atau mungkin alasan lain.” Jawab Alvin.
Rio merenung. Dia jadi ingat apa yang dibilang Ify waktu itu. “Sebagai angin lalu buat lo.” Sekarang Rio tahu maksudnya. Shilla itu hanya seseorang yang kebetulan ada ketika hati Rio sedikit bertingkah. Mungkin hanya hati Rio udah bosan ngingetin majikannya kalo hatinya itu udah diisi oleh seseorang (emang ada gitu? Bodo deh, di ada-adain aja. .p).
“Bener juga kali. Sekarang gue udah nyadar siapa cinta gue. Masalah sekarang, gimana cara gue mutusin Shilla. Bilang baik-baik gue rasa nggak mungkin.” Ucap Rio dan mengingat bagaimana sifat Shilla.
“Itu urusan lo, Bro.” Ujar Alvin dan melihat arloji ditangannya. “Gue cabut ya, masih jam delapan. Gue kira lo bakal cerita sampai malem, nggak tahunya udah. Gimanapun, gue mau makasih sama lo. Gue nggak perlu malam mingguan bareng lo. Gue mau ke rumah chubby gue.” lanjut Alvin dan berdiri.
Rio mencibir. “Dasar. Kalo lo ketemu Via dan ada Ify, bilang ada salam dari gue. Mario Stevano kangen sama Ify Alyssa Saufika.” Ujar Rio.
“Lebay lo, Yo. Kayak apaan deh.” Timpal Alvin dan ngeloyor pergi meninggalkan Rio.
“Gue harus pergi sebentar.” Batin Rio. Dia masuk ke kamarnya dan menyambar jaket hitamnya.

***********************

                Kalo memang nggak jodoh, selalu ada jalan yang memutuskan hubungan itu. Rio memasuki mall yang memang sering dikunjunginya sama Shilla. Tujuannya hanya satu, ingin membuktikan ucapan Shilla. Apakah gadis itu benar-benar pergi ke mall sendiri.
                Rio segera menuju bagian lantai dua mall. Dia menatap sekelilingnya dan seketika dia tersenyum. Menemukan apa yang dia cari. Seperti dugaannya selama ini. Gadis itu memang tidak sendirian. Rio membawa langkahnya menuju restoran fast food itu dengan santai. Sedikit menyembunyikan identitasnya dengan memakai topi jaketnya.
                “Nggak apa-apa nih, Shill gue jalan sama lo. Pacar lo nggak marah?” tanya cowok di depan Shilla.
                “Lo kayak lupa aja deh, Yel. Kita kan udah sering jalan bareng. Bahkan dari dua minggu yang lalu. Cowok gue itu nggak usah dipikirin. Pacaran sama dia itu membosankan. Kayak nggak pacaran aja. Masa dia nyium gue aja nggak pernah, jangankan itu kalo pelukan gue mulu yang meluk dia. Dia nggak ngebales sama sekali.” Jawab Shilla panjang lebar.
                “Hehehe...tapi lo sempat melabrak cewek yang digosipin ditembak Rio?”
                “Itu Cuma alasan kalo gue masih perhatian sama dia. Gue juga nggak ngapa-ngapain cewek itu. nyetuh dia aja ogah. Kuper banget. Ntar ketularan lagi.
                “Shilla-Shilla. Makin suka deh gue sama lo.” Ucap Iel dan mengecup pipi kanan Shilla. Shilla tersipu-sipu malu.
                “Oh jadi, gini.” Ujar Rio yang datang tiba-tiba. Dia udah panas Shilla ngata-ngatain Ify.
                “Rio?” Shilla kaget dan tidak percaya.
                “Ya, gue. Gue nggak butuh penjelasan lo karena semuanya udah jelas dan sekarang kita PUTUS. Gue ikhlas lo sama dia. Karena gue memang nggak pernah suka apalagi cinta sama lo. Lo itu Cuma angin lalu buat gue. Dan gue minta maaf atas itu.” jelas Rio. Shilla terperangah.
                “Satu lagi, lo jangan pernah ngatain Ify. Dan selamat buat elo berdua.” Ujar Rio dan mau meninggalkan Shilla dan Gabriel. Namun dia menoleh ke arah Iel yang diam dari tadi. “Dia buat elo, berikan apa yang dia ingin itu. Gue nggak pernah ngapain dia.” Bisik Rio ke Iel. Kemudian dia menatap Shilla sekilas dengan tampang sinis.

******************************

Gadis itu menikmati udara malam yang sejuk di depan sebuah danau. Memakai jeans dan kaos panjang serta dibalut jaket biru untuk melindungi tubuhnya dari udara yang menyerang rusuknya. Gadis itu melamun. Ya gadis itu Ify. Ify sebenarnya sangat menyesali keputusannya untuk menolak Rio karena perasaannya untuk cowok itu masih ada dan tetap akan selalu ada dihatinya.
“Gue bego banget.” Caci Ify kepada dirinya sendiri. Dia merutuki kebodohan dirinya.
“Lo nggak bego kok.” Ujar sebuah suara. Ify mengenal suara itu dan dia melihat sekelilingnya. Kedua bola matanya menangkap sosok seorang Rio. Cowok yang membuat dia galau.
“Hai, Fy.” Sapa Rio dengan tersenyum.
“Kenapa lo bisa ke sini?” pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir Ify.
Rio tersenyum (lagi). “Karena gue udah paham dan kenal hati gue. Dan yang penting karena gue udah tahu siapa yang dipilih hati gue.” jawab Rio. Ify tertegun. Jadi selama ini Rio memang melakukan apa yang dia bilang.
“Jadi?”
“Seperti yang lo bilang, Fy. Kalo gue udah tahu siapa yang ada dihati gue, gue boleh datangin orang itu. siapapun dia dan termasuk elo. Sekarang gue udah dihadapan elo karena lo memang pilihan hati gue.” ujar Rio. Dia menatap gadis di depannya ini lekat-lekat. Gadis itu terperangah, kedua bola matanya melebar dan dia kaget pastinya.
“Sebenarnya Alyssa Saufika udah lama menjadi pilihan hatinya Mario Stevano. Hanya saja Mario-nya terlalu bodoh hingga nggak nyadar. Sedangkan Shilla, seperti Alyssa bilang. Dia hanya angin lalu. Lo memang pilihan hati gue, Fy. Karena lo memang memahami hati gue dan gue minta maaf karena telat nyadarin itu.” ungkap Rio lembut dan tulus. Ify tertegun. Gadis itu terharu. Ternyata sesuatu yang hatinya sembunyikan dan menjadikan alasan dia tetap menyukai pemuda itu adalah ini. Karena hatinya udah tahu kalo hati Mario memilih Alyssa.
“Jadi gimana, Fy?”
Alis Ify terangkat sebelah. “Gimana apanya, Io?” tanya Ify bingung.
Rio tertawa pelan dan menepuk jidatnya. Lagi-lagi kebodohannya terulang. “Ceritanya gue mau nembak lo lagi, Fy. Hehehe...” Ify Cuma diem. Dia senang banget. Rio yang bawel jadi diem dan serius. Matanya menatap tepat dimanik mata Ify.
“Gue suka sama lo, Fy. Nggak.” Rio menggeleng. Ify menahan nafas karena kaget. “Nggak.” Batin Ify bingung maksud Rio. “Yang benar. Gue cinta lo, Fy. Ya, gue cinta sama lo.” Sambung Rio. Ify menghebuskan nafasnya. Lega.
“Jadi. Would you be my girlfreind Alyssa Saufika?” tanya Rio lembut. Ify menatap Rio sejenak dan kemudian dia menolehkan kepalanya ke kanan menjauhi pandangan Rio kemudian mengagguk kecil. Hati Rio bersorak.
“Makasih, Fy. Gue bener sayang sama lo. Bahkan cinta.” Seru Rio dan memeluk Ify. Ify tersenyum. “Gue juga udah lama suka sama lo, Io. Karena itu juga gue nolak elo kemarin. Dan lo udah tahu alasannya.” Bisik Ify. Lagi-lagi hati Rio berdegup kencang. Dia senang sekali karena udah menemukan cintanya. Dan dia kembali memeluk gadisnya itu dengan penuh kehangatan.
Sebenarnya Rio udah paham dan kenal sama hatinya. Dia bahkan tahu kalo Ify menyukainya. Tapi hanya saja Rio yang nggak nyadar, kalo dia memang mencintai Alyssa Saufika Umari.

The End



_Shelly Sagita_

6 comments:

Unknown mengatakan...

kya aq hehehe.... tpi sifatx kbalik aq yg bawel,dy yg pndiem... #curhatkepepetceritanya

Unknown mengatakan...

awalnya nyesek... tapi.. walau bagaimanapun shelly selalu buat Rify bersatu.. huhu keren shel..




nurdiana.web.id

Unknown mengatakan...

niceee;;)

Unknown mengatakan...

Bagus ka...Lanjut kan

Unknown mengatakan...

Bagus ka...Lanjut kan

ratnadewi.bloger.com mengatakan...

Semua cerpen rify karya shelly emng selalu T.O.P BGT

Posting Komentar