BAB 4
Arrived
“AAARRRRRRRGGGGGHHHHHHHH...........”
teriakan menggema di hutan belantara. Keenam orang itu melayang seakan baru
saja disedot lubang angin dan kemudian dihempaskan dengan begitu keras. Angin yang
bertiup dengan ganasnya membuat tubuh mereka belum juga mendarat di atas bumi.
Seperti dimusuhi oleh dewa angin, keenam orang itu terus terombang-ambing
dipermainkan angin dan hingga akhirnya...
BRRAAAKKK....
“Ouch...,”
rintih Via. Rasa sakit begitu kentara di tubuhnya. Terhempas dari langit
bukanlah hal yang menarik. Masih mending menerima ketegangan di roller coster
dengan kecepatan cahaya –mungkin–. Via segera berdiri dari posisi terjatuhnya.
Tertelungkup di atas tanah bukanlah posisi yang dia inginkan ketika pendaratan
terjadi. Namun, setidaknya itu adalah posisi yang terbaik dibandingkan terjatuh
dengan bokong duluan yang menyetuh tanah. Itu sakitnya lebih luar biasa lagi.
“Pendaratan
parah banget,” keluh Zahra. Gadis itu tersungkur tepat di depan sebuah batu
besar. Untung saja ia tidak sampai menabrak batu itu. Zahra mengusap-usap
pergelangan kakinya untuk sekedar mengurangi rasa
sakitnya. Jatuh ke bumi dari angkasa bukanlah hal yang menyenangkan terlebih
lagi mendarat dengan tidak elitnya.
Tidak jauh dari tempatnya terjatuh
ia dapat melihat sohibnya Ify yang cederanya sama saja dengan dirinya. Begitu
juga dengan Agni. Zahra menghela napas lega setidaknya di antara mereka
berempat tidak ada yang mengalami luka serius. Rio dan Alvin?? Kedua cowok itu
juga tidak mendapatkan cedera yang parah.
Angin masih berhembus sepoi-sepoi dengan
sejuknya. Bola mata hitamnya melahap dengan rakus pemandangan yang ada di
sekelilingnya. Zahra benar-benar terperangah. Ada yang tidak beres, batin gadis
manis itu. Ia meraih bandul kalung lingkaran yang terbagi menjadi segitiga yang
berjumlah delapannya. Namun sayangnya tidak ada apa-apa yang terjadi. Tempat
ini benar-benar aneh!!! Sangat aneh!!!!
“Pohonnya nggak normal,” ucap Agni
yang langsung di dengar oleh Zahra. Tanpa Zahra sadari ia mengangguk tanda
setuju.
“Bener, Ag. Ini pohonnya kok bisa
segeda raksasa?? Terus…” Zahra terkesiap “Bunga dandelion… bunga itu…. Nggak
mungkinkan bisa sebesar itu??
Berukuran enam meter?? Raksasa dandelion??? Jangan…
jangan….”
“HUUUUAAAAAA APAAAA KITAAAA MNJADI KERDILLL???!!!!!”
Ify histeris duluan daripada Zahra. Zahra melempar tatapan bingung dan tanda
tanyanya kepada Agni. Ia setuju dengan apa yang dibilang Ify. Masa iya mereka
menjadi kerdil??
Kalau benar… Bagaimana cara ia dan teman-temannya bisa kembali ke ukuran
normal???
Zahra melihat Agni menggeleng sebagai
jawaban untuk pertanyaannya tadi. Rasa was-was menghantui Zahra. Kalau ia jadi
liliput gini bagaimana dengan mamanya? Apa ia masih bisa kembali ke rumah??
Melihat mama dan papanya serta kakaknya juga???
“Vi… menurut lo gimana?” Tanya
Zahra kepada Via yang duduk tak jauh darinya.
“Gue nggak tahu, Ra. Ini benar-benar membingungkan. Pohon ukuran raksasa dan
kita menjadi kerdil,” jawab Via lemah. Lalu gadis chubby itu mengamati
sekelilingnya lagi. Via merasa aneh. Kalau pohonnya raksasa mengapa rumput yang
ia pijak tidak berukuran raksasa?? Ukuran rumput masih tetap sama. Bukankah
kalau pohon dan bunga menjadi ukuran raksasa berarti semua tumbuhan berukuran
raksasa, tapi rerumputan tidak. “Gue rasa kita nggak menjadi kecil, Ra. Soalnya
rumput yang kita pijak ukurannya normal kayak biasa.”
Zahra langsung
mengamati rumput di bawahnya setelah mendengar ucapan Via. Senang sekaligus
lega. Ucapan Via benar. Mereka tidak menjadi kerdil. Bahkan Zahra melihat Agni
dan Ify saling bersorak “Kita nggak kerdil” dan itu membuat Zahra terkekeh
geli.
“Norak lo, Fy,”
ucap Rio terdengar oleh Zahra. Zahra langsung mengalihkan perhatiannya pada
sosok teman sekelasnya itu.
“Norak apaan
sih, Yo! Gue itu seneng kalo kita nggak jadi kerdil,” ucap Ify kesal. Zahra
tertawa pelan. Seingat Zahra sebelum mereka menghadapi laba-laba raksasa, Rio
dan Ify berada pada zona pertemanan dan sekarang... lihat? Keduanya kembali
cekcok.
“Gue udah tahu
kalau kita nggak menjadi kerdil. Di sini bukan kita yang mengecil ataupun pohon
dan bunga yang raksasa. Karena memang ukuran tumbuhan di DUNIA ini seperti itu,
tapi nggak semuanya. Contohnya seperti yang Via bilang, rumput yang kita injak nggak
berukuran raksasa. Satu lagi, ukuran hewan juga tetap normal. Kalian bisa lihat
elang di sana,” jelas Rio dan menunjuk ke arah elang yang terbang di atas
mereka.
Zahra langsung
melihat ke langit begitupun dengan Ify, Agni, Via, dan Alvin. Sekali lagi Rio
benar. Ukuran elang tidak berubah. Tetap sama dengan dunia mereka.
“Jadi, kita udah
sampai, Yo?” tanya Alvin dan menarik perhatian Zahra. Gadis itu menatap Rio dan
Alvin bergantian.
Rio mengangguk.
Zahra melihat Rio mengangguk. Sudah sampai? Memang mereka berada di mana
sekarang?
“Kita di mana
sekarang?” Zahra mendengar Agni bertanya dan ia menunggu jawaban dari Rio
maupun Alvin. Alih-alih menjawab Alvin berteriak “TIARAP!!!!!!!!”
Jantung Zahra
berdegup kencang. Rasa khawatir membanjiri dirinya. Ada apa lagi sekarang??
Barusan saja laba-laba raksasa lalu mereka terhempas dan sekarang disuruh
tiarap. Zahra hampir saja berteriak ketika ia merasa seseorang menarik dirinya
dan membuat ia terhempas.
“Elo....” Zahra
menatap Alvin dengan bola matanya yang membesar. Ucapannya terputus saat Alvin
telah berbicara.
“Sssttt.... ada
gagak. Banyak banget. Sorry kalo gue kasar narik elo. Gue udah peringatin, tapi
elo tetap aja diam,” ucap Alvin pelan. Zahra hanya diam mematung. Rio dan Alvin
lebih mengerti perjalanan ini. Ia harus percaya kepada kedua laki-laki itu.
“Vin... Vin...”
Zahra mendengar suara Rio yang memanggil Alvin dari jarak tiga meter. Alvin pun
menoleh ke arah Rio. Zahra memperhatikan keduanya begitu juga dengan ketiga
sahabatnya. Mereka berempat memperhatikan Alvin dan Rio yang saling berbicara
melalui kode.
“Bagaimana
mereka bisa melakukan itu?” Zahra bertanya-tanya dalam hati. “Apa perlu
latihan?” Zahra mencari jawaban dari rasa penasarannya sampai ia mendengar
suara Alvin memanggil namanya “Ayo, Ra.”
Zahra langsung
menoleh ke arah Alvin yang ternyata di sebelahnya telah ada Via. “Kita ke
mana?”
“Kita mau ke
pohon sana, Ra.” Via menjawab disertai anggukan Alvin.
“Ayo cepat.
Siniin tangan elo,” ucap Alvin dan meraih tangan kiri Zahra dan menggenggamnya.
“Tangan elo jangan sampai lepas, Vi,” tambah Alvin sambil menguatkan
genggamannya pada Via. Zahra melepar tatapan bertanya pada Via yang dijawab Via
dengan ekspresi muka seolah mengatakan ‘ikutin aja Alvin’.
Mau tidak mau
Zahra mengikuti Alvin. Mereka bertiga merayap menuju pohon yang berjarak
delapan meter dari mereka. Zahra juga melihat Ify, Agni, dan Rio yang menuju
pohon yang sama. Membutuhkan waktu
sepuluh menit untuk mereka tiba di pohon tersebut.
“Merapat ke
pohon!” perintah Rio. Semua mengikuti apa yang Rio ucapkan. Zahra mengamati
Alvin yang berada di sebelah yang lagi mengamati langit.
“Mereka sadar,
Yo,” desis Alvin.
Zahra melihat
Alvin mengatup rahang kasar. Mimik wajahnya mengeras begitu juga dengan Rio.
Zahra masih bingung. Mengapa dengan gagak???
“Balik arah aja
gimana, Vin?” Zahra mendengar usulan Rio.
Zahra melihat Alvin menggeleng lalu
menunjuk ke sekeliling pohon. Nasib mereka benar-benar sial. Semua gagak sudah
mengelilingi pohon.
“Lo nggak inget apa kelemahan
gagak, Yo?” Alvin bertanya cepat. Zahra melihat Rio yang berpikir tanpa
mengedip. Bukan terpesona, tetapi menunggu jawaban dari Rio.
“Aaaagghhh....” teriak Via.
“Kenapa, Vi?” Alvin yang sendari
tadi melakukan hal yang sama dengan Zahra, yaitu menunggu jawaban Rio langsung
menoleh ke arah Via.
“Aduh.... tangan gue...,” keluh Via
seraya menunjukan tangannya yang memerah. Zahra melihat Alvin segera menarik
pergelangan tangan Via dan memeriksanya.
“Aawwww.....” kali ini rintihan
Agni yang terdengar. Zahra menyadari bahwa mereka di serang oleh segerombolan
gagak, meskipun tidak mematikan, tetapi lemparan gagak menyakitkan dan membuat
ruam-ruam kemerahan di tubuh.
Zahra menatap sekelilingnya. Apa
tidak ada persembunyiaan yang lain? Gumam Zahra dalam hati. Lalu ia melihat
semak yang cukup jauh dari mereka. “Adaikan semak-semak itu melindungi gue sama
teman-teman,” ucap Zahra pelan sambil menatap dan menunjuk ke arah semak-semak
itu berada.
Whuuussss.......
Angin berhembus dan seketika bola
mata Zahra melotot saat melihat semak-semak berterbangan ke arah mereka.
“Lihat semak-semaknya....”
“Ck... gagak masih ada dan sekarang
serangan semak-semak,” sambar Alvin tak sabar. Dia benar-benar kesal. Tiba di
sini belum selamat masih banyak tantangan.
“Cepet minggir!!!!” seru Ify,
tetapi tidak ada yang bergerak karena ada sesuatu yang menarik perhatian
mereka.
Dan itu dalah hal aneh yang sedang
terjadi. Semak-semak itu tidak menyerang mereka malah melindungi mereka,
meskipun lemparan gagak masih bisa masuk.
“Aneh...,” desis Alvin.
“Meski aneh setidaknya kita aman,”
ucap Agni dan segera menarik Ify menuju bagian semak yang cukup rapat agar
tidak terkena lemparan gagak. “Ngumpet
deh, Vi, Ra, daripada merah-merah kayak gue,” tambah Agni lagi.
Zahra mengikuti apa yang diucapkan
Agni, tetapi di hatinya masih mengganjal. Bagaimana bisa semak-semak itu
terbang tepat setelah ia berpikir bahwa semak-semak itu dapat melindunginya dan
teman-temannya. “Apa ada orang lain di sini?” tanya Zahra terlebih pada dirinya
sendiri dengan suara pelan.
“Orang lain, Ra?” sahut Ify yang
ternyata mendengar ucapan Zahra.
“Eh... gue ngerasa aneh, Fy. Kok
semak-semak itu bisa ngelindungi kita kayak gini?”
Ify manggut-manggut. “Bener juga,
Ra. Kali aja ada orang lain, tapi kenapa ia nggak ke ngehampiri kita atau
mengusir gagak itu. Lihat...” Zahra melihat Ify menunjuk ke arah langit melalui
cela di antara semak-semak “gagak-gagak itu tidak pergi juga. Kalau dia punya
kekuatan untuk itu harusnya ia bisa mengusir gagak kan?”
“Kalian ngebicarain apaan?” Agni
ikutan nimbrung.
“Semak-semak ini, Ag. Kok bisa ya
ngelindungin kita?” Ify menjelaskan dan didukung dengan anggukan Zahra.
“Mungkin ada yang minta kali, Fy,
hehehe...,” ujar Agni dengan nada bercanda.
“Serius tahu!!!!” sungut Ify kesal.
“Eh... tapi, Fy, sebenarnya tadi gue sempet
berandai kalau semak-semak itu bisa ngelindungi kita,” ucap
Zahra pelan.
“HAH???” Ify cengo.
“Coba lo minta lagi, Ra. Siapa tahu memang lo
punya kekuatan ngendaliin semak-semak,” ujar Via yang
sendari tadi hanya diam mengurus ruam-ruam merah
ditubuhnya.
“Tapi... masa sih iya?” Zahra bertanya ragu-ragu.
“Yo, Vin, lo berdua pernah denger soal kekuatan
ngendaliin semak-semak nggak?” Zahra mendengar Via
bertanya pada Rio dan Alvin yang
sibuk mengamati langit dan memunguti apa yang gagak lemparkan serta menghindari
lemparan gagak.
Rio dan Alvin belum menjawab
apapun. Via tampak kesal. “Kok nggak dijawab sih??” dengus Via kesal. “RIO....
ALVIN!!!!!” panggil Via keras.
“Apaan sih, Vi, lo nggak lihat gue
berjuang buat ngehindari lemparan gagak. Lo mah enak ngumpet di sana,” balas
Rio jutek.
“Ya... gue kan Cuma nanya ada nggak
kekuatan kayak ngendaliin semak-semak,” ucap Via pelan. Dia kejer juga
dijutekin Rio kayak gitu. Takut!!!
“Gue nggak tahu... lo coba aja
suruh tuh semak-semak merapat sampai nggak ada cela-celanya biar gue sama Alvin
nggak perlu menghalau kayak gini.”
Mendengar ucapan Rio membuat Zahra
termangu. “Apa dicoba aja?” tanya Zahra dalam hati.
“Iya, Ra, lo coba aja,” ucap Ify
dibarengi dengan anggukan Agni dan Via.
Zahra akhirnya mengangguk dan
menatap semak-semak itu. “Merapat sampai tidak ada cela,” ucap Zahra dalam hati
sambil menunjuk ke arah sekeliling semak-semak.
Lagi-lagi keajaiban terjadi.
Semak-semak itu merapat dengan sendirinya hingga cela-cela tidak terlihat lagi.
“Wow... siapa yang ngelakuin ini?”
tanya Alvin takjub seraya mengamati keempat gadis yang berada di tenda
semak-semak ini. Walaupun dari tadi ia diam, Alvin mendengar percakapan antara
Rio dan Via.
“Zahra... Zahra yang ngelakuinnya,”
jawab Via cepat. “Zahra hebat banget!!! Keren bisa ngendaliin semak-semak.
Cool.” Zahra masih terheran dan merasa
geli mendengar pujian yang dilontarkan oleh Via.
“Beneran elo, Ra?” Alvin memastikan
dan Zahra mengangguk. “Yo... keluarin buku itu, cepet!!!!” seru Alvin tak sabar.
Alvin baru ingat tentang buku itu. Satu buku yang akan berisi tentang
segidelapan cahaya yang diberikan oleh orang itu kepada mereka setahun yang
lalu.
Zahra terus mengamati Rio yang
tengah serius membaca buku tua dipangkuan laki-laki itu. Dia sungguh penasaran
penjelasan apa yang tertulis di buku tentang kekuatan ajaib yang dimilikinya.
“Gimana, Yo?” tanya Zahra.
“Di buku tertulis bahwa Zahra
memiliki kekuatan untuk mengendalikan tumbuhan, bukan hanya semak-semak saja.
Ada juga penjelasan bahwa kekuatan ini sangat langkah dan perlu dilatih agar
tidak membahayakan si pemilik itu sendiri.” Bukannya Rio yang membacakan malah
Alvin yang membacakan apa yang tertulis di dalam buku. “Nah di sini juga
dibilang lagi bahwa si pengendali tumbuhan termasuk keturunan Dewi Acacia,
pemimpin jiwa tumbuhan. Biasanya pengendali tumbuhan bekerja sama dengan ahli
pengobatan sebab pengendali tumbuhan akan memberikan sumbangsih besar dalam
mencari bahan-bahan obatan, seperti nektar.”
“Jadi... selain pengendali tumbuhan
ada ahli pengobatan,” gumam Agni dan membuat mereka saling pandang-memandang.
“Alvin dan Rio nggak mungkin sebab
mereka udah punya pedang. Jadi... tinggal di antara kita bertiga,” ucap Via.
Zahra melihat Agni dan Ify menatap penuh arti pada Rio dan Alvin.
“Kenapa lo berdua? Gue nggak tahu
apa-apa lagi!!” dengus Rio. Dia jengah ditatap oleh kedua gadis itu. Zahra juga
melihat kalau Alvin mengangkat tangan tanda menyerah.
Zahra melihat Ify semakin cemberut.
“Ra, kita beneran aman di sini kan? Gue mau tidur dulu. Capek,” ucap Ify dan
membuat Zahra mengangguk.
Via dan Agni sudah mengambil posisi
berbaring di sela-sela akar raksasa untuk tidur, sementara Ify, Zahra melihat
sahabatnya itu memilih duduk di sela-sela akar raksasa sambil memeluk lututnya
dan menenggelamkan wajahnya di atas lutut untuk tidur. Berbeda dengan Rio dan
Alvin. Keduanya masih sibuk membaca buku tua. Zahra sendiri bingung dan tidak
percaya. Perjalanan aneh. Laba-laba raksasa. Serbuan gagak. Mengendalikan
tumbuhan. Semuanya terasa tidak dapat dipercaya. Yang terpenting sekarang dan
bodohnya ia tidak bertanya, Di manakah ia dan sahabat-sahabatnya sekarang
berada?? Bukankah tadi Alvin bilang ‘kita udah sampai, Yo’. Kata sampai itu
merujuk pada apa? Zahra menghela napas sejenak.
“Sudahlah. Lebih baik istirahat
dulu,” gumam Zahra dan mengambil posisi berbaring yang nyaman untuk tidur
sekedar membuang rasa lelah.
Terima Kasih Sudah Membaca :)
S SAGITA D
0 comments:
Posting Komentar