Sebel-Sebel juga Cinta Tuh! Part 11




Haiii...maafkan baru muncul #berasaadayangnyariaja wkwk
Btw, banyak banget hutang gue #nyadar haha
Kemaren eh...bertahun-tahun menghilang gue memfokuskan diri pada dunia perkuliahan meskipun yah nyolong waktu juga main game online, haha... Setelah berhasil tamat dengan tempo yang sesingkat-singkatnya #dikiraproklamasi mulai kini gue bakal ngelanjutin cerbung-cerbung gue yang pada terlantar dan nggak diurus ini. Kalau ada saran dan kritik silakan tulis di kolom komentar atau bisa langsung chat/inbox di FB gue, S Sagita Dav. Moggo di add teman-teman. FB lama sudah menghilang seperti dia #caileeh... 
Gue sadar banget betapa banyaknya kekurangan ide, penulisan, dan penyampaian dalam tulisan-tulisan gue. Terima kasih udah mau baca selama ini. Meskipun cerita-cerita pada terlantar, tetapi pageviews blog gue tetap naik. Terima kasih banyak. Btw, silakan baca lanjutan cerita ini.


 Sebel-sebel juga Cinta Tuh! [Part 11]

 

“Lo beneran udah sehat, Fy?” tanya Via yang tidak tahu sudah ke berapa kalinya. Gadis ini memang sudah bebal bertanya kepada Ify. “Lo kemaren pingsan, Ify, dan sekarang elo mau ikutan berjualan koran? Siang hari? Tengah hari? Lo nggak mau pingsan lagikan?” cerocos Via.

“Kalo Ify tetap ngotot, Vi, suruh aja pake topi ala meksiko terus pake payung. Jangan lupa lagi, suruh pake jaket yang tebel, celananya panjang, dan pake sepatu. Nah, kalo udah begitu pasti Ify bakal...”

“Iya gue bakal pingsan lagi ada. Lo ngaco banget sih, Shill!!!!!!” Ify mendelik kesal. Please deh, pingsan itu kemaren. Ingat? Yesterday. Ngapain juga masih dibicarain! Lagian, dia pingsan kemaren efek dari rencana yang super duper PHP akut. Ify gagal maning alias gagal total dan itu semua gara-gara... tatapan kesal Ify tertuju pada Rio yang lagi asyik dengan Dea. Bayangin aja? Kenapa nggak kemaren aja sih mereka deketnya? Ify benar-benar greget.

“Gue setuju usul Shilla yang Ify mesti pake topi atau payung” Ify menatap Agni kesal “minus sisanya.” Agni menambahkan dengan cepat sebelum Ify kembali marah.

Via mengangguk-ngangguk. “Oke setuju. Tapi, topinya dapat dari mana? Payung? Nunggu jatuh dari langit?”

Shilla mengebaskan rambut panjangnya ke belakang. Udara panas bercampur dengan asap kendaraan plus aspal hitam yang menjadi alas jalan membuat tubuh gerah. “Kalo payung sih nggak usah bingung, tuh Ify bisa pinjem atau numpang sama si Dea.”

Refleks Ify langsung melihat ke arah Dea minus cowok di sebelahnya. Ify masih kesal. Bola mata Ify membesar lalu ia menggeleng cepat. Payung Dea? Yang bener aja dong!! Itu payung, please, kenapa mesti berwarna merah? Kenapa juga motifnya mesti ‘berseminya bunga’?  Kalau itu payung warnanya normal, hijau kek, biru, ataupun hitam, meskipun hitam payung tradisi ke kuburan, nggak apa-apa, daripada payung dengan motif bunga-bunga. Siang bolong dengan payung motif bunga-bunga bermekaran? Please, emang dia toko bunga? Cepat-cepat Ify menggeleng. “Ogah, ah, gue ogah!” tolak Ify.

Via mendengus. “Pokoknya kalo nggak pake topi atau payung, lo kagak boleh ikutan jualan. Biar gue bilang sama Dayat!” ultimatum Via.

Ify menggertakan giginya. Kesal.

“RIO...!!!!” panggil Shilla dengan suara toanya. Gadis itu melambai-lambaikan tangannya ke arah Rio. “Sini bentaran.”

Tak berapa lama setelah Shilla memanggil Rio, pemuda itu datang menghampirinya.

“Ada apaan?” Rio bertanya langsung.

“Topi lo?” Shilla menunjuk topi hitam Rio.

Rio mengangguk sebagai jawaban.

“Boleh pinjamin Ify. Dia... lo taukan... kemaren...” Shilla mengecilkan suaranya “pingsan,” lanjut Shilla.

“Terus?”

“Ya elah elo. Bener banget gue naksirnya sama Alvin, kalo elo? Gawat banget gue. Lo...” Shilla menunjuk Rio “TELMI BANGET!!!” Suara Shilla meningkat dua oktaf.

“Lo baru tahu, Shill, dia telmi? Kudet lo, Shill!!” balas Ify.

Rio hanya memandang Ify sepersekian detik, lalu ia menatap Shilla lagi. “Oke,” ucap Rio. Dilepaskannya topi hitamnya dan ia berjalan menghampiri Ify.

“Biar lo nggak pingsan lagi.” Rio memakaikan topi hitamnya di kepala Ify. “Gue kasih untuk elo. Gratis!! Gue baikan? Yah secara gue kasihan banget, ternyata titisan nenek lampir bisa pingsan juga. Gue kira memang kuat, eh nggak taunya lemah. Jangan-jangan kekuatan nenek lampirnya habis, nah kalo begitu pasti elo mau bertransformasi jadi...” Rio menatap Ify dengan pandangan menilai dan menyelidik. Alisnya naik turun yang membuat apa yang dilakukannya seolah-olah memang serius. “Yap... lo bakal bertranformasi jadi mak somay. Lo tau kan? Itu tuh... hantu yang suka jualan somay di muka gang.”

Wajah Ify memerah karena marah. “Oh gitu... mentang gue pingsan, gue jadi mak somay?”

“Lah... oh... elo tetap mau jadi nenek lampir? Oke deh, nggak masalah, Ify si Nenek Lampir.”

Ify mengumpat kesal. “Dasar elo Mario Bros Jelek Hitam Kutuan.”

“Dan elo, pingsan. Ify si Tukang Pingsan.”

Ify benar-benar tidak tahu lagi harus bagaimana menghadapi Rio. Semua ucapan yang Ify lontarkan ke Rio ibarat bola tenis yang terus berhasil Rio balikan lagi ke Ify. Ini benar-benar menjengkelkan. “Gue yang pingsan elo yang repot. Nggak ada urusan kali!!!!” seru Ify kesal.

Mata Rio menyipit menatap Ify lalu ia bersedekap. “Nggak ada urusan? Nggak ada urusan???” nada suara Rio meninggi. “Gue yang bawa elo ke UKS dan lo nggak tahu betapa khawatirnya gue saat nemuin elo pingsan.”

“Lo nggak perlu sok khawatirin gue!!” timpal Ify cuek.

Rio benar-benar tersentak mendengar ucapan Ify. Sok khawatirin dia?? Apa sih yang ada di pikiran Ify? Dirinya yang hanya selalu jahil pada Ify? “Di otak elo cuma tahu gue yang selalu menyebalkan?” tanya Rio.

Ify mengangguk-ngangguk dan berkata, “Tuh lo sadar!”

Rio tersenyum samar. “Fine, terserah elo. Mulai detik ini kita putus berantem.”

Ify tersenyum sumringah. “Apa putus berantem itu artinya elo nggak bakal gangguin gue lagi?” tanya Ify penuh harap.

Rio mengangguk.

“Janji?” pinta Ify.

“Jan....janji!” ucap Rio tak yakin. Bukankah dia sudah mengatakannya saat Ify pingsan? Seharusnya dia harus yakin.

Ify benar-benar senang. Perasaan senang itu tak bisa ia sembunyikan. Gadis yang menurut Rio kadang polos, lucu, dan sering marah-marah itu memeluknya tiba-tiba. Rio menengang mendapatkan pelukan tiba-tiba dari Ify.

Thanksssss.... Rio!!!” ucap Ify lalu melepaskan pelukannya. “Gue ke sana ya, Vi, Ag, Shill,” ujar Ify menujuk ke arah Dayat. “Gue mau nanya, apa boleh mulai sekarang jualannya,” tambah Ify. Ketiga sahabatnya mengangguk. Ify melambaikan tangan lalu berjalan menghampiri Dayat.

“Elo yakin, Yo?” tanya Via. Ketika melihat Ify memeluk Rio tadi, entah kenapa Via merasa Ify tidak benar-benar membenci Rio seperti yang sering Ify katakan padanya. Melihat Rio sendiri, Via menyadari kalau pemuda itu selama ini tidak hanya ada untuk menjahili Ify.

“Nggak tahu, Vi...” Rio menggelengkan kepalanya dan bola matanya mencari sosok Ify yang lagi berbicara dengan Daud “... setidaknya dia nggak bakalan lagi pingsan karena gue,” ucap Rio. Kini, dirinya benar-benar terfokus kepada Ify yang tidak lagi berbicara dengan Daud, tetapi Ify telah berada di jalanan dan mulai menawarkan koran-koran edisi siang kepada pengguna jalan.

“Yuk, kita mulai jualan juga,” ajak Agni. “Udah mulai kayaknya,” tambah gadis manis itu. Via dan Shilla mengangguk setuju, sementara Rio masih tetap bergeming di tempatnya.

Rio tidak bergerak sama sekali. Tetap terfokus kepada Ify seperti ini adalah saat terakhir kalinya pemuda tampan itu melihat Ify sebagai ‘Ify’.


BERSAMBUNG KE PART 12...

Terima Kasih
S SAGITA D

0 comments:

Posting Komentar