Cinta Gue itu, Elo!! Part 11


 Cinta Gue itu, Elo!! Part 11




Pagi-pagi seluruh Global Nusantara International High School gembar dengan berita yang menyangkut salah teman sekelas mereka. Seluruh pojokan GNIHS heboh dengan minimal sebuah majalah berada di tangan. Jelas lha heboh kalau berita itu menyangkut seorang Mario Stevano, siswa kelas XI IPA 3.
                Di majalah tersebut tercetak dengan huruf besar ditambah caps lock lagi. DEA CHRISTA MANDA BERPACARAN DENGAN MARIO STEVANO. Pada isi berita heboh tersebut menjelaskan ‘Dua artis remaja Indonesia, yaitu Dea Christa Amanda yang akrab dengan sapaan Dea ternyata selama ini berpacaran dengan sesama artis muda, yaitu Mario Stevano. Kedekatan mereka terlihat pada saat keduanya sedang performs bersama alias duet. Dengan lagu yang bertemakan tentang cinta, keduanya begitu memperlihatkan hubungan yang tersembunyi selama ini. Apalagi, Mario Stevano yang akrab disapa Rio jarang sekali terekspos public tentang kesehariannya maupun privacy-nya, tak bisa disangka kalau pemuda hitam manis itu ternyata kekasihnya Dea Christa Amanda. Gadis yang berparas cantik nan anggun.’
                Pada berita tersebut, dijelaskan pula sesi tanya jawab antara wartawan yang menulis berita ini dengan kedua pasangan tersebut. Ditambah lagi dengan bukti, foto-foto yang dimuat dalam halaman yang sama dengan berita tersebut. Foto-foto itu menampilkan seorang Dea berdiri berdampingan dengan seorang Rio. Jarak keduanya begitu dekat. Kemudian foto-foto lain, foto saat mereka bernyanyi bersama.
                Di tempat yang sama, masih di Global Nusantara International High School, seorang gadis manis berdagu tirus memandang majalah yang sama dengan teman-temannya. Gadis itu membaca rentetan kata demi kata. Matanya nanar saat melihat foto-foto di sana. Apalagi, Rio belum menghubunginya selama seminggu terakhir ini. Apa yang dilakukan pemuda itu??
                Pagi tadi Ify tanpa sengaja melihat majalah tersebut. Ia hari ini naik taxi ke sekolah bersama adiknya Acha. Saat Ify tiba di sekolah Acha, tanpa sengaja matanya melihat majalah yang ada foto Rio-nya. Ify sangka itu merupakan ulasan perjalan acara yang diikuti Rio dan hasil yang pemuda itu capai. Mungkin saja berita Rio yang skill-nya dalam bernyanyi semakin bagus saja. Namun itu semua salah, saat ia membuka lipatan majalah tersebut. Dengan perasaan tidak tenang yang menyelinap ke dalam hatinya, ia membaca huruf demi huruf yang membentuk sebuah kalimat yang begitu menyakitkan. Tidak disangka oleh Ify, ternyata apa yang Shilla bilang beberapa waktu yang lalu terjadi. ‘Rio sering bertemu artis muda yang dipoles, pasti cantiklah.’ Rio juga laki-laki normal yang pastinya menginginkan seorang gadis cantik. Tidak ada yang salah bila Rio berpacaran dengan Dea. Yang salah adalah bila ia yang menjadi kekasih Rio.
                Air mata Ify merembes. Dia memang belum tahu kebenaran berita ini. Tapi bagaimanapun ia adalah seorang wanita, tidak mungkin hatinya tidak sakit bila mendapat kabar seperti ini. Apalagi, banyak sekali yang mendukung hubungan tersebut. Tadi, Ify sempat membuka akun twitter-nya dan ia mendapati time line-nya penuh dengan berita Rio-Dea. Yodea.
                Dengan air mata yang mengalir, Ify mengamati foto kekasihnya –mungkin masih kekasihnya atau Rio sebentar lagi akan menghubunginya dan menyatakan putus, dengan Dea. Foto itu benar-benar mengambil sisi yang tepat. Yang memfotonya memiliki kemampuan yang sangat amat. Foto tersebut diambil menyamping, terlihat Dea yang berdiri di samping Rio dalam jarak yang dekat. Apalagi senyum Dea yang bergitu lebar. Menunjukan bahwa gadis cantik itu begitu senang. Sementara wajah Rio tidak terlalu terekspos, tidak terlihat aura yang begitu jelas dari foto pemuda itu.
                Ify membenci berita itu. Ia ingin sekali menelpon Rio, menanyakan kebenarannya. Tapi, ia takut kalau sekarang Rio lagi sibuk. Dia sudah berjanji untuk tidak merepotkan Rio dengan hal-hal yang tidak penting. Tapi, apakah ini adalah hal yang tidak penting?? Mungkin saja tidak penting bagi Rio, tetapi bagi dirinya?? Berita ini sungguh penting.
                “Gue nggak tahu sekarang hati lo buat siapa, Iyo. Gue atau artis itu. Tapi, hati gue masih percaya sama lo. Namun, di sisi lain sulit untuk mempertahankan kepercayaan itu,” gumam Ify.
                “HOI, FY!!!” teriak Via, Agni dan Shilla serentak saat melihat sahabatnya itu duduk di taman belakang dengan berlinang air mata. Mereka bertiga berlari menghampiri Ify.
                “Lo nggak apa-apakan, Fy?” tanya Via begitu ia tiba di bangku yang diduduki Ify.
                Ify menggeleng. “Nggak apa-apa kok, Via,” jawab Ify dan menghapus air matanya.
                “Berita itu lebih sering palsu kok, Fy. Apalagi dalam dunia entertainment. Sulit mencari kebenarannya. Gue harap lo nggak kemakan sama berita hoaks seperti itu,” ucap Shilla.
                “Iya gue tahu kok, Shill. Rio nggak mungkin bakalan seperti itu,” ujar Ify dan tersenyum lebar. Ia ingin menunjukan kalau ia baik-baik saja.
                “Kenapa lo nangis?” kali ini Agni yang bertanya.
                “Sisi hati paling cewek gue tergores, Ag. Wajar gue nangis. Walaupun itu sekedar berita yang belom tentu benar atau tidaknya, masih saja menyakitkan,” jawab Ify.
                “Sabar ya, Fy. Rio nggak bakalan kayak gitu, lo harus ikutin hati lo. Karena hati selalu benar,” hibur Via.
                Ify mengangguk. “Tenang aja kok, gue kan kuat. Baru juga berita kayak gini, hehehehe,” balas Ify dan cengengesan. Ketiga sohibnya tersenyum melihat Ify. Tapi dalam hatinya, ia masih merintih. Karena rasa sakit itu masih menggerogoti.
                “Kalau gitu, hapus air mata lo. Kita ke kantin,” ajak Agni. “Tenang aja kita bertiga ditraktir Shilla, pajak jadian,” tambah Agni.
                “Yeeee, kok gue?? Via kan belum bayar PJ- juga. Ify-nya juga belom,” protes Shilla.
                “Kan yang paling baru jadian elo, ya elo dong Shilla,” ucap Via. Pasalnya ia nggak bawa uang, yang benar saja kalau dia yang traktir. Mau dibayar pake apa itu traktiran?? Cuci piring?? Ha to the Ha banget dah, kalau traktir sohib dengan cuci piring.
                “Ya udah deh, mumpung gue baik. Di bawah sepuluh ribu yak??”
                “Pelit lo, yang namanya traktir itu mah terserah orang yang ditraktir dong,” balas Agni tak mau kalah.
                “Hei…hei….kita ke kantin aja sekarang. Kita makan apa saja yang penting Shilla yang bayarnya,” ucap Ify menengahi.
                “Ide bagus, Fy. Ayo hajar kantin,” seru Via dan Agni. Mereka bertiga berlari menuju kantin meninggalkan Shilla yang tertinggal.
                “JANGAN BANYAK-BANYAK DONG, GUE NANTI CUCI PIRING TAHU!!!!” teriak Shilla protes. Yang benar saja!!!

*********

                Rio termenung di dalam kamarnya, kamar hotel maksudnya. Sejak Om Dana memberikannya sebuah majalah sialan itu, pikiran Rio begitu kacau. Ditambah lagi dengan ponsel Ify yang tidak aktif. Rio sudah berapa kali menelpon gadisnya itu, tapi yang menjawab malah mbak-mbak mesin telepon. Rio yakin tidak mungkin Ify belum tahu kabar itu. Jangan-jangan Ify sudah melihatnya lagi. Rio ingin membenarkan apa yang sebenarnya terjadi. Berita itu bohong. Ia tidak sama sekali berpacaran dengan Dea. Meliriknya saja tidak. Tapi Rio tahu kalau Dea suka dengan dirinya, namun sikapnya pada Dea telah menunjukan kalau dirinya menolak semua usaha PDKT yang dilakukan gadis itu.
                Yang paling tidak Rio sangka, ternyata manager-nya itu mau mengambil keuntungan dari berita sialan itu. Rio masih ingat dengan jelas, apa yang diusulkan manager-nya tadi.

Flashback On

                Rio tidak tahu mengapa tiba-tiba Om Dana memanggil dirinya. Meminta Rio untuk mendatangi kamarnya. Rio pun nurut saja, mungkin ada hal penting.
                “Kenapa, Om?” tanya Rio begitu telah di kamar Om Dana.
                “Kamu udah tahu berita ini belum?” tanya Om Dana dan menunjukan sebuah majalah kepada Rio. Mata Rio terbelalak lebar. Ia kaget dengan berita yang dimuat majalah murahan itu. Yang benar saja dirinya berpacaran dengan Dea.
                “Nggak, Om. Kok bisa ada berita kayak gitu?” tanya Rio.
                “Yah, mana Om tahu. kamu-lah yang harusnya tahu. Kamu memang berpacaran dengan Dea?”
                “Nggak mungkin, Om. Nggak,” jawab Rio.
                “Berhubung berita ini telah menyebar, bagaimana kalau kamu benar-benar berpacaran dengan Dea?? Om rasa dia tidak akan menolak kamu, bukankah dia sering mencari perhatian kamu, Rio?”
                “Nggak, Om. Nggak akan pernah. Rio tidak suka sama dia,” tolak Rio cepat.
                “Suka bisa belakangan, Yo. Kalau kamu mau kariermu lebih cepat berkembang, ini jalan tercepatnya. Dea itu sudah sangat terkenal, bila kamu menjadi pacarnya maka kamu akan ikut terkenal juga,” ucap Om Dana.
                “Rio nggak mau, Om. Lagian Rio udah punya pacar. Teman sekelas, Rio,” ujar Rio.
                “Kenapa nggak cerita sama, Om?”
                “Rio kira itu urusan pribadi Rio, Om. Bagaimanapun jangan sekali-kali lagi Om menyuruh Rio berpacaran sama Dea. Rio tidak akan pernah mau. Pacar Rio cuma Alyssa,” ucap Rio.
                Om Dana mengangguk. Dia memang seharusnya tidak mencampuri urusan pribadi artisnya ini. Bagaimanapun Rio adalah keponakannya sendiri. Anak dari kakak perempuannya. Tidak mungkin dia memaksa-maksa Rio. Dia tadi mengusulkan hal tersebut, karena dia kira Rio belum punya pacar.
                “Ya sudah maafkan, Om. Ngomong-ngomong, kenapa kamu tidak cantumkan pada akun jejaring sosialmu kalau kamu punya pacar?” selidik Om Dana.
                “Dia tidak mau orang-orang tahu,” jawab Rio.
                “Kamu atau dia yang tidak mau orang lain tahu hubungan kalian?”
                “Alyssa, Om. Jangan tanya-tanya lagi. Rio pusing, bagaimana dengan Alyssa,” ucap Rio dan mengeloyor pergi. Om Dana terkekeh pelan melihat keponakannya sekaligus artisnya itu.

Flashback Off

                Untung saja manager-nya itu tidak memaksa Rio untuk benar-benar berpacaran dengan Dea. Tidak akan pernah rela ia bila Alyssa digantikan dengan Dea. Tidak akan pernah. Rio kembali mengambil handphone-nya dan keluar dari kamarnya. Ia berjalan menuju kolam renang dan mulai menelpon.
                “Angkat, Fy. Angkat,” ucap Rio tak sabaran. Kali ini teleponnya tersambung, namun yang dihubungi belum juga menangkat telepnnya.
                “Halo,” sapa suara dari seberang. Senyum merekah di wajah manis pemuda itu.
                “Halo, Fy,” balas Rio.
                “……….”
                “Kabarmu bagaimana?”
                “………..”
                “Lo udah tahu berita itu, Fy?”
                “…………”
                “Percaya sama gue ya, Fy. Dihati gue cuma ada elo, berita itu bohong. Lo harus percaya. Empat hari lagi gue masuk sekolah, gue harap pada saat itu lo nyambut gue dengan senyum manis elo. Believe me. My heart just for you and there is on you.”
                “………”
                “Makasih, Ify. Gue kangen banget sama elo,” bisik Rio lirih di telepon. Perasaan lega memenuhi rongga dada Rio. Tidak salah ia memilih Ify menjadi pacarnya. Gadis itu benar-benar ngerti tentang dirinya. Pengertian Ify hanya dapat ia balas dengan kepercayaan. Dia harus benar-benar menjaga kepercayaan yang diberikan Rio. Ia tidak mau Ify krisis kepercayaan terhadap dirinya. Dan bila itu terjadi, bencana untuk dirinya. Di dunia itu, tidak ada dua Ify. Hanya ada satu dan itu Ify Alyssa Saufika Umari. Just one in million people.

*************

                Ify baru saja selesai keramas. Saat ini ia sedang memperhatikan keindahan alam yang tersuguh di depan kamarnya. Ia suka, saat angin menerpa wajahnya. Mengelus pipi lembutnya. Ia tidak perduli bila rambutnya berantakan bila terpa angin. Ia suka.
                Tiba-tiba handphone-nya yang tergeletak begitu saja di atas meja belajarnya berbunyi dan bergetar. Ify cepat-cepat berjalan menghampiri meja belajarnya tersebut. Ia mengambil handphone-nya dan pupil matanya melebar saat melihat nama Rio di layar handphone-nya. Angkat… nggak….. angkat….. nggak….angkat…
                “Halo,” sapa Ify.
                “Halo, Ify. Akhirnya diangkat juga. Kabarmu bagaimana?” tanya Rio yang terdengar begitu khawatir.
                “Baik, Yo,” jawab Ify pendek. Baik kalau itu keadaan fisik gue yang lo tanya. Kalau hati, gue pastinya nggak jawab baik, Yo.
                “Syukurlah. Lo udah tahu berita itu, Fy?”
                Ify mengangguk, meskipun ia tahu kalau Rio tidak akan bisa melihatnya. “Udah kok, Yo. Gue udah baca dan lihat juga.”
                “Gue harap lo nggak bakalan percaya dengan berita itu, Fy. Percaya sama gue ya, Fy. Dihati gue cuma ada elo, berita itu bohong. Lo harus percaya. Empat hari lagi gue masuk sekolah, gue harap pada saat itu lo nyambut gue dengan senyum manis elo. Believe me. My heart just for you and there is on you."
                “Tenang aja, Yo. Gue selalu percaya sama, lo. Always trust you,” balas Ify. Ia benar-benar akan mempercayai Rio.
                “Makasih, Ify. Gue kangen sama elo,” ucap Rio lirih. Namun, Ify dapat mendengarnya. Sebenarnya ia ingin sekali mengatakan kalau ia kangen juga dengan Rio. Tapi, lebih baik tidak usah. Karena rasa rindunya itu masih dapat ia tahan. Mungkin, mengetahui Ify tidak mengatakan apa-apa, telepon itu ditutup.
                “Gue juga kangen banget sama lo, Rio,” lirih Ify dan menatap layar handphone-nya. Dia akan tetap mempercayai Rio.

***************

                Ify memang tidak salah kalau ia tetap mempercayai Rio. Dua hari yang lalu sejak Rio menelpon Ify, berita tentang Rio yang menjalin hubungan dengan Dea ternyata benar-benar berita kacangan. Murahan. Tentu saja bohongan. Ify lega, Rio bersama manager-nya sendiri yang mengatakan hal tersebut dalam wawancara. Yang paling Ify tidak sangka adalah Rio akan mengatakan kalau dirinya telah mempunyai pacar. Namun, Rio tidak mengatakan siapa pacarnya itu pada saat wawancara itu berlangsung. Ify ingat Rio berkata, “Nanti semua juga akan tahu siapa pacar saya. Tunggu saja waktunya. Dia sedikit pemalu karena itu tidak mau terekspos.”
                 “Fy, lo mau pulang nggak?” tanya Via yang mengagetkan Ify. Shilla dan Agni sudah pergi duluan karena hari ini mereka ada eksul basket dan cheers. Sementara Ify dan Via sama-sama bergabung dalam eskul paskibraka yang hari ini memang tidak latihan.
                “Mau dong, Via,” jawab Ify ceria.
                “Seneng mulu. Eciee….tahu Rio setia banget,” ledek Via.
                “Hehehe….. Ayo pulang, ah,” balas Ify malu-malu. Via mengangguk dan kemudian kedua segera berjalan menuju gerbang sekolah. Saat melewati lapangan, sempat-sempatnya mereka saling bertukar sapa dengan Agni dan Shilla.
                “Ag, tambah mateng lo. Jadi gosong deh,” ledek Via dan dia cekikikan. Ify tahu maksud Via apa, Agni makin hitam saja. Dari kejauhan ia juga dapat melihat kalau Agni mengacungkan tangannya yang terkepal kepada Agni yang hanya dibalas Via dengan sebuah meletan.
                “Ayo, Via. Udah deh lo godain Agni-nya,” ujar Ify. Lalu menarik tangan Via menjauhi lapangan. Kalau dibiarkan lebih lama, ia akan menganggu Agni latihan saja.
                Saat tiba di gerbang, Via dan Ify segera menuju trotoar untuk menunggu angkot. Lima belas menit sudah dilewati dengan sia-sia, tidak ada satu pun taxi maupun angkutan umum yang lewat. Tiba-tiba sebuah mobil Honda Jazz merah berhenti di depan Via dan Ify.
                “Lo yang namanya Alyssa?” tanya orang itu. Ify mengangguk.
                “Lo sama teman lo ikut kita berdua. Cepat masuk,” perintah orang tersebut. Dengan kebingungan, Ify dan Via masuk ke dalam Honda jazz merah tersebut.

*************

                Ternyata Ify dan Via dibawa ke salah satu daerah yang sepi. Keduanya bingung, tidak tahu apa yang ingin dilakukan oleh kedua orang tersebut. Dua orang cewek itu memakai kacamata hitam penuh gaya, sehingga Ify dan Via tidak dapat mengenali keduanya.
                “Lo berdua nggak tahu kita siapa?” tanya cewek yang lebih pendek.
                “Nggak,” jawab Via dan Ify berbarengan.
                Kedua cewek itu membuka kacamata yang melapisi kedua matanya dan membuat Ify dan Via terbelalak matanya. “Dea,” desis Ify tertahan.
                “Right. Lo bener gue, Dea. Gue itu ARTIS,” ucap Dea angkuh dan memberi tekanan pada kata artis yang terlontar dari bibirnya.
                “Ada urusan apa lo berdua, nona-nona ARTIS?” balas Via sengit. Ia tidak suka kedua artis ini memandang dirinya dan Ify seperti rendahan.
                “Gue nggak ada urusan sama lo, tapi dia. Alyssa,” sambar Dea cepat.
                “Langsung aja, De. Panes nih, nanti hitam kita,” ucap Angel dan mulai mengipas-ngipas rambutnya yang bak iklan sampho itu.
                “Lo pacarnya Mario Stevano itu?” tanya Dea. Namun ia tidak membutuhkan jawaban dari Ify sepertinya karena ia langsung melanjutkan tanpa perlu Ify menjawab. “Lo harusnya sadar diri, Alyssa. Ngaca dong. Mana pantes lo jadi pacarnya Rio. Rio itu artis dan elo?? Siswi sekolah biasa. Mana jelek lagi. Tirusan dan rambut lo ini lepek banget. Lo nggak selevel dengan Rio.”
                “WOI, NONA ARTIS. Terus yang pantes itu elo?? Dari mana datengnya. Lo artis tapi omongan lo kasar banget. Suka ngerendahin orang. Nggak pantes lo jadi public figure. Cuih,” Via yang membalas Dea.
                “Dea nggak butuh opini lo, gembrot,” ujar Angel. Mata Via berkilat marah dikatain seperti itu. Mana ada yang rela dikatain fat sih. Jelas-jelas ia tidak gendut sama sekali.
                “Lo sadar dong, Alyssa. Bangun dari mimpi lo. Lo itu nggak pantes nyandang pacarnya Rio. Gue yang lebih pantes.”
                “Kenapa? Apa karena lo artis juga? Memang siapa yang kenal Rio duluan, gue atau elo?? Tau apa lo tentang Rio?? Kenapa lo suka sama Rio?? Karena Rio cakep?? Itu doang?? Dasar ambisius,” balas Ify. Ia marah. Sepertinya dia berpacaran dengan Rio adalah kekhilafan Rio yang sangat besar.
                “Lo berani sama gue?? Lo suka sama Rio karena Rio cakep ya kan? Nggak usah muna’ deh,” balas Dea sengit.
                “Terserah elo. Yuk, Vi kita pulang. Artis macem ini, idih deh gue nge-fans. Walo nama lo udah bertebar sejagad raya, kalo tingkah lo jelek kayak gini. Ambisius-an, mana ada orang yang bakal respect sama lo lagi. Cuma fans setia lo yang udah buta yang masih bertahan,” ajak Ify.
                “Tuh denger ya. Gagalkan lo. lo kira sohib gue cewek lemah yang takut sama ancaman lo. Percuma, lo nggak pernah bakal dapetin hatinya Rio,” tambah Via. Ia dan Ify pun meninggalkan Angel dan Dea yang memerah karena marah.
                “Sialan tuh, Ngel,” rutuk Dea kesal.
                “Udah ah, yuk balik ke mobil panes. Nanti ada yang ngeliatin lagi, gue  ogah masuk berita dengan hal-hal memalukan gini,” balas Angel dan kemudian masuk ke dalam mobil.

***************

                Hari ini adalah minggu. Tepat dua hari lagi Rio akan kembali ke sekolah. Saat ini Ify sedang berada di kamarnya. Ntahlah sejak kemarin malam, ia tiba-tiba memikirkan Rio terus. Ia jadi merindukan sosok tegap dan hitam manis itu berada di dekatnya. Berbincang dengan Rio dan memandang setiap lekukan tegas di wajah tampannya.
                “Gue kangen sama lo, Rio,” gumam Ify. Jelas dan wajar saja kalau ia kangen dengan pacarnya itu. Sudah dua belas hari mereka tidak bertemu. “Lo kangen sama gue juga nggak ya?” Ify bertanya-tanya. Sebenarnya itu adalah pertanyaan bodoh yang terlontar dari bibir manis Ify. Bagaimana tidak?? Setiap hari Rio mengiriminya pesan singkat dan tidak lupa kata, Gue kangen sama lo, Fy. Ify sendiri heran dengan Rio, dia tidak pernah berkata “I miss you, Fy” tapi selalu gue kangen sama lo, Fy. Walaupun maknanya sama hanya saja Ify penasaran kenapa Rio selalu mengatakan hal tersebut dalam bahasa Indonesia. Nanti, kalau bertemu Rio dia harus segera bertanya.
                Wajah Rio selalu terbayang-bayang dalam benak Ify. Sepertinya gadis manis itu benar-benar merindukan pangerannya. Senyum Rio……hangatnya pelukan Rio…..cengiran pemuda manis tersebut…..semuanya ia rindukan. Astaga, kenapa dia tidak menelpon Rio??
                Tapi….Ify takut dia akan menganggu jadwalnya Rio. Bisa saja Rio sedang sibuk saat ia menelpon pemuda itu. Berarti dia menjadi penganggu. Ingat Ify….lo harus ingat sama janji elo ke Rio.
                “DOOOLLLL,” kejut Acha ke Ify.
                “Ya ampun, Acha!!!” pekik Ify tertahan.
                “Hehehe….Kak Ify lagi mikilin apa sih?” tanya Acha dan duduk di sebelah kakaknya tersebut.
                “Nggak kok, Cha. Tumben nggak ikut mama?”
                “Kangen sama Kak Ify. Kita jalan-jalan yuk, Ka?” ajak Acha dengan wajah menggemaskannya. Ia menatap Ify dengan sorotan begitu memelas.
                “Memang Acha mau ke mana?”
                “Ke tempat yang ada Kak Lio-nya, habisnya Acha-kan lindu sama Kak Lio. Kenapa Kak Lio jalang ada di tipi?”
                “Kak Rio-nya sibuk, Acha. Dia juga nggak masuk sekolah.”
                “Belalti kak Ify lindu sama Kak Lio juga dong,” tebak Acha dan sukses membuat wajah Ify memerah.
                “Ih….wajah Kak Ify melah. Kayak yang ditipi-tipi,” ucap Acha. Ia memandang wajah Ify dengan sorot mata yang begitu kagum. Seperti baru pertama kalinya ia melihat wajah yang memerah.
                “Udah ah, Cha. Kita jalan-jalan ke taman aja,” ajak Ify. Ia tidak mau adiknya ini terus menggoda dirinya, tanpa Acha sadari sendiri.
                “Ayo, belangkat!!” seru Acha girang. Ify geleng-geleng kepala sendiri saat melihat adiknya ini begitu heboh hanya untuk pergi jalan-jalan.

***************

                Sesuai janji Ify, ia membawa Acha ke taman yang sering ia kunjungi sendiri. Hari ini taman itu tampak ramai. Hari minggu sih, banyak orang yang sekedar berefresing dari kepenatan sehari-hari mereka.
                “Kak Ify ayo jalan. Acha mau lihat ail mancul itu. Ada kolamnya lagi,” ajak Acha dan menarik tangan Ify dengan paksa. Ify hanya menuruti saja kehendak adik semata wayangnya.
                Mata Acha tidak jadi tertarik pada kolam dengan air mancur di tengahnya. Namun ia melirik danau yang terhampar luas di bagian kiri taman tersebut. “Kak Ify kita liat danau ya….ya…ya….?” pinta Acha dengan mengejap-ngerjapkan matanya. Ify geleng-geleng kepala dan segera menggendong adiknya itu agar lebih mudah dibawanya. Lalu ia mengambil jalan bertolak belakang menuju kolam untuk berjalan menuju danau.
                Ify menurunkan Acha saat keduanya tiba di tepi danau tersebut. Tepat di atas tempat duduk dari bamboo, Ify  menurunkan adiknya itu. Lalu ia sendiri duduk di sebelah Ify. Bola mata Acha menatap takjub danau yang terhampar di depannya tersebut. Sebuah danau dengan air yang tenang. Di danau tersebut terdapat bunga-bunga teratai yang memang lagi mekar-mekarnya. Sungguh indah dipandang mata.
                Tanpa Ify sadari, adiknya yang terlalu aktif itu sudah turun dari posisi duduknya dan kini berada di bibir danau. Gadis kecil itu mulai mencelupkan kakinya ke dalam air danau itu dan mencoba berjalan semakin ke tengah danau untuk mengambil teratai-teratai indah tersebut.
                “Cha, Acha haus nggak?” tanya Ify. Namun sang Adik tidak memberi jawaban apa-apa, lantas Ify menoleh ke kananya dan ternyata adiknya tidak ada. Ia memandang ke depan dan terkejut melihat adiknya yang mencoba berjalan di dalam air danau. Acha masih di tepi.
                “ACHHAAA……” teriak Ify panic. Ia segera turun dari bangkunya dan menyusul adiknya itu. Bagaimana bisa ia terlalu lelah lagi untuk kedua kalinya??

************

                “Om, jadwal Rio manggung udah nggak ada kan, Om?” tanya Rio pada manager-nya.
                “Nggak ada, Yo. Kenapa?”
                “Rio mau keluar sebentar, Om. Bosen di sini mulu. Besok udah pulangkan?” tanya Rio untuk memastikan lagi. Om Dana mengangguk dan Rio kemudian meninggalkan Om-nya tersebut.
                Dan di sinilah ia saat ini. Duduk di tepi kolam persis di bangku kesukaannya. Menatap ke sekeliling taman. Ia merindukan sosok Ify. Setiap kali ia ke taman ini, pasti selalu ada Ify. Apakah hari ini ia juga akan bertemu Ify?? Ntahlah….tidak ada yang tahu. Tapi, Rio merasa hatinyalah yang sangat mendorongnya untuk datang ke taman ini.
                Rio memandang pemandangan yang biasa ia pandang itu. Masih tetap sama dengan dua minggu yang lalu. Terakhir kali ia ke sini dan pada saat itu ia bertemu Ify. Lagi….lagi…..Ify. Gadis itu selalu memenuhi ruang hati Rio. Tidak ada yang salah dengannya, ia wajar merindukan Ify. Gadis yang ia sayangi.
                Di tengah asyik-asyiknya menatap pemandangan alam yang mampu mengurangi kebosanannya ia mendengar suara teriakan seseorang. Ia merasa mengenali suara tersebut. “ACHAAA……” bunyi suara itu. Rio tersentak, bagaimana bisa ia melupakan suara tersebut. Itu Ify. Pasti…ia tidak akan salah dengar. Pasti itu Ify. Dan ia tadi berteriak Acha dan di sana juga ada Acha.
                Rio segera mengedarkan pandangannya ke seluruh wilayah taman ini. Tepat saat ia menoleh ke kiri, ia dapat melihat Ify ada di sana. Tetapi kenapa ia berada di pinggir danau?? Dengan segera Rio berlari menuju danau.
                Nafas Rio terengah-engah saat tiba di tepi danau tersebut. “ACHA…..cepet balikk!!!” seru Ify tertahan. Ia bingung, bagaimana harus menarik adiknya yang super aktif itu agar tidak semakin mendekati tengah danau.
                “Biar gue yang jemput Acha,” ucap seseorang. Ify menoleh cepat ke belakangnya ketika ia mendengar suara tersebut. Dan terkejutlah ia saat mendapati seorang Mario Stevano berada di belakangnya.
                “Rio,” desis Ify.
                Rio tersenyum dan segera menggulung celana jeansnya dan melepaskan sepatunya. Ia menelusuri danau tersebut. Di pinggirnya memang tidak begitu dalam. Acha sendiri masih berjarak satu meter setengah dari bibir pantai dan tidak membuat Rio begitu kesusahan menjemput gadis kecil pandai itu.
                “Acha,” panggil Rio.
                Gadis kecil itu menoleh cepat ke sumber suara dan ia mendapati Kak Lio-nya yang berdiri di belakangnya. Acha begitu girang.
                “KAK LIO….ACHA KANGEN LHO…..” teriak Acha riang. Ia bertepuk tangan gembira.
                “Kak Rio juga kangen sama Acha, yuk kita ngobrol di sana,” ajak Rio. Acha mengangguk cepat. Ia akan berjalan, namun Rio telah meraihnya dalam gendongannya. Tidak sulit bagi Rio membuat gadis kecil ini kooperatif.
                “Kak Ify ada Kak Lio….ye….Acha seneng. Kan Acha kangen banget sama Kak Lio,” seru Acha girang saat ia sudah berada di tepi danau.
                Ify menggerutu kesal melihat adiknya itu. Kini sepatu yang dipakai Acha sudah basah semua. “Nakal sih kamunya, Cha. Lihat nih, basahkan sepatunya. Untung saja Acha nggak tenggelem, kalau tenggelem gimana?” omel Ify sambil melepaskan sepatunya.
                “Ih….Kak Ify…..ngomelin Acha mulu. Dasal celewet. Nenek lampil yang celewet itu Kak Ify. Kak Ify mau jadi nenek lampil??” omel Acha balik.
                “ACHAAA……” ucap Ify tegas. Acha diam dan menggerutu.
                “Kak Ify memang celewet Kak Lio. Ih….Acha takut,” gidik Acha dalam pelukan Rio. Rio tertawa geli. Ini yang ia rindukan. Kehangatan diantara kedua kakak beradik Umari.
                “Acha minta maaf sama Kak Ify, kasihan Kak Ify-nya. Kan selama ini Kak Ify yang merawat Acha,” nasihat Rio.
                “Nggak mau. Acha kan Cuma mau ambil bunga telatai itu,” tolak Acha.
                “Ya udah, Acha duduk di sini,” ujar Rio dan mendudukan Acha di kursi bamboo. Lalu ia menoleh ke arah Ify yang lagi sibuk membersihkan sepatu Acha.
                “Sini biar gue aja, Fy,” ucap Rio dan kini ia telah berjongkok di sebelah Ify.
                Ify menoleh cepat ke arah Rio. Ia memandang wajah Rio. Ia rindu pada Rio. Kenapa Ify tidak mengatakannya saja?? Bukankah itu menjadi lebih gampang??
                “Fy…..sini gue aja,” ujar Rio dan menarik sepatu Acha dari tangan Ify. Sementara Ify hanya memandangi Rio. Ia tidak yakin kalau ia benar-benar melihat sosok Rio di sebelahnya. Bagaimana mungkin…..tapi kalau dia mau teliti seharusnya ia sadar, setiap kali dia berada di taman ini pasti selalu ada Rio.
                “Gue kangen sama lo, Rio,” ucap Ify lirih. Ia tak sanggup memendam rasa rindunya. Cinta memang sederhana, cara kerja cinta-lah  yang sederhana lebih tepatnya. Lihat saja, ungkapan rindu merupakan salah satu kerja cinta.
                Rio kaget. Ini pertama kalinya Ify mengatakan bahwa ia merindukan Rio. Merindukan dirinya. Berarti gadis ini benar-benar mencintai dirinya. Satu lagi, ternyata diri Rio memang benar-benar dibutuhkan gadis ini.
                “Gue juga kangen sama lo, Ify,” balas Rio dan segera meraih Ify ke dalam pelukannya. Ia mengacak-ngacak rambut Ify dengan penuh kasih sayang. Gadis ini benar-benar special untuk dirinya dan penuh kejutan. Rio kira, Ify tak akan pernah mengatakan kalimat tersebut kepada dirinya secara dahulu. Dan perkiraannya salah.
                Tiba-tiba Rio merasakan bahunya basah. Ia segera melepaskan pelukannya dan melihat wajah kekasihnya. Ify menangis. Karena apa??
                “Kenapa menangis?” tanya Rio heran dan pelan-pelan menghapus air mata Ify dengan tangannya secara perlahan, takut menyekiti kulit Ify barang sedikitpun.
                “Gue rindu banget sama lo, Rio. Gue kira baru dua hari lagi gue ketemu sama lo. Lo tahu nggak?? Gue rindu sama lo dari seminggu yang lalu. Tapi, gue diemin aja. Gue nggak berani bilang sama lo. dan hari ini, gue nggak menyangka bakal ketemu elo di sini,” jawab Ify.
                Rio tertawa geli menyadari tingkah bodoh kekasihnya ini. “Bodoh,” tuding Rio. “Kenapa nggak bilang kalau rindu, kan bisa ketemu. Lagian jadwal gue juga nggak padat-padat banget,” ucap Rio.
                Wajah Ify memerah. Ia malu. Tentu saja malu. “Gue Cuma takut ganggu elo kok, Yo,” kilah Ify.
                Rio mendengus geli. “Dasar. Alesan aja lo. katanya kalo rindu itu diungkapin aja, siapa sih yang bilang dulu,” ledek Rio. Ify membuang wajah malunya. Jelas dia pelaku yang berkata seperti itu. Lihat sekarang, ia malah bertindak bertolak belakang dengan ucapannya.
                “KAK IFY…..KAK LIO……KOK ACHA DIDIEMIN MULU. SELALU DEH KAYAK GINI. ACHA SEBEL,” teriak Acha. Ia bosan, kenapa lagi-lagi selalu didiemin. Kan nggak mau.
                Rio dan Ify kaget dan kemudian tertawa nyengir kuda bersama. Mereka lupa kalau ada Acha di sini.  “Maaf deh, Cha,” ucap Ify dan duduk di sebelah Acha. Acha membuang muka.
                “Kak Rio minta maaf ya, Acha,” ucap Rio. Kali ini ia yang meminta maaf.
                “Iya, Kak Lio. Nggak apa-apa kok. Celita-celita sama Acha ya? Kan Acha kangen,” ucap Acha manja dan menyuruh Rio duduk di sebelahnya. Ify nyengir ke arah Ify. Sumpah demi apapun cengiran itu menyebalkan.
                “Kok Kak Rio dimaafin, Cha?? Kenapa kakak nggak?? Kan kakak, kakak kandungnya Acha,” protes Ify.
                “Ogah. Nggak mau. Tadi Kak Ify peluk-peluk Kak Lio. Katanya nggak kangen. Dacal. Kak Ify itu gengsi sama Acha,” balas Acha dan kemudian melet-melet. Rio tergelak.
                “Huh. Dasar. Masih kecil lagi. Tahu dari mana kata gengsi?” ledek Ify.
                “Dari sinetlon di tivi yang di SCTV itu. Putih Abu-Abu,” jawab Acha polos. Sumpah demi apapun ia akan melarang Acha menonton sinetron lagi. Adiknya itu, Raissa Arif Umari jadi korban sinetron.
                “Kenapa ketawa?” bentak Ify ke Rio kesal.
                “Nggak. Lo senjata makan tuan. Makanya jujur aja, Yang,” balas Rio dan mengedipkan sebelah matanya.
                “Ya ampun. Adik gue nyebelin, pacar gue genit amat. Bencana…..,” pekik Ify kesal dan meletakan kedua telapak tangannya di kedua pelipisnya.
                Acha menatap kakaknya heran dan bingung. “Kak Ify kenapa sih?? Kok kayak olang gila yang di pasal,” ucap Acha polos.
                 Membuat tawa Rio pecah dan Ify melotot tajam ke arahnya.
                “Kak Ify emang gila,” sungut Ify dan kemudian memutar arah duduknya ke kiri. Membelakangi orang-orang yang menyebalkan itu.

*************


BERSAMBUNG......

0 comments:

Posting Komentar