Cinta Gue itu, Elo!! Part 9
Hari ini akhir pekan, yaitu sabtu. Ify sendirian di
rumah. Acha ikut mamanya pergi ke Bogor untuk menghadiri acara kantor mamanya.
Acha paksa ingin ikut, karena dia rindu dekat dengan mamanya. Jadi Ify
sendirian di rumah. Biasanya ia dan Acha akan cerita-cerita di teras rumah
sambil menatap langit.
Ify termenung sendiri di teras rumahnya. Ia juga baru
menyadari kalau sudah sebulan ia tidak bertegur sapa dengan Shilla. Ify
menghela nafas lelah. Dia sebetulnya juga –Agni dan Via rindu dengan masa-masa
mereka berempat. Ify sudah bilang dengan Agni dan Via, biarlah dirinya yang
meminta maaf kepada Shilla kalau itu membuat Shilla kembali bersama mereka.
Namun dengan tegas, Agni dan Via menolak. Biar Shilla
yang datang meminta maaf karena dia yang salah. Shilla harus belajar berjiwa
besar, biar dia tidak selalu egois. Dan waktunya kini ia belajar.
Shilla masih suka sama Rio nggak ya? Ify bertanya-tanya
dalam hati. Ia sebetulnya tidak rela bila ia nantinya harus membiarkan Rio
bersama Shilla. Sejak SMP Ify mengagumi Rio, rasa itu kemudian berkembang
menjadi sayang dan suka. Hingga akhirnya Ify benar-benar memiliki rasa kepada
Rio. Dia pikir, dirinya dulu hanyalah fans-nya Rio, ternyata ia memiliki rasa
yang lebih.
Sekelebat kenangan dirinya dan Rio yang tanpa sengaja
berputar dalam otaknya. Kejadian pertama kali di restaurant RiFy. Sejak saat
itulah ia dekat dengan Rio. Hingga Rio –mungkin merasa nyaman terhadap dirinya.
Kebaikan-kebaikan Rio kepada dirinya dan perhatian-perhatian yang Rio berikan.
Bila menurut di novel-novel, sikap Rio menunjukan kalau Rio menyukai dirinya.
Tapi, Ify masih ragu. Ia minder bila dekat dengan Rio.
Ify memperhatikan dirinya melalui pantulan kaca
jendela rumahnya. Dirinya tinggi, Ify ingat tingginya seleher Rio. Kulitnya
putih dan hidungnya cantik. Rambutnya nggak lurus banget, sedikit ada
gelombang-gelombangnya. Kesimpulannya, Ify biasa saja. Tidak cantik, tidak
jelak. Sedang-sedang saja. Sementara Rio, dia terlalu sempurna.
Huft….mimpi, Fy. Mimpi. Batin Ify. Memang tidak ada
pilihan. Ia harusnya tidak pernah menyukai Rio. Tapi, dari lubuk hatinya ia
memiliki kesempatan. Apakah kesempatan itu akan ia pergunakan??
“Saaattee……saatteee……” teriak penjual sate gerobak.
Mendengarnya Ify jadi ingat kalau dia belum makan dan males masak. Jadi ia
berlari ke pagar rumahnya dan memanggil penjual sate tersebut.
“Pak, sate ayamnya seporsi,” pesan Ify. Penjual sate
itu mengangguk dan segera menyiapkan pesanan Ify.
“Saya ambil piringnya dulu, Pak. Biar pakai piring
saya saja, takut Bapak nunggunya lama,” ucap Ify. Bapak penjual itu tersenyum
ramah dan mengangguk. Secepat-cepatnya Ify segera berlari ke dalam rumah dan
mengambil piring, sendok, serta minuman. Ia berencana menghabiskan malam
minggu-nya sendirian di rumah dengan menikmati sepiring sate di bawah sinar
bulan. Nggak apa-apa sendirian.
“Ini piringnya, Pak,” ujar Ify setiba di depan rumah.
Penjual sate itu mengangguk dan segera menyiapkan pesanan Ify. Sate itu sungguh
menggugah.
“Ini, Neng,” ucap Penjual sate setelah sepuluh menit
Ify menunggu. Ify menerimanya.
“Berapa, Pak?”
“Dua puluh ribu, Neng,”
Ify mengorek saku di celana tiga perempat-nya, ia
mencari uangnya dan akhirnya ia menemukan uang tersebut. “Ini, Pak. Terima
kasih,” ucap Ify dan kemudian kembali ke dalam rumah.
“Nah, udah siap. Saatnya makan,” seru Ify girang.
Ternyata malam ini tidak terlalu buruk. Ia masih bisa menemukan hal-hal yang
membuat hatinya senang. Memang benar, hidup itu akan bahagia, bila kita
menjalani dengan hal-hal yang membuat hati senang.
Ify sangat menikmati satenya. Ia suka saat mengunyah
daging sate dan rasa kuahnya yang begitu enak. Ify suka. Suka sekali. Lagi
asyik-asyiknya menikmati sate, tiba-tiba bel rumahnya berbunyi. Ify segera,
melihat ke gerbang rumahnya. Ia kaget. Itu Rio?? Atau hanya sekedar baying
Rio??
Untuk memastikan, Ify segera berjalan menuju gerbang
rumahnya. Dan ternyata benar, di sana berdirilah seorang Mario Stevano yang
menyambut Ify dengan senyum menawannya.
“Rio?” gumam Ify.
Rio mengangguk. “Iya dong, Fy. Gue boleh masuk nggak
nih?” tanya Rio.
Ify tersadar, ia buru-buru mengangguk. “Motor lo
masukin juga, Yo,” ucap Ify dan membuka gerbang. Setelah Rio bersama motornya
masuk, Ify segera menutup pintu gerbang dan kembali ke teras dan menikmati sate-nya yang masih lumayan
banyak.
“Wah, ternyata lagi makan malem,” ucap Rio. Ternyata
pemuda itu telah menghampiri Ify yang lagi asyik menikmati satenya.
“Eh iya, Yo,” balas Ify. “Mau makan nggak nih?” tawar
Ify.
“Gue udah di rumah, lo makan aja, Fy,” tolak Rio
halus. “Acha mana, Fy? Kok sepi?” tanya Rio. Rio bertanya kayak sudah sering ke
rumah Ify saja. Padahal ini yang pertama kalinya. Dasar.
“Duduk aja, Yo. Kita di teras aja, Ya? Soalnya Mama
sama Acha pergi ke Bogor,” jawab Ify.
Rio segera duduk di kursi yang di sebelah Ify. “Iya
nggak apa-apa kok,” ujar Rio.
Ify menghentikan makannya dan menatap Rio yang
tertimpa cahaya lampu. Rio benar-benar tampan malam ini. Rio memakai kemeja biru
yang digulung hingga lengannya dan celana jeans hitam. Rambutnya dibuat spike,
seperti biasanya. Ify semakin terpesona. Namun ia berusaha menepis rasa itu.
Bisa-bisa ketahuan sama Rio dong.
“Kenapa ke sini, Yo?” tanya Ify. Memang wajar Ify
bertanya soalnya, ini pertama kalinya Rio berkunjung ke rumahnya, selain
mengantarnya waktu itu.
Alih-alih menjawab, Rio malah tersenyum. “Kangen sama
lo, Fy,” jawab Rio kalem dan sukses membuat gadis manis di depannya ini
ternganga hebat. Padahal baru dua hari yang lalu Rio mengatakan kalau dirinya
rindu pada Ify. Dan hari ini kangen lagi?? Apa dia benar-benar ngangenin??
“Ke….”
“Kenapa, Fy? Masih sama jawabannya kayak kemarin,
karena lo orang terpenting dalam hidup dan hati gue,” potong Rio sebelum Ify
bertanya. Rio menikmati ekspresi tak percayaan Ify. Gadis ini benar-benar.
Benar-benar membuat dirinya gemas.
“Sekarang, gue mau tanya. Lo kangen sama gue juga?”
tanya Rio dan menatap mata bening Ify. Tapi, Ify malah menundukkan kepalanya.
Rio bangkit dari duduknya dan menuju ke tempat Ify. Ia menjatuhkan lututnya di
lantai dan kedua tangannya memegang kepala Ify lalu mengangkatnya. Rio tidak
ingin membiarkan Ify tidak menatap dirinya.
“Lihat gue Ify, lo kangen sama gue juga nggak?” tanya
Rio lagi.
Ify memejamkan matanya. Ntah kenapa ia tidak sanggup
menatap Rio. Rio menghela nafas, ia mencondongkan wajahnya mendekati wajah Ify.
Kemudian…..cup…..bibir Rio mencium kedua mata Ify. Langsung saja Ify melek dan
dia terkejut. Tidak dia sangka, Rio akan mengecup matanya.
“Makanya, lihat gue,” ujar Rio. “Gue tanya lagi, Fy.
Lo kangen sama gue nggak?”
Ify terdiam. Namun, matanya kini menatap Rio.
Harusnya Rio tidak perlu bertanya lagi, apa kurang jelas pancaran yang berasal
dari wajah Ify menunjukan kalau dirinya benar-benar merindukan Rio. Ify tidak
berani menjawab, karena dia siapanya Rio?? Ify bukan siapa-siapanya Rio.
“Jawab Ify. Kalau nggak bisa ngeluarin suara, cukup
mengangguk atau menggeleng,” ucap Rio lembut.
“Kenapa tanya seperti itu?”
“Karena Agni bilang lo kangen sama gue selama gue
pergi. Apa dia berbohong?? Jawab, Fy. Gue Cuma mastiin.”
“Gue memang kangen sama lo, Rio,” jawab Ify akhirnya.
Tadinya ia tidak mau mengaku dan maunya jujur saja. Tapi, ia tidak bisa
berbohong saat mata Rio menembus matanya.
Tanpa banyak omong, Rio langsung menarik Ify ke dalam
pelukannya. Ia sangat senang saat tahu kalau Ify merindukannya juga. Mereka
saling rindu?? Bukannya ini berarti kalau mereka saling sayang??
Ify yang tidak siap kaget dengan pelukan Rio yang secara tiba-tiba. Ia
tidak menyangka kalau dirinya bisa merasakan pelukan dari seorang Mario Stevano
lagi.
“Gue seneng.
Karena lo kangen sama gue, Fy,” ucap Rio yang tidak berusaha melepaskan
pelukannya.
“Iyo, kenapa??
Kenapa gue jadi orang terpenting dalam hidup lo?” tanya Ify pelan. Namun Rio
dapat mendengarnya.
“Karena gue
menyukai lo, Fy. Lebih tepatnya, gue cinta sama lo,” jawab Rio lugas, tegas dan
sangat menunjukan kalau Ify memang yang paling berharga dalam hidupnya.
“HAH???!!! Kok
bisa??” tanya Ify tiba-tiba dan ia berusaha melepaskan dirinya dari pelukan
Rio. Namun, Rio tak membiarkannya. Ia masih sangat rindu dengan gadis ini.
“Gue nggak tahu,
Fy. Yang jelas, dekat dengan lo gue ngerasa nyaman dan baik-baik saja. Saat gue
jauh dari lo, gue merasa ada yang kurang. Saat nggak ngelihat lo, rindu itu
menyelimuti gue terus. Bersama lo gue bisa merasakan ketulusan yang sebenarnya.
Gue ngerasa lo nggak kayak cewek-cewek lain yang bilang suka sama gue karena
gue artis,” jawab Rio panjang lebar.
“Gue memang nggak
kayak gitu, Iyo,” ucap Ify pelan. Rio mengangguk. Dia memang yakin, gadis yang
berada dalam pelukannya ini tidak seperti gadis-gadis lainnya. Yang hanya
melihat Rio dari ketenarannya.
“Jadi….kenapa
kita nggak pacaran saja?” tanya Rio dan mulai melepaskan Ify dari pelukannya. Rio
bertanya seolah mereka mau mencoba jenis rasa pizza yang baru.
“Gue sama lo
pacaran?? Lo nggak salah??” tanya Ify tak percaya.
“Kenapa salah??
Gue cinta sama lo, Ify,” jawab Rio.
“Tapi, gue itu
jelek Rio. Gue minder bila dekat sama lo. Lo nggak takut, ntar fans lo pada
ngejauh. Nanti gue malu-maluin lo aja,” ujar Ify.
“Lo jelek?? Buta
kali yang bilang lo jelek. Lo manis, lagian gue nggak perduli. Gue nggak
perduli sama fisik. Yang gue ingin, lo selalu ada buat gue. Ngedukung gue, ngertiin
gue. Dan gue bakal selalu ada untuk lo, Fy. Kita berdua saling berbagi.”
“Jadi, would you
be my girlfriend, Alyssa??” ucap Rio menyatakan perasaannya pada Ify. Di teras
rumah Ify, diiringi suara jangkrik sebagai backsound, ditemani sinar bulan dan
disaksi-kan oleh jutaan bintang, seorang Mario Stevano Aditya Haling meminta
seorang Alyssa Saufika Umari menjadi kekasihnya.
“Maaf, kalau gue
nggak bisa romantic kayak yang lo mau –mungkin. Tapi, lepas dari segala
keartisan gue, hanya diri gue, seorang Mario Stevano, gue benar-benar sayang
sama lo, Ify,” ucap Rio dan menatap Ify tepat di manik matanya.
Ify tidak segera
menjawab apa yang Rio tanyakan untuknya. Sebenarnya apa yang Ify tunggu lagi??
Bukankah bila mencintai seseorang dan saat orang itu juga memiliki rasa yang
sama dengan diri kita, ditambah lagi orang yang dicintai itu meminta kita untuk
menjadi pacarnya. Tentu saja tanpa berpikir dua kali, pasti menerima. Dan
mengapa Ify belum juga mengatakan ‘iya’ atau menganggukan kepala. Apa lagi yang
ia inginkan?? Bukankah Rio sudah mengatakan kalau dirinya benar-benar
menyayangi Ify.
Ify masih
memikirkan Shilla. Bila ia menerima Rio, apa reaksi Shilla?? Apakah mereka akan
menjadi musuh selama-lamanya?? Apa nanti yang terjadi??
“Kalo masalah
sohib lo yang satu itu, si Shilla. Nggak usah lo pikirin lagi. Dia itu nggak
benar-benar suka sama gue, Fy. Lagian dia udah dijaga sama orang lain,” ujar
Rio.
Ify tercengang.
Benarkah?? Siapa?? Ify benar-benar tidak menyangka. Bagaimana Rio bisa tahu
tentang Shilla?? Dia memata-matai Shilla atau memang sengaja mencari tahu
tentang Shilla?? Sebersit rasa cemburu timbul dari hati Ify. Belum juga
pacaran, dia udah cemburu. Tanpa sadar wajahnya memerah. Rio tersenyum
melihatnya.
“Fy, ini terakhir
gue ngomongnya. Nggak tahu kapan lagi gue bakalan ngomong ini. Besok, minggu
depan atau bulan depan ataupun juga tahun depan. Benar-benar nggak tahu. Gue
mungkin geer selama ini, tapi gue rasa lo juga sayang sama gue. So for the
last, would you be Mrs. Mario??”
Ify tidak langsung
menjawab. Ini terakhir?? Jadi bila ia tidak segera menjawab, maka Rio
benar-benar tidak akan menjadi miliknya. Apa ia rela?? Apa susahnya jujur, Fy.
Nggak usah berbelit-belit lagi.
“Gue dari SMP,
tepatnya kelas VIII sudah memperhatikan lo Rio. Sebelum lo terkenal seperti
saat ini. Hati gue udah kepicut sama lo duluan saat itu. Berhubung gue masih
SMP gue belum terlalu paham dan saat SMA gue rasa gue nge-fans sama lo,
ternyata waktu kelas XI ini, gue benar-benar baru sadar, kalau gue bukan sekedar
kepicut sama lo, bukan sekedar nge-fans, tapi benar gue sayang sama lo,” jelas
Ify. Lalu ia menarik nafas. “Jadi, gue mau kok jadi pacar elo,” lanjut Ify dan
kemudian menundukan wajahnya.
“Gue nggak mau.
Lo bilangnya mau jadi Mrs. Mario, please, Ify,” pinta Rio manja. Alis Ify
terangkat sebelah. Ada-ada aja lo, Yo. Batin Ify.
“Iya, gue mau kok
jadi Mrs. Mario,” bisik Ify ke Rio dan menghambur kepelukan pemuda itu. Rio
kaget dengan reaksi yang diberikan Ify.
“Terima kasih,
Ify,” bisik Rio lembut dan mengusap puncak kepala Ify. Ia benar-benar lega dan
senang.
“Tapi Rio, gue
ada syaratnya. Lo mau ya penuhin?” pinta Ify dengan sangat amat.
“Apa?”
“Pertama, lo
nggak usah kasih tahu orang lain kalau kita pacaran. Kita kayak biasa aja ya?
Tetap pake panggilan gue-elo. Kedua, jangan jemput gue ntar orang-orang pada
heboh. Ketiga, gue janji sama lo nggak akan ngerepotin elo. Nggak akan minta
macam-macam dan selalu dukung elo,” ujar Ify.
Rio kaget syarat
Ify yang pertama dan kedua itu tidak masuk akal. Bukankah kalau orang pacaran,
hal itulah yang paling lazim dilakukan??? “Kenapa dengan syarat pertama dan
kedua?? Lo nggak mau orang tahu kalau lo pacaran sama gue?? Gue begitu
memalukan buat lo, Fy?” tanya Rio sedikit kesal. Kenapa lagi dengan gadis ini.
Ify melepaskan
pelukannya dan menatap Rio. “Ini bukan untuk gue, Rio. Tapi, elo. Kalo tahu lo
punya pacar, fans lo bisa-bisa berkurang?? Sekarang lo lagi terkenal-kenalnya,
gue nggak mau hubungan ini menghancurkan mimpi elo. Gue pernah denger lo
bilang, ‘gue ingin jadi bintang yang benar-benar bintang’. Gue takut, ini jadi
penghalang buat lo. Apalagi fans lo mayoritas cewek, bisa-bisa mereka nggak
terima. Lagian Rio, lo nggak mungkin memalukan untuk gue. Yang gue takut, gue
yang memalukan buat lo,” jawab Ify.
Rio tertegun. Ify
benar-benar memikirkan dirinya. Kenapa bisa dia berpikir yang tidak-tidak untuk
Ify. “Terima kasih Ify. Tapi, kadang-kadang boleh dong gue jemput elo. Masa iya
pacar gue nggak boleh dijemput sama gue. Boleh ya?” pinta Rio sambil mengerjap-ngerjapkan
matanya. Ify gemas dan tawa renyahnya pecah.
“Iya nggak
apa-apa,” Ify menyetujui permintaan Rio.
“Nah, karena lo
punya syarat gue juga. Gue mau lo jangan pernah melihat orang lain. Cukup
melihat gue. Janji, selalu sama gue?”
Ify mengangguk. “Tentu
saja, Iyo. Gue selama hampir empat tahun juga selalu ngelihat elo.”
Rio tersenyum
lega. Lalu ia mencondongkan kepalanya mendekati wajah Ify. Matanya fokus
menatap mata bening di depannya. Ify jadi takut sendiri. Rio mau mencium
dirinya?? Yang benar saja. Tidak boleh. Tidak akan pernah. Ify segera menutup
wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
“Jangan Rio,”
teriak Ify.
Rio tertawa-tawa.
Ini kedua kalinya ia menggoda Ify. Ify membuka telapak tangannya saat mendengar
suara tawa Rio. Walaupun ia tahu Rio menertawakan dirinya, Ify lega. Ternyata
Rio hanta menggoda dirinya.
“Tenang aja, Fy.
Gue nggak bakal ngapa-ngapain lo. Termasuk mencium lo di,” Rio menunjuk bibir
Ify. “gue sayang sama lo, bukan nafsuan. Gue janji bakal jagain lo.”
Ify tersanjung mendengar
ucapan Rio. Ia merasa sangat dihargai. Beginilah seharusnya kalau menyangi
seseorang. Menjadikannya sebagai permata berharga bukan barang-barang murahan
yang kapan saja bisa disentuh.
“Satu lagi, Fy.
Jangan pernah nggak ingetin gue tentang tugas sekolah kayak dulu. Gue
benar-benar sering lupa sama tugas sekolah. Tiga sahabat gue, diragukan untuk
ditanya. Sering kasih tahu kayak dulu ya?” pinta Rio.
Ify mengangguk
tanpa sadar. “Eh…..gue kan nggak pernah ngasih tahu lo kalo ada peer,” ucap Ify
cepat.
Rio terkekeh.
“Udah jangan bohongin gue lagi. Gue tau kok. RA, Rio-Alyssa. Sasari, Alyssa
Saufika Umari. 2406, tanggal lahir gue sama elo. Gue benerkan?”
Wajah Ify
memerah. “Dari mana lo tahu?” tanya Ify.
“Ada aja,
karenanya gue bersyukur. Nggak ngedeketin gue secara langsung, di dunia maya
ngejar-ngejar gue,” goda Rio.
“Udah
ah, Yo. Itu kan dulu. Lagian udah gue deact itu akun,” ujar Ify.
“Dasar!”
seru Rio. “Ngomong-ngomong, Fy, kalau
peluk lo nggak apa-apa kan?” goda Rio sambil naik turunkan alisnya.
Ify gemas banget
dan dengan cepat mencubit kedua pipi Rio. “Dasar mesum lo,” seru Ify.
“Hehehe….nggak
apa-apa, yang penting cinta gue itu elo, Fy,” ucap Rio dan mengacak-ngacak
rambut Ify penuh sayang. Hari ini benar-benar indah. Seindah bintang yang
bertebaran di lautan angkasa.
BERSAMBUNG.....
0 comments:
Posting Komentar