Lovely Maid Part 14
“Gue
kangen banget kita ngumpul-ngumpul di sini berempat!!!!” seru Sivia girang saat
dia dan ketiga sohibnya tiba di kantin dan duduk di salah satu meja.
“Gue memang ngangenin sih, Vi,” ucap Ify
dan mengedip-ngedipkan matanya sok imut. Sivia, Agni, dan Shilla langsung
berlagak muntah-muntah dan kenjang-kenjang mendadak.
“Nggak friend banget sih!!!!” gerutu Ify.
“Lo sih baru duduk aja udah narsis
banget,” ucap Shilla dan disetujui dengan anggukan Agni dan Via.
Ify mencibir. “Lo bertiga mesti cerita
sama gue tentang kerjaan kalian. Udah kerja semua kan?” tanya Ify.
“Gue kerja di bengkel yang nggak jauh
dari rumah itu lho, Fy. Ternyata seru dan asyik banget kalau kerja di bidang
yang kita sukai. Gue sungguh menikmatinya.” Agni memulai ceritanya.
“Setelah jadi tukang otak-atik kipas
angin butut di rumah, lo udah jadi montir beneran. Asyiiiiikkk!!!!” ucap Ify.
“Adawwww!!!!!” rintih Ify kemudian. “Apaan sih, Ag, pake toyor-toyor segala,”
gerutu Ify kesal.
“Lo sih, buka kartu gitu. Diam-diam aja
kali ya. Mau makin diledekin sama senior gila itu,” ucap Agni dan jempolnya
mengarah ke meja yang berjarak tiga meja dari tempat mereka.
Ify mengangguk-ngangguk paham. “Denger
tuh, Fy,” ujar Shilla dan ia cekikikan.
“Kalau gue kerja di toko bunga, Fy.
Bunga-bunganya cantik-cantik tau. Terus gue dapat kiriman bunga,” cerita Sivia.
“HAH????!!!!!” respon Ify, Agni, dan
Shilla kompak.
“Masa sih, Vi?” tanya Shilla tak percaya.
Kok bisa-bisanya sih Via dapat kiriman bunga dari seseorang. Kan selama ini
mereka nggak pernah dapat, kecuali ya di kampong masing-masing dulu. Dan mereka
udah saling cerita. Dan yang nggak mungkin, masa si Tukang Siomay di Kampung
Via dulu nekat ke Jakarta buat ngasih Via bunga. Perjuangan banget, uey.
“Bukan si Tukang Siomay kan, Vi?” kali
ini Agni yang bertanya. Ternyata bukan hanya Shilla yang ingat, Agni juga
ingat.
Pletak… botol kecap plastic dengan isi
seperempat sukses mendarat di kepala Agni. Sadis banget si Via.
“Terus siapa, Vi? Memang ada yang naksir
sama lo?” tanya Ify penuh selidik.
Sivia mengangkat bahu. “Nggak tahu. Yang
gue tahunya, itu bunga udah ada di tas gue. Setangkai mawar merah. Cantik
banget bunganya.”
“Tapi, Vi, kok dangdut banget sih????”
tanya Ify masih bingung.
“Hati-hati, Vi. Kali aja orangnya norak,”
timpal Shilla.
Sivia cemberut. “Lo bertiga nggak banget.
Kan mana tau kali. Tapi jangan dikatain orangnya norak lha, terus dangdut
banget. Kali aja ganteng, kaya lagi.”
“Idiiiihhh…. Mauuuu-nyyaaa!!!!” seru Ify,
Agni, dan Shilla kompak.
Sivia cengengesan tidak jelas. “Enakan
yang baik-baik dong ya. Pada yang jelek. Yang jelas ada orang yang suka sama
gue, wleeeekkkkk!!!!!”
“Awas lo ya!!! Nggak usah ngeledek. Nanti
yang naksir sama gue banyak kali!!!!” ujar Shilla tak mau kalah dan
mengibas-ngibas rambut panjangnya.
“Yeeeeeeeeeeee……” sorak Sivia.
“Iriii…..!!!!” balas Shilla tak mau
kalah.
“Kalau patah hati baru tau rasanya!!!”
ucap Agni dan Ify kalem serta kompak.
“AGNIIIIIIIII IIIIIIFFFFFYYYYYY!!!!!”
jerit Sivia dan Shilla kompak. Benar-benar tidak mendukung, gerutu keduanya.
**************
“Jadi gimana kencan lo sama Saras, Yel?”
tanya Cakka sambil mencomot kue yang berada di meja mereka.
“Saras? Biasa aja. Kacau malah,” jawab
Gabriel.
“Jadi bukan gue aja yang sial. Lo juga,
hahahahhahahha….,” tawa Alvin pecah.
Tanpa Rio sadari dia juga tertawa pelan.
Kemaren dia juga sial dan ternyata Alvin dan Gabriel ikutan sial juga. Memang
sahabat yang kompak.
“Lo kenapa ketawa juga, Yo?” tanya
Gabriel.
“Sama kayak lo dan Alvin. Gue sial juga
kemarin,” jawab Rio santai dan terbayang peristiwa kemaren.
“Gue hampir lupa. Ternyata si Shilla itu
kerja jadi pelayan di restoran yang
deket mall itu. Kemaren waktu gue sama Saras mau makan, ketemu dia,”
ucap Gabriel.
“Terus gara-gara Shilla acara date lo
kacau, karena lo milih ngobrol sama Shilla, malah deketin Shilla. Saras cemburu
dan langsung kabur. Terus lo nggak ngejar Saras sama sekali,” cerocos Cakka.
Dahi Gabriel berlipat, kenapa Cakka bisa
hampir tau semuanya.
“Apa yang Cakka bilang bener, Yel? Jadi
lo suka sama adik kelas miskin itu?” tanya Rio.
Gabriel langsung menggeleng. “Nggak.
Saras memang pergi dan nggak gue kejar. Tapi gue nggak ngobrol dan suka sama si
Shilla. Dia numpahin mie extra saos ke gue. Baju gue penuh saos dan gue suruh
dia bersihin. Dan berhubung nggak bisa, gue suruh dia ganti baju gue,” jawab
Gabriel.
“Baju lo???!!!!”
“Baju gue yang harganya 300 ribu-an itu.
Yang warna item.”
Bola mata Alvin melotot. “Gila lo,
Yel!!!! Mahal banget tuh bagi mereka. Lo nggak tahu kalau mereka kerja buat
hidup dan lo malah nyuruh dia ganti. Gila!!!!”
Cakka dan Gabriel menatap Alvin curiga.
“Kok elo peduli banget sama mereka?” tanya Cakka penuh selidik.
“Biasanya juga elo yang paling anti sama
mereka, Vin,” timpal Gabriel.
Alvin mengangkat bahunya. “Gue cuma kasih
opini gue sih. Tapi, ide lo juga bagus, Yel. Biar mereka kehabisan uang dan
keluar dari sekolah ini.”
Rio mendengar obrolan ketiga sohibnya
seperti angin lalu saja. Dia tidak tertarik untuk menanggapinya. Matanya
memandang ke arah meja yang tidak jauh dari posisinya duduk. Dia melihat adik
kelasnya yang sudah hampir seminggu ini tinggal di rumahnya. Adik kelas
miskinnya. Orang yang telah mengerjainya di rumahnya sendiri.
Tetapi, pagi tadi ntah kenapa ada yang
beda. Rio sendiri bingung. Dia membenci orang miskin karena masa lalunya dulu.
Yang sangat sepele, namun bagi Rio itu sangat menyakitkan hatinya waktu kecil.
Tetapi, pagi tadi, adik kelasnya itu… Entahlah Rio bingung mengatakannya. Yang
dia ingat, pagi tadi Ray sangat girang saat Ify membuatkan bekal untuknya.
Sederhana, tetapi Ray sangat senang. Adiknya itu benar-benar seperti merasakan
kehangatan keluarga. Ntahlah… apa karena Ray terlalu sering di luar negeri dan
memakan makanan yang dipesan oleh mamanya. Rio tidak tahu.
Tetapi, senyum lebar yang merekah di
wajah adiknya sangat menjelaskan kalau Ray sangat senang. Sekotak bekal berupa
nasi goreng favorit Ray dan sekotak lagi sandwich untuk makan siang. Ify
sengaja membuat dua, bahkan pagi tadi Ray memakan sandwich satu iris besar
bersama empat sendok nasi goreng yang disuapi Ify.
Entah kenapa, perasaan itu tidak bisa
dijelaskannya. Ify memang pilihan Ray yang terbaik. Dan pagi tadi yang membuat
Rio semakin bingung dengan dirinya, sejutek-juteknya Ify kepadanya, pagi tadi
Ify masih membuatkannya sarapan, bahkan Ify menawarinya untuk membawa bekal.
Kalau Rio tidak sadar itu adalah sindirian, pasti Rio langsung mengiyakannya.
Masakan Ify benar-benar masakan rumah dan dia suka.
Mata Rio terus memandangi Ify. Tanpa ia
sadari kalau seulas senyum terukir jelas di wajahnya saat melihat Ify tertawa.
“Yo… woi… Yo… lo sial karena apa sih?” tanya
Cakka sambil mengguncang-guncang Rio.
“Eh… apaan sih, Kka. Lo gila!!!!” semprot
Rio kesal.
“Lo itu yang gila!!!! Senyum-senyum
sendiri. Lo liatin siapa sih?” tanya Cakka dan mengikuti arah pandang Rio.
“Ify ya, Yo? Lo naksir?” ceplos Cakka
lagi.
“Gue naksir Ify? Iya, kalo matematika lo
dapat sembilan,” balas Rio tajam.
Cakka mendumel. “Yak ela, Yo. Lo sombong
banget. Tau matematika gue sembilan kebalik,” ucap Cakka manyun.
Alvin dan Gabriel ngakak hebat. Cakka
memang paling lemah sama yang namanya matematika. Padahal dia jago juga di
fisika. Dan ajaibnya, kenapa Cakka lancar itung-itungan fisika, sementara
matematikanya jongkok banget.
“Jadi lo sial kenapa, Yo?” tanya Alvin.
“Biasa, gue nemenin Ray, eh malah
dicuekin. Gue jadi kambing congek doang, mending di rumah juga,” jawab Rio.
“Itu mah bukan sial, biasa aja kali, Yo.
Biasa lo nggak protes,” timpal Gabriel.
Kalo gue cerita yang asli nggak
mungkinkan. Bisa-bisa gue habis diledekin oleh semua, batin Rio. “Udah tingkat
Dewa, Yel. Gue udah bosen,” ucap Rio dan dia beralih pada Alvin. “Terus lo sial
kenapa, Vin?”
“Gue dipalak Aren buat nemeninnya
jalan-jalan. Dan parahnya itu semua karena nyokap gue. Hampir mati kebosanan
gue.”
“Aren kan seksi, Vin. Lo nggak bosen kali
liatnya,” ujar Cakka.
“Gue males. Tiap gue lewat sama dia,
banyak mata tertuju ke dia, gue mah nggak masalah. Yang buat gue bête itu, dia
bergelayut di lengan gue. Gue bête banget!!!!!”
Hahahahahahahaha…. “Syukurin, lo!!!”
ledek Gabriel kejam.
Alvin manyun abis. Dia benar-benar risih
kalau bersama Aren. Ntah kenapa, dia tidak begitu suka. Aren memang cantik,
tapi dia nggak suka liat kecantikan Aren.
“Lo udah ngelakuin apa buat yang itu?”
tanya Rio.
Kali ini wajah Alvin berseri-seri.
“Rahasia dong, Yo. Pasti gue udah maju selangkah. Lo tinggal tunggu aja tanggal
main gue,” jawab Alvin.
Alis Gabriel dan Cakka saling bertaut.
Bingung. Apasih yang dibicarakan Rio dan Alvin. “Apaan sih?” tanya Cakka.
“Rahasia!!!” jawab Alvin.
Tiba-tiba…
“CCCCCIIIIIIEEEEEEE AAAAAGGGGGNNNNIIIIIIIII……..
CCCCCCIIIIIIEEEEE………!!!!!” seru suatu teriakan.
“Ada apaan sih?” tanya Gabriel heran.
“Itu si Miskin ada yang nyamperin,” jawab
Alvin.
“Itu Obietkan? Ngapain dia di meja
orang-orang miskin?” tanya Rio sambil menatap meja itu. Alisnya terangkat
heran, saat mendapati Obiet berdiri di sebelah Ify.
************
“Alesan lo aja, Shill, bilang kerja jadi
pelayan itu buat diet gratisan,” ledek Agni.
Shilla manyun. “Bener tau, Ag. Gue kan
bergerak terus, jadi kalori ditubuh gue itu terbakar habis. Keren kan!!!”
Ify dan Via mengangguk-ngangguk setuju
saja daripada Shilla ngambek, bisa-bisa banjir dah ni kantin.
“Ify… Via… Agni ini nggak percaya sama
gue,” rengek Shilla.
“Cup… cup… Shilla bayi raksasa jangan
nangis ya… cup… cup…,” ujar Via dengan wajah yang penuh perhatian.
“GUE BUKAN BAYI, VIA!!!!!” jerit Shilla
kesal.
Huahahahuahahha…. Tawa Agni, Ify, dan Via
pecah. Enak banget ya ngeledek sahabat sendiri. Huhuhu….
“Hai, Ag,” tiba-tiba suara seseorang
menyapa salah satu dari mereka.
Agni yang asyik tertawa langsung
menghentikan ketawanya. Lalu ia menangkap sosok yang berdiri di sebelah Ify.
“Obiet?” ujar Agni.
Laki-laki yang dipanggil Agni dengan
sebutan Obiet tadi hanya menampilkan senyum lebarnya. “Hehe… Obiet yang lo
tolongin dulu itu, Ag. Masa sih lo lupa?”
Agni meringis, bukan lupa sih sebenarnya.
Hanya saja Agni nggak ngira kalo Obiet sekolah di sini juga. “Nggak lupa sih,
Biet. Gue nggak ngira kalo lo sekolah di sini juga.”
“Awalnya gue juga nggak tau, tapi waktu
gue ke kantin, eh gue liat elo. Pertama gue kira cuma mirip doang, nggak taunya
emang elo. Agni. Manis wajah lo memang Agni banget,” ucap Obiet.
“CCCCCIIIIIIEEEEEEE
AAAAAGGGGGNNNNIIIIIIIII…….. CCCCCCIIIIIIEEEEE………!!!!!” seru Ify, Via, dan
Shilla.
“Agni udah gede ya,” ledek Ify lalu
tawanya pecah.
“Diam lo semua, malu-maluin gue aja,”
bisik Agni. “Maaf ya, Biet. Sohib-sohib gue memang agak nggak waras,” ucap Agni
ke Obiet.
Obiet cuma mengulum senyum. “Oh iya, Ag.
Gue kelas XI IPS 1. Lo kelas berapa?”
“Gue kelas X-3. Jadi gue panggil elo Kak
Obiet, soalnya lo senior gue.”
“Nggak apa-apa. Sip-lah kalo gitu.
Kapan-kapan jalan bareng gue yuk, Ag,” ajak Obiet.
Agni bingung. Ini tawaran ngedate ya??
“Oke. Kalau sempat, Kak Obiet,” ucap Agni. Sementara ketiga sohibnya sudah main
mata. Gila!!!! Gerutu Agni.
“Eh, Fy, Ag, Shill, Vi. Lo bertiga
dipanggil Ibu Ira di ruangannya sekarang,” ucap Acha yang tiba-tiba nongol.
“Kalau gitu gue duluan ya, Ag. Dan
sohib-sohibnya Agni,” pamit Obiet lalu menjauh dari kantin.
“Memang kenapa, Cha?” tanya Ify.
“Nggak tau, Fy. Gue cuma nyampein pesan
aja. Ditunggu sekarang lho. Gue mau pesan minuman dulu. Duluan ya,” pamit Acha
dan menuju konter minuman.
Keempat sahabat itu hanya saling menatap
lalu berjalan menuju lorong keluar kantin.
**************
Saat
ini Ify, Via, Agni, dan Shilla sendang duduk di ruang kepala sekolah bersama
Rio, Alvin, Cakka, dan Gabriel serta ada juga Daud dan Rizky. Mereka sedang
mendengar instruksi dari Ibu Ira, selaku kepala sekolah Global Nusantara
International Senior High School.
“Jadi, dua minggu lagi kami bakalan ikut
lomba tingkat Provinsi di Bogor, Bu?” tanya Agni setelah mendengar penjelasan
dari Ibu Ira.
Ibu Ira tampak mengangguk. “Ya. Nanti di
sana kita disediakan tempat penginapan, sebuah rumah untuk satu sekolah lengkap
dengan bahan-bahan makanan serta snack lainnya. Jadi tidak perlu ada antrian
untuk masalah makanan.”
Semua yang hadir di sana mengangguk
paham. “Lombanya nanti itu apa aja, Bu? Nggak mungkin cuma satu lomba kalau
yang diundang ada sepuluh orang,” tanya Rio selaku ketua OSIS.
“Seperti yang telah ibu jelaskan tadi,
lomba ini tingkat SMA se-Provinsi Jakarta dan diadakan di Bogor untuk
memperebutkan piala bergilir gubernur, jadi ada banyak beberapa cabang
perlombaan. Salah satunya lomba cheers. Nanti, grup cheers akan ikutan juga,
tapi hanya empat orang, anggotanya ibu serahkan dengan Dea dan dia belum
memberikan nama-namanya kepada ibu.”
Ify, Agni, Via, dan Shilla saling lirik.
Kalau seperti ini pasti yang ikut itu adalah Angel, Nova, dan Aren. Memang
siapa lagi sih kandidat terkuatnya? Apalagi ada Rio, Alvin, Cakka, dan Gabriel.
Pastilah mereka berempat.
“Semuanya 14 orang?”
Ibu Ira kembali mengangguk. “Ibu ambil
dulu undangannya dan nama-nama lombanya, biar bisa ditentukan langsung,” ucap
Ibu Ira dan berdiri lalu mengambil sebuah amplop di meja yang tidak begitu jauh
dari kursi tamu.
Tak sampai lima menit, beliau sudah
bergabung kembali bersama anak-anak didiknya. “Jadi ada delapan mata lomba,
yaitu Lomba Cepat Tepat, Jelajah, Dance, cheers, band, duet dan grup, Pidato,
dan Story Telling. Terus ada lomba tambahan sebagai hiburan dan akan diberitahu
setelah tiba di sana,” ucap Ibu Ira.
“Lomba jelajah hanya dibutuhkan 10 orang
dan itu kalian semua. Cheers, Dea dan teman-temannya. Kalau lomba cepat tepat
satu grup untuk setiap sekolah dan diwakili oleh dua orang dengan itu ibu
meminta Rio dan Alyssa sebagai perwakilan sekolah kita. Lomba dance, dipimpin
Gabriel dan Gabriel harus mencari kelompok, minimal berpasangan. Gabriel
mengerti?” tanya Ibu Ira.
Si Ketua Dance mengangguk tegas.
“Lalu lomba band, duet, dan grup ibu
serahkan kepada Rio dan Alvin sebagai pimpinan eskul music. Di lomba duet,
setiap sekolah harus menyiapkan 2 pasang peserta, band dan grup hanya satu. Itu
semua terserah anggota music. Lalu, lomba pidato ibu serahkan kepada Rizky dan
Storry Telling khusus untuk Daud. Mengerti?”
“Mengerti, Bu!”
“Kalau begitu, ibu ingin Rio dan Alyssa
untuk terus berlatih bersama karena materi yang dilombakan semua mata pelajaran
kecuali muatan local, agama, tik, seni budaya, dan bahasa asing. Selain itu
dimasukan semua. Satu lagi, materi dimulai dari kelas X hingga kelas XI. Jadi
ibu harapkan kalian berdua bisa belajar bersama dan kompak karena inti kegiatan
ini ada pada perlombaan cepat tepat,” jelas Ibu Ira.
Ify benar-benar malas kalau seperti ini.
Masa sih dia harus dengan Ketos Mesum itu??? Apa nggak ada yang lain sih???!!!
Mending sama Daud deh atau nggak Rizky. Kalau seperti ini, Ify mesti selalu
dekat dengan Rio. Apaan sih???!!!!! Mau gigit jari rasanya.
“Baiklah, Bu. Nanti Rio akan mengajari
Ify,” ucap Rio.
Ify melotot kesal. Apa-apaan sih. Gue
juga nggak bakalan kalah, batin Ify kesal.
“Silakan latihan mulai hari ini karena
lombanya tanggal 12 September dan itu ternyata tidak sampai dua minggu lagi,
hanya sekitar 10 hari. Jadi manfaatkan waktu sebaik-baik mungkin.”
Kesepuluh siswa-siswi itu mengangguk
paham. “Baiklah, kalau begitu kami semua permisi, Bu,” pamit Rio sebagai
perwakilan dan Ibu Ira mengangguk.
************
Setelah
keluar dari ruang kepala sekolah, Daud dan Rizky langsung menuju guru Bahasa
Indonesia dan Bahasa Inggris untuk membuat jadwal latihan karena kalau tidak
begitu, kesempatan untuk menang sangatlah kecil.
Sementara, Gabriel dia langsung menarik
tangan Shilla. “Lo ikut gue ke ruang latihan. Berhubung cuma gue dan elo anak
dance, jadi lo ikut gue. Kita bakalan lomba berdua,” ucap Gabriel dan membawa
Shilla menuju ruang latihan dance.
“Woiii… lo gila!!!!!” teriak Shilla.
“Jadi lo mau latihan buat LCT dulu atau
music, Yo?” tanya Alvin.
“Kita tentuin tentang music dulu, nanti
LCT pulang sekolah bisa kok. Kan lo sama Via mau latihan juga,” jawab Rio. Lalu
dia menatap Cakka dan berkata, “Lo ikut ya, Kka. Kita tentuin yang band.” Cakka
mengangguk.
“Kalo gitu Agni juga ikut,” sambar Via
cepat. Dan mereka setuju-setuju aja.
Kemudian keenam orang itu segera menuju
ruang music yang sedikit jauh dari ruang kepala sekolah. Setelah lima belas
menit berjalan, akhirnya mereka tiba juga di ruang music yang memang sedikit terpojok
karena dibutuhkan suasana yang pas untuk berlatih music.
Alvin membuka pintu ruang music hingga
menghasilkan bunyi berderit. “Cepetan masuk,” ucap Alvin.
Setelah semuanya duduk di dalam ruang
music, Rio sebagai ketua eskul music segera ambil alih. “Berdasarkan instruksi
Ibu Ira, kita mesti kerja sama. Dan lo bertiga mesti kooperatif,” ucap Rio dan
menunjuk Ify, Agni, dan Sivia.
“Pertama dari yang band, pasti
personilnya gue, Alvin, Gabriel, dan Cakka. Nanti kita bakalan yang nentuin apa
lagunya. Punya usulan?”
Via mengangkat tangan dan sebelum di
suruh dia langsung berbicara, “Gue kira mesti nambah anggota, Kak Rio. Kan elo
berempat cuma ada yang main bass, gitar, drum, dan nyanyi. Gimana kalau
tambahin Agni sama Ify. Agni main gitar dan Ify keybord. Mereka bisa kok, jago
lagi. Kan bisa hidup tuh musiknya, lebih keren lagi. Satu lagi, nanti Ify jadi
backing vocal-nya Kak Rio, suara Ify keren untuk yang kayak gitu.”
Rio menatap Ify penuh selidik. “Via aja
kalau backing vocal, kan suara lo juga tinggi, Vi,” ucap Ify.
Via menggeleng. “Nggak bisa, Fy. Kalau
vocalis-nya dua nggak mungkin. Kan kalo elo, elo enggak dianggap vocalis karena
lo main keybord. Yak an?”
Alvin mengangguk paham, begitu juga
dengan Cakka. “Jadi, lo mau nggak sih Agni dan Pinky?” tanya Rio.
Ify mendengus kesal. Apaan sih
manggil-manggil Pinky, gerutu Ify. “Gue setuju aja,” jawab Agni.
“Hoi, Pinky!!!!” seru Rio tak sabar.
“Iya-iya,” ucap Ify cepat.
“Terus yang grup, gue kira biar gue, Rio,
Ify, sama Via aja. Kita kan udah lumayan sering latihan saat eskul. Gimana?”
tanya Alvin.
Semua langsung setuju.
“Gue udah ikut band, ikut LCT, masuk grup
juga??? What the hell banget,” batin Ify.
“Terus yang duet gue kira dari anak music
juga aja kali, Vin. Lo sama Via dan Rio sama Ify. Fix gitu aja dah,” usul Cakka
santai.
Mata Ify melebar. Yang benar aja dong
kalau dia ikutan juga. Memang dia robot. “Kok nama gue ada mulu. Gue ikutan
band, LCT, grup, dan duet lagi. Lo semua kira gue nggak capek. Yang lain dong.
Ketos Me…”
Rio langsung membengkep mulut Ify dengan
telapak tangan kanannya. Ify meronta-ronta. “Iya nggak gue bilang,” ucap Ify
saat Rio melepas bekapannya. Alvin dan Cakka cengo melihat adegan ini, namun
Rio tidak ambil pusing.
“Maksud gue yang lain aja deh, Kak Rio.
Masa iya gue ikut empat mata lomba. Kak Rio sama Kak Dea aja ya yang duet?”
pinta Ify dengan suara yang dibuat sangat manis.
Rio menggeleng. “Udah fix. Bukan lo aja
kok, gue juga. Jadi lo ada temannya,” ucap Rio tegas dengan nada tanpa
penolakan.
Tiba-tiba Ify merasa ciut juga. Dalam
hati dia juga mengomel, dulu-dulu pengen banget mengusirnya dan ketiga
sohibnya, tapi sekarang????!!! Pengen banget Ify nelan hidup-hidup si ketos
Mesum.
“Gitu aja, Vin? Lo sama Via mau latihan
dulu nggak apa-apa deh. Eh, Kka lo sama terserah mau latihan atau ngajarin si
Agni dulu. Gue mesti bawa si Pinky ini ke perpustakaan, mau ambil buku buat
bahan latihan,” pamit Rio dan menarik pergelangan tangan Ify.
***********
Ify
benar-benar kesal. Rio semaunya saja. Dulu-dulu ogah dekat dengannya, tapi
sekarang??? Kok bisa kakak kelasnya super kaya ini menggandeng tangannya.
Dasar!!!!!
“Lo kenapa ngedumel mulu?” tanya Rio di
sela-sela perjalanan mereka menuju perpustakaan.
Ify kaget. Kok tau ya? batin Ify. “Siapa
juga yang nggak ngedumel kalo lo narik tangan gue gini. Lo kira gue kambing
piaraan, sampai elo tega narik-narik gue,” omel Ify.
Rio menghentikan langkahnya hingga Ify
menubruk badannya.
“Kenapa berhenti sih?” tanya Ify.
Rio menatap Ify lekat-lekat. Tidak tahu
apa yang dipikirkan pemuda itu. “Nanti, lo pulang cepat. Cepat-cepat jemput
Ray. Gue ada urusan,” ucap Rio.
Dahi Ify mengerenyit. Apaan sih maksud
kakak kelasnya ini. Ngapain juga ngomong kayak gini? Dia juga tahu kok, kalau
pulang sekolah cepat-cepat jemput Ray. Tapi mau tak mau Ify mengangguk dan
dapat dia rasakan Rio kembali menarik tangannya dan berjalan menuju
perpustakaan.
Ketika Rio dan Ify tiba di perpustakaan,
Rio langsung membawa Ify menuju buku kumpulan soal dan materi lomba cepat tepat
umum tingkat SMA. Dan Rio langsung menarik salah satu buku yang berada di rak
itu.
“Kita duduk di sana aja,” ucap Rio sambil
menunjuk bangku yang berada di dekat jendela.
“Kita langsung latihan?” tanya Ify.
Rio mengangguk dan melihat jam yang
melingkar di pergelangan tangannya. “Kita punya waktu satu jam untuk latihan
sebelum pulang sekolah.”
“Gue dulu ngasih lo pertanyaan,” ucap Ify
dan mengambil buku yang digenggaman Rio. Kini mereka berdua sedang duduk
berhadapan. “Eh, pinjam hape lo, Ketos Mesum,” pinta Ify.
Alis Rio terangkat sebelah. “Buat apaan?
Lo nggak punya hape?” tanya Rio.
Ify mengangguk sambil menggerutu.
“Lo kan miskin,” ceplos Rio dan mengambil
blackberry-nya di saku celana. “Jangan sembarangan lo. Awas rusak. Mahal tuh.”
Ify mengambil blackberry Rio dan mencoba
membukanya. Dia bingung sendiri. Gimana sih cara membukanya? Ify bingung.
Tombol kuncinya di mana sih? Tanyanya dalam hati.
Rio memperhatikan adik kelasnya itu
melalui ekor matanya. Mau banget dia menertawakan si Pinky ini. Masa buka
blackberry aja nggak bisa. Dusun banget.
Sumpah. Ify cuma ingin membuka fitur sms,
buat ngetik berapa soal yang bisa di jawab seniornya ini. Nggak yang lain. Tapi
dia tidak bisa sama sekali. Ify melirik Rio pelan-pelan. Kakak kelasnya itu
cuek aja sambil menatap ke arah jendela. Dan dia?? Haruskah Ify bertanya kepada
kakak kelasnya itu? Pasti langsung dibilang kampungan. Dan Ify capek mendengar
kata kampungan.
Ify mencoba sekali lagi. Tetapi dia juga
tidak bisa. Saat terjadi kesalahan Ify melihat instruksi yang tertera, walaupun
bahasa inggrisnya nggak jago-jago amat, tapi Ify mengerti apa yang dimaksud
oleh si Instruksi dan dia segera mencoba. Hampir saja senyum bahagia merekah
dibibirnya, tapi langsung pupus saat itu handphone meminta password-nya. Dan
dengan terpaksa dia memanggil Rio.
“Kak Rio… Kak Rio… gimana bukanya sih?”
tanya Ify sehalus mungkin, kali-kali aja bisa mengurangi umpatan Rio untuk
dirinya.
Rio menoleh ke arah Ify dan mendapati
adik kelasnya itu menyodorkan blackberry-nya. “Kenapa?”
“Gue nggak bisa bukanya. Gimana sih?”
Rio segera mensejajarkan tubuhnya dengan
Ify. “Gini, lo liat baik-baik. Pertama tekan tombol ini, terus yang ini,”
instruksi Rio.
“Itu juga gue bisa,” timpal Ify.
“Terus kenapa lo nanya?”
“Itu minta password.”
“Ini password-nya, Rio24106,” ucap Rio
sambil memasukan passwordnya. “Terus buat apa lo pinjam hape gue?”
“Cuma buat nyatat berapa banyak
pertanyaan yang bisa lo jawab,” ucap Ify dengan wajah kalemnya.
Rio jadi diam dan menyodorkan
handphone-nya pada Ify. “Tinggal lo ketik kayak biasa aja.”
Ify mengangguk. “Oke pertanyaan pertama.
Siapa pahlawan yang menjadikan nyawanya sebagai jaminan akan dilaksanakannya
proklamsi pada tanggal 17 Agustus 1945 apabila Soekarno Hatta segera diantarkan
ke Jakarta? Waktunya sepuluh detik.”
Rio tampak mikir. “Nggak ada pilihannya?”
tanya Rio.
“Lo kira soal ulangan semester. Cepat
jawab udah lewat dari sepuluh detik,” semprot Ify.
Rio meringis. “Ahmad Soebarjo kali,”
jawab Rio asal.
“Kok benar?” gumam Ify untuk dirinya
sendiri.
“Gue benar tuh??? Gue memang pinter,”
ucap Rio pede.
Ify langsung mencibir. “Udah lewat
sepuluh detik kali. Nggak dihitung,” timpal Ify.
“Dihitung kali. Kan baru juga latihan,”
protes Rio.
“Ogah!!!”
“Hitung!!!”
“Ogah!!!”
“Gue cium lo. Hitung!!!”
“Iya!!!!” seru Ify cepat. Jangan sampai
dah.
“Oke. Pertanyaan kedua, lo udah bisa
jawab 1. Pasti kali ini lo nggak bisa. Dengerin baik-baik.”
“Cepetan Pinky!!!”
“Sebuah tangga homogen AB diam pada
dinding lincin dengan kemiringan tertentu terhadap arah mendatar. Panjang AB= 5
cm dan AC= 3 cm. Tanah adalah kasar dan berat tangga 100 Newton. Jika batang
tepat akan menggeser berapakah besar koefisien gesek statis tanah? Waktu 60
detik.”
“Itu susah?? Gampang banget kali!!!” ucap
Rio pede.
“45 detik lagi.”
“Gampang!!! 2 per 3.”
Bola mata Ify melebar. Kok bisa dijawab
lagi? Tanpa coret-coretan pula, batin Ify. “Lo curang!!! Pasti lo udah baca
soal ini,” tuduh Ify.
“Akuin aja kalo gue pinter. Mana mungkin
gue udah baca. Kalo udah belajar baru benar. Di kelas gue udah belajar materi
itu dodol.”
Ify cemberut dan melirik jam dinding.
“13:12 gue dapat dodol,” gerutu Ify. Ify mengetik angka 100 lagi di
handphone-nya Rio.
Ify benar-benar mati kutu, Rio bisa semua
menjawab soal yang dia sebutkan. Hingga soal terakhir kali ini tentang PKn.
“Masih ada soalnya? Mana biar gue jawab,”
ucap Rio sombong.
Ify mencibir. “Nih, soal terakhir buat
lo, sebutkan bunyi pasal 31 ayat 5! Waktu 12 detik.”
“Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan
dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa
untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia,” jawab Rio tepat dan
lugas.
Ify ternganga. “Gue akuin lo pintar. Tuh
gentian. Lo bisa jawab semua soal. Berarti nilai lo sempurna. 1000,” ucap Ify
kesal.
Rio tertawa bangga. “Sini bukunya,
gentian. Nggak usah kesal, jelek lo!!!” ledek Rio.
“Nggak usah ngeledek. Cepat bacain
soalnya,” tantang Ify.
“Pertanyaan pertama, siapa penemu fosil
manusia purba pitchecan tropus erectus?”
“Eugene Dubois.”
“Seratus.”
“Gue pintar juga, Kan,” seru Ify bangga.
“Diketahui 2log 3 = x dan 2log
10 = y. Maka, nilai 6log 120 =…”
Ify melotot. Kok soal log sih? Dia kan
kagak ngerti yang kayak gitu. Ify terdiam.
“Buruan jawab,” ujar Rio.
Ify menggeleng. “Gue nggak bisa.”
“Oh gini yang namanya pintar,” ledek Rio.
Ify manyun. “Nanti gue belajar. Cepat
pertanyaan lain aja.”
“Fosil manusia purba disebut Homo
Wajakensis karena….”
“Gampang. Ditemukan di desa Wajak.”
“Bingo.”
“Manusia purba tertua di Jawa disebut
dengan…”
“Meganthropus paleojavanicus.”
“Arti dari Pithecan thropus erectus
yaitu…”
“Manusia kera yang berjalan tegak.”
“Good.”
“Gue pintar tau!!!” seru Ify pede.
“Wajar aja lo bisa jawab. Semua
pertanyaannya tentang saudara lo. Kan muka lo muka manusia purba,” ledek Rio.
“Dasar ketos mesum!!!!!!” seru Ify kesal.
Rio tertawa ngakak. Ify hanya diam dan
memperhatikan kakak kelasnya itu. Ini pertama kalinya dia melihat Rio tertawa.
Dulu… tatapan mata Rio terlalu dingin untuknya.
Merasa diperhatikan Rio berhenti tertawa.
“Nih lo baca buku dulu. Gue mau tidur. Waktu gue bangun, gue tau lo udah bisa
jawab dan ngerti cara penyelesaian untuk soal hitungan,” ucap Rio dan
memberikan buku soal lalu mencari posisi enak untuk tidur.
Ify hanya diam dan menerima buku yang
disodorkan Rio. Awalnya, Ify membaca soal-soal yang tidak membutuhkan hitungan
dan mencoba menghapal. Tiba-tiba handphone Rio berbunyi dan Ify segera
meraihnya.
1 message from Dea
Km di mana sih, Yo?
Nanti aku tunggu di parkiran.
Kt jd jlankn hri ini??
Aku tunggu.
Love you :*
“Oh ini yang dibilang urusan tadi,”
gumam Ify dan meletakkan kembali blackberry-nya Rio. Diam-diam Ify
memperhatikan wajah Tuan Mudanya ini. Tampan, Ify akui. Dulu, saat pertama kali
melihat Rio, Ify memang sudah mengakui kalau kakak kelasnya ini tampan. Tapi,
sejak insiden tanda tangan, Ify benar-benar kesal dengan Rio ditambah lagi
dengan Rio sangat menunjukkan ketidaksukaannya pada orang miskin dan itu adalah
dirinya.
Ify tersadar, kalau Rio terlalu
cungkring. Ify mengingat-ingat selama ia tinggal di rumah Rio, Rio memang
jarang sekali makan. Apalagi Ify juga jarang memasakan makanan untuk Tuan
Mudanya satu ini. Hanya pagi tadi dan kemarin dia mulai memasakan untuk Rio.
“Gue bakalan masak untuk elo,” ucap Ify
lalu ia melirik jam dinding. Sebentar lagi bel. Ify mengetik sesuatu di
handphone Rio lalu meletakkannya di atas buku. Lalu dia sendiri berdiri dan
mengambil sebuah buku tentang LCT pula lalu berjalan menuju meja pinjaman.
**************
Teng… Teng… Teng…
Bunyi
bel surga bagi seluruh pelajar se-Indonesia telah berbunyi di Global Nusantara
International Senior High School Jakarta. Rio mengucek-ngucek matanya. Rupanya
bunyi bel bisa membangungkan pemuda itu.
“Udah, bel. Pinky lo udah bisa?” tanya
Rio.
Namun tidak ada sahutan sama sekali. “Woi
Pinky!!!”
Masih saja nihil. Rio mengangkat wajahnya
dan tidak menemukan siapa pun. Ternyata udah pulang. Lalu dia melirik
handphone-nya dan melihat ada sebuah ketikan.
Gue duluan ya, Ketos Mesum.
Sebentar lagi bel kok.
Lo tidur kebo banget, jadi gue nggak
bangunin elo.
Btw, met jalan aja. Lo tenang aja,
gue bakalan jemput Ray.
Ps: tadi gue nggak sengaja baca SMS
dari Dea
~Ify your Maid~
Membaca pesan singkat itu, Rio segera
membuka SMS Dea dan ternyata benar. Dengan cepat dia memasukan blackberry-nya
ke dalam saku celana panjangnya dan berlari keluar perpustakaan.
*************
BERSAMBUNG
0 comments:
Posting Komentar