Lovely Maid Part 15




Lovely Maid Part 15




 “Hatchiiimmmm……”
       Ify segera mengambil tissue yang berada di dekat meja tivi. Hari ini Ray tiba-tiba rajin bersin. Padahal kemarin waktu dijemput nggak kenapa-kenapa. Terus, tadi siang memang gerimis sih tapi Ify bawa payung dan membelikan Ray jaket dengan uang titipan Mama Ray yang selalu Ify bawa untuk jaga-jaga seperti hari ini. Tapi Ray bersin-bersin mulu.
       “Ray hembus ingusnya, Kak Ify lap nanti,” ucap Ify sambil menempelkan tissue di hidung Ray.
       Srruuuttt…. Srruuuttt….
       “Masih sesak?” tanya Ify sambil mengelap hidung Ray dan cairan yang meleler di wajah Ray.
       Ray mengangguk.
       “Sekali lagi ya, Ray. Hembus kuat-kuat.”
       Shoossshh… shhosshh….
       “Masih Ray?”
       Kali ini Ray menggeleng dan Ify menghela napas lega. “Ray bobo siang dulu ya? Mau tidur di kamar atau di sini aja?” tanya Ify sambil membuang tissue di tempat sampah dekat guci.
       “Lay mau tidul di sini aja, Kak Ify. Kak Ify jagain Lay ya?” pinta Ray.
       Ify mengangguk. “Kak Ify ambilin bantal, selimut, sama kasur lipat untuk Ray ya. Nanti Ray kedinginan. Ray tunggu di sini, Kak Ify cuma sebentar.”
       Ray mengangguk. “Jangan lama-lama ya, Kak.”
      
Drrttt….. drttt…. Drrrrssss….. drrrsssss….. gurrr… glurrrr… glurrr….

       Hueee…. Hiksss…. Huaaaa… hueee….  Ray mulai menangis… “Kak Ify… hikss… hiks… Kak Ify… hueee….” Suara tangis Ray semakin kencang.
       Ify segera kembali ke ruang tivi dan menemukan tuan mudanya sedang menangis. “Ray kenapa sayang?” tanya Ify dengan bujukan.
       “Hueee…. Hujan hikkss… hiksss… hueee… Lay takuuttt….”
       Ify menggendong Ray dan mengangkatnya kepelukannya. “Jangan nangis lagi dong, Ray. Kan udah ada Kak Ify,” bujuk Ify sambil merapikan kasur lipat untuk Ray.
       “Huueee….. Lay taa… hueee... kuuttt….”
       “Hujannya nggak nakal kok, Lay,” bujuk Ify lagi. Kali ini bantal dan semua perlengkapan Ray tidur udah siap.
       “Huueee… hueee… hueee….”

Guurrr…… grururrr…… glegaaar……….

       “Huuuueee…. Huuueee….”
       “Jangan nangis lagi ya, Ray. Udah ada Kak Ify kok,” bujuk Ify.
       “Peettillnya jaahaattt… hueee…”
       “Ray tidur aja ya biar petirnya nggak jahat lagi,” rayu Ify.
       Ray menggeleng kuat-kuat. “Kak Lio… Kak Lio udah pulang?”
       “Belum sayang.”
       “Huueeee… hueee…. Kak Lio… Kak Lio… Lay mau Kak Lio pulang… Kak Lio...,” rengek Ray dalam tangisnya dan memanggil-manggil nama Rio.
       Ify jadi pusing sendiri. Ini bagaimana??
       “Kak Rio bentar lagi pulang kok, Ray. Sebentar lagi dia pulang, sayang,” bujuk Ify dan mengangkat Ray untuk menidurkannya.
       Ray menghentak-hentakkan kakinya. Sebuah penolakan dari anak kecil dan Ify segera menggendong Ray kembali dan berdiri.
       “Kak Rio bentar lagi pulang kok, Sayang. Ray-nya tidur dulu ya.”
       Ray menggeleng. “Nggak mau… Lay mau Kak Lio… Kak Lio nggak boleh kena hujan… Kak Lio… huueeee…. Lay mau nunggu Kak Lio di depan pintu,” pinta Ray.
       “Di luar dingin, Ray. Nanti sakit lho.”
       “Sakit??? Kak Lio… Kak Lio harus pulang… Kak Lio, Kak Ify. Kak Lio nggak boleh kena hujan… hiks… hiks….”
       Ify memandang Ray heran. Kenapa dengan Rio tidak boleh kena hujan? “Memang Kak Rio kenapa sampai nggak boleh kena hujan?” tanya Ify dan menepuk-nepuk punggung Ray pelan untuk menenangkannya.
       “Ke pintu Kak Ify… Lay mau nunggu Kak Lio…,” pinta Ray dan meronta dalam gendongan Ify.
       Dengan terpaksa Ify membawa Ray ke pintu dan hujan yang sangat deras beserta angin kencang langsung menyambut keduanya.
       “Dingin banget kan, Ray? Ke dalam aja yuk, Sayang. Nanti Kak Rio pulang kok,” bujuk Ify lagi.
       Ray menggeleng kuat hingga Ify hampir saja jatuh. “Nggak mau. Lay mau nuggu kak Lio.” Tangis Ray sudah mereda, untunglah.
       “Memang kenapa dengan Kak Rio?”
       “Dulu… Lay liat Kak Lio pulang hujan-hujan, pasti Kak Lio selalu sakit. Kalo Kak Lio sakit Lay sedih. Kak Lio nggak mau makan. Kak Lio cuma tidul telus, Lay takut Kak Lio nggak bangun lagi. Telus, Kak Lio cuma diam aja. Nggak ngomong sama Lay. Telus Kak Lio gemetelan. Kata Bunda, Lay halus jaga Kak Lio bial nggak sakit kalena Lay sayang Kak Lio dan Kak Lio sayang sama Lay juga. Makanya Lay mau nunggu Kak Lio di sini,” cerita Ray.
       Ify mengangguk paham. Jadi seperti ini sebenarnya. Tetapi, bukannya Rio atlet basket. Masa kena hujan aja langsung drop? Nggak mungkin deh.
       Hatttccchiiiimmm… haaatttccchiiimmmm….
       “Tuh kan Ray-nya bersin. Masuk ke dalam aja ya, Ray? Nanti Ray yang sakit,” bujuk Ify.
       Ray menggeleng. “Nggak mau. Lay mau nunggu Kak Lio.”
       “Ray nggak boleh nakal. Ray harus ke dalam nanti sakit,” bujuk Ify lagi sambil menempelkan telapak tangannya ke kening Ray dan dia kaget Ray juga panas. “Tuh kan Ray udah panas badannya. Ray bisa sakit. Bentar lagi Kak Rio pulang kok.”
       “Nggak mau.”
       Haatttcchhiimmm….
       “Ray tidur dulu aja ya, sayang? Biar Kak Ify yang nunggu Kak Rio di sini. Kak Ify janji bakalan nunggu Kak Lio. Tapi… Ray harus janji. Ray harus tidur biar nggak panas lagi.”
       “Kak Ify benelan mau nungguin Kak Lio? Kak Ify janji?”
       Ify mengangguk yakin.
       “Iya, Lay tidul sekalang. Antal Lay ke dalam ya, Kak Ify?”
       Ify mengangguk senang dan segera menuju ke dalam. Lalu ia menidurkan Ray di kasur yang sudah disiapkannya tadi dan kemudian naik ke kamar Ray di lantai atas untuk mengambil baju Ray yang lebih tebal dan celana panjang.
       “Ray ganti baju dulu, biar nggak kedinginan,” ucap Ify dan mulai mengganti baju Ray. Tidak sampai lima menit telah selesai.
       “Nah, Ray tidur sekarang. Sudah Ray tidur Kak Ify langsung nunggu Kak Rio di luar,” ucap Ify.
       “Nggak mau. Kak Ify halus nunggu Kak Lio sekalang. Nggak boleh nunggu Lay tidul. Lay bisa tidul sendili.”
       Ify menggeleng. “Biar Ray tidur dulu.”
       Ray cemberut dan hendak segera bangun.
       “Ray mau ke mana?”
       “Nunggu Kak Lio. Habis Kak Ify bohong.”
       “Iya-iya. Kak Ify tunggu Kak Rio sekarang. Dan Ray tidur.”
       Ray mengangguk dan segera tidur di kasur lipatnya dan menutupi tubuhnya dengan selimut.
       Ify menghela napas. Ternyata rewelnya Ray di sini, di masalah Rio. Ify mengintip Ray dan ternyata belum tidur dengan segera dia menuju pintu depan. Kira-kira satu menit sudah di pintu depan, Ify kembali melihat Ray dan kini telah tertidur dengan pulas.
       “Baiklah, Kak Ify bakalan nungguin Kak Rio di luar,” ucap Ify dan menuju pintu depan lagi.

***************

  “Lo pulang sekarang, Yo?” tanya Gabriel.
       Saat ini Gabriel dan Rio sedang berada di tempat permainan basket indoor di mall. Sekedar menghabiskan waktu, Rio menerima tawaran Gabriel untuk bermain basket di mall. Buar refresing sekaligus cari lawan yang baru. Kan kalo di sekolah, selalu itu-itu aja.
       “Yoa, Yel. Gue duluan ya. Udah mau hujan,” jawab Rio sambil menyandang tas sekolahnya. “Pulang, Bro!!!” pamit Rio dan segera keluar.
       Sebenarnya Rio sudah mau pulang dari tadi, hanya saja dia merasa tidak enak dengan Gabriel kalau dia pulang begitu cepat. Apalagi Alvin dan Cakka juga tidak ikutan main basket di sini. Jadi dia menemani Gabriel selama dua jam dan sekarang dia baru pulang.
       Rio menatap langit  yang mulai gelap. “Udah mau hujan,” gumam Rio sambil berjalan menuju motornya yang terparkir. Setelah tiba di motornya, Rio segera menarik gas dengan kecepatan yang tidak bisa dibilang cepat, padahal ini masih di wilayah parkiran mall.
       Setelah keluar dari parkiran, Rio semakin menarik gas-nya dan motornya melaju dengan kencang. Rio benar-benar mengebut.
       Ciiittt…. Rio mengerem mendadak saat melihat lampu lalu lintas sekarang merah. Tetesan air hujan mulai turun. Dia harus cepat pulang ke rumah. Rio benar-benar tidak tahu lagi berapa kecepatannya. Air hujan semakin deras maka semakin cepat pula laju motor Rio.
       Rumah Rio tidak jauh lagi. Tapi hujan turun dengan derasnya dan kini dia sudah basah kuyub. Tubuh Rio bergetar dan dia seperti tidak sanggup lagi menahan dinginnya air hujan yang menusuk tulang rusuknya.
       Ditambah lagi petir yang terus berbunyi semakin cepat pula Rio menggas motornya. Yang dia inginkan adalah segera sampai di rumah. Rio telah bersin-bersin dan tubuhnya semakin gemetaran. Saat melihat pagar putih, Rio menarik gas semakin kencang dan membunyikan klakson motornya.
       Pintu pagar di buka dan Rio segera menuju garasi rumahnya. Tapi dia tidak kuat lagi, terakhir yang dia dengar sayup-sayup....
       “PAK ASEP!!!! BANTUIN TUAN MUDA RIO!!!!”

*************

Ify mulai merasa kedinginan. Tuan Mudanya yang satu itu belum juga pulang semenjak tadi. Sebenarnya ke mana sih perginya Tuan Mudanya itu? Tadi di sekolah hanya latihan buat LCT sebentar, sementara lagu duet mereka belum ditentukan dan itu berarti mereka belum latihan sama sekali.
       Saat Ify bertanya kapan akan latihan, seniornya itu menjawab, “Kan bisa latihan di rumah, pagi, siang, dan malam.”
       Ify yang sudah kesal langsung pulang meninggalkan tuan mudanya itu. Dan sekarang, Ify sedang menunggu Tuan Mudanya pulang. Ify melirik gelisah ke arah pagar berulang kali, hampir bosan dia menunggu.
       Saat terdengar bunyi pintu gerbang dibuka, Ify langsung berdiri dan memang benar, tuan mudanya pulang. Ify segera mendekati teras dan dia terkejut saat melihat Rio hampir jatuh.
       “PAK ASEP!!!! BANTUIN TUAN MUDA RIO!!!!” jerit Ify.
       Untung saja Pak Asep cekatan, dengan segera Satpam itu menahan motor majikannya itu dan Ify segera memapah Rio ke teras.
       “Bapak tolong masukan motor Tuan Muda Rio ke garasi ya, Pak? Nanti kalau Ify panggil, bapak tolongin Ify ya?”
       “Baik, Neng.”
       Ify terus memapah Rio dan memang benar tubuh Rio menggigil hingga gemetaran. “Dingin…” gumam Rio.
       “Lo masih sadar, Kak?”
       “Dingin… dingin…”
       “Lo berat amat,” gerutu Ify dan dia semakin tidak kuat. Namun dia harus bisa membawa tuan mudanya itu minimal ke kursi agar dia bisa mengambil handuk. Untung saja Ify masih punya kekuatan untuk melakukan itu, setelah tuan mudanya berada di kursi, Ify segera masuk ke dalam rumah dan mengambil handuk.
       Tak sampai lima menit, Ify telah datang kembali sambil membawa dua buah handuk. Perlahan-lahan Ify menegakkan tubuh Rio yang terus menggigil. Lalu diusapnya wajah Rio dengan handuk tadi. Lalu, rambut Rio yang sudah lepek karena air hingga dada dan tangan Rio.
       “Dingin…”
       “Sabar dong, Ketos mesum. Susah nih,” ujar Ify. Dia masih mengeringkan badan atas Rio dengan handuk.
       Mungkin karena tubuh Rio yang terlalu dingin dan menggigil, Rio tidak bisa lagi menegakkan tubuhnya dan langsung otomatis memeluk Ify yang berada di depannya.
       “Hangat,” gumam Rio.
       Wajah Ify memanas. Ini pertama kalinya dia dipeluk oleh seseorang dan kenapa harus Rio menjadi yang pertama???
       “Berat tau, Kak Rio,” protes Ify.
       Namun Rio tidak bergerak sama sekali malah semakin erat memeluk Ify. “PAK ASEP!!!” panggil Ify sekuat mungkin agar bisa mengalahkan suara hujan yang juga semakin deras.
       Dengan tergopoh-gopoh, Pak Asep datang. “Kenapa Neng Ify?”
       “Tolong anterin Tuan Muda Rio ke kamarnya, Pak. Terus tolong juga salinkan bajunya dengan yang kering,” pinta Ify.
       Laki-laki paruh baya itu mengangguk dan segera menarik Rio dari pelukan Ify dan membawa tuan mudanya itu ke lantai atas. Sementara Ify mulai memunguti tas Rio beserta sepatunya dan berjalan menuju ke dapur.

Saat ini, Ify sedang berada di dapur untuk membuatkan kompresan untuk Rio beserta air hangat jeruk nipis untuk mengurangi rasa dingin yang mungkin menyelimuti tubuh Rio. Lalu, ia juga melihat nasi di magic jar dan ternyata masih ada. “Nanti gue bakalan buatin dia bubur,” gumam Ify.
       Setelah merasa keperluannya cukup, Ify segera keluar dari dapur dan naik ke lantai atas menuju kamar Rio. Saat tiba di sana, Ify menemukan Rio dengan pakaian keringnya sedang tertidur lelap. Tubuhnya masih dapat Ify lihat kalau masih gemetaran.
       Perlahan-lahan dengan pasti Ify mendekati tempat tidur Rio dan meletakkan kompresannya dan air jeruk nipis hangat di meja kecil dekat tempat tidur Rio. Lalu dia duduk di pinggir tempat tidur dan memandangi wajah Rio sejenak.
       “Maafin gue, gue cuma mau nolongin elo kok,” ucap Ify dan dia memejamkan matanya saat menarik tubuh Rio agar berdiri karena Ify ingin membuka baju Rio.
       “Buka nggak ya? Buka nggak… buka nggak… buka…” ucapan Ify terhenti. “Buka aja deh,” putus Ify akhirnya dan dia membuka matanya lalu melihat tangannya yang sebentar lagi akan melepaskan baju Rio.
       “Maafin Ify, Ya Tuhan. Ify cuma mau bantuin ngobatin Kak Rio,” ucap Ify dan kali ini dia benar-benar melepas baju Rio.
       Ify menidurkan Rio lagi, lalu mengambil air jeruk nipis dan mulai menggosokkannya di bagian dada Rio hingga perutnya. Lalu Ify mendorong tubuh Rio lagi agar posisinya membalik dan Ify menggosokan air jeruk nipis di bagian punggung Rio. Setelah selesai Ify menghela napas lega dan cepat-cepat memakaikan lagi baju Rio.
       “Fiuuhh…,” gumam Ify lega. “Sekarang lo bisa tidur dengan nyaman,” bisik Ify dan menyelimuti Rio hingga menutupi tubuh Rio sampai dagu.
       “Sebaiknya gue angkat Ray untuk tidur di sini aja. Bisa teler gue kalau bolak balik ke bawah,” gumam Ify dan segera menuju lantai bawah.

********

Ify tidak tahu sudah berapa kali dia menguap. Saat Ini dia sedang duduk di lantai dan bersender di pinggir tempat tidur. Ya sekarang dia sedang berada di kamar Rio, menunggui kakak adik itu agar tidak terganggu tidurnya sebab mereka sedang sakit.
       “Ngantuk banget,” ucap Ify.
       Baru saja ingin memejamkan matanya, Ify mendengar suara Ray dengan cepat Ify segera berdiri dan melihat ada apa dengan tuan mudanya itu. Ternyata tidak ada apa-apa dan Ify kembali duduk.
       Baru sebelah matanya yang terpejam, dia mendengar Rio bergumam dingin. Ify kembali berdiri dan mendekati tuan mudanya satu itu. Ify mengambil kompres yang menempel di kepala Rio dan kembali mencelupkannya lagi lalu Ify pasang kembali di dahi Rio.
       “Ternyata lo bisa sakit juga,” gumam Ify dan terkekeh pelan. “Biarkan gue tidur ya. Lo berdua jangan pada berisik.”

**************

Ini tengah malam, pasti. Suara nyayian jangkrik masih terdengar dengan jelas. Pemuda itu gelisah dalam tidurnya. Dia terus bergerak-gerak hingga akhirnya matanya membuka. Tentu saja gelap yang pertama kali dia lihat.
       Rio terbangun dan dia segera mengambil posisi duduk. Sesuatu dari atas jatuh dan itu adalah kompresannya. Rio ingat, kemarin dia pulang hujan-hujanan dan gemetaran lalu tertidur. Kompresan itu Rio ambil dan diletakkannya lagi di meja. Rio melirik ke kanan dan di dapatinya Ray, adiknya, sedang tertidur dengan pulasnya. Matanya semakin jauh melirik dan dia melihat, Ify tertidur dengan kepala menyender di pinggir tempat tidur.
       Rio tertegun jadi yang merawatnya dari tadi itu adalah Ify. Kriuk… kriuk… Perut Rio berbunyi dan itu tandanya dia lapar. Yang jadi masalah sekarang, dia harus makan apa?? Tengah malam gini masa iya dia harus ke bawah dan masak sendiri.
       Ekor mata Rio terus memandangi Ify. “Bangunin aja kali ya,” batin Rio. Suara perut laparnya tidak kompromi juga. Terus saja bernyanyi dengan riangnya. “Fy… Ify…” panggil Rio seraya menggoyangkan tangan Ify yang menempel di atas ranjang.
       “Ify….” Panggil Rio lagi.
       Mata gadis itu mengerjap-ngerjap, mungkin menyesuaikan. “Ah… lo udah bangun? Udah pagi ya?” tanya Ify sembari mengucek-ngucek matanya.
       Rio menghidupkan lampu kecil di mejanya. “Udah pagi kok, jam 2 pagi.”
       “Oh… gue cuci piring dulu kali ya? Hah?!! Lo bilang jam 2 pagi?” tanya Ify.
       Rio mengangguk kalem.
       “Terus kenapa lo bangunin gue??? Gue masih ngantuk. Dasar ketos mesum!!! Jangan ganggu-ganggu, gue ngantuk!!!”
       Rio bangun dari tempat tidurnya dan berjalan mendekati Ify. “Nggak bisa lo tidur lagi. Gue laper banget. Ayo masak Ify. Gue laper,” ucap Rio cepat sebelum Ify jatuh ke dalam dunia mimpi. Dan itu sangat tidak bisa dibiarkan.
       “Gue ngantuk, Kak Rio.”
       Rio menarik tangan Ify. “Kok lo dingin banget? Lo hantu ya?” tanya Ify dengan tampang polosnya. Kini dia benar-benar sadar dan matanya terbuka lebar.
       “Hantu apaan. Gue masih nginjek lantai. Ayo masak, Pinky. Gue laper banget.”
       “Lo dingin banget. Sebaiknya tidur aja.”
       “Kalo habis kena hujan, gue memang gini. Jadi dingin. Gue laper.”
       “Kayak agar-agar dong.”
       “Gue laper!!!!”
       “Iya… iya… tapi lo tunggu di sini aja ya? Biar gue ke bawah, nanti lo kedinginan.”
       “Nggak mau!!! Nanti lo tidur dan gue nggak makan. Gue belum makan dari kemarin siang.”
       Mata Ify melotot. “Pantes aja lo kurus kerontang, cungkring abis. Makan aja lo susah. Dan tengah malam elo minta makan??? Kenapa nggak tengah siang nanti aja sih!!!!!”
       “Gue lapar, Pinky. Cepat masaka,” pinta Rio dan menggoyang-goyangkan  tangan Ify.
       “Lo manja juga!!!” batin Ify. “Iya.. iya… lo pake jaket baru ke bawah. Gue tunggu nih.”
       “Ambilin jaketnya. Ada di lemari.”
       “Kenapa nggak elo aja sih?”
       “Gue maunya elo!!”
       “Kenapa elo tiba-tiba jadi manja gini sih???!!! Bukannya lo anti sama gue??” tanya Ify frustasi.
       “Terserah gue. Cepat ambil, Pinky!!” perintah Rio dan mendorong-dorong Ify.
       Ify mendengus kesal dan berjalan menuju lemari pakaian Rio. Baru saja ia akan membuka, Rio langsung mendorong Ify dan mengambil jaketnya sendiri.
       “Lo apa-apaan sih???!!!” dumel Ify kesal.
       “Nggak ada,” balas Rio. “Fiuh… untung aja inget,” tambah Rio dalam hati.
       “Cepetan ke bawah!!!”


Rio duduk dengan nyamannya di salah satu kursi di dapur, memperhatikan Ify yang lagi memasak nasi goreng untuknya. Tadi, dirinya dan Ify berdebat agar dirinya memakan bubur saja. Namun, Rio langsung menolaknya.
       “Udah masak belum sih, Pin?”
       “Lo kira gue Ipin,” timpal Ify kesal.
       “Lo mah Upin,” balas Rio dan tertawa sendiri.
       “Dasar Ketos Mesum edan!!!!!”
       “Seedan-edannya gue banyak kali yang naksir sama gue!”
       Ify melirik sinis Rio sekilas. “Yang naksir lo lebih edan lagi.”
       “Yang jelas, banyak yang naksir sama gue. Daripada lo, gak laku!”
       Ify mencibir. “Kalo banyak yang naksir, mana pacar lo? Pacar aja lo kagak punya. Sok banyak yang naksir,” balas Ify sembari memindahkan nasi goreng ke piring. “Ah iya ding, pacar lo kan Dea.. Dea Dea yang itu. Asyik dong waktu lomba, pacarnya ikut. So sweet,” tambah Ify.
       Rio memicingkan matanya saat mendengar adik kelasnya itu menyebut Dea sebagai pacarnya. Ada rasa tidak senang saat mendengar semua itu.
       “Nih nasi goreng lo. Cepetan makan. Gue mau tidur lagi,” ucap Ify dan berjalan menuju kamarnya yang tidak jauh dari dapur.
       Namun sayangnya, Rio langsung menarik pergelangan tangan Ify hingga Ify tersentak dan jatuh ke pelukan Rio. Lagi-lagi ini terjadi, Ify sekarang memang sedang dipeluk Rio. “Gue nggak suka kalo lo bilang Dea pacar gue. Dea jelas bukan pacar gue,” desis Rio di telinga Ify.
       Ify merinding dan ketakutan. Nggak lagi deh kayak gini. “Nggak lagi, Kak Rio. Lepasin dong, gue mau tidur lagi.”
       “Nggak bisa. Lo harus nemenin gue makan du… Haaattccchiiimmmm….”
       Ify kaget dan dia mengangkat wajahnya. Terlihatlah Rio yang menampilkan cengiran khasnya. Ify tahu maksudnya ini. Ify tahu. “Lo jorok banget sih, Ketos Mesum. Masa muka gue kena ingus lo!!!!!” jerit Ify kesal dan segera berlari ke westafel terdekat.
       “Maaf, Pinky,” ucap Rio pelan.
       Alis Ify terangkat sebelah. Rio meminta maaf?? “Ya udah. Gue tidur dulu.”
       “Ngggak boleh, lo harus suapin gue makan. Gue mulai kedinginan lagi.”
       “Lo bisa sendiri!”
       “Kalo gitu gue nggak mau makan!”
       “Ya udah.”
       “Lo pernah bilang, bakal buat gue nggak kelaparan lagi.”
       “Kapan?”
       “Lo pernah bilang!”
       “Nggak.”
       “Pernah. Cepetan, Fy. Gue laper.”
       Dengan muka cemberut Ify kembali mendekat ke arah Rio dan mengambil piring nasi Rio. “Gue suapin lo!” ucap Ify sedikit kesal dan duduk di lantai, berhubung hanya ada satu kursi.
       “Kita ke ruang tivi aja. Di sini dingin,” ujar Rio dan Ify harus menuruti kata-kata tuan mudanya itu.
       Setelah mereka berada di ruang tivi, Ify langsung menyuapi Rio.
       “Pelan-pelan dong, Fy.”
       Tidak ada sahutan sama sekali.
       Nasi goreng tinggal seperempat dan itu membuktikan kalau Rio sangat rakus. “Masakkan lo memang enak,” ucap Rio saat satu sendok terakhir.
       “Udah kan? Gue mau tidur lagi.”
       “Tunggu, gue mau ngomong sesuatu sama lo.”
       “Cepetan!”
       Bukannya berbicara, Rio malah mengambil piring dan meletakkannya di lantai sebelah. Lalu tangannya ia letakkan di kedua bahu Ify, lalu ia menatap kedua bola mata Ify dengan intens. “Gue mau bilang… Bagi gue elo itu….”
       Haatttccchiiimmm…….
       “Bagi gue el… haaaatttccchiiiimmm…..!!!!”
       “Gue ngantuk!!!!”
       “Bagi gue elo itu…………..”


BERSAMBUNG ke part 16…………….

12 comments:

Indah mengatakan...

keren kak Shelly :)
lanjuuuutttt. jangan lama lama ngaretnya yah.
itu post'nya gimana ??? Membingungkan sekali.
Part'nya double double, gak urut juga.

Anonim mengatakan...

yaampun ini dia yang sudah kutunggu lama sudah datang lagi... keren ceritanya... lanjut lagi dan semangat ya!!

rahma mengatakan...

keren....
ditunggu lanjutannya ya,,,,

Anonim mengatakan...

Lanjut dongg........

Unknown mengatakan...

lanjut :)

Unknown mengatakan...

nextttt!!!!!!

Anonim mengatakan...

kak nexxxxxxxxxxxxttttttttttttt dong scpatnya keyen bnget

Anonim mengatakan...

lanjut!!! lanjutt!!! lanjut!!! lanjut!!! lanjut!!! lanjut!!! lanjut!!! lanjut!!!

Unknown mengatakan...

kak. . .
Mana next part a. . .
Ud pnasaran nhe. .
Please kx lnjut yayayaya. . .

Unknown mengatakan...

kpn d lnjut??????????????

Anonim mengatakan...

Lanjut dong :)

Unknown mengatakan...

next dong...

Posting Komentar