Cinta Gue itu, Elo! Part 4
Pagi ini begitu cerah. Angin pagi mulai berhembus perlahan-lahan.
Tentu saja menghasilkan angin pagi sepoi-sepoi. Suara cicitan burung menjadi
backsound pagi yang indah ini. Tak ketinggalan bunga-bunga yang hari ini
sungguh menampilkan warna asli keindahan mereka.
Di GNIS tampak
seorang pemuda baru saja turun dari motor cagiva biru. Sepertinya motor itu
adalah motor kesayangannya. Wajah pemuda itu tampak begitu cerah secerah langit
pagi. Entah efek mana yang membuat laki-laki yang biasanya muram menjadi
berseri-seri. Tak tahulah. Pasti, hanya ia dan Tuhan yang tahu.
“Pagi, Rio,” sapa
salah seorang gadis dengan memberikan senyum terbaik yang ia miliki. Pemuda
tadi ternyata adalah Rio. Masih ingatkan siapa si Rio?? Pasti dong. Sungguh
rezeki-nya gadis itu, Rio membalas sapaannya dan memberikan senyum manisnya
kepada gadis itu. Sang Gadis bahkan tak menyangka akan direspon oleh Rio.
Bayangkan. Sungguh luar biasa. Rio yang biasanya dingin dan muram bila di
sekolah –lain hal jika di panggung, tiba-tiba menjadi begitu ramah. Dan itu Rio
banget.
Rio melanjutkan
perjalanannya menuju ruang kelasnya. Langkah-langkah kakinya begitu santai dan
ia sangat menikmati pagi ini. Ketika ia akan menuju koridor yang akan membawa
dirinya menuju kelas XI IPA 3, yaitu kelasnya sendiri. Rio melihat si Gadis
Aneh. Ooppss…. Bukan, dia bukan gadis aneh lagi. Dia Alyssa alias si Ify.
Senyum Rio
semakin melebar. Ntahlah. Gadis yang bernama Ify itu membuat Rio menjadi lebih
baik ketika ia melihatnya. Tanpa ada ragu, Rio mempercepat langkahnya agar
dapat sejajar dengan si Ify. Gadis itu masih seperti biasanya. Pendiam dan
tetap melangkah dengan lumayan cepat. Penampilannya juga sederhana. Tetapi ada
yang beda, rambut panjang gelombangnya hari ini ia kuncir ekor kuda, tidak
seperti biasanya yang ia biarkan terurai.
Merasa bahwa ia
tidak akan bisa mengejar Ify yang berjalan dengan lumayan cepat, Rio memutuskan
untuk memanggil gadis itu. Dorongan untuk melakukan hal itu begitu besar. Rio
sendiri saja tidak tahu apa yang menyebabkan dirinya begitu ngotot untuk memanggil
gadis itu. Apakah pesona tawa Ify?? –yang kemarin baru saja Rio lihat. Apakah
ia telah merasa bahwa ia adalah teman Ify sejak peristiwa kemarin?? Apakah ada
rasa nyaman yang ia dapatkan takkala ia dekat dengan Ify. Ataukah ada yang
lain?? Rio sendiri tidak tahu, yang jelas ia sungguh ingin menyapa gadis itu.
“HAI ALYSSA,”
sapa Rio dengan berteriak. Orang-orang yang berada dekat dengan sekitarnya
terkaget-kaget mendengar suara merdu Rio menyebut satu nama itu. Bahkan,
gadis-gadis yang tak jauh berada di sekitar Rio mendadak jadi heboh sendiri.
Sibuk bertanya-tanya. Siapakah gadis yang bernama Alyssa itu. Sungguh beruntung
bukan?? Bila disapa oleh seorang Mario Stevano.
Rio sendiri tak
begitu perduli dengan kehebohan yang ia ciptakan. Ia sendiri menyadari kalau
sebagian besar dari penghuni koridor saat ini sibuk berbisik-bisik ala
tetangga. Rio sungguh tak perduli. Yang ia inginkan hanya Alyssa yang balik
menyapa dirinya.
Alyssa gadis yang
di sapa Rio itu mendadak berhenti melangkah. Tubuhnya diam dan segera balik
badan. Rio melihat kalau Ify memandang dirinya dan seolah-olah mengatakan “yang
lo panggil gue??” Refleks Rio menanggukan kepalanya. Dilihat Rio kalau Ify
hanya diam dan mengucapkan sesuatu tanpa suara, hanya gerakan bibir. Rio tak
dapat menangkapnya. Dan yang paling parahnya, si Alyssa mengangguk sekilas dan
tanpa suara ia balik badan membelakangi Rio dan melanjutkan langkahnya yang
tadi terhenti.
Rio tersentak
kaget. Apa maksud gadis itu?? Bukankah tujuannya baik, ia hanya menyapa gadis
itu dan ingin mengajaknya bareng ke kelas?? Harusnya si Alyssa itu merasa
beruntung, karena ia bisa berjalan bareng dengan Mario.
Bukan hanya Rio,
orang-orang lainnya juga kaget. Seorang Mario Stevano baru saja ditolak dan
diacuhkan. Itu sungguh tak biasa. Dalam sekejap, si Alyssa sudah menjadi Trend
Topic GNIS dengan #Alyssagadissombong.
Menyadari bahwa
orang-orang sudah sibuk kasak-kusuk. Rio kembali bersikap cuek. Wajah cerianya
sudah digantikan dengan wajah dingin biasanya. Air muka keras dan mata menatap
tajam. Apakah Alyssa sungguh berpengaruh pada diri seorang Mario Stevano??
Lantas si Alyssa itu siapanya bagi Mario??
******************
IFY POV
Aku baru saja tiba di sekolah. Pagi ini cuaca sungguh cerah. Aku suka,
apalagi suara nyanyian burung-burung sungguh merdu. Mengingatkanku dengan suara
seseorang yang kini baru aku yakini, kalau aku menaruh sesuatu yang berbeda
untuk dirinya.
Seperti hari-hari
biasanya, aku terus melangkah menuju kelasku. Tak perduli dengan aktivitas yang
terjadi disekitarku. Apalagi aku bukanlah orang yang menjadi perhatian di
Global Nusantara International School ini. Aku bukan Shilla yang memiliki paras
yang bila dipandang tidak akan menimbulkan kejenuhan. Aku bukanlah Zahra yang
jago menciptakan lagu juga ramah. Aku juga bukanlah Mario Stevano yang
merupakan artis muda saat ini. Aku hanya seorang Alyssa Saufika Umari. Gadis
biasa-biasa saja. Jadi, aku lebih memilih untuk mengurusi kehidupanku saja .
Tiba-tiba aku
mendengar seseorang memanggil namaku. Suara itu sangat terdengar familier. Tidak
asing tentunya. Aku mendengar kalau orang itu mengatakan “HAI ALYSSA”. Aku
belum budek. Pasti aku tidak salah dengar. Suara itu begitu merdu. Ah iya,
kenapa lagi-lagi aku sering terlambat kalau itu Rio. Kenapa bisa?? Eiitss….apa
benar itu Rio?? Kenapa juga Rio menyapa aku di sekolah?? Ini pertama kalinya.
Tunggu dulu, waktu kelas IX SMP Rio pernah memanggilku, tapi waktu itu Rio
belum menjadi artis terkenal. Apakah bisa dimasukan ke dalam hitungan??
Argh……nggak tahu. Lalu aku berbalik dan mencari keberadaan Rio.
Yeah….Rio berada
lima meter dariku. Pemuda itu tetap dengan pesonanya dan aku selalu terpesona.
Bukan hanya aku, tetapi juga yang lainnya. Wajar sih, Rio memang memiliki
charisma yang yang tak bisa ditolak.
Kulihat Rio
menatapku. Ada apa sih?? Aku coba menerka-nerka. Mengingat angin apa yang
membawa pemuda itu menyapa diriku?? Aha….jangan-jangan karena hal kemarin?? Apa
iya?? Tetapi, kemarin itu rasanya seperti mimpi bisa bersama dia. Iya seperti
mimpi. Sampai saat ini, aku masih belum yakin 100% kalau kemarin itu aku, Acha
dan Rio bersama-sama. Ehemm…..sebenarnya aku merasa begitu nyaman dan damai
saat Rio mengenggam tanganku. Ada sesuatu yang berbeda.
Aku baru saja mau
membalas sapaan Rio. Namun aku terbayang bagaimana reaksi orang-orang nanti.
Bagaimana dengan reputasi Rio?? Bagaimana nanti kalau orang-orang itu akan
mencelaku dan mengatakan kalau aku itu sok dekat, sok kenal sama Rio. Satu lagi
yang paling penting, bagaimana reaksi Shilla –yang jelas-jelas naksir Rio saat mengetahui
kalau aku telah maju selangkah dari dia. Padahal, aku bilangnya tidak nge-fans
sama Rio. Pengakuanku mengenai tidak nge-fans sama Rio memang benar, karena aku memiliki rasa lebih dari
sekedar menjadi fans. Dan kalian sudah tahu itu.
Lantas aku hanya
menatap dia sejenak dan menganggukan kepalaku sekilas. Lalu aku kembali
meneruskan perjalananku yang sempat tertunda tadi. Biarlah orang mau menganggap
apa tentang hal ini. Karena yang aku lakukan tidak akan menyebabkan reputasi
Rio menurun, malah diriku yang akan kena getahnya. Tidak apa-apa. Yang penting
dia tidak kenapa-kenapa.
*************
Rio membuka pintu kelas dengan keras, tentu saja menimbulkan suara
bantingan pintu yang cukup menarik perhatian penghuni kelas yang kini tengah
asyik bercanda pagi sebelum menghadapi ilmu-ilmu yang harus mereka telan, agar
pengetahuan mereka lebih meningkat dari kemarin. Wajahnya masih tetap seperti
tadi pagi. Masih keras dan terlihat bahwa Rio lagi kesal.
Sadar. Rio sangat menyadari manakala perbuatannya
tadi menarik perhatian. Namun, namanya saja Rio. Ia pasti akan cuek begitu
saja.
Saat ia memasuki kelas dalam langkah pertamanya, ia
berhenti sejenak. Kedua matanya yang penuh dengan keteduhan menatap tajam
seorang gadis yang hanya diam di antara tiga gadis yang asyik bercerita
sepertinya. Ntahlah. Yang jelas Rio memperhatikan gadis itu. Sekali-kali gadis
itu menyunggingkan senyumnya.
Seharusnya Rio kesal kepada gadis itu. Gadis itu
adalah orang yang tidak memperdulikannya tadi. Gadis yang secara tidak langsung
telah melakukan penolakan terhadap dirinya. Namun, entah kenapa, ketika
memandang wajah gadis itu. Kekesalan yang hinggap dalam dirinya tadi seakan
menguap begitu saja. Jelas Rio tak tahu kenapa. Gadis itu sepertinya memiliki
pengaruh besar terhadap diri Rio dan sayangnya, Rio belum memahami itu seutuhnya.
Belum lama Rio menatap gadis itu, ia menyadari
sepasang mata lain menatap matanya. Lantas Rio memandang mata baru itu yang
ternyata milik seorang gadis yang kini menatapnya dengan tatapan yang menurut
Rio terlalu berlebihan sehingga ia merasa ngeri untuk membalasnya.
Rio bergidik, ia merasa tidak asing terhadap gadis
itu. Aha...iya, gadis itu adalah Shilla pemilik akun twitter @shillashilla yang
setiap hari tidak lupa mention dia dengan hal-hal yang tak penting dan lebay
itu.
Lantas Rio langsung mengalihkan pandangannya dan
memutuskan untuk segera menuju bangkunya. Di mana kedua sahabatnya, kecuali
Alvin tengah asyik bercanda. Ya dia memutuskan untuk duduk di bangkunya hingga
bel masuk berbunyi.
*********
“Shill….Shill…..elo kenapa sih??” tanya Via heran.
Heran kenapa sohibnya itu tiba-tiba jadi seperti orang yang tidak makan selama
seminggu yang lagi melihat makanan lezat yang terpampang di depan wajahnya.
“WOI….SHILLA….” teriak Agni tepat di telinga Shilla.
“Aduhshillacantiknaksirrio,” latah Shilla kaget.
Hahahahahahahhahhhaa…….tawa Via dan Agni serentak.
Sementara Ify gadis yang dari tadi diam hanya tersenyum kecil. “Bocor tuh,
Shill,” ledek Agni.
Shilla cemberut dan manyun. “Awas ya lo…..” ancam
Shilla ke Agni, namun Agni tak memperdulikannya.
“Eh, Shill. Lo tadi kenapa sih?” tanya Via ulang.
“Hehehehehehe….” Shilla malah cengengesan. “Tadi Rio
ngeliat ke arah gue. Jelas dong gue balas natap dia. Jangan-jangan pesona gue
udah ngena kali ya,” jawab Shilla. Via langsung berlagak muntah dan Agni
mangap-mangap, seperti ikan koi kehabisan oksigen.
“Heh?! Kok gitu sih? Gue beneran tau. Katanya kalian
bakal dukung gue, kok malah gini,” ucap Shilla kesal.
“Gue kurang setuju aja dengan kalimat lo
‘jangan-jangan pesona gue udah ngena kali ya’,” ujar Agni. Shilla manyun.
“Fy, dukung gue dong. Masa iya gue kalah sama Agni
dan Via,” rengek Shilla manja ke Ify.
“Ya, gue dukung lo deh, Shill. Lo memang pantes sama
Rio,” tanggap Ify. Shilla tersenyum senang dan menghadiahkan senyum sinisnya ke
Agni dan Via.
“Yeeee….Ify terpaksa kali,” ucap Via.
“Nggak kali. Ify itu ikhlas tau,” ujar Shilla dengan
gaya manjanya.
Ify gadis yang sendari tadi diam semakin terdiam. Dia
sibuk sendiri dengan pikirannya. Sahabat atau rasa yang ia miliki. Memang
dasarnya Ify adalah gadis yang lebih suka mengalah ketimbang cari ribut. Dia
biasanya akan lebih memilih untuk mengalah. Tapi kini berbeda kasusnya,
walaupun Ify belum menyatakan rasanya ke Rio, namun ia masih punya hak untuk
memperjuangkan rasa yang ia miliki atau lebih memilih untuk membantu sahabatnya
sendiri. Sahabat atau cinta??
“Fy?” tanya Via sambil mengguncang bahu Ify.
“Eh…Vi, kenapa?” tanya Ify balik.
“Lo diem aja. Apa sih yang lo pikirin??” tanya Via
lagi. Ify hanya menggeleng.
“Shill, lo suka sama Rio kenapa sih?” tanya Agni
iseng.
Shilla yang tadinya manyun sekarang tersenyum
merekah. Wajahnya berseri-seri tanda ia sungguh sangat senang saat ini. “Rio
itu cakep. Terus dia artis. Suaranya itu lho, keren badai,” jawab Shilla.
Agni melongo terlebih lagi Via. “HAH?! Cuma karena
itu??” tanya Agni tak percaya.
“Ya iyalah, memang karena apa lagi??” tanya Shilla
balik dan ia heran.
Baru saja Agni mau menjawab, Ify keburu berkata, “Itu
Bu Ira udah dateng. Cukup deh ngobrolnya.”
Sontak Agni dan Via menghadap ke depan. Sementara Ify
segera mengeluarkan buku Matematika dari dalam tasnya dan meletakkannya di atas
meja.
“Good Morning, Students!”
“Morning, Ma’am!”
************
Ibu Ira semakin dekat dengan kelas XI IPA 3. Pagi ini
beliau begitu tampak senang dan anehnya, buku-buku dan map-map-nya yang
biasanya setia menemaninya mengajar, pagi ini tidak terlihat. Sebenarnya ada
apa??
Ify yang melihat kedatangan Bu Ira segera
mengingatkan ketiga sohibnya untuk segera berhenti mengobrol dan langsung
menyiapkan buku pelajaran matematika.
Tepat saat buku Ify sudah di atas meja, Ibu Ira
memasuki kelas XI IPA 3. Wajah beliau tampak begitu cerah. Sepertinya akan ada
sesuatu yang baik terjadi.
“Good Morning, Students!” sapa Bu Ira ketika beliau
sudah duduk di kursi guru.
“Morning, Ma’am!” balas warga XI IPA 3.
“Ok, Students. This Morning, kita tidak belajar.
Tetapi, untuk satu jam ke depan, Ibu mau mengatur tempat duduk kalian,” ucap Bu
Ira.
Seluruh penghuni
kelas mengeluh. Padahal tempat duduknya sudah yang paling posisi wuenak, jadi
malah harus ditukar. Kan nggak asyik namanya. Huuuuuuuuhhhhuuuuu…………….
“Stop. We must do
it. Kelas kita ini terlalu sering mengelompok dan harus dilakukan perubahan
agar kita menyatu,” ucap beliau. “Selain itu, Ibu denger kalian sering ribut.
Jadi, Ibu memutuskan kalau sekarang cewek sama cowok duduk sebangku, agar tidak
terjadi keributan,” tambah Ibu Ira. Seluruh kelas jadi gaduh, ada yang setuju
dan ada yang tidak tentu saja.
“Yeah, gue punya
harapan bisa duduk sama Rio,” bisik Shilla ke Ify. Ify hanya tersenyum dan
mulai membereskan buku-bukunya yang terdapat di meja maupun laci meja.
“Semua yang cowok
cepat maju ke depan, sementara yang cewek segera membereskan buku-bukunya,”
ucap Ibu Ira. Lalu beliau mengeluarkan dua buah plastic yang berisi nomor-nomor
bangku.
Semua laki-laki
di kelas XI IPA 3 maju ke depan. Termasuk Rio, Alvin –yang baru datang tepat
saat bel berbunyi ia tiba di bangkunya, Gabriel dan Cakka segera maju ke depan.
“Gue berharap kalau gue duduk sama dia,” bisik Alvin ke Rio. Rio bingung siapa
dia yang dimaksud Alvin. Rio tahu kalau Alvin sedang suka sama seseorang, tapi
Rio baru menyadari kalau orang yang disukai Alvin ada di kelas ini.
“Silakan di
ambil,” ucap Ibu Ira. Secara bergantian Rio dan ketiga sohibnya mengambil nomor
undian yang hanya tersisa empat itu. “Urutan bangkunya dari sebelah kiri dekat
jendela dan silahkan hitung sendiri dan segera pindah,” lanjut beliau.
Rio membuka
gulungan kertasnya. Tidak tampak keraguan, sepertinya duduk sama salah satu
siswi di kelas XI IPA 3 ini, tak terlalu mengusiknya. “Enam belas,” gumam Rio.
Berarti dia duduk di bangku paling belakang sebelah kiri, dekat dengan jendela.
“Sekarang
gantian, siswa silakan ambil tas dan menuju bangku baru kalian. Siswi-siswi silakan
maju,” ujar Ibu Ira.
Kelima belas
siswi-siswi yang menghuni IPA 3 segera maju sambil menyandang tas
masing-masing. Mereka tampak heboh sambil menyebut-nyebut nama Rio. Sepertinya
tiga perempat dari mereka berharap dapat sebangku dengan Rio.
Ibu Ira
menyodorkan plastic yang berisi nomor bangku kepada setiap siswi, salah satunya
Ify. Dia memejamkan matanya saat mengambil gulungan kertas, menghela nafas
sejanak dan kemudian menatap gulungan kertas yang sudah berada di tangannya.
“Eh, Fy. Lo nomer
berapa sih?” tanya Via sambil menyikut siku kanan Ify.
Ify sedikit
meringis. “Lo aja deh buka duluan, gue akhir-akhir aja,” jawab Ify dengan
berbisik.
“Nggak asyik eh.
Ya udah, gue tanya Agni sama Shilla aja,” ucap Via sedikit kecewa. Lalu, ia
menghadapkan badannya ke kiri, tentu ke arah Agni dan Shilla. Ify dapat
mendengar apa yang ditanyakan Via ke Agni dan Shilla. Pastinya saja, apa yang
ditanyakan Via sama seperti yang Via tanyakan kepada dirinya.
“Gue delapan,”
jawab Shilla. “Yah, gagal deh mau duduk sama Rio,” lanjut Shilla. Ify dapat
mendengarnya.
“Gue empat. Di
depan dong. Nggak lucky banget gue,” ini jawaban Agni. Sementara Via duduk di
bangku nomor sebelas.
“Buka yang lo
deh, Fy,” ucap Agni. Ify awalnya tak mau, tapi tatapn ketiga sohibnya mengatakan
kalau Ify wajib harus kudu membuka gulungan kertas itu. Akhirnya, Ify membuka
gulungan itu dengan perlahan. Angka satu muncul dan kemudian timbul angka 6.
Jadi yang terlihat 16, enam belas.
“Lo duduk sama
Rio, Fy. Tukaran yuk,” seru dan pinta Shilla cepat. Ify saja belum menyadari
kalau ia bakalan duduk dengan artis muda itu.
“Tenang semuanya.
Tidak ada yang boleh tukaran nomor bangku. Dan sekarang silakan duduk menju
bangku baru masing-masing,” ucap Ibu Ira. Ify menghela nafas lega, untung saja
ia tak perlu menjawab pertanyaan Shilla dan mengarang alasan agar ia bisa untuk
tidak tukaran bangku dengan Shilla.
Seseorang menatap
wajah Ify. Ia ingin gadis itu bersikap seperti kemarin. Ada yang salah apabila
dekat dengan seorang artis?? Tidak bukan?? Kenapa gadis itu seolah menjaga jarak
dan itu membuat dirinya kesal. “Gue harap, lo yang ada di sebelah gue,” batin
Rio. Pemuda yang mentap Ify sendari tadi.
***********
BERSAMBUNG.........
0 comments:
Posting Komentar