Sebel-Sebel Juga Cinta Tuh Part 2



 Sebel-Sebel Juga Cinta Tuh, Part 3


Lagi-lagi di kelas XI IPA 3 terdengar teriakan dan keributan yang diciptakan oleh pasangan duet adu bacot yang terkenal dengan sebutan Rify. Julukan dari teman sekelas Rio dan Ify untuk mereka berdua. Bahkan satu sekolah tak ketinggalan guru-gurunya, mengenal Ify dan Rio dengan panggilan Rify itu.

Pagi ini keributan yang dilakukan oleh Rify terjadi pada jam pelajaran Matematika dengan guru yang paling killer, siapa lagi kalau bukan Madame Winda. Pagi ini juga, Rify membuat takjub penghuni XI IPA 3. Mereka berdua berani ribut dijamnya Madame Winda hanya karena Rio dan Ify berberebutan spidol untuk mengerjakan soal di papan tulis.

“Gue duluan, Mario Jelek,” seru Ify sengit dan mencoba mengambil spidol dari tangan Rio dengan paksa.

“Gue duluan yang lihat itu spidol, Ify behel,” balas Rio tak kalah sengitnya dan mengenggam spidol erat-erat.

“Nggak, pokoknya harus gue. Gue duluan yang pegang itu spidol, lo main asal ngerbut doang.”

“Yang namanya lihat duluan, dia yang berhak, Behel.”

“Asas dari mana tuh? Gue nggak pernah denger,” tanya Ify dan tersenyum miring. Ia tahu kalau Rio mengada-ngada.

“Gue dong yang buat,” jawab Rio bangga dan membusungkan dadanya.

“Cuih. Gue nggak terima Siniin spidolnya,” seru Ify dan tangannya bergerak dengan lincah untuk mengambih spidol di tangan Rio.

“Ogah. Sampe behel lo lepas juga, gue kagak sudi ngasih ini spidol sama lo.”

“Maaaarrrriiiioooo, kok lo nyebelin banget sih!” seru Ify kesal. Mereka berdua jadi rebutan spidol.

Ibu Winda menatap dua orang muridnya itu jengkel. Teman-teman sekelas Ify dan Rio cengo melihat RiFy yang berani-beraninya berantem. Padahal pelajaran Bu Winda ini terkenal dengan detik-detik di kuburan. Tak ada satupun murid yang berani membuat suara. Bahkan suara ketukan pena nggak terdengar sama sekali. Tentu saja RiFy membuat terobosan terbaru.

“Ehem…” deham Bu Winda.

Rio Ify sama sekali tidak perduli akan suara itu, mereka berdua sibuk saling berbebat dan adu argumentasi. Yang ujung-ujungnya berakhir dengan saling maksa nggak penting.

“Rio….cepet siniin spidolnya,” seru Ify.

“Kagak behel,” balas Rio.

“Sini.”

“Nggak.”

“Siniin.”

“Ogah.”

“Riiiooo!”

“Apa Ify?”

“Yo…”

“Fy…”

“Riiiiooo maallingg,” jerit Ify tertahan.

“Ifffyy…..beeheeelllll,” balas Rio tak kalah.

“RIFY DIAM,” bentak Bu Winda akhirnya. Ia tak tahan lagi melihat tingkah dua muridnya yang sudah tidak sopan terhadap dirinya.

“Lo yang diem. Ini urusan gue sama dia,” ucap Rio dan Ify kompak. Mereka berdua saling menunjuk diri masing-masing. Tidak menyadari bahwa sang Penguasa kelas saat ini yang berbicara.

“RIO-IFY,”  bentak Bu Winda lagi.

“Lo apaan sih, diem!” bentak RiFy. Lagi-lagi kompak. Mereka masih asyik mengirim tatapan membunuh nun tajam kepada satu sama lain.

Ibu Winda yang dikenal sebagai guru yang paling disegani menurut dirinya sendiri (padahal ia adalah guru yang paling ditakutin satu sekolahan lantaran ia yang paling killer) berdecak kesal melihat tingkah muridnya yang terlalu childish itu. Tanpa banyak cincong, beliau langsung menjewer telinga Rio dan Ify serentak.

“AAADAAAWWWW…....SSSAAAKKKIITTT,” jerit keduanya menahan rasa dijewer itu.

“Awas lo Rio. Berani-beraninya lo jewer telinga gue. Awas lo ya, gue nggak terima. Gue laporin lo ke komnas HAM. Gue aduin ke Kak Seto. Awas lo. Pokoknya gue kagak terima,” ucap Ify panjang lebar.

Rio melongo mendengar ocehan Ify. Dirinya sama sekali tidak menjewer telinga Ify. Jarak mereka berdua pun satu meter, nggak mungkin tangannya dapat menggapai Ify.

“Gue nggak jewer lo behel. Lo kira gue apaan. Jarak gue sama lo itu satu meter, dong-dong. Lo kira gue nggak kesakitan juga. Telinga gue juga dijewer, bego.”

Ify terdiam dan jadi mikir sendiri. “Jadi….kalo bukan lo siapa? Atau jangan-jangan……hantu….huaha….gue takut,” seru Ify dan berlari mendekat ke Rio. Ia pun memeluk lengan Rio.

Teman-teman sekelas Ify, bahkan ketiga sahabatnya, yaitu Via, Agni dan Shilla ternganga melihat tingkah Ify. Dua detik kemudian, jadi nahan-nahan senyum gitu. Mereka ingin pada ketawa, berhubung Monster Winda….eh….maksudnya Madame Winda udah bertengger di sebelah Rio dan Ify dengan tatapan penuh aura neraka, jurang tartarus dan penuh kesuraman jadi nggak berani ketawa dan milih diem.

“Siapa yang hantu, Ify. Lihat ke sebelah kanan,” perintah Bu Winda. Ify yang terpejam mengikuti perintah itu. Rio pun ikut-ikutan. Mereka berdua langsung terperanga dan cengo seketika.

“Jadi hantu itu Monster Winda ya, Yo?” tanya Ify polos kepada Rio yang melotot kesal pada Ify. Pasalnya Rio sudah menyadari kalau Bu Winda-lah yang menjewer telinga mereka berdua.

“Diam, Fy,” desis Rio pelan. Ify menatap Rio bingung.

“KALIAN BERDUA SILAKAN BERDIRI DI TIANG BENDERA SAMPAI JAM SAYA SELESAI,” teriak Madame Winda. Belum lagi kebingungan Ify hilang, dia sudah dilanda teriakan sekaligus bentakan mengerikan dari guru killernya itu.

“Tapi saya salah apa, Bu?” tanya Ify polos.

Madame Winda menatap anak didiknya itu makin jengkel. “Kalau saya jabarin semua, hukuman kalian tidak akan jalan. Cepat keluar dan berdiri di tiang bendera,” jawab Madame Winda.

Rio menyadari kalau Ify akan membantah guru ganasnya itu. Ify memang mudah marah, namun ia juga terkadang menjadi polos banget dan sedikit telat mikir alias telmi gitu. Makanya, dengan segera Rio menarik Ify keluar kelas dan menuju tiang bendera. Ia juga tahu kalau Ify terus memberontak salama perjalanan menuju tiang bendera.

***********

Ify kesal bukan main. Saat ini ia tengah berdiri di depan tiang bendera dan bersebelahan dengan Rio. Cowok yang paling menyebalkan di dunia ini. Orang yang selalu membuat Ify naik darah dan tak lupa ngomel-ngomel kagak berhenti. Membuat Ify suka mencaci orang, tentu saja orang itu Rio.

Rio sendiri hanya diam selama mereka di hukum. Ia tak melirik Ify secara langsung, namun melalui ekor matanya. Gadis itu orang yang selalu ia ganggu, gadis yang mudah marah dan mengungkapkan apa saja yang ada dipikirannya,tanpa ada yang disembunyikannya. Rio menyadari itu. Sangat menyadarinya.

Rio tersenyum geli mengingat semua kejahilan yang ia lakukan terhadap gadis di sampingnya itu. Lucu. Sungguh lucu dan menggemaskan. Reaksi yang diberikan gadis itu sungguh menarik. Apapun reaksinya. Mau dia marah, kesal dan mengata-ngatainnya, Rio selalu suka. Selalu tertarik dan mampu membuatnya tertawa. Dibalik itu semua Rio juga menyadari, betapa bencinya gadis itu kepada dirinya. Toh ia tak terlalu perduli. Yang jelas, kini ia akan selalu menjahili gadis itu.

Ify merasa kesal. Ia tahu kalau Rio tengah melirik dirinya. Ia menyadari kalau Rio menahan tawanya. Ify juga tahu kalau yang Rio tertawakan pasti dirinya. “Ngapain lo lirik-lirik gue, hah?!” tanya Ify jutek.

Rio sedikit kaget awalnya sih. Namun ia kembali tenang seperti biasa. “Gue lirik-lirik elo? Lo ngimpi? Ngerasa punya tampang Selena Gomez lo?” tanya Rio balik. Ify mencibir.

“Diam kan lo. Mangkanya jangan geer. Geer aja diternakin,” sambung Rio. Ify makin mencibir. Laki-laki di sampingnya itu sungguh menyebalkan. Padahal Ify yakin-seyakinnya sebesar rasa yakinnya terhadap kaki ayam yang memang berjumlah dua. 

“Daripada lo, nggak berani ngaku. Malu ya lo ketaun ngeliatin gue. Gue emang nggak secantik Selena Gomez, tapi gue memang menarik kok,” jawab Ify pura-pura merendahkan diri. Padahal aslinya nyindir tuh.

“Ya lo memang menarik. Memang norak ribet kampungan,” balas Rio santai.

Lagi-lagi laki-laki yang tengah dihukum bersamanya itu membuat dia kesal. Ify selalu heran dengan laki-laki itu, bisa-bisanya ia menyabarkan arti dari kata menarik hanya dalam waktu singkat. Memang artinya jelek sih dan rada maksa banget, tetapi tetap saja menaikan spanning.

“Lo sendiri nggak ada bagus-bagusnya. Idung lo menolak tumbuh ke depan, malah mau ke dalam. Kulit lo ditawarin putih, tapi malah milih item. Terus…..” Ify menghentikan ucapannya dan menunjuk badan Rio yang kering korantang itu. Padahal mereka berdua sama saja. “badan lo dikasih daging, eh maksa maunya tulang. Apaan tuh,” tambah Ify.

“Terus badan lo apaan? Disuruh berisi tapi nolak, gitu?” tanya Rio balik dan kata-katanya nggak nyambung gitu.

Bukannya marah, Ify malah tersenyum. Senyum manis banget. “Nggak gitu lah. Badan gue mah badan model. Langsing dan tinggi. Ideal banget,” jawab Ify lembut.

Rio mengangkat alisnya sebelah. “Lo model? Model ondel-ondel ada kali,” balas Rio dan ia tertawa geli. Ify sendiri manyun. Ternyata lelaki bernama Rio ini masih saja menyebalkan.

“MARIO…..ELO ITU MASIH AJA NYEBELIN,” teriak Ify. Ia sudah males membalas kata-kata kejahilan laki-laki itu.

“IFY……LO ITU MASIH AJA NGEGEMASIN,” teriak Rio balik. Ify yang mendengarnya jadi tertegun. Namun hanya sebentar. Habisnya…… “Fy….muka lo itu lenong bocah banget ya? Komedi gitu. Sembilan sepuluh lah sama Sule. Gue suka tuh nonton Sule, habis lucu,” tambah Rio dan alisnya naik turun.

Ify manyun, Rio benar-benar menyebalkan dan Ify tidak meragukan itu lagi. Ia sudah yakin seratus persen. “DASAR MARIO GILA. NYEBELIN. SINTING. AWAS YA LO!” umpat Ify terang-terangan.

“Awas apaan?” Awas ada Ify, siap tak jailin dong….”tanya Rio lagi-lagi kurang nyambung.

“Awas aja kalo lo sampe jatuh cinta sama gue. Gue bakal tolak lo habis-habisan,” jawab Ify.

Hahahhahha….hahhhaha…..tawa Rio pecah. “Emang nggak ada cewek lain yang bisa gue taksir?” Rio balik bertanya. Belum lagi Ify menjawab Rio malah berucap lagi. “Tapi boleh juga deh, apa bener yang namanya Alyssa Saufika Umari alias Ify behelan titisan Nenek Sihir Mak Lampir bisa menolak kata cinta dari seorang Mario Stevano Aditya Haling yang gantengnya sejagad raya. Pesonanya seluas lautan. Yang kecenya badai.”

Huek…Ify berlagak mau muntah. “Tolongin gue deh, ada yang punya kaca nggak? Terus yang punya ember atau plastic juga. Gue mau minta. Nggak tahan mau muntah gue, ada orang pe-de-nya nggak ketulungan,” seru Ify pura-pura panic.

“Noh dikacangin lo. Lo nggak liat tatapan mereka yang memandang elo ibarat alien kesasar di tengah-tengah ikan? Cacian deh lo,” ujar Rio.

“Diem deh lo. Gue bosen dengar ocehan lo yang nggak bagus banget untuk didengar itu. Dasar monyet gila. Item, pesek, nyebelin dan gue benci banget sama lo,” balas Ify.

“Benci ya?? Beneran cinta kali. Hayo….ngaku deh lo, pantes lo bilang awas kalo gue sampe jatuh cinta sama lo. Jangan-jangan lo yang jatuh cinta sama gue. Lo nyatain aja sama gue sekarang. Di sini juga nggak apa-apa kok. Nggak perlu sok romantis, gue nggak terlalu suka sama yang romantis-romantisan gitu,” ujar Rio dan tersenyum manis ke arah Ify.

Bulu kuduk Ify merinding. Rio memang sableng. Gila aja nih anak ngomong kayak gitu. Di sini banyak orang kali, ntar dikira gue ngejar-ngejar Rio lagi, batin Ify.

“Kenapa diam? Gue kan baik orangnya, gue nggak bakal nolak lo deh. Gue langsung terima dan gue jadiin pacar tersayang gue. Ayo bilang aja sekarang,” tambah Rio lagi. Ify melotot. Rio memang nggak waras. Sarafnya udah putus. System koordinasinya terganggu dan Ify rasa ia harus mengajukan surat rekomendasi ke rumah sakit kejiwaan kepada Tante Manda, biar anaknya itu sedikit baikan. Kalo bisa baikan langsung, jangan sedikit baikan. Kalo sedikit baikan bisa-bisa kambuh lagi.

Rio yang melihat Ify melotot malah semakin jadi. Ia suka menggoda gadis di depannya ini. “Jangan sampe melotot kok, Ify sayang. Gue masih tetap kece badai tanpa lo harus melotot ngeliat gue,” ujar Rio.

Muka Ify mulai memerah. Bukan tersipu, tetapi MALU. Orang-orang yang lagi iseng keluar jam pelajaran, bahkan kelas yang sedang berolahraga kini memperhatikan dirinya dan si Stress Rio. Ia malu, sungguh malu. Rio sangat malu-maluin dirinya.

“Sayang pala lo pusing kepayang. Gue ogah naksir elo. Sampe hidung lo jadi mancung baru gue bakal naksir lo. And itu tandanya nggak mungkin.”

“Kita lihat aja, say,” balas Rio yang membuat Ify merinding.

“Say..say… aja lo. Sayuti melik lo,” seru Ify jutek dan ia menginjak kaki Rio.

“ADAWWWW…..” teriak Rio kesakitan.

“Sekali lagi lo panggil gue sayang. Bukan kaki lo yang gue injek, tapi hidung lo. Biar semakin tenggelam. Makin pesek….mancung ke dalem,” ucap Ify.

Tiba-tiba bel tanda pelajaran pertama dan kedua berakhir. Ify lega, ia segera balik badan untuk kembali ke kelasnya. Namun sebelum ia benar-benar kembali ke kelasnya, Ify menatap Rio sejenak. “DELUAN YA MARIO JELAK, ITEM, PESEK, STRESS, GILA. BYE….BYEE….” pamit Ify tak lupa melambaikan tangannya. Kemudian ia benar-benar balik badan dan menuju kelasnya.

Sementara Rio yang ditinggal hanya tersenyum geli. Ia sungguh tergoda untuk tersenyum melihat tingkah Ify. Gadis yang selalu dia goda. Tingkah gadis itu terlalu imut untuk usianya sekarang. Selain itu, Ify gadis yang sangat berbeda. Di mana gadis-gadis lain berebut mencari perhatian dirinya, namun Ify kebalikannya. Ia sungguh menolak akan kedatang dirinya. Setelah asyik tertawa geli, Rio pun juga kembali ke kelasnya.

*************

“Via sama Shilla mana sih, Ag?? Kok ke toilet aja lama amat,” tanya Ify kepada Agni. Mereka berdua tengah duduk-duduk di kantin sambil menikmati makanan favorit masing-masing. Sebenarnya mereka tadi berempat, namun Via dan Shilla katanya pergi ke toilet bentar.

“Mereka kan ke wc, Ify. Kali-kali aja ada urgent. Pasti mereka balik lagi kok,” jawab Agni santai.

“Feeling gue nggak bilang gitu deh, Ag,” ujar Ify. Ia meletakan kedua telapak tangannya di kedua pipinya dan kemudian menghela nafas lemah. “Menurut feeling gue nih, mereka pasti lagi sama si Kuntet Gab-Gab sama Al-Al mendok itu,” tambah Ify.

Agni tertawa geli mendengar ucapan Ify. Ify orangnya memang aneh, lucu dan kalau sudah nggak suka banget dengan orang lain ia pasti benar-benar menunjukannya. Seperti tadi, Ify memanggil Gabriel dengan panggilan Gab-Gab, sedangkan untuk Alvin ia panggil Al-Al mendok. Lucu banget kan si Ify? Ia pun nggak suka sama Gabriel dan Alvin hanya karena mereka berdua adalah sohibnya Rio. Orang yang paling menyebalkan.

“Percaya aja deh sama Via dan Shilla. Mereka kan juga udah janji untuk tidak dekat-dekat dengan Gabriel dan Alvin,” ujar Agni. Tepat saat Agni selesai berucap, dua bola matanya menangkap sosok Via dan Shilla yang mulai berjalan menuju ke tempat mereka sekarang. “Nah, benerkan. Lihat tuh, Shilla dan Via udah ke sini,” sambung Agni.

Ify melihat ke mulut kantin, memang benar apa yang dibilang Agni. Via dan Shilla memang tengah berjalan menuju ke tempat ia duduk, bahkan kini Via melambaikan tangannya ke arah dirinya. Ify pun membalas lambaian tangan itu. Ify masih menatap ke mulut kantin, tanpa sengaja pandangan matanya jatuh pada seseorang yang nggak mau dia lihat. Orang yang paling nyebelin bagi dirinya.

“OMG, kenapa dia lagi,” gumam Ify. Karena merasakan kalau Rio juga menatap dirinya balik, Ify segera mengubah arah pandangnya dan kembali konsen pada semangkuk baksonya.

********

Rio bersama ketiga sohibnya, yaitu Alvin, Gabriel dan Cakka tengah berjalan menuju kantin. Setelah bermain basket lumayan lama, ada kali sekitar dua puluh menit, rasa lapar menerjang mereka. Selama perjalanan menuju kantin keempatnya tampak asyik bercerita. Dapat terlihat dari tawa mereka.

Saat tiba di mulut kantin, alias lorong untuk menuju area kantin. Tanpa sengaja mata Rio menangkan dua bola mata bening yang selama ini selalu memancarkan aura kemarahan yang sangat amat besar terhadap dirinya. Namun sebaliknya, Rio bukannya takut terlebih-lebih lagi merasa Ify sungguh mengerikan, Rio malah tersenyum manis sekali. Tetapi sayangnya, orang yang harusnya menerima senyum itu malah telah memalingkan wajahnya.

“Dasar nenek lampir. Tapi elo selalu menggemaskan. Tunggu gue,” gumam Rio. Ia tidak sadar kalau dirinya tidak sendirian saat ini. Tentu saja gumamannya itu mengundang perhatian ketiga sohibnya.

“Ify lagi, Yo?” tanya Gabriel dengan alis terangkat sebelah.

“Siapa lagi sih, Yel yang tiap hari jadi korban jahilnya si Pesek ini. Cewek lain mah kagak ada yang berani menentang Rio,” Alvin menjawab dan kemudian ia terkekeh pelan.

Rio mengangguk tanda setuju. “Lo bener, Vin. Ify emang berbeda. Lo bertiga nanti liat gue ya. New mission. Yang kemaren udah basi,” ujar Rio.

“Dasar lo, Yo. Ada-ada aja. Anak orang tuh, main asal jahilin aja, lo,” ucap Gabriel dan gelang-geleng kepala.

“Dia terlalu menarik, Yel. Apapun reaksinya, dia selalu menggemaskan,” balas Rio dan ia menelusuri memori di kepalanya tentang ekspresi-ekspresi wajah Ify.

Cakka yang sendari tadi diam karena sibuk memperhatikan sosok lain, tiba-tiba angkat suara. “Gimana ngambil hati cewek galak sih?”

Rio, Alvin dan Gabriel langsung melihat ke arah Cakka. “Maksud lo apaan, Kka?” tanya Gabriel.

Belum lagi Cakka menjawab, Alvin si Sipit langsung menyambar. “Pasti Agni kan, Kka? Sekarang lo udah benci jadi cinta nih?” ledek Alvin.

“Yeee….emang gue kayak Rio sama Ify. Gue mah dari dulu sukanya sama Agni. Tapi tuh cewek tomboy, ngeliat gue kayak ngeliat dedemit. Apaan dah,” ujar  Cakka.

“Tapi percuma lho. Gue denger dari Via, kalo kita bertiga minus Rio nggak bisa pacaran sama sahabat-sahabatnya Ify kalau Rio belum minta maaf sama Ify di depan seluruh murid di GNIS ini,” ucap Gabriel.

“Kok lo bisa tahu, Yel? Gimana sampai bisa si Via cerita sama lo?” tanya Alvin yang menangkap kejanggalan.

“Ada apa-apanya nih. Pasti,” ucap Cakka.

Gabriel nyengir kuda. “Gue nembak Via kemaren, tapi di tolak. Alasannya ya itu. Via itu orangnya jujur banget. Waktu gue tanya dia suka juga sama gue nggak, dia jawab suka. Tapi dia nggak mau pacaran sama gue, sebelum Ify membolehkan. Alasannya kata Via, dia nggak mau menghianati Ify soalnya dia udah janju,” jawab Gabriel.

“Ckckckckckckc…….jadi gitu. Kasihan deh nasib lo bertiga,” ledek Rio.

“Ini juga salah lo, kunyuk!” seru Cakka dan Alvin serentak.

“Tenang-tenang, lo bertiga lihat aja nanti,” ucap Rio penuh misterius.

Kryuukkk……kryuuukkk……..

Tiba-tiba perut di antara mereka berempat ada yang tengah asyik konser. “Siapa tuh? Malu-maluin aja,” seloroh Rio.

Dengan tampang tanpa malu sedikit pun Cakka mengangkat tangannya seperti tersangka maling ayam. “Gue, Bro. lo bertiga sih pake lama. Gue udah laper tau,” ujar Cakka.

“RIO KALI,” seru Gabriel dan Alvin bersamaan.

“Nggak usah ribut deh, ikut gue,” ujar Rio dan ia segera memasuki area kantin.

*******

Seperti yang tidak terduga, ternyata Rio menuju meja yang dihuni oleh Ify dan ketiga sohibnya. Tanpa merasa bersalah apalagi menyadari kalau dia tidak boleh duduk di meja itu terlebih-lebih lagi di samping Ify, Rio malah melakukan hal tersebut. Dengan santainya ia duduk di sebelah Ify. Ify yang notabane-nya duduk paling pinggir deket dinding jadi terkunci.

“Hai, Ify sa….yaangg….” sapa Rio dengan nada suara terlalu merdua hingga membuat ketiga sohib Ify ternganga. Yang paling parahnya Ify sendiri. Rio berhasil membuat gadis itu melotot dan ternganga dalam waktu bersamaan.

Gabriel, Cakka dan Alvin melihat tingkah Rio dibuat surprice. Rio memang ajaib.  “Boleh kit duduk di sini?” tanya Alvin.

Pertanyaan Alvin berhasil memberikan kembali kesadaran Via, Shilla dan Agni yang tadi tiba-tiba terenggut. “Eh…iya, nggak apa-apa kok,” Shilla menjawab. Akhirnya, Gabriel dan Alvin duduk di bangku yang berhadapan dengan Via dan Shilla, kecuali Cakka ia kebagian duduk di samping Via makanya dia manyun abis. Cakka pun memesan semangkuk mi ayam.

“Hei……, Fy. Woi…... Ify nenek sihir mak lampir….” Panggil Rio lagi.

Ify mengerjap-ngerjap. Matanya berkedip-kedip. “Yang ini baru Rio,” batin Ify. “Tadi gue salah dengar,” tambah Ify dalam hati. Untuk memastikan, Ify menatap Rio lekat.

“Ngapain lo ngeliat gue gitu banget, Fy? Gue berubah kok, Fy. Tambah ganteng,” ujar Rio dan ia menghadiahkan Ify senyum manisnya. Yang teramat manis.

Sekarang Ify beneran yakin, ia yakin seyakin-yakinnya. Refleks Ify memukul lengan Rio dengan botol Aqua-nya yang masih berisi setengahnya. Lumayan sakit tuh.

“ADAAAAWWWW…..” teriak Rio.

“Makanya, Yo. Ngomong tuh diseleksi dulu. Nyaho lo,” ledek Cakka. Dari pada jadi obat nyamuk di antara Via dan
Gabriel, ia lebih memilih melihat pertengkaran Rio dan Ify. Ditambah lagi Agni yang asyik sendiri dengan
handphone-nya.

“Lo apa-apaan sih, Fy. Sakit  behel,” seru Rio.

Ify nyengir. “Gue mau mastiin, elo itu beneran Rio sinting buron RSJ apa bukan. Habis lo manggil gue gitu,” ujar Ify.

Alis Rio naik turun. “Jadi lo masih nggak percaya kalo gue manggil elo, Ify sayang. Bukannya lo memang suka sama gue, Fy? Kemarin elo bilang kan? Gue juga udah nerima elo jadi pacar tersayang gue,” ucap Rio norak dan ia mengerling genit ke Ify.

Kali ini Ify benar-benar merinding. “Idih…..gue?? Suka sama elo?? Inget ya Mario Bross jelek, pesek,cungkring, stress dan nyebil kuadrat, gue suka sama lo kalo hidung lo yang tenggelam itu bisa bangkit alias mancung. Dan itu tidak dan nggak akan pernah terjadi,” ujar Ify dan menunjuk hidung Rio.

Gabriel, Cakka, Via, Agni, Shilla dan Alvin tertawa pecah mendengar ucapan Ify. “Lo emang TOP, Fy. Cuma elo yang berhasil menyebutkan nama panjang Rio. Keren, Fy,” puji Cakka.

“Nggak usah malu-malu deh, Fy. Gue pasti terima elo. Gue bakal jadiin elo satu-satunya penghuni hati gue. Jadi Mrs. Mario,” ujar Rio.

“Heh Rio jelek?! Gue itu nggak pernah naksir sama elo. Apaan deh lo bilang-bilang gitu. Lo kali naksir sama gue,” bales Ify.

“Tuh kan, gara-gara lo semua Ify jadi malu-malu tuh. Ngambek dia. Pergi deh lo berenam, Kka, Yel, Vin. Kalian juga tuh Shill, Vi, Ag,” ujar Rio pura-pura sangat terganggu.

“Yeeee…..gue nggak kali. Kalian aja tuh. Gue udah nyaman dari tadi di sini,” tukas Agni.

Gabriel, Cakka dan Alvin sudha berdiri. Begitupun dengan Via dan Shilla. Hanya Agni yang masih bertahan di posisi duduknya. “Udah deh, Ag. Cepetan, ayo kita pergi,” ujar Via. Ia menarik tangan Agni dna mereka berenam pun benar-benar meninggalkan Rio dan Ify berdua.

“Sekarang lo bilang deh, Fy. Kalo lo suka sama gue,” ujar Rio.

“Ogah. Eh….sohib-sohib gue mana?” tanya Ify. Rio tersenyum geli dalam hatinya, ternyata Ify tidak menyadari tadi.

“Udah pergi. Lo sama gue aja di sini, kita habisin waktu berdua,” ujar Rio.

“Kagak pernah. Berdua sama lo itu ibarat di Tartarus, ogah banget gue. Minggir,” tolak Ify langsung.

“Lewat aja kalo bisa,” ucap Rio lembut. Ify mengutuk ucapan lembut Rio itu. gimana ia bisa keluar, kalo dia terjepit di antara Rio dan dinding kantin.

“Ya Allah, kenapa makhluk di depan hamba ini nyebelin banget…………….” Ratap Ify. Rio tekekeh geli mendengar ratapan Ify.

“Puas lo gue nggak bisa keluar?”

“Tentu, Ify sayang….” Goda Rio.

Buuuukkk….kembali botol Aqua menimpuk Rio. Kali ini di bahunya. Bukannya marah dengan Ify, tapi Rio tertawa. Ia tertawa lantaran melihat ekspresi wajah Ify yang tengah cemberut. Pipinya mengembung, matanya berkilat kesal, tangannya terlipat di depan dada.

******* 


BERSAMBUNG.....

1 comments:

Randy Frasta mengatakan...

Terusannya mana nih?

Posting Komentar