Cinta Gue itu, Elo! Part 5



 Cinta Gue itu, Elo! Part 5



Ibu Ira semakin dekat dengan kelas XI IPA 3. Pagi ini beliau begitu tampak senang dan anehnya, buku-buku dan map-map-nya yang biasanya setia menemaninya mengajar, pagi ini tidak terlihat. Sebenarnya ada apa??
Ify yang melihat kedatangan Bu Ira segera mengingatkan ketiga sohibnya untuk segera berhenti mengobrol dan langsung menyiapkan buku pelajaran matematika.
Tepat saat buku Ify sudah di atas meja, Ibu Ira memasuki kelas XI IPA 3. Wajah beliau tampak begitu cerah. Sepertinya akan ada sesuatu yang baik terjadi.
“Good Morning, Students!” sapa Bu Ira ketika beliau sudah duduk di kursi guru.
“Morning, Ma’am!” balas warga XI IPA 3.
“Ok, Students. This Morning, kita tidak belajar. Tetapi, untuk satu jam ke depan, Ibu mau mengatur tempat duduk kalian,” ucap Bu Ira.
                Seluruh penghuni kelas mengeluh. Padahal tempat duduknya sudah yang paling posisi wuenak, jadi malah harus ditukar. Kan nggak asyik namanya. Huuuuuuuuhhhhuuuuu…………….
                “Stop. We must do it. Kelas kita ini terlalu sering mengelompok dan harus dilakukan perubahan agar kita menyatu,” ucap beliau. “Selain itu, Ibu denger kalian sering ribut. Jadi, Ibu memutuskan kalau sekarang cewek sama cowok duduk sebangku, agar tidak terjadi keributan,” tambah Ibu Ira. Seluruh kelas jadi gaduh, ada yang setuju dan ada yang tidak tentu saja.
                “Yeah, gue punya harapan bisa duduk sama Rio,” bisik Shilla ke Ify. Ify hanya tersenyum dan mulai membereskan buku-bukunya yang terdapat di meja maupun laci meja.
                “Semua yang cowok cepat maju ke depan, sementara yang cewek segera membereskan buku-bukunya,” ucap Ibu Ira. Lalu beliau mengeluarkan dua buah plastic yang berisi nomor-nomor bangku.
                Semua laki-laki di kelas XI IPA 3 maju ke depan. Termasuk Rio, Alvin –yang baru datang tepat saat bel berbunyi ia tiba di bangkunya, Gabriel dan Cakka segera maju ke depan. “Gue berharap kalau gue duduk sama dia,” bisik Alvin ke Rio. Rio bingung siapa dia yang dimaksud Alvin. Rio tahu kalau Alvin sedang suka sama seseorang, tapi Rio baru menyadari kalau orang yang disukai Alvin ada di kelas ini.
                “Silakan di ambil,” ucap Ibu Ira. Secara bergantian Rio dan ketiga sohibnya mengambil nomor undian yang hanya tersisa empat itu. “Urutan bangkunya dari sebelah kiri dekat jendela dan silahkan hitung sendiri dan segera pindah,” lanjut beliau.
                Rio membuka gulungan kertasnya. Tidak tampak keraguan, sepertinya duduk sama salah satu siswi di kelas XI IPA 3 ini, tak terlalu mengusiknya. “Enam belas,” gumam Rio. Berarti dia duduk di bangku paling belakang sebelah kiri, dekat dengan jendela.
                “Sekarang gantian, siswa silakan ambil tas dan menuju bangku baru kalian. Siswi-siswi silakan maju,” ujar Ibu Ira.
                Kelima belas siswi-siswi yang menghuni IPA 3 segera maju sambil menyandang tas masing-masing. Mereka tampak heboh sambil menyebut-nyebut nama Rio. Sepertinya tiga perempat dari mereka berharap dapat sebangku dengan Rio.
                Ibu Ira menyodorkan plastic yang berisi nomor bangku kepada setiap siswi, salah satunya Ify. Dia memejamkan matanya saat mengambil gulungan kertas, menghela nafas sejanak dan kemudian menatap gulungan kertas yang sudah berada di tangannya.
                “Eh, Fy. Lo nomer berapa sih?” tanya Via sambil menyikut siku kanan Ify.
                Ify sedikit meringis. “Lo aja deh buka duluan, gue akhir-akhir aja,” jawab Ify dengan berbisik.
                “Nggak asyik eh. Ya udah, gue tanya Agni sama Shilla aja,” ucap Via sedikit kecewa. Lalu, ia menghadapkan badannya ke kiri, tentu ke arah Agni dan Shilla. Ify dapat mendengar apa yang ditanyakan Via ke Agni dan Shilla. Pastinya saja, apa yang ditanyakan Via sama seperti yang Via tanyakan kepada dirinya.
                “Gue delapan,” jawab Shilla. “Yah, gagal deh mau duduk sama Rio,” lanjut Shilla. Ify dapat mendengarnya.
                “Gue empat. Di depan dong. Nggak lucky banget gue,” ini jawaban Agni. Sementara Via duduk di bangku nomor sebelas.
                “Buka yang lo deh, Fy,” ucap Agni. Ify awalnya tak mau, tapi tatapn ketiga sohibnya mengatakan kalau Ify wajib harus kudu membuka gulungan kertas itu. Akhirnya, Ify membuka gulungan itu dengan perlahan. Angka satu muncul dan kemudian timbul angka 6. Jadi yang terlihat 16, enam belas.
                “Lo duduk sama Rio, Fy. Tukaran yuk,” seru dan pinta Shilla cepat. Ify saja belum menyadari kalau ia bakalan duduk dengan artis muda itu.
                “Tenang semuanya. Tidak ada yang boleh tukaran nomor bangku. Dan sekarang silakan duduk menju bangku baru masing-masing,” ucap Ibu Ira. Ify menghela nafas lega, untung saja ia tak perlu menjawab pertanyaan Shilla dan mengarang alasan agar ia bisa untuk tidak tukaran bangku dengan Shilla.
                Seseorang menatap wajah Ify. Ia ingin gadis itu bersikap seperti kemarin. Ada yang salah apabila dekat dengan seorang artis?? Tidak bukan?? Kenapa gadis itu seolah menjaga jarak dan itu membuat dirinya kesal. “Gue harap, lo yang ada di sebelah gue,” batin Rio. Pemuda yang mentap Ify sendari tadi.

***********

                Rio menatap seluruh kelasnya. Kebanyakan siswi-siswi di kelasnya sudah mengambil tempat duduk masing-masing. Bahkan ia dapat melihat kalau Gabriel duduk bareng Agni di depan. Sementara Via duduknya di barisan ketiga bersama Cakka. Sedangkan Alvin, ia duduk bersama Shilla di bangku barisan kedua. Rio sendiri masih menunggu siapa yang akan duduk di sebelahnya.
                Ify terus membawa langkahnya menuju bangku di paling belakang itu. Kedua tangannya penuh dengan buku-buku yang ia tinggalkan di laci meja selama ini dan kini ia harus mengangkutnya karena telah pindah meja. “Kalau ada acara pindah-pindah gini, gue juga nggak akan pernah ninggalin ini buku,” dumel Ify.
                Saat ia tiba di bangku belakang itu, ia segera menemukan sosok Rio yang kini tengah menatap dirinya dan kemudian tersenyum. Senyum itu sama persis dengan senyum yang Rio perlihatkan kepada dirinya pada hari kemarin. Ify pun membalas senyum itu tanpa ia sadari.
                “Hai, Alyssa,” sapa Rio pelan.
                Ify menganggukan kepalanya. “Pagi juga, Mario,” balas Ify. Ia segera meletakan buku-bukunya di atas meja di dekat dinding karena itu kosong, sementara Rio telah memilih untuk duduk di sebelah kanan mejamereka. “Boleh gue duduk sini kan? Apa lo mau tuker?” tanya Ify sebelum ia benar-benar duduk di sebelah Rio.
                “Nggak lah, Fy. Duduk gih,” jawab Rio dan terkekeh pelan. Gadis ini sangat memberikan kejutan. Rio memajukan bangkunya agar Ify dapat lewat, soalnya bangku mereka hanya berjarak satu meter dari loker kelas.
                “Thanks Rio,” ucap Ify. Rio mengangguk dan kini ia melihat ke depan karena mendengar perintah Ibu Ira yang meminta seluruh muridnya untuk memperhatikan apa yang akan beliau katakana.
                “Posisi duduk seperti ini berlaku sampai kita kenaikan kelas. Jangan sampai ada yang berani pindah-pindah. Siapa yang berani akan Ibu panggil,” peringat Ibu Ira. Ia menatap seluruh siswanya. “Berhubung guru-guru mau rapat. Silakan kalian kerjakan latihan evaluasi Bab 4 tentang trigonometri. Kerjakan bagian pilihan gandanya dan essai. Jangan lupa cara penyelesaiannya dibuat,” ujar Ibu Ira. Semua murid mengangguk.
                “Baiklah, Ibu tinggal dulu. Jangan ribut dan silakan bekerja,” nasihat Ibu Ira dan ia meninggalkan kelas XI IPA 3.
                “Jadi lo mau? Tanya Rio kepada Ify setelah sosok Wali Kelas mereka menghilang.
                Ify menghadapkan wajahnya ke arah Rio. “Mau apa?” tanya Ify balik. Ia bingung dengan apa yang dimaksud Rio. Pasalnya pemuda yang berada di sebelahnya tadi tidak mengatakan apa-apa dan sekarang malah bertanya. Tentu saja Ify bingung, bukan?
                Rio menepuk dahinya pelan dan tertawa. “Gue belom ngomong apa-apa ya?” tanya Rio disela-sela tawanya. Ify langsung mengangguk dan berusaha menghilangkan ekspresi terpesona yang tercetak di wajahnya efek dari tawa Rio yang dilihatnya. “Maksud gue mau ngerjain tugas MM tadi. Soalnya lo tahu sendirikan kalau yang lain pada nggak ngerjain,” lanjut Rio sambil menunjuk teman-teman sekelas mereka yang lainnya.
                Dan Rio memang benar. Kebanyakan dari teman-temannya tidak ada yang mematuhi perintah yang diberikan Ibu Ira. Mereka malah asyik bercerita dengan teman sebangku mereka yang baru. Ify juga melihat kalau ketiga sahabatnya asyik bercerita. Via sendiri sepertinya sedang mendengarkan Cakka bercerita. Dan Ify mendapati kalau Via sedikit merasa kasihan terhadap Cakka. Apa sih yang mereka bicarakan??
                “Jadi gimana, Alyssa?” tanya Rio lagi. Ify tersentak ketika Rio menyebut namanya dan ia memandang wajah Rio. Pemuda ini selalu seperti yang ia bayangkan.
                “Oh iya…gue ngerjain aja deh, dari pada nambahin tumpukan tugas di rumah,” jawab Ify sembari mengeluarkan buku matematikanya dari dalam tasnya. “Alyssa? Ify aja, Iyo,” gumam Ify pelan. Sangat pelan.
                Rio tersenyum kecil. “Gue juga sama kayak lo, Ify,” ujar Rio. Ify yang lagi membuka buku matematika dan mencari latihan soal yang diberikan oleh Ibu Ira tadi, jadi terdiam dan ekor matanya diam-diam memperhatikan Rio. “Gue denger kok, Fy,” ucap Rio. Muka Ify merah. Dia malu, demi. Yang bener aja, masa pendengaran Rio begitu tajam??
                “Ya ampun Ify!” rutuk Ify. “Masa iya lo lupa, kalau Rio memang memiliki pendengar yang tajam,” lanjutnya dalam hati. Kemudian, Ify memilih untuk segera mengerjakan tugasnya.
                “Jadi……kenapa pagi tadi lo nggak bales sapaan gue?” tanya Rio sembari menulis soal matematika. Mereka berdua mengobrol layaknya orang yang lagi tidak mengobrol. Bayangkan, berbincang sambil mengerjakan soal-soal. Aneh bukan??
                Ify berhenti mengerjakan soal. Ia merobek secarik kertas dari buku coretannya yang sampulnya bergambar Stitch dan kemudian menuliskan sesuatu. Setelah selesai ia memberikannya kepada Rio.
                Bingung dengan reaksi Ify, Rio membaca kertas yang diberikan Ify.

Gue bukannya nggak mau bales sapaan, lo. Gue nggak mau aja ntar lo jadi perbincangan hangat di sekolah ini. ‘Seorang Mario menyapa gadis aneh dan nggak terkenal yang bernama Alyssa’. Nggak elit banget kan buat elo?? Ntar lo dicibir sama fans-fans lo, Yo. Untuk mencegah hal itu makanya gue nggak bales sapaan lo. Sebenarnya lo juga nggak perlu menyapa gue karena peristiwa kemarin. Anggap aja kejadian kemarin itu hanya angin lewat. Bereskan?? Tetap jadi Mario yang dikagumin fans-fans lo, seperti yang lo impikan. Bukankah menjadi artis adalah mimpi lo?? Jadi, jangan lo rusak dengan hal-hal yang nggak penting, seperti mengenal seorang gadis aneh, pendiam, jelek yang bernama Alyssa Saufika Umari J

                Rio tertegun membaca apa yang ditulis Ify. Gadis itu ternyata tidak mau mengenal dirinya yang ternyata seorang artis. Akhirnya Rio tahu kebenaran kabar burung yang mengatakan kalau ada siswi di GNIS yang tidak nge-fans terhadapnya. Dan parahnya, gadis itu adalah orang yang memberikan sesuatu yang berbeda dalam hidupnya. Ini sungguh tidak adil. Dia tidak akan ambil pusing kalau orang yang tidak nge-fans terhadap dia itu bukanlah gadis yang kini duduk di sebelahnya. Bukan gadis yang secara diam-diam dan dengan caranya sendiri yang berhasil menarik perhatian dirinya. Bukan gadis itu. Dan Rio sendiri, sepertinya mulai menyadari kalau Alyssa telah menjadi bagian dari dirinya. Tidak tahu kenapa itu bisa terjadi.
               
Bukankah kita bisa menjadi teman?? Gue nggak perduli dengan tanggapan orang lain. Peristiwa kemarin tidak layak untuk dianggap angin lalu bahkan untuk tidak diingat, karena kejadian kemarin lo sama adik lo ngebuat gue ngerasain namanya ketulusan sebenarnya. Dan gue harap kita bisa jadi teman. Ify dan Iyo??

                Kertas selembar yang diberikan Ify tadi kembali lagi pada dirinya. Sekarang kertas itu tidak hanya berisi tulisannya sendiri, namun terdapat tulisan pemuda yang duduk di sebelahnya itu. Ify membaca apa yang ditulis Rio di sana dan dia tidak menyangka, Rio bisa menulis seperti itu.
                Bodoh sebenarnya bila Ify menolak tawaran Rio. Bukankah ini adalah keinginannya. Bukankah dia menyukai pemuda itu. Dan ini langkah awal yang baik untuk dirinya. Biarpun Rio nanti hanya menganggapnya seorang teman dan yang paling tinggi adalah sahabat, yang terpenting dia bisa dekat dengan pemuda itu.
                Memang semuanya itu menyenangkan, tapi apa nanti tanggapan orang lain bila ia menjadi teman atau sahabat Rio. Apakah Rio bisa tetap menjadi artis yang memiliki banyak fans?? Apakah fans-fans Rio akan menerima hal itu?? Tentang fans sepertinya harus dilupakan dahulu. Yang penting itu, Bagaimana nanti tanggapan Shilla?? Sahabatnya itu sangat menyukai Rio. Bagaimana ia harus menghadapi Shilla?? Harusnya bila ia sahabat Shilla, Ify harus rela melepaskan kesempatan ini untuk Shilla. Ya untuk sahabatnya.
                Ide brilian mengalir dalam otak Ify. Ah iya…..bukankah identitas ia sebagai sahabat Rio dapat disembunyikan?? Bukankah itu bisa dilakukan?? Dan pilihan terbaiknya adalah ia lebih baik menerima menjadi teman Rio. Itu adalah hal yang paling menyenangkan. Sangat menyenangkan.
                Tetapi, bukankah ‘sepandai-pandainya tupai melompat, maka ia akan jatuh juga’. Bagaimana nanti bila ia terjatuh seperti tupai itu?? Apa resiko yang akan ia terima. Kesalahan yang ia lakukan akan terlalu banyak. Ify telah membohongi sahabatnya. Mengkhianati Shilla, tindakan bodohnya, Ify sudah berjanji untuk mendukung Shilla agar bisa dekat dengan Rio.
                Ify mengangguk. Tawaran ini mestinya untuk Shilla. Karena bila Rio dekatnya dengan Shilla, maka Shilla tidak akan membuat malu Rio. Shilla cantik dan biasa menjadi pusat perhatian. Iya dan ia memang harus mulai melakukan usahanya untuk mendukung Shilla agar bisa dekat dengan Rio.
                Kembali Ify memandang Rio. Ia menggeleng sejenak. “Bagaimana kalau lo temanan dekat dengan Shilla?? Dia cantik dan tidak akan membuat fans-fans lo kabur dari lo. Fans-fans lo tidak bisa menyalahkan Shilla bila menjadi teman lo, Yo. Shilla tidak ada cela untuk dikata-katain. Bagaimana?” tawar Ify ke Rio.

************

RIO POV

“Bagaimana kalau lo temanan dekat dengan Shilla?? Dia cantik dan tidak akan membuat fans-fans lo kabur dari lo. Fans-fans lo tidak bisa menyalahkan Shilla bila menjadi teman lo, Yo. Shilla tidak ada cela untuk dikata-katain. Bagaimana?” tawar Ify kepadaku.
                Sumpah aku terkejut. Gadis dihadapanku ini bilang Shilla. Shilla si Gadis menyebalkan itu?? Yang benar saja. Di dunia maya saja aku tak ingin mengenalnya. Apalagi ia yang akan menjadi temanku. Tidak bisa dan aku tidak akan pernah mau.
                Kenapa lagi dengan Ify. Dia selalu bilang, dia tidak pantas menjadi sahabatku. Gadis itu terlalu aneh. Selalu aja mengatakan kalau dirinya itu jelek dan aneh. Memang awal pertama kalinya aku mengatakan kalau dia memang gadis aneh. Tetapi sekarang tidak. Dia gadis yang baik dan juga menyenangkan. Berteman dengannya membuat ada sesuatu yang berbeda. Alyssa, gadis yang sangat baik. Ify juga tidak jelek. Dia itu manis dan gue selalu sangat ingin melihat senyum dan tawanya. Senyum dan tawa yang selalu menarik.
                Alyssa…..Alyssa…..kenapa juga gue kepengen banget lo jadi sahabat gue?? Dan parahnya kenapa juga lo sangat tidak mau menjadi sahabat gue?? Lucu bukan?? Gue sama lo itu kayak lagi lomba tarik tambang. Gue maju lo mundur, gue mundur lo maju. Beribu banyak orang yang ingin dekat dengan gue dan lo malah menolak. Bodoh!!!
                Dari pada lo ngajuin si Shilla, gue lebih milih orang yang lebih perhatian ke gue di twitter. Gue juga hampir lupa, lupa untuk mencari siapa pemilik akun @sasari2406 itu. Pasti dia teman sekelas gue. Hmmm……
                “Hei, gimana?” tanyanya kepadaku. Aku memandang ke arahnya dan menggeleng. “Tidak usah, setidaknya kita adalah teman satu sekolah, sekelas dan sebangku,” jawabku.

*****************

                Hari ini adalah weekend. Sudah seminggu Ify duduk sebangku bareng Rio. Dan selama seminggu juga Shilla tak pernah lupa mengunjungi bangkunya. Tidak pernah absen. Apalagi kalau jam kosong dan gurunya lagi pergi sebentar ke kantor, pasti Shilla udah berdiri di samping Rio. Alasannya klise banget, mau pinjem tip x, pena ataupun pensil ke Ify. Masa meminjam itu semua setiap jam?? Apakah dia menulis selalu salah?? Apakah penanya selalu macet dan habis?? Sebenarnya apa yang dikerjakannya. Atau apakah pensilnya selalu patah dan selalu perlu diraut?? Memang kapan mereka pelajaran menggambar?? Bahkan seni budaya mereka saja tidak menggambar, tetapi Shilla selalu mengaduh ke Ify kalau pensilnya patah. Tidak masuk akal banget.
                Rio sendiri mengerti apa yang Shilla mau. Dia mencoba mendekati Rio dan menurut Rio sendiri pendekatan yang sangat jelek. Rio tidak suka.
                Hari minggu ini, Ify memilih untuk menghabiskan waktunya di taman yang berada hampir di sudut kota. Maksudnya hampir di pinggiran kota. Gadis itu memilih untuk diantar oleh Pak Oni yang merupakan supir keluarganya, sejak papanya meninggal. Pak Oni yang selalu mengantar Mamanya, dirinya dan Acha sang Adik.
                Setelah menempuh waktu tiga puluh menit yang lebih dikenal dengan setengah jam, Ify akhirnya tiba di taman itu. Sama seperti tiga minggu yang lalu, minggu terakhir ia mengunjungi taman ini untuk refreshing, taman kecil namun indah ini sama tetap sepi. Hanya ada beberapa orang dan lebih banyak anak kecil yang ke sini.
                Ify turun dari mobilnya dan mengatakan sesuatu kepada Pak Oni. Setelah itu ia segera berjalan memasuki daerah taman itu. Ia rindu sekali akan bangku yang berada di depannya terdapat kolam ikan koi. Ify sendiri sering membawakan makanan untuk ikan-ikan itu dan sering menyelupkan kakinya agar ia dapat merasakan sentuhan ikan-ikan koi itu di kakinya.
                Ify terus berjalan. Beberapa anak kecil yang ia kenali wajahnya dan sepertinya juga mengenali wajah Ify menyunggingkan senyum terhadapnya. Tanpa ada keraguan Ify membalas senyum anak-anak ramah itu. Andai saja ia mengajak Acha ke taman ini, pasti saja Acha sangat senang. Adiknya itu selalu senang berada dalam keramaian. Terlalu aktif sehingga sulit untuk dijaga.
                Langkah-langkah Ify semakin mendekati bangku favorite-nya. Memang terdapat sepuluh bangku yang mengelilingi kolam ikan koi itu. Tetapi Ify paling suka bangku yang berada di bawah pohon Jambu Air Mawar yang daunnya lebar dan sungguh lebat. Sangat sejuk.
                Setelah Ify tiba di tempat favorite-nya ia segera duduk di sana. Ify tersenyum saat ia berjumpa lagi dengan ikan-ikan koi, berjumpa dengan angin sejuk taman ini, dapat melihat lagi keindahan bunga yang menghiasi taman ini, dan tentunya bisa mendengar lagi nyanyian burung yang sangat menyejukan hatinya.
                Sebenarnya hari ini adalah hari di mana Rio lagi konser. Ify mengetahui itu dan ia lebih memilih untuk tidak menonton konser Rio di TV lagi. Ia takut, takut semakin terpesona terhadap pemuda itu. Terpesona dengan penampilannya, terpesona dengan suaranya dan terpesona dengan keramahan  yang pemuda itu milik. Bagaimana mana bisa ia merelakan Rio untuk Shilla jika ia selalu ternggelam dalam pesona Rio. Imposibble bukan??
                Akhirnya Ify memilih untuk membiarkan matanya menikmati keindahan yang terhampar di depan matanya. Refresing sendirian ternyata juga tak masalah.

***************

                Rio berdiri di atas panggung. Hari ini sebenarnya ia sungguh sangat ingin refresing. Dia terlalu lelah minggu-minggu ini. Tugas dari sekolahnya telah menumpuk dan ia dituntut harus menyelesaikannya.
                Rio hanya perlu menyanyikan satu lagu lagi dan ia bisa meninggalkan panggung gemerlap ini. Kalau bukan untuk menjaga karirnya, Rio tidak akan mau meninggalkan rumahnya hari ini. Namun hari ini ia harus bekerja.
                “Gue bakal bawain satu lagu lagi…..” ucap Rio sambil tersenyum lebar. Setelah menyanyikan lima lagu tanpa henti, rasa capek telah menjalar dalam tubuhnya. Tetapi, ini satu lagu lagi dan ia harus menyelesaikan agar rasa lelah itu terbayarkan. Sebenarnya Rio sedang rindu terhadap seseorang. Ia ingin rindu terhadap dua kakak adik itu. Rindu dengan kebersamaan mereka. Rio sangat menyukai moment saat itu.
                Intro lagu Ku Ingin Slamanya mulai mengalun. Rio menghentikan lamunannya dan segera fokus terhadap lagu yang harus dibawaknnya itu. Lirik demi lirik mengalir dari bibir Rio. Pemuda itu telah bernyanyi. Setelah tiga menit dua puluh detik lagu itu selesai.

Sampai waktu kan memanggilku……

                Tepat setelah sebaris lirik lagu itu Rio nyanyikan. Lagu Ku Ingin Slamanya telah habis. Ini artinya Rio telah menyelesaikan pekerjaan. Pemuda itu pamit terhadap fans-fansnya.
                “Thanks for today. Love you, RISE!” pamit Rio dan segera meninggalkan panggung. Ia tak perduli dengan teriakan-teriakan yang terus menyebut namanya. Ia ingin istirahat.

****************

               
                Awalnya Rio memilih untuk istirahat di rumahnya saja. Namun kepalangan udah keluar rumah ia ingin jalan-jalan sebentar. Rio memacu motornya menuju tempat favorite-nya yang ia kunjungi setiap minggu kedua dan keempat setiap bulannya. Minggu ini tepat minggu ke empat dalam bulan September. Tidak salah ia mengunjungi tempat itu.
                Motor Rio berhenti di depan sebuah Taman Anggrek Ungu. Anggrek Ungu itu adalah nama jalan tempat taman ini berada. Setelah turun dari motornya Rio segera memasuki wilayah dalam taman itu. Untung saja hari ini sepi seperti biasanya setiap kali Rio berkunjung ke taman ini. Jadi dia tidak perlu menyembunyikan identitasnya. Ia ingin refresing yang sesungguhnya.
                Langkah-langkah panjang kaki Rio segera membawa dirinya menuju bangku favorite-nya. Di mana bangku itu tepat menghadap ke kolam ikan koi dan di bawah naungan sebuah pohon buah. Kalau Rio tidak salah pohon Jambu. Tetapi Rio tidak tahu, pohon Jambu apa. Itu tidak terlalu penting, dia ingin menikmati keindahan alam yang disediakan oleh taman ini.
                Langkah Rio terhenti saat matanya mendapati seseorang menduduki bangkunya. Siapa dia? Batin Rio bertanya. Tumben sekali ada orang yang menempati bangkunya. Setiap kali ia ke sini pasti bangku itu selalu kosong. Orang-orang juga jarang duduk di bangku yang mengelilingi kolam. Mereka lebih memilih bangku yang menghadap ke danau.
                Penasaran Rio segera mendekati bangku itu. Setelah lumayan dekat, ia menyadari kalau yang menempati bangkunya itu seorang cewek. Cewek itu rambutnya sepinggang kurang dan diujungnya sedikit bergelombang. Sebenarnya Rio dapat memilih bangku lain sebagai tempat refresingnya. Namun, dorongan ingin menikmati pemandangan dari bangku itu begitu besar. Akhirnya Rio memberanikan dirinya untuk duduk di samping gadis itu.
                “Permisi, gue boleh duduk di sini?” tanya Rio ketika ia sudha duduk di sebelah gadis itu.
                Gadis itu tampak terkejut. Terlihat dari gelagat dirinya yang tersentak kaget. Rio diam saja. Ia bingung. Perawakan gadis itu tidak asing baginya.
                Kebingungan Rio terjawab sudah, manakala gadis itu menghadapkan wajahnya ke samping. Ke arah Rio. Dia dan gadis itu sama-sama kaget dan surprice banget.
                “RIO???!!!”
                “IFY???!!!”
                Keduanya saling bergumam mengucapkan nama orang yang berada di hadapan mereka berdua. Rio dan Ify pun mengangguk serentak. Kenapa bisa terjadi seperti ini?? Apakah ini yang di namakan destiny. Inikah yang disebut takdir??
                “Kenapa lo bisa ada di sini?” tanya Ify setelah kesadarannya kembali.
                Diam-diam Rio bersyukur. Tidak salah ia datang ke tempat ini. Ini sungguh kejutan. Apakah do’a-nya langsung di dengar sama Yang Di Atas?? Sepertinya iya. Walaupun satunya lagi tidak ada. Siapa lagi kalau bukan adik Ify, Acha. “Gue biasa datang ke sini. Yang gue heran, kenapa lo bisa ada di sini?” tanya Rio balik.
                Alis Ify bertaut. Dia juga sering ke sini dan tidak pernah bertemu Rio. Apakah ini sekedar halusinasi?? “Gue juga biasa datang ke sini kok,” jawab Ify.
                Giliran Rio yang heran. Ada apa sebenarnya sih?? Sudah sering Rio mengunjungi taman ini, tetapi hari ini adalah pertama kalinya Rio berjumpa dengan Ify. “Biasanya kapan lo sering ke sini?” tanya Rio lagi.
                “Minggu pertama sama ketiga tiap bulannya,” jawab Ify.
                Sekarang Rio mengerti kenapa dia jarang bertemu Ify. Ternyata waktu gadis itu mengunjungi taman ini tidak bareng dengan waktu berkunjungnya. “Sering duduk di bangku mana?” tanya Rio lagi.
                “Di sini. Dari sini gue ngerasa dapat merasakan semua pemandangan yang terhampar di taman ini. Dari bangku ini, danau itu juga terlihat,” jawab Ify dan ia menunjuk danau yang tidak jauh berada dari mereka. “Dari bangku ini juga, pemandangan di bawah sana terlihat. Gue suka banget di sini. Kalau elo sendiri?” tanya Ify.
                “Sama kayak lo. Jadi, kita selalu gantian duduk di bangku ini,” jawab Rio dan ia tertawa. Ify juga ikutan tertawa. Mereka berdua merasa lucu. Lucu mengetahui fakta yang terjadi terhadap mereka berdua dan saling berhubungan.
                “Jadi kenapa lo ke sini?? Bukannya ini minggu keempat?” tanya Rio.
                “Gue lagi kepingin aja. Lagian udah tiga minggu gue nggak ke sini. Gue kangen,” jawab Ify. Tanpa disadarinya, Ify merentangkan kedua tangannya dan menghirup nafas sambil memejamkan matanya. Sepertinya ia sangat menikmati oksigen pada sore ini.
                Rio sendiri berdecak kagum dengan gadis di sebelahnya itu. Sekarang gadis itu seperti, kalau di mata Rio seperti malaikat tanpa beban. Wajahnya begitu cerah dan ceria. “Asyik banget ya kalau nggak ada beban itu,” gumam Rio.
                Ify menghentikan aktivitasnya, ia membuka matanya dan menatap Rio dengan kepala di miringkan ke kanan. “Maksud lo apa, Yo?” tanya Ify heran.
                “Asyik aja, Fy. Kayak lo, liburan bisa kapan aja. Punya temen bisa siapa aja. Gue aja seringnya cuma sama Gabriel, Cakka dan Alvin. Tapi elo?? Lo bisa ke mana aja. Bisa pergi kapan saja,” jawab Rio. Garis-garis lelah dan rasa sedikit iri tergambar di wajah tampan Rio.
                “Gue akuin lo benar, Iyo. Tapi, bukannya hanya Mario Stevano yang memiliki banyak fans. Fans lo itu ada di mana-mana. Mereka sangat ingin berjumpa dengan lo kapan pun. Hanya Mario Stevano yang dirindukan berjuta-juta manusia di dunia. Hanya Rio yang memiliki suara seperti malaikat. Hanya Rio yang diharapkan menjadi orang terkenal. Bahkan hanya di diri Rio lah terdapat charisma yang tidak bisa ditolak,” ucap Ify dan dia tersenyum lembut setelah berbicara.
                Rio tertegun. Gadis ini selalu memiliki cara untuk menepikan rasa sedihnya. Ify adalah gadis penuh kejutan. Siapa sangka di diri seorang gadis pendiam, terdapat jiwa motivator yang tinggi. Dalam tiga kata yang membentuk sebuah nama indah, terdapat seorang gadis yang memiliki berbagai kejutan. Rio menatap Ify dengan begitu saksama. Dia mencari kesungguhan pada diri gadis itu. Gampang sekali menemukan kesungguhan itu. Kesungguhan itu jelas terlihat dari matanya yang bila dipandang seperti memberikan kekuatan untuk bangkit. Senyumnya, secara semu mengirimkan kata semangat ke dalam jiwa yang memandang senyum itu. Goresan-goresan wajahnya menunjukan kalau Rio bisa melakukannya.
                Ify. Alyssa Saufika Umari. Gadis itu telah menduduki tempat tertinggi hati Rio. Gadis sederhana dan simple itu telah membuat ruang tersendiri di hati Rio, melekatkan nama dirinya di setiap keeping hati Rio. Itu berarti, Rio telah jatuh cinta terhadap gadis sederhana itu
                Rio sendiri kini menyadari kenapa dulu dia begitu ingin dekat dengan Ify. Ingin menjadikan Ify sebagai orang yang terdekat dengannya. Hanya satu jawabannya. Hati Rio telah terikat dengan Ify. “Gue beneran jatuh cinta dengan Ify,” batin Rio. Kalau dirinya jatuh cinta dengan Ify, bagaimana dengan pemilik akun twitter @sasari2406 ?? Bukankah dirinya juga merasa nyaman terhadap pemilik akun itu, walaupun ia belum bertemu dengan sosok itu secara langsung. Tetapi, bukankah ia sering melupakan si Pemilik akun @sasari2406 itu apa bila ia sedang dekat dengan Ify?? Jadi, pemilik akun itu siapa bagi Rio?? Apakah hanya sekedar angin lalu?? Ntahlah, hanya Rio dan hatinya yang mampu menjawab.
                “Yo, kesibukan lo selama ini adalah harga yang harus lo bayar akan kesuksesan lo. Harusnya lo nikmatin itu. Jangan mengeluh apalagi menyesal,” ucap Ify yang membakar semua lamunan Rio.
                Refleks Rio mengangguk. “Tapi, Fy. Kenapa dengan semua alasan yang lo sebutkan itu, kenapa lo nggak bisa menjadikan gue orang terdekat lo, Fy?? Bukannya harusnya lo senang dekat dengan artis kayak gue,” ujar Rio.
                Ify kaget. Ia seperti tersambar petir. Dia tidak marah Rio mengatakan itu. Dia hanya merasakan kembali sakitnya menjadi orang naïf. Siapa bilang Ify tidak nge-fans terhadap Rio?? Siapa bilang Ify tidak mau menjadi orang terdekat Rio?? Tidak ada kan. Hanya saja Ify telah memutuskan untuk diam saja. Ia akan menutup serapat-rapatnya rasa special yang ia miliki untuk pemuda bernama Rio ini. Ify tidak akan mengkhianati sahabatnya sendiri.
                Ify tidak menjawab pertanyaan Rio. Ia melirik jam yang melingkar di tangannya. Sudah pukul setengah lima sore. “Gue duluan ya, Yo. Udah sore,” pamit Ify dan ia segera berdiri dari posisi duduknya. Ify baru saja akan melangkah meninggalkan bangku favorite-nya dan Rio. Tetapi, tangan Rio telah melingkar di pergelangan tangannya. Rio mencegah dirinya.
                “Gue harap, kita bisa sedekat ini di sekolah. Gue nggak perduli sama tanggapan orang,” ucap Rio. Ify mendengarkan itu. Ia hanya mengangguk. Ify merasakan tangan Rio telah melonggar, ia segera menarik tangannya dan meninggalkan Rio. Semakin lama, Ify semakin menghilang dari pandangan Rio.
                “Gue juga mau, Yo. Gue juga nggak perduli tanggapan orang, tapi gue perduli sama sahabat gue,” ucap Ify.

***************** 

BERSAMBUNG.......

0 comments:

Posting Komentar