Andaikan Part 8
Inikah cinta??
Atau Just Only a Dream??
Rio membawa Ify menuju motornya yang diparkirkan tidak begitu jauh
dari sekolahnya. Ify sendiri bertanya-tanya, kemana Rio akan membawa dirinya??
Saat tiba di parkiran, Rio segera mengambil motornya dan duduk di motornya itu.
Ify menatap punggung Rio bingung. Apakah ia duduk di belakang Rio??
“Ayo naik, Fy!
Nanti tempatnya tutup,” ajak Rio sambil melirik jam di tangannya. Ify maju
perlahan dan segera duduk di bocengan. Merasa Ify sudah siap, Rio segera
menstrater motornya dan mereka berdua melaju dengan kencang.
Ify takut saat Rio
mengendarai motornya dengan kecepatan begitu tinggi. Ia takut kalau ia akan
terjatuh dan terpelanting. Ify memejamkan matanya dan mencari pegangan di motor
Rio. Namun tidak ada. Alhasil dirinya mencengkram rok-nya dengan begitu erat
hinggu buku-buku jarinya memutih.
Rio sendiri yang
mungkin lagi asyik mengendarai motornya dengan begitu tinggi merasakan ada yang
asing. Ia sendiri berpikir, ternyata ada juga cewek yang tidak akan langsung
melingkarkan tangannya di pinggang cowok kalau dibonceng. Ya seperti Ify ini.
Rio melirik ke belakang melalui kaca spionnya. Ia melihat Ify yang memejamkan
matanya. Sepertinya gadis itu ketakutan. Wajar sih, soalnya Rio mengendarai
cagiva birunya dengan kecepatan 100 km/jam. Siapa yang tidak ketakutan coba??
Sebenarnya Rio mau
tertawa. Gadis itu sungguh lucu. Kenapa dia tidak berpegangan pada Rio saja
kalau memang takut. Tho, Rio tak akan marah. Iseng, Rio menambah kecepatan
motornya. Ia melaju gila-gilaan. Rio ingin melihat reaksi dari Ify. Apa yang
akan dilakukan gadis itu?? Namun, Rio tidak menemukan Ify berpegangan pada
dirinya. Tak terasa, Rio tiba di tempat tujuan. Rumah Sakit Kasih Bunda. Rio
menarik remnya dan mengurangi kecepatan. Rio mengendarai motornya menuju
parkiran yang telah disediakan rumah sakit itu.
Saat motornya sudah
terparkiran sebagaimana mestinya, Rio segera turun. Namun, ia terkejut saat
didapatinya Ify yang masih terpejam dan mencengkram roknya begitu kuat.
Buku-buku gadis itu yang memutih terlihat jelas oleh Rio dan dia menjadi meraa
bersalah.
“Fy…..”panggil Rio
lembut.
Ify membuka matanya
dan melihat Rio yang menatap dirinya dengan begitu khawatir. “Kita udah
sampai?? Ini di mana?” tanya Ify bingung.
Rio mengangguk.
“Kita di rumah sakit,” jawab Rio.
“Apa kita terjatuh
dan mengalami kecelakaan?? Tadi gue takut banget saat lo ngendarai motor lo
dengan kecepatan tinggi. Gue takut banget. Takut kalau gue bakal jatuh dan
terpelanting. Gue takut kalau kita kecelakaan. Gue takut kalau elo terluka
lagi, lo kan belum sembuh. Gue takut. Bila salah satu dari kita ada yang
berdarah. Gue…..” cerita Ify dan matanya mulai berkaca-kaca.
Rio tertegun. Gadis
ini sungguh khawatir dengan keselamatan diriny sendiri, namun ia tidak lupa
khawatir dengan dirinya. Tidak seperti Dea, yang mementingkan diri sendiri. Rio
tidak bisa melihat Ify menangis. Ia sadar karena ulahnya Ify hampir menangis.
Kini saja matanya mulai berkaca-kaca. “Maafin gue, Ify. Gue nggak tahu kalau
elo begitu ketakutan. Tapi, semestinya lo berpegangan sama gue. Gue nggak akan
bakal marah. Gue nggak akan bisa maafkan diri gue sendiri, kalau buat malaikat
sebaik elo terluka. Maafin gue,” ucap Rio dan meraih tangan Ify. Ia menatap
buku-buku jemari Ify yang memutih.
“Nggak apa-apa kok,
Yo,” ucap Ify dan mencoba tersenyum lebar. “Jadi, kenapa kita ke rumah sakit?”
tanya Ify lagi.
“Gue mau periksa ke
dokter karena kecelakaan kemarin. Siapa tahu ada luka dalem, gue khawatir aja,”
jawab Rio.
Ify mengangguk
setuju. “Lo benar. Seharusnya kemaarin gue bawa lo ke rumah sakit, bukan ke
rumah,” ujar Ify.
Rio mendengarnya
tak enak. Malahan dia bersyukur karena Ify membawa dirinya ke rumah gadis itu.
karena dengan hal itu ia mengetahui tentang Ify. Betapa baik dan tulusnya gadis
itu. Dan betapa jahat dirinya terhadap Ify selama ini hanya karena ucapan
seorang gadis jahat seperti Dea.
“Ayo. Kita harus
cepat. Nanti dokternya pergi,” ajak Rio dan meraih tangan Ify dan
menganggandengnya. Ify menatap tangannya yang digandeng Rio yang rasa tak
percaya. Dulu ia hanya sekedar bermimpi, tapi sekarang tidak. Itu semua
kenyataan. Dan ia mengikuti langkah kaki Rio menuju ruang dokter.
@Ruang Dokter
“Tidak ada luka
yang serius, Nak Rio. Organ dalammu juga nggak ada yang memar maupun terganggu.
Semuanya baik-baik saja,” jelas Om Fauzih atau lebih dikenal dengan Dokter
Fauzih.
Rio mengangguk
senang. “Terima kasih, Om,” balas Rio.
Dokter Fauzih
mengangguk. “Oh iya, sebenarnya kepalamu hampir saja perlu penangan khusus
kalau sewaktu kamu kecelakaan kemarin tidak diobati dengan segera,” ucap Dokter
Fauzih sambil mengamati luka di kepala Rio.
“Maksud Om apa?”
tanya Rio bingung.
“Benturan
dikepalamu menyebabkan banyak darah yang keluar. Kamu hampir saja kehilangan
banyak darah. Untung saja cepat diobati. Omong-omong siapa yang ngobati kepalamu?”
Rio baru saja akan
menyebutkan nama seseorang yang telah menyelamatkannya. Tepatnya seorang gadis
yang telah menolongnya itu. Namun, gadis itu tiba-tiba datang dan segera masuk
ke dalam ruangan yang sama dengannya.
“Maaf lama, Rio.
Jadi apakah ada luka serius?” tanya Ify ketika ia memasuki ruang dokter itu.
Rio menggeleng.
“Tidak ada. Lo kenapa lama sekali?? Kemana saja?” tanya Rio. Ify mulai
menjelaskan perjalanannya kenapa bisa sampai lama menyusul Rio. Ternyata gadis
manis itu tersesat.
Dokter Fauzih yang
sendari tadi mengamati dua remaja di depannya ini, merasa tidak asing dengan
gadis yang baru saja bergabung dalam perbincangan dirinya dan Rio.
Hmmm…..Hmmmm…..Dokter
Fauzih berdeham dan menarik perhatian Rio dan Ify. “Kamu Ify?? Masih ingat dengan
saya tidak?” tanya Dokter Fauzih.
Ify menatap
laki-laki yang seumuran ayahnya itu dengan saksama. Tidak asing, batin Ify. Ify
mengamati wajah dokter itu. “Om Fauzih?? Dokter Ify kecil dulu??” tanya Ify
antusias.
Dokter Fauzih
tersenyum dan mengangguk. Ternyata gadis kecil dulu masih ingat dengannya. Ya,
dulu Ify sering sekali sakit dan beliau sering memeriksa Ify bahkan mengajarkan
Ify mengenai pertolangan pertama untuk orang luka maupun kecelakaan.
Rio menatap Dokter
Fauzih dan Ify bergantian. Istilah dunia begitu sempit, kini Rio setuju dengan
istilah itu. Memang benar, lihat saja sekarang ini. Ternyata Dokter Fauzih
–dokter keluarga Rio juga merupakan dokter keluarga Ify.
“Ify tinggal di
Jakarta??” tanya Dokter Fauzih. Ify mengangguk. “Berarti tidak tinggal sama
Mama Papa Ify?? Kenapa??” tanya Dokter Fauzih. Mendengar itu alis Rio
terangkat, pantas saja ia tidak pernah melihat orang tua Ify.
“Ify udah kelas XI
SMA, Om. Tanggung kalau ikutan pindah. Lagian Ify juga nggak tinggal sendiri,
ada Deva dan Ozy adik angkat Ify. Di rumah jadi rame dong,” jawab Ify.
Lagi-lagi Rio terkejut. Ternyata adik Ify itu adalah adik angkat.
Dokter Fauzih
mengangguk-ngangguk dan melirik Rio yang masih terdiam sambil mengamati Ify.
Dokter Fauzih tersenyum simpul. “Nah….ada yang saya lupakan. Ify dan Rio saling
kenal?? Teman sekolah??” tanya Dokter Fauzih.
Ify mengangguk dan
Rio menggeleng. Dahi Dokter Fauzih berkerut. Beliau bingung. “Jadi yang benar
yang mana?” tanya beliau.
“Memang satu
sekolah sih, Om. Tapi bukan teman. Om tahu kan anak muda. Lebih dari teman Om,”
jawab Rio santai sambil menatap Ify dalam dan kemudian menatap Dokter Fauzih.
Dokter Fauzih
tersenyum dan kemudian tertawa geli. “Rio….Rio….kamu ini. Ngomong-ngomong apa
kabar Ray?” tanya Dokter Fauzih.
“Baik-baik saja Om.
Sehat selalu,” jawab Rio.
Ify masih menatap
Rio dalam diam. Apa maksud pemuda manis itu?? Rio hanya akan melambungkan
harapannya begitu tinggi. Ify tak mau banyak berharap. Ia takut kalau jatuh.
Jatuh itu sangat sakit.
“Saya kira kalian
berdua tidak akan menghabiskan weekend di ruang praktik saya ini. Karena saya
sendiri akan segera pulang dan menghabiskan weekend bersama keluarga.
Bagaiamana dengan kalian?” tanya Dokter Fauzih dan mengerling jenaka.
Rio melihat Ify
yang masih saja diam. “Tentu saja, Om. Kalau begitu kita pamit dulu nih. Terima
kasih atas bantuannya, Om,” pamit Rio. Lalu meraih tangan Ify dan
menggandengnya keluar dari ruangan Dokter Fauzih.
Sekarang Ify dan
Rio telah berada di parkiran. Ify kira mereka akan segera pulang. Dia
benar-benar ingin pulang. Waktunya tinggal dua jam lagi. karena jam lima sore
ia harus menjemput Deva dan Ozy. “Kita pulang langsungkan, Yo?” tanya Ify saat
Rio lagi memakai helm-nya.
“Nggak, Fy. Gue mau
ajak lo ke suatu tempat,” jawab Rio.
“Tapi gue harus
menjemput Ozy dan Deva, Yo,” ujar Ify.
“Gue tahu. Nanti
kita sama-sama jemput Ray, Deva dan Ozy,” ucap Rio. Ify hanya mengangguk dan
naik ke motor Rio. Saat motor itu belum berjalan, Rio meraih kedua tangan Ify
dan melingkarkannya ke pinggangnya. Berarti Ify memeluk dirinya.
“Eh….” Ify mau
melepaskannya, namun Rio menahannya.
“Nggak apa-apa kok,
Fy. Biar aman. Kita harus cepat, kalau nanti tak mau telat jemput mereka
bertiga,” ucap Rio.
Ify tak
berkata-kata. Ia hanya menuruti Rio. Selama perjalanan ia masih teriang-iang
dengan kejadian hari siang ini. Pertama Rio menggandengnya. Kedua mengatakan
bahwa mereka lebih dari teman dan ketiga Rio secara tak langsung menyuruh Ify
memeluk dirinya. Inikah cinta?? Atau sekedar mimpi?? Tapi, kalau mimpi tidak
mungkin karena ini benar-benar nyata. Tapi kalau cinta?? Ify memang mencintai
Rio, tapi apakah Rio juga memiliki rasa yang sama?? Jika iya, berarti ini
cinta.
***************
Bersambung...
0 comments:
Posting Komentar