Frühling in
Liebe
Pertama
kali aku melihatnya di tepi sungai Neckar. Sebuah sungi di
tengah kota Heildelberg, tentu saja salah satu kota di Jerman. Saat itu musim
dingin. Ia berdiri di tepi sungai Neckar dengan secangkir kertas teh panas
dalam genggaman tangannya, mengingat suhu yang begitu dingin meskipun sudah
memasuki penghujung musim dingin dan salju tidak turun lagi.
Dia
berdiri di tepi sungai Neckar dengan mengenakan mantel tebal berwarna cream yang panjangnya hingga lutut
dengan jeans kebiru-biruan sebagai
bawahannya. Kulihat kakinya dibaluti dengan sepatu bot yang sewarna dengan
mantelnya. Senyum. Itulah yang dilakukannya dan karena senyumannyalah aku
tertarik. Padahal posenya biasa saja. Tangan kirinya ia masukan ke dalam saku
mantelnya.
Pertemuanku
dengannya sangat sederhana, saat itu aku sedang berjalan-jalan di daerah Meine
Street untuk
menikmati hari-hari akhir di musim dingin ini. Berjalan santai mengikuti aliran
sungai Neckar yang terus mengalir meskipun di musim dingin. Ketika melewati
Kaffee
Jelk yang berada di sebelah kiri sungai Neckar tanpa sengaja aku melihat
seseorang tersenyum dan itulah dia. Senyum yang begitu menawan hingga aku
tersedot dalam radius keterpesonaan.
Satu....dua....tiga....empat
detik aku bertahan untuk memperhatikan senyum itu hingga akhirnya tersadarkan
dengan pergerakan sang Pemilik Senyum itu sendiri.
Baru
kusadari, ia bukan orang Jerman asli. Matanya bulat dan besar serta kulitnya
yang kecoklatan tidak putih pucat atau pun putih kemerahan seperti kebanyakan
orang Jerman pada umumnya.
Dia
berhenti tersenyum, kukira itu karena ia disapa oleh sepasang suami-istri tua
yang mendekat ke arah dirinya. Ia tersenyum lagi dan semakin memperjelas wajah
cantik dan ramahnya. Saat suami-istri tua sudah menjauh, kulihat dia masih saja
melambaikan tangan kanannya dan tersenyum ceria, tentu saja membuatkan terus
menatap ke arahnya.
Dan......oh....tiba-tiba
ia telah melihat ke arahku. Aku kaget dan terkejut apalagi ia melambaikan
tangannya. Mataku terjerat akan bola matanya dan hampir saja aku akan
membalasnya kalau saja aku tidak mendengar suara yang berasal dari belakangku. Fiuuuh.....ah...kukira...untung
saja...sekarang aku sadar, kalau aku telah terjerat pada dirinya dalam
pandangan pertama. Dan dapat kurasakan tentu saja,
ich liebe sie
(aku jatuh cinta padanya)
.
**********
Hari ini adalah hari pertama memasuki
musim semi. Bau segar dan dingin bercampur menjadi satu, tetapi untung saja
tidak terlalu memuakan. Kicauan burung mulai terdengar mengingat empat bulan
yang lalu tidak terdengar sama sekali.
Cklek....Bunyi pintu terbuka. Seorang
gadis dengan postur tubuh tinggi serta rambut hitam panjang hampir sepinggang
keluar dari sebuah rumah lengkap dengan kostum musim seminya. Jeans coklat panjang, t-shirt hijau muda, dan kardigan putih
lengkap dengan topi lebar berwarna coklat pula. Penampilannya sungguh menarik
dan lebih kelihatan mempesona lagi dengan rambut panjangnya yang dibiarkan
tergurai.
“Guten Morgen (selamat pagi)
Herr
(tuan) Maxwell dan tentu saja Frau (nyonya) Maxwell,”
sapa gadis itu. Matanya berkilat bahagia dan wajahnya tampak begitu ceria.
“Guten
Morgen, Alyssa,” sapa balik keluarga Maxwell.
Gadis itu mengangguk dan tersenyum lebar.
“Baiklah, Tuan dan Nyonya Maxwell. Ah...aku harus pergi bekerja, selain itu aku
tidak akan menganggu acara kalian pagi ini. Kalian akan menikmati hari pertama
di musim semi, bukan?”
Kedua orang tua bernama belakang Maxwell
itu terkekeh pelan. Tetangganya yang satu ini benar-benar lucu, ramah, dan bisa
menyenangkan hati siapa pun, tentu saja termasuk mereka.“Kau tahu saja, Alyssa.
Baiklah. Jangan terlalu lelah bekerja. Kau harus menikmati hari di mana warna
hijau mulai bermunculan,” balas Nyonya Maxwell.
Alyssa tersenyum lebar dan mengangguk
sedikit. “Tentu saja. Auf Widersehen (sampai jumpa)!!”
ucap Alyssa dan segera melanjutkan perjalannya menuju Bloemisten Burken, salah
satu toko bunga yang terkenal di kota Heildelberg dan pastinya tempat ia
bekerja.
**********
Ah....bekerja di Bloemisten Burken sangat
menyenangkan. Melihat berbagai macam bunga lengkap dengan warna dan bentuknya
sungguh pemandangan yang sangat indah. Ya.....walaupun di hari pertama musim
semi ini belum semua bunga bermekaran. Masih
gadis yang sama, langkahnya ia percepat saat lebel Bloemisten Burken tertangkap
oleh indra pengelihatannya. Wajahnya berseri-seri senang, sepertinya ia sangat
menyukai musim ini.
“Guten Morgen,” ucap gadis itu riang saat
memasuki toko.
“Wah...Alyssa. Cepat sekali kau datang,”
balas gadis berambut sebahu yang sedikit pirang. Bentuk wajahnya oval dengan
kulit putih kemerahan persis seperti orang Jerman asli pada umumnya.
“Hai, Zahra!” sapa Alyssa dan mengambil
tempat duduk tepat di depan Zahra. “Hari ini sungguh menyenangkan kau tahu?
Bunga-bunga bermunculan dan kau dengar...” Alyssa memejamkan matanya sejenak
“para merpati sedang bernyanyi,” lanjut Alyssa dan membuka matanya kembali.
Zahra tertawa mendengar penjelasan teman
sekerjanya itu. “Ya-ya...seperti biasa, kau selalu menyukai musim semi,” ujar Zahra
dan menyiram bunga tulip yang berada di depannya. “Bisa kutebak, pasti kau
tidak sabar lagi ingin melihat semua bunga di toko ini bermekaran dan...” Zahra
menghentikan sejenak perkataannya untuk mengelap tangkai bunga Tulip tadi
“bunga-bunga di taman juga tentunya,” lanjut Zahra.
Mengembanglah senyum di wajah Alyssa.
“Kau selalu tahu keinginanku, bukan? Kalau begitu kau harus menemaniku mengelilingi
kota ini,” tuntut Alyssa.
Zahra menggelengkan kepalanya. “Aku tidak
bisa. Gabriel memintaku menemaninya di setiap waktu senggangku,” ucap Zahra. “Aku
juga heran dengan sikapnya ini. Tidak seperti biasa, aneh sekali. Jadi…” Zahra
menatap Alyssa lalu mengambil penyiram bunga. “Jadi aku minta maaf tidak bisa
menemanimu. Kau tahu Gabriel, bukan?”
Alyssa mengangguk. Ia sangat kenal Gabriel,
kekasihnya Zahra. Pemuda asal Frankfrut yang sibuk dengan dunia kerjanya namun
sangat menyayangi Zahra dan selalu mempunyai waktu untuk memperhatikan Zahra. “Nggak
apa-apa kok, Ra,”
ujar Alyssa.
“Ah….
Ngomong-ngomong kenapa kau belum punya kekasih? Kau tahu kau sangat manis
Alyssa. Kukira banyak lelaki yang tertarik padamu,” ujar Zahra dan mengamati
wajah Alyssa dari berbagai sudut. “Memangnya tipe laki-laki yang kau sukai
seperti apa?”
Alyssa tersentak. Ia benar-benar kaget.
Tipe laki-laki? “Mungkin laki-laki sederhana dan mengerti tentang bunga. Karena….”
Alyssa memejamkan matanya “aku sangat memimpikan ada seorang laki-laki yang
selalu memberikanku bunga,” lanjutnya.
Zahra tersenyum “Semoga saja terjadi dan
aku sangat menunggu hari itu, di mana kau tidak sendiri lagi. Alyssa mengangguk
setuju. “Nah sekarang, sebaiknya kita mulai segera membersihkan toko ini.
Bukankah kita tidak mau menunda waktu untuk membukanya,” ucap Zahra bijak dan
mulai fokus kembali dengan pekerjaannya. Alyssa juga begitu. Gadis itu menaruh
tasnya dan segera mengambil peralatan kerjanya. Ia benar-benar tak mau menunda
waktu untuk melihat bunga-bunga bermekaran dengan sempurna.
**********
Ia menghela napas. Laki-laki itu memang
menghela napas sejenak. Mungkin saja ia lelah, namun kenapa wajahnya begitu
berseri-seri??? Bukankah ini keajaiban musim semi??? Membuat semua orang tampak
ceria dan menikamati keindahan yang tersedia. Lihat saja laki-laki itu.
Sore ini, sejak seminggu yang lalu musim
semi tiba, ia tidak pernah absen untuk meluangkan waktunya hanya sekedar
berjalan-jalan sore di taman kota ini. Menikmati bunga yang telah bermekaran
bahkan kuncup bunga yang begitu mempesona. Benar-benar musim yang penuh
keajaiban. Satu lagi, yang laki-laki itu tahu, musim semi adalah musim di mana
orang-orang dengan mudahnya jatuh cinta, ini terjadi mungkin saja karena
suasana musim ini yang mendukung. Namun,
yang terpikir olehnya apakah ia mendapatkan cintanya di musim semi ini???
Laki-laki itu terus berjalan. Taman ini
tidak terlalu luas, tapi jangan berpikir kau mampu mengelilinginya dalam waktu
30 menit. Itu tidak mungkin, kecuali kau bukan penikmat musim semi.
Ia sudah selesai mengelilingi taman.
Masih tetap sama, masih tetap mempesona dengan keindahannya yang begitu
menawan. Bayangkan bagaimana kau tidak terpesona, bila kau berada di antara
ratusan bunga yang beragam di setiap sudutnya. Di sekitarmu ada kolam lengkap
dengan air terjun mini buatan untuk mempercantiknya. Bayangkan lagi, percikan
bunyi air yang mengalir berpadu dengan siulan burung yang enak didengar. Ini
benar-benar membuatmu terjerat dalam keterpesonaan. Dan kau tahu, beginilah
rasanya berada di taman kota Heildelberg.
“Kau tahu, aku selalu membayangkan bila
aku dan kau berada di sini. Menikmati musim semi bersama. Apakah ini menurutmu
mengasyikan?” ucap laki-laki itu pada dirinya sendiri.
**********
Perjalananku
menemukanmu tidaklah mudah. Menantimu bukan hal sulit bagiku. Tetapi, untuk
bertemu denganmu mengapa terasa begitu sulit ? Bukankah itu suatu kekonyolan ?
-Unknown
-
Mata Alyssa mengerjap-ngerjap tak
percaya. Saat ini ia berada di tangga keluar rumahnya dan tanpa sengaja
menemukan setangkai bunga tulip orange beserta kartu ucapan yang membuatnya tak
percaya, karena selama ini ia tak pernah diberi kejutan seperti ini. “Hmmm…
mungkin saja salah kirim,” gumam
gadis bermata belo itu dan membuka pintu rumahnya kembali untuk meletakkan
bunga itu di dalam. Siapa tahu, itu memang salah kirim dan pemiliknya bisa
mengambil dirumahnya. “Sebaiknya aku berangkat sekarang,” ucap gadis itu.
**********
Lagi-lagi untuk
kedua kalinya Alyssa dibuat kaget dan berseri-seri sekaligus heran. Sudah dua
kali ia mendapat kiriman bunga tanpa nama ini. Jujur ia merasa senang karena
ini. Tapi ia tidak tahu harus bagaimana.
Alyssa,
Bukankah dengan
begini kau tidak berpikir kalau aku salah mengirim? Tentu saja tidak, bukan? Maaf,
bila ini membuatmu tidak nyaman. Kau tahu, hanya ini satu-satunya cara yang
terpikirkan olehku untuk memberitahumu bila ada seseorang yang memperhatikanmu.
Sekali lagi, maaf bila ini membuatmu tidak nyaman.
-Anonymous-
Tanpa bisa ditahannya,
Alyssa tersenyum lebar. Ah.....ia tidak tahu penyebabnya apa, ketika ia
mendapat kiriman bunga membuatnya bahagia. Ini baru pertama kali buatnya,
bukan? Tetapi ini adalah bunga yang kedua untuknya.
“Terima kasih! Kau harusnya tak meminta
maaf,” gumam Alyssa sembari menutup kartu ucapan yang ia baca tadi. Kartu
ucapan kecil yang terlipat dua dengan gambar taman bunga di musim semi sebagai
sampul luarnya. Sangat cantik.
**********
Gadis
itu tersenyum lagi. Sejak tadi pagi ia selalu tersenyum bahagia. Lihat saja,
walaupun ia sibuk menyiram bunga-bunga, ia masih sempat-sempatnya tersenyum.
Sepertinya ia menyimpan sesuatu yang membuatnya bahagia.
Zahra menatap heran teman sekerjanya itu.
Sekali bekerja sekali tersenyum dan itu terjadi berulang-ulang setiap harinya
dan kini sudah memasuki hari ketujuh. “Kuperhatikan....” Zahra menganggantung
ucapannya dan menatap Alyssa dengan penuh selidik “dari kemarin-kemarin kau
tersenyum terus. Kau begitu kelihatan gembira. Sebenarnya ada apa denganmu?”
lanjut Zahra melengkapi kalimatnya yang terputus tadi.
Alyssa tersentak kaget mendapati temannya
itu sudah berdiri di sebelahnya. “Benarkah?” tanya Alyssa balik.
Zahra menggeleng-geleng tanda tak
menyangka. “Kau tak menyadarinya?” Alyssa menggeleng-gelengkan kepalanya tanda
tidak tahu. “Kau tahu? Kau seperti anak umur tujuh belas tahun yang baru jatuh
cinta,” ucap Zahra. Tiba-tiba wajah Zahra berseri-seri penuh semangat.
“Astaga...sepertinya kau sedang jatuh cinta, Alyssa. Bagaimana bisa aku tidak
menyadarinya,” ucap Zahra penuh semangat dan menatap Alyssa lekat-lekat.
“Jatuh cinta?” batin Alyssa. Ia jatuh
cinta dengan orang yang tidak diketahui wujudnya? Bagaimana bisa? Tetapi, tidak
bisa dipungkirinya kalau ia senang mendapat kiriman bunga-bunga itu setiap
harinya. Sekarang saja sudah ada sekitar sepuluh bunga dengan tujuh kartu
ucapan dengan motif yang berbeda.
“Hei....Alyssa...kenapa melamun? Kau
punya hutang cerita padaku. Ayo cepat cerita,” desak Zahra. Saat ini saja, Zahra
sudah berdiri di hadapan Alyssa.
“Apa yang harus aku ceritakan? Tidak
ada,” ucap Alyssa menolak.
Zahra memutar bola matanya. “Itu tidak
mungkin. Cepat cerita, Alyssa. Cerita....” tuntut Zahra.
Alyssa tidak tahu harus berkata apa lagi.
Apa ia harus bercerita pada Zahra? Bagaimana kalau hal tersebut membuat Zahra
tertawa-tawa, pasti dirinya akan malu. Lebih baik tidak cerita saja.
“Alyssa....cerita dong,” tuntut Zahra
lagi.
Zahra benar-benar berisik. Kalau seperti
ini tidak ada jalan lain kecuali ia akan bercerita. Baru saja ia mau bercerita
ada-
“Maaf. Saya minta bunga primrose dalam
bentuk buket,” ucap seorang pelanggan. Zahra cemberut dan ia segera
melaksanakan permintaan pelanggan tersebut dan Alyssa langsung menghampiri
pelanggan yang lain.
**********
Kalau
seminggu kemarin Alyssa begitu gembira, namun sudah empat hari ini ia terlihat
suntuk dan tidak begitu semangat. Sangat berbeda dengan keadaan musim semi yang
semakin menawan dan berwarna.
“Ada apa denganmu?” tanya Zahra. Ia takut
ada apa-apa yang terjadi pada Alyssa.
Alyssa menggeleng. “Tidak apa-apa. Aku ke
sana dulu, kau tahu banyak sekali pelanggan yang datang hari ini,” jawab Alyssa
dan segera menjauh dari Zahra, ia tidak mau diintrogasi.
Alyssa berdiri di sebelah kanan pintu
masuk. Ia memasang senyumnya sebagai tanda ucapan selamat datang untuk para
pengunjung toko tempat ia bekerja. “Selamat datang di Bloemisten Burken, Herr!” ucap Alyssa saat
pelanggan laki-laki membuka pintu. Laki-laki itu memiliki wajah sedikit mirip
orang Asia dan berperawakan tinggi serta sangat tampan dengan bola mata
kebiru-biruannya yang sangat menyejukan.
“Ah...iya. Bisakah kau membantuku untuk
mencarikan lima tangkai tulip putih?” tanya laki-laki itu dan kini mereka
berdua sudah berdiri di dekat rak depan.
“Ten....tentu saja. Mohon ditunggu,”
jawab Alyssa sedikit gugup. Ntahlah..ia benar-benar terpesona dengan laki-laki
itu. Memandang wajahnya saja membuatnya gugup, apalagi menatap matanya?
Bisa-bisa ia pingsan duluan.
Tidak membutuhkan waktu lama, Alyssa
menghampiri laki-laki tadi dengan membawa bunga yang dipesan. “Ini bunganya,
Tuan,” ucap Alyssa dan menyodorkan bunga yang ia ambil tadi.
Laki-laki itu mengangguk dan menerima
bunga yang diberikan Alyssa. “Terima kasih,” ucap laki-laki itu dan segera
menuju kasir untuk melakukan pembayaran.
**********
Hari
ini adalah hari kelima Alyssa tidak menerima bunga. Saat ini ia sedang duduk di
ruang keluarga sambil menonton televisi, mungkin saja untuk menghabiskan hari
libur kerjanya. Kekecewaan dan kesedihan karena bunga itu tidak ia terima lagi
sedikit terlupakan dengan pertemuan ia dan laki-laki bunga itu. Laki-laki
tampan yang pertama kali membuatnya gugup hanya dengan memandang wajahnya saja.
Tingtong.....tingtong......
“Siapa yang datang di hari libur ini?” tanya Alyssa pada dirinya sendiri. Ia
benar-benar sedang tidak ingin bertemu siapapun. Namun, tetap saja ia berjalan
menuju pintu depan.
Saat membuka pintu, ia tidak menemukan
siapapun. Namun, matanya melebar saat melihat rangkaian bunga tulip putih yang
dilapisi oleh plastik beserta kartu ucapan yang tergantung manis. Ia
benar-benar tidak menyangka. Dengan wajah berseri-seri Alyssa mengambil bunga
itu dan berjalan masuk ke rumah.
Maaf membuatmu menunggu. Maaf juga karena tidak mengirimi bunga lagi untukmu. Aku benar-benar minta maaf. Minggu ini pekerjaanku padat sekali. Ngomong-ngomong, apakah ini penting untukmu?
Sebenarnya aku
mau bilang ini secara langsung padamu, tetapi ternyata aku belum siap, bodoh
bukan? Jadi aku hanya bisa mengundangmu melalui surat ini. Bisakah jam empat
sore nanti kau ke taman kota? Aku menunggumu di sana. Kurasa sudah waktunya kau
mengetahuiku dan sudah saatnya pula aku memberitahumu yang sebenarnya. Baiklah,
aku menunggumu di taman pukul empat sore.
-Mario Vander Schaklay-
Tiba-tiba
Alyssa merasa ia tidak sanggup bernapas lagi. Ini benar-benar luar biasa.
Laki-laki itu mengajaknya untuk bertemu, bagaimana ini? Apakah ia akan datang?
Bila ia tidak datang? Ah....tapi ia begitu penasaran. Bagaimana ini? Alyssa
benar-benar bingung.
**********
Jadi
di sinilah Alyssa saat ini. Duduk di salah satu bangku taman sambil meremas
tasnya kuat-kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Ia deg-deg-an untuk bertemu Mario itu.
“Miss
Alyssa Vein Derlay?” tanya seorang laki-laki.
Alyssa kaget. Laki-laki yang berdiri di
depannya ini adalah laki-laki yang membeli bunga di toko Burken. Tulip putih??
Ah..jangan-jangan.....
Rio mengerti Alyssa, raut wajah itu ia
paham. “Ya ini aku, Mario.
Kau bisa memanggilku Rio saja. Kita pernah bertemu, bukan?” ucap Rio dengan
ceria dan duduk di sebelah Alyssa.
“Toko bunga?” cetus Alyssa tiba-tiba.
Rio tertawa renyah. “Itu juga bisa
dihitung sebagai pertemuan. Tetapi, kita pernah bertemu jauh sebelum di toko
bunga. Ingat sungai Neckar?”
Alyssa memejamkan matanya untuk mengulang
ingatannya. Sungai Neckar....Rio...sungai Neckar...Rio. Ah iya, ia pernah
melihat Rio saat melambaikan tangan ke Zahra di daerah Meine Street.
Akhirnya Alyssa mengangguk dan membuat Rio tersenyum.
Keheningan terjadi. Rio tidak bisa diam
saja. Ia harus mengatakan apa yang selama ini ia pendam. Hari ini mungkin saja
kesempatannya. Bila ia tidak mengatakan sekarang, kapan lagi? Kesempatan tidak
datang dua kali. “Alyssa,” panggil Rio. Gadis manis itu menatap Rio. “Aku
benar-benar tidak tahu harus memulai dari mana. Tetapi yang harus kau tahu, aku
benar-benar minta maaf atas tindakanku selama ini. Mungkin kau merasa tidak
nyaman dengan bunga-bunga itu. Kau mungkin juga heran, dari mana aku
mendapatkan alamatmu. Maafkan aku. Lima bunga tulip putih itu sebagai tanda
minta maafku, walaupun kurasa itu tidak cukup.” Rio menghela napas sejenak.
“Aku tidak bisa berbohong padamu. Aku juga tidak bisa diam selamanya. Aku tidak
akan mengatakan ini kalau aku benar-benar belum siap untuk bertemu denganmu.
Sekarang kita ada di sini, aku dan kau. Aku tidak mungkin menunggu lebih lama
lagi. Aku terlalu takut, takut bila kau tidak bersamaku. Aku....” Rio menatap
Alyssa tepat di manik mata “aku menyukaimu, itu terjadi saat melihatmu di
sungai Neckar. Saat itu musim dingin dan sekarang sudah musim semi. Kau tahu,
di musim semi ini, suka itu sudah menjadi cinta. Di musim semi aku yakin bahwa
aku mencintaimu dan aku mencarimu. Sekarang, aku sudah menemukanmu. Dan untuk
pertama kalinya aku mengatakan dalam hidupku, aku mencintamu, maukah kau
bersamaku?”
Alyssa mengerjapkan matanya. Ini
benar-benar terlalu mengharukan. Ia benar-benar tidak menyangka, kalau dia akan
menemukan cintanya di musim semi ini. Tidak bisa ia pungkiri kalau ia telah
jatuh cinta dengan Rio.
Saat ini Rio merasa hidupnya bergantung
pada Alyssa. Ia benar-benar ingin merasakan keajaiban musim semi, yaitu cinta.
“Bagaimana? Apakah ini terlalu cepat?”
Alyssa menggeleng. Tidak....ini tidak
terlalu cepat, batin Alyssa. “Aku....” Rio menatap Alyssa lekat-lekat “ingin
bersamamu. Dan ini tidak terlalu cepat. Kau tahu, dengan caramu kau telah berhasil membuatku
jatuh cinta padamu,” lanjut Alyssa.
Rio benar-benar bahagia. Ia memeluk
Alyssa dan menenggelamkan kepala gadis itu ke dadanya. “Kau tahu, musim semi
adalah musim yang penuh dengan cinta. Tak kukira aku mendapatkan cinta itu dan
itu adalah kamu.
Frühling,
Liebe, und schließlich finde ich dich (musim semi, cinta, dan akhirnya aku menemukanmu).
Terima kasih karena telah menerimaku,” bisik Rio lirih. Alyssa mengangguk pelan
dalam dekapan Rio.
“The
End”
0 comments:
Posting Komentar