Love
in Haling’s Small Family
Gadis kecil itu duduk di tengah-tengah ruangan dengan sebuah buku
gambar yang tergeletak di lantai begitu saja. Lalu, gadis kecil dengan rambut
sebahunya di kepang dua itu asyik bermain dengan crayon-crayonnya sambil membuat
gambar di buku gambarnya.
Tangan mungilnya bergerak ke sana ke mari memenuhi lembaran yang
awalanya putih bersih, kini berubah menjadi warna-warni. Yang melengkapi pose
gadis kecil itu adalah bibir mungilnya mengerucut sembari ia asyik menggambar.
Sungguh menggemaskan.
Seorang wanita berusia tiga puluh tahunan muncul dari arah ruang
makan, sambil membawa segelas susu dan sepiring nasi. Wanita itu tersenyum
sembari melihat sang Buah Hati asyik dengan kegiatan menggambarnya. Dia memang
senang, melihat putri kecilnya itu membuat gambar, apalagi bernyanyi. Itu
sungguh luar biasa untuknya.
“Rara sayang,” panggil wanita itu dan duduk di sebelah buah hatinya.
Gadis kecil tadi melepaskan crayonnya dan menatap bundanya. “Mama?
Mama bawa apa untuk Rara?” Tanya gadis kecil itu dan benar-benar melepaskan
pekerjaannya tadi.
“Hayo tebak?? Mama bawa apa untuk Rara?” Tanya wanita tadi dan
tersenyum ceria kepada buah hatinya. Putri kecilnya yang selalu menceriakan
hari-harinya. Wanita itu bersyukur dikarunia seorang anak perempuan yang
lincah, kreatif, dan punya rasa ingin tahu yang besar. Di tambah lagi dengan
wajah imut-imutnnya dan tubuh gempal putrinya itu, membuat Rara benar-benar
menggemaskan. Dan hei… dia tidak pernah melupakan untuk tersenyum melihat putrinya
itu.
Bibir Rara mengerucut dan matanya terpejam, lalu jari telunjukknya
menempel di pelipis dan kepalanya sedikit dimiringkan. Ah… rupanya gadis kecil
itu sedang berpikir. “Hmm…. Apa ya, Ma?? Kira-kira apa ya?? Harum, Rara suka
ini. Apa ya??” gumam Rara.
Wanita tadi tertawa renyah. Buah hatinya ini…. Anaknya ini…
benar-benar sangat menggemaskan. Umurnya baru saja empat tahun dan baru masuk
PAUD tahun ini. Tetapi, tingkah laku-nya seolah-olah sudah dewasa dan itu
membuat Rara terlihat lucu.
“Hayo apa?? Nanti kalau tahu Mama beliin apa aja yang Rara inginkan,”
ujar Mama Rara.
Bola mata Rara yang sedikit
sipit –keturuan papanya- melebar. Tawaran Mamanya benar-benar menggiurkan gadis
kecil itu. “Beneran, Ma?”
Mama Rara mengangguk. “Iya, sayang!!!”
“Kalau begitu, pasti yang mama bawakan adalah makanan kesukaan Rara.
Nasi sama goreng ayam kriuk-kriuk ala Mama Ify. Iya kan?? Ayam goreng Mamanya
Rara. Rara yakin!!!” seru gadis kecil itu dan bertepuk tangan heboh.
Ify tertawa pelan. Putrinya ini benar-benar menggemaskan untuknya.
“Rara benar. Pintar banget anak Mama,” puji Ify dan mengecup pipi buah hatinya
itu. “Nah, sekarang Rara makan dulu ya? nanti Papa pulang Rara belum makan,
Papa bisa marah, lho.”
Rara mengangguk. “Ya, Mam. Pasti Rara makan. Kan nggak mau lihat Papa
marah. Rara kan sayang Papa sama Mama.”
Ify mengangguk dan mengusap-usap puncak kepala putri kecilnya itu.
Buah hatinya bersama suami tercintanya. “Mama masak buat Papa dulu ya, sama
ayam goreng Rara, kan belum selesai dimasaknya. Rara makan aja dulu. Bisa
sendiri kan, sayang?”
Rara mengangkat wajahnya dan menatap bola mata Ibudanya. “Ya dong,
Mama. Rara udah bisa makan sendiri. Kan di sekolah Rara makan sendiri.”
Ify mengangguk dan tersenyum kecil lalu kembali ke dapur.
*************
Terdengar suara derap langkah dari arah depan. Seorang laki-laki
berusia 30 satu tahun berjalan mendekati arah pintu masuk. Lalu, laki-laki itu
mengetok pintu. Tok….tok…tok….
“Mama!!!” seru Rara. “Ada yang ngetok pintu. Itu pasti Papa ya kan,
Ma?” Tanya Rara sungguh antusias.
“Ayo kita buka pintunya!!” ajak Ify dan membiarkan putri kecilnya
berlari menuju pintu depan.
Dan setelah pintu di buka….
“PAPA!!!!” seru Rara dan melompat gembira ke arah Papanya yang tampak
kaget melihat reaksi putri kecilnya yang langsung berlari ke dalam pelukannya.
Karena tidak siap, hampir saja dia terjatuh karena ulah putri kecilnya ini.
Untung saja istrinya segera menopang badannya.
“Hati-hati, Rara. Papa hampir saja jatuh, Sayang, ” tegur Ify dengan
penuh kasih sayang.
“Nggak apa-apa kok, Fy. Putri kita ini memang terlalu lincah. Ayo kita
masuk ke dalam. Aku lelah sekali,” ucap laki-laki tadi lalu memberikan tas
hitamnya kepada Ify. Kemudian mereka semua masuk ke dalam rumah.
“Jadi, sekarang Rara punya cerita apa untuk papa hari ini?” Tanya Papa
Rara. Sekarang, Rara sedang duduk bersama papanya di ruang keluarga. Dan tentu
saja Rara berada di dalam pelukan papanya.
“Rara hari ini ketemu sama Talitha. Rara main kejar-kejaran sama
Litha, Papa. Asyik banget,” ujar Rara memulai ceritanya sampai-sampai tangannya
merentang lebar saat mengatakan ‘asyik banget’.
“Wah, Rara nggak ajak Papa main sama Rara. Papa sedih nih,” rajuk Papa
Rara dengan pura-pura.
“Yah, kan Papa udah besar. Mama pernah cerita sama Rara, kalau dulu
itu, dulu itu… siapa ya namanya? Rara lupa,” ucap Rara bingung.
Papanya sendiri jadi ikutan bingung. “Siapa, Ra?”
“Bentar, Papa. Rara ingat-ingat dulu namanya kan Rara lupa,” ucap
gadis kecil itu dengan tampang serius.
“Hayo, lagi cerita apa?” Tanya Ify yang baru saja datang dengan
segelas kopi dan susu untuk suaminya dan putri kecilnya.
Rara tersentak dan segera menatap mamanya. “Mama… mama… dulu siapa sih
yang mama sering cerita sama Rara, yang sering main kejar-kejaran itu lho, Ma?”
Tanya Rara berlepotan khas anak kecil.
Setelah meletakan minuman yang dibawanya, Ify mengambil posisi duduk
di sebelah suaminya dan menatap putri kecilnya itu dengan gemas. “Mama… siapa,
Ma? Rara lupa. Papa nanya sama Rara nih,” ucap Rara dengan wajah merajuknya.
“Siapa sih, Fy?” bisik Papa Rara.
“Cerita kita dulu, Yo. Aku kan sering cerita sama Rara. Dia suka
banget sama cerita. Karena buku ceritanya habis, jadi aku ceritain tentang Fika
dan Adit,” balas Ify dengan bisikan pula. Fika dan Adit sendiri adalah nama
yang disamarkan oleh Ify untuk menggambarkan dirinya dengan Rio.
Rio mengangguk paham. Kenangan dia bersama Ify benar-benar melekat
dalam dirinya. Bahkan seperti pondasi dalam rumah tangga mereka. Peristiwa yang
tidak disangka-sangka, yang mengantar mereka menuju satu keluarga seperti ini
dengan dikarunia seorang anak perempuan yang super imut-imut, Kejora Bintang
Fikaditya Haling.
“Nah, Rara ingat. Rara ingat!!!” seru gadis kecil itu.
Kedua orang tuanya langsung menatap putri kecilnya itu. “Siapa?” Tanya
Rio.
“Adit sama Fika. Rara ingat, kata Mama, Adit sama Fika sering bermain
kejar-kejaran. Rara mau kayak gitu juga, Pa. Main kejar-kejaran sama Litha,”
jawab Rara dengan binar cahaya di bola matanya.
Rio mengusap puncak kepala putrinya dengan penuh sayang. “Ya, Rara
boleh main kejar-kejaran. Tapi, ingat?? Rara harus hati-hati. Nanti jatuh,”
pesan Rio dengan tegas.
Rara mengangguk. “Iya, Papa. Rara tahu kalau Papa sama Mama selalu
khawatir sama Rara. Karena Rara yakin, Mama sama Papa sayang sama Rara. Dan
Rara sayang sama Mama dan Papa,” ucap Rara dan memeluk Rio lalu tangan
mungilnya menarik Mamanya untuk ikutan berpelukan.
Ify mendekat dan memeluk Rara juga. Lalu, Rio meraih kedua orang
perempuan yang sangat berharga dalam hidupnya, putri dan istrinya ke dalam
pelukannya. Tidak ada satu orang pun yang bisa melukai keduanya karena dirinya
akan melindungi mereka.
“Rara tahu, Papa sayang banget sama Rara,” ucap Rio dan mengecup pipi
Rara. “Dan kamu tahu, Fy. Dihatiku cuma ada kamu, Nyonya Mario dan Mamanya
Rara,” bisik Rio ditelinga Ify lalu diam-diam mengecup pipi istrinya pula.
Diam-diam takut ketauan Rara.
**************
“Taaaallliiiitttthhhhaaaaa!!!!!” panggil Rara dengan semangat saat
melihat seorang anak perempuan yang umurnya tak jauh dari dirinya. Gadis kecil
yang sama seperti dirinya, namun rambutnya lebih sering digurai, sedangkan dia,
selalu dikepang dua.
“Mama, Rara duluan ya? Mau sama Talitha nih,” ucap Rara dan melompat
turun dari mobil sebelum mamanya menjawab.
“Rara, pelan-pelan, sayang,” ujar Ify saat melihat buah hatinya dengan
begitu cepat dan lincah turun dari mobil yang berhenti tak jauh dari sekolahnya
Rara, Taman Kanak-Kanak Kasih Bunda.
“Rara!!!!” seru Ify keras saat melihat buah hatinya terjatuh di depan
gerbang. Dia segera berlari menghampiri gadis kecilnya itu.
Sementara, di hari cerah ini, belum banyak yang datang, sehingga tidak
terlalu banyak yang menghampiri Rara. Ify terus berlari menghampiri putri
kecilnya itu dan saat tiba di sana, sudah ada Sivia bersama putrinya, Talitha.
“Rara, mama sudah bilang hati-hati. Dan sekarang lihat?” ucap Ify dan
memegang lengan Rara dan membuat putri kecilnya itu berdiri.
“Yang lain boleh bubar, Sayang,”
ujar Sivia menghalau anak-anak yang ingin tahu ada apa yang terjadi sekarang.
“Rara kan kepeleset, Mama. Nggak sengaja tau. Dan luka Rara nggak banyak darahnya,” ujar Rara.
Ify menatap bola mata putrinya dalam-dalam. “Rara, mama tahu kalau
Rara kesakitan. Luka Rara ada darahnya dan itu cukup banyak, sayang,” ujar Ify sambil
membersihkan darah yang ada dengan tisu-nya.
“Rara harus hati-hati, Litha juga seperti itu,” ucap Sivia sambil
mengusap puncak kepala putrinya, Talitha.
Ify menoleh ke kanan dan mendapati Sivia yang berdiri bersamanya,
ternyata dia belum menyadari kehadiran Sivia. “Halo, Vi. Kamu nganter Litha
juga?” sapa dan Tanya Ify.
“Sebenarnya sih nggak sendiri tadi, sama Alvin kok. Tapi, hari ini mau
nemenin si Kecil ini sekolah,” jawab Sivia dan menunjuk buah hatinya penuh
sayang.
“Gimana, Rara? Udah nggak sakit? Litha takut tau lihatnya, banyak
darahnya,” ucap Litah saat melihat luka Rara yang darahnya mulai berhenti.
“Nggak apa-apa. Kata papanya Rara, Rara itu harus kuat. Kalau luka
kecil jangan nangis dulu. Kan anaknya Papa Rio.”
Sivia tertawa mendengar ucapan polos dari Rara, sementara Ify hanya
misuh-misuh. Dasar suaminya itu. Selalu saja seperti ini, mengatakan hal yang
tidak-tidak. Ini sama saja belajar sombong!!!
“Suami lo, Fy. Sifatnya nggak berubah,” kata Sivia.
“Udah deh, Vi,” ucap Ify cemberut.
“Mama, Tante, Litha sama Rara ke kelas duluan ya?” pamit Litha.
****************
“Jadi Rara mau ikutan pentas seni anak dan orang tua di sekolah?”
tanya Rio sambil menutup korannya.
Hari ini dia pulang cepat karena pekerjaan sudah selesai semua, apalagi
dia butuh istirahat mengingat pekerjaannya yang telah menanti untuk esok
harinya. Ketika dia sedang asyik-asyiknya membaca koran, putri kecilnya berlari
dan melompat kepelukannya dan menceritakan tentang kegiatan pentas seni di
sekolahnya.
Rara mengangguk. “Iya, Pa. Rara pengen nyanyi sama Papa dan Mama.
Terus ada yang kayak dramanya itu lho, Pa. Kayak yang ada di Little Miss
Indonesia,” jawab Rara.
Rio mengusap ubun-ubun putri kecilnya itu dan mengangguk. “Boleh kok,
sayang. Acaranya kapan?”
“Hari Sabtu tanggal 24 nanti, Pa. Papa ikut ya??? Kan Rara pengen
ditemenin Papa sama Mama. Talitha aja tadi cerita akan nyanyi sama Tante Via
sama Oom Alvin. Kan Rara juga pengen.”
Rio tampak menimbang-nimbang. Tanggal 24 hari Sabtu nanti?? Ah…
tanggal itu dia harus menghadiri meeting dengan Gabriel, sahabatnya sekaligus
partner kerja sama bisnisnya sekarang.
“Papa bisa kan, Pa?” tanya Rara lagi dan dia menatap papanya dengan
wajah penuh harapan.
Sungguh, Rio tidak bisa menolak keinginan Rara. Tapi pekerjaannya juga
tidak bisa ditinggalkan.
“Pa.. papa…” panggil gadis kecil itu sembari menempelkan kedua telapak
tangan kecilnya di pipi papanya.
“Rara latihan dulu sama Papa dan Mama. Nanti kalo Papa bisa datang,
papa janji kalau papa bakalan datang. Tapi, kalau papa nggak bisa. Rara sama
mama aja nggak apa-apa kan sayang?”
“Papa sibuk ya?”
Rio mengangguk. “Papa ada janji sama Oom Gabriel. Rara tau kan??”
“Oom Gabriel papanya Kakak Ariva?” tanya Rara penuh antusias.
“Iya sayang,” jawab Rio dan mengecup pipi putrinya penuh sayang.
“Rara sayang sama Kakak Ariva. Kalau gitu nggak apa-apa deh. Tapi,
Papa harus janji bakalan datang kalau sempat,” ucap Rara dan menyodorkan
kelingkingnya kepada papanya.
Dengan senyum lebar Rio menyambut kelingking mungil putrinya itu. Buah
hatinya bersama istri tercintanya, Ify. Putri kecil yang begitu menggemaskan.
“Papa janji sama Rara,” ucap Rio dan kelingking mereka bertaut.
“Papa tau?? Rara sayang papa!!!” ucap Rara sepenuh hati dan memeluk
papanya.
Hati Rio benar-benar hangat. Anaknya ini benar-benar luar biasa.
Tingkah Rara ketika menyambutnya pulang selalu Rio tunggu. Dadanya terus berdetak
tak karuan saat Rara mengatakan kalau putrinya itu menyayanginya. Inikah rasa
cinta tulus seorang anak??? Rio benar-benar beruntung. Dia sangat bersyukur
karena memiliki Ify sebagai istrinya dan Rara buah hatinya.
“Jadi Rara mau nyanyi lagu apa?” tanya Rio.
Rara melepaskan pelukkannya. “Rara mau lagu libur t’lah tiba. Rara kan
suka lagu itu,” jawab Rara.
“Coba nyanyikan, Sayang,” pinta Rio.
Rara mengangguk antusias. “Libur tlah tiba… libur tlah tiba… hore…
hore… hore… hore… simpan lah tas dan bukumu… lu….lu…. lu…. Rara lupa, Pa!” ucap
Rara.
Rio terkekeh pelan dan mencubit sayang pipi putri kecilnya itu.
“Lupakan keluh kesahmu. Libur tlah tiba..
libur tlah tiba… hatiku gembira…” nyanyi Rio.
Rara menatap papanya penuh takjub. “Papa cool,” gumam Rara.
Rio terperangah mendengar kosakata cool dari Rara. Dari mana putri
kecilnya itu menemukan kata-kata itu??? Ckckckck…. Membuatnya bingung sekaligus
terkekeh pelan. Sungguh putri yang begitu menggemaskan.
“Sekarang Rara belajar sama Papa. Ikutin papa ya!!!”
Rara mengangguk.
“Libur tlah tiba…”
“Libur tlah tiba…”
“Hore… hore… hore… hore…”
“Hore… hore… hore… hore…”
“Simpan lah tas…”
“Simpan lah tas…”
“Dan buku mu…”
“Dan buku mu…”
………………..
Ify terkekeh pelan di dapur mendengar putrinya dan suaminya sedang
berlatih bernyanyi. Ify akui, dia selalu terpesona saat mendengar Rio
bernyanyi. Suara suaminya itu benar-benar indah dan menghipnotis. Dulu… dia
masih ingat saat Rio melamar dirinya. Rio bernyanyi di depan banyak orang dan
itu membuatnya eerrrr… tersanjung.
“Aduh, apa yang aku pikirkan,” gumam Ify dan terkekeh sendiri. Dia
kembali menyiapkan snack siang untuk hari ini berupa kue sus kesukaan Rio dan
kue coklat kesukaan Rara, putri kecilnya yang sangat menggemaskan, lengkap
dengan segelas kopi, segelas susu, dan segelas teh untuk dirinya sendiri.
“Sudah siap, sebaiknya aku segera bergabung dengan mereka,” ucap Ify
dan kemudian berjalan menuju ruang keluarga.
“Hatiku gembira…”
“Hatiku gembira…”
Ify tersenyum mendengar suara kedua belahan jiwanya itu dan dia
semakin mempercepat langkahnya untuk segera bergabung dengan suami dan anaknya.
“Mama bawa makanan kesukaan papa dan Rara!!!” ucap Ify girang sambil
meletakkan apa yang dia bawa di atas meja.
“Mama masak apa? Rara pengen!!!” seru Rara.
Rio tertawa gembira. Selalu seperti ini saat dia berada di
tengah-tengah keluarga kecilnya. “Sabar dong, Sayang. Beri pelukan dulu untuk mama.
Kan mama capek buatin Rara dan papa kue,” ucap Rio.
Rara mengangguk dan segera memeluk mamanya. “Mama tahu? Rara sayang
sama. Makasih ya, Ma, udah buatin Rara dan papa kue. Rara dan Papa sayang
banget sama Mama,” ucap Rara dan kemudian dia melepas pelukannya.
“Wah, kue coklat!! Rara suka… Rara suka,” seru Rara girang. Ify dan
Rio saling pandang saat melihat putri kecil mereka melahap kue coklat dengan
begitu semangat.
“Aku sayang kamu,” bisik Rio tanpa suara kepada istri tercintanya dan
Ify yang menunduk. Rio benar-benar suami dan seorang ayah yang luar biasa
untuknya dan untuk Rara, putri kecilnya.
“Papa nggak meluk Mama karena udah buatin kue Sus kesukaan Papa?”
tanya Rara dengan wajah innocent-nya.
Ify yang sedang menyesap teh hangatnya langsung tersendat. Uhukkk…
“Papa peluk mama dong. Kan mama udah buatin kue untuk papa,” rengek
Rara dan mendorong lengan papanya.
Mau tak mau Rio menuruti keinginan putri kecilnya itu, dia
merentangkan kedua lengannya dan kemudian mengunci istrinya dengan kedua lengan
kokohnya. “Ini permintaan, Rara, putri kecil kita,” bisik Rio. Dia tahu kalau
wajah istrinya sudah memerah saat ini.
***************
Srrootttt………
Gadis kecil itu meluncur dari papan perosotan. “Keren banget Rara
meluncur!!!!” seru gadis kecil itu dan tak lupa ia bertepuk tangan riang.
“Rara tungguin Litha di bawah ya!!!” seru seorang gadis kecil pula
seumuran dengan Rara. Gadis kecil yang rambutnya sebahu juga.
“Iya. Litha meluncur aja!!!!”
Srrrrooootttt…….
“Yeeeyeyeyeee…. Litha berhasil. Asyik ya, Rara? Litha suka main
perosotan,” ucap Litha.
“Sama dong. Tapi kita ngumpul ke situ, Yuk? Di sana ada Lena, terus
Ican, terus ada Lia. Yuk… yuk…,” ajak Rara. Litha mengangguk.
“Lagi ngomongin apa?” tanya Litha dan dia duduk di sebelah Lena.
Sedangkan Rara duduk di sebelah Ican dekat dengan Lia.
“Kita ngomongin acala pentas seni nanti. Aku, Lia, sama Ican nanti
tampil sama mama papa. Senang sekali lasanya bisa sama-sama kelualga,” jawab
Lena.
“Sama dong. Litha juga sama mama dan papa. Kata papa Litha, papa pasti
akan datang, nggak pergi ke kantor. Tapi nemenin Litha. Senang sekali!!!” ucap
Litha dengan wajah berbinar-binar.
“Kalo Lrarla sama siapa?” tanya Lia. Ternyata gadis kecil bernama Lia
ini juga cadel.
Rara termenung. Dia ingat apa yang papanya bilang. Kata papanya akan
datang kalau sempat. Jadi kalau nggak sempat, berarti nggak datang.
“Rara sama papa dan mama juga?” tanya Ican, dia laki-laki sendiri di
antara mereka.
Rara menggeleng. “Rara nggak tau. Kata Papa Rara akan datang kalau
sempat karena papa ada janji dengan Oom Gabriel,” jawab Rara.
“Yah, Lrarla. Sedih dong kalau papa nggak datang. Masa cuma dengan
mama aja. Kan papa halus ada, bial lebih lengkap,” ujar Lena.
“Aku setuju sama Lena. Kan kalau papa datang itu tandanya papa kita
sayang sama kita. Belalti, papa Lrarla nggak sayang sama Lrarla dong,” ucap
Lia.
Hati kecil Rara tersentak. Nggak sayang? Nggak sayang??? Gadis kecil
itu tercenung. Apa papanya memang nggak sayang sama dia? Sampai-sampai nggak
mau nemenin Rara.
“Tapi kan Oom Rio ada janji dengan Oom Gabriel. Litha tau Oom Gabriel,
papanya Kakak Ariva. Oom Rio pasti sayang sama Rara,” ujar Litha dan dia
menatap Rara yang aura wajahnya mulai redup.
“Papa aku ada janji sama temannya kata Papa aku kemalin, tapi papa aku
masih bisa datang kok. Kata Papa kalena papa aku sayang banget sama aku,
makanya datang. Masa papa Lrarla nggak bisa datang? Itu tandanya nggak sayang,”
ucap Lia masih tetap ngotot.
Rara masih terdiam. Dia teringat wajah papanya. Senyum papanya, tawa
papanya. Semua tentang papanya. Rara teringat. Papanya bilang, Rara adalah
putri kesayangannya. Rara dan Mamanya adalah anugrah terindah yang pernah
dimiliki papanya. Rara ingat itu. Tapi sekarang, kenapa Lia bilang papanya
nggak sayang sama Rara. Lia bohong. Kan Lia juga nggak tau rasa sayang papanya
Rara kepada Rara.
“Lia, papa Rara sayang sama Rara. Papa Rara memang sibuk jadi Rara
nggak bisa maksa papa. Kan masih ada mama yang bisa nemenin Rara. Mama sama aja
dengan papa. Mama dan papa Rara sayang sama Rara kok,” ucap Rara.
“Nggak sayang, Rara.”
“Sayang.”
“Nggak!!!”
Kedua bocah itu saling melempar argument masing-masing. Dan
terlihatlah Lia tetap terus bilang kalau papa Rara tidak sayang pada Rara.
“Lia nggak boleh kayak gitu. Papa Rara sayang sama Rara. Yang tahu itu
semua cuma Rara, karena Rara yang dekat dengan papanya. Lia nggak boleh bilang
kayak gitu ke Rara. Rara sedih jadinya,” ucap Ican dengan gaya khas jiwa
anak-anaknya.
Litha mengangguk dan dia menepuk-nepuk punggung kecil Rara, sahabatnya,
sekaligus anak dari sahabat mamanya. Litha tau itu, karena mamanya sering
bercerita tentang Tante Ify, mamanya Rara.
“Iya, Lia. Ican benar. Lihat Rara sedih. Jangan buat Rara sedih. Papa
Rara sayang sama Rara,” ucap Litha. “Rara jangan sedih ya, pasti Oom Rio sayang
sama Rara,” bujuk Litha.
Rara mengangguk. Iya yakin, papanya pasti sayang sama dia.
Lia dan Lena mengangguk dan mereka meraih tangan Rara. “Maafin aku
sama Lena ya, La? Kami minta maaf udah bilang Papa Lrarla nggak sayang sama Lrarla.
Lrarla jangan sedih lagi ya? papa Lrarla pasti sayang sama Lrarla,” ucap Lia
dengan wajah polosnya. Wajah polos anak-anak banget.
Rara mengangkat wajahnya. “Walaupun Papa Rara nggak datang, berarti
Papa Rara tetap sayang sama Rara?” tanya Rara.
Lia dan Lena mengangguk yakin.
Sekarang Rara sudah tersenyum lagi. “Kalau begitu Rara maafin Lia sama
Lena,” ucap Rara tulus.
**************
“Libur tlah tiba… libur tlah tiba… hore… hore… hore…. Hore… simpan lah
tas dan bukumu… Lupakan keluh kesahmu… Libur tlah tiba… hatiku gembira….,”
nyanyi Rara penuh semangat.
“Wah anak mama pinter banget nyanyinya. Udah bisa sekarang,” puji Ify
penuh kasih.
“Iya dong, Ma. Kan pentasnya dua hari lagi,” balas Rara dan tersenyum
lebar. “Coba mama yang nyanyi, udah hapal belum,” pinta Rara.
Ify tertawa kecil menanggapi ucapan putri kecilnya itu. “Mama udah
hapal dong, Sayang,” ucap Ify.
“Coba mama nyanyikan. Ayo nyanyi mama. Masa mama kalah sama papa. Papa
aja udah hapalnya dari lama.”
“Mama nyanyi ya?”
Rara mengangguk.
“Libur tlah tiba… libur tlah tiba… hore… hore… hore…. Hore… simpan lah
tas dan bukumu… Lupakan keluh kesahmu… Libur tlah tiba… hatiku gembira….”
“Suara mama bagus, sama kayak suara papa. Tapi suara Rara lebih
bagus!!!”
Ify semakin tertawa. Ada-ada aja Rara ini. “Kenapa hayo suara Rara
bagus?” tanya Ify iseng.
Rara terdiam dan tampak berpikir. Bibirnya ia kerucutkan, matanya ia
pejamkan, dan tak lupa jari telunjuknya, gadis itu tempelkan di pelipis
kanannya. Mau tak mau Ify tertawa. Putrinya ini benar-benar….
“Hayo kenapa?”
“Hmmm… karena Rara anak papa dan mama. Karena pencampuran dua suara
yang bagus menghasilkan suara yang lebih bagus, itu kata Ibu guru di sekolah,
Ma. Kalau yang bagus-bagus dicampurkan, hasilnya bagus. Satu lagi, karena dalam
diri Rara ada darah Haling dan Umari. Darah Mama dan Papa. Karena Rara sayang
mama dan papa,” jawab Rara panjang lebar.
Ify tersenyum sekaligus tertawa haru. Putri kecilnya ini benar-benar
bisa membuat dia terharu. Bintang mungilnya ini selalu bisa membuat dia
tertawa. “Anak mama pinter banget. Mama makin sayang sama Rara,” ucap Ify.
Rara tertawa.
“Istirahat dulu yuk, Ma. Sambil nungguin papa pulang. Mungkin aja papa
pulang cepat kayak waktu dulu,” pinta Rara.
Ify mengangguk dan meraih putri kecilnya itu kepangkuannya dan mereka
berdua duduk di pinggir teras yang dekat dengan banyak bunga dan pohon-pohon
sangat menyejukkan.
Ibu dan anak itu menikmati hembusan angin yang menerpa wajah mereka
dan menerbangkan rambut keduanya yang diurai begitu saja. Posisi mereka juga
sungguh nyaman. Ibu yang bersender di tiang teras dengan sang Anak yang duduk
di pangkuan ibunya.
Lumayan lam saling diam, sang Anak mulai berbicara. “Mama, papa
sebenarnya sayang nggak sama Rara?” tanya gadis kecil itu.
Sang Ibu kaget dan segera membuka matanya dan memeluk putri kecilnya
itu. “Kenapa Rara bertanya seperti itu, Nak?” tanya Ify penuh sayang.
“Habis waktu hari Selasa kemarin, Lia sama Lena, teman sekolah Rara
bilang, kalau papa mereka ikut juga saat pentas seni. Terus, Rara bilang kalau
papa Rara nggak bisa datang dan Rara cuma sama mama,” jawab Rara untuk memulai
ceritanya.
“Terus masalahnya apa, Sayang?”
“Lia sama Lena bilang kalau papa nggak sayang sama Rara karena nggak
datang. Apa papa benar nggak sayang sama Rara, Ma?” tanya gadis kecil itu dan
memutar tubuhnya menghadap mamanya.
“Nggak kok sayang. Papa sayang banget sama Rara. Rara tahu? Sewaktu
papa pulang malem banget terus Rara udah tidur, papa bertanya sama mama Rara di
mana. Terus mama bilang, Rara udah tidur,” ujar Ify dan menatap buah hatinya.
“Hayo Rara tau nggak apa yang dibilang Papa?”
Rara kecil menggeleng.
“Papa bilang, Rara adalah putri kesayang papa. Nggak menemukan Rara di
depan pintu saat papa pulang membuat papa sedih. Terus, Papa juga bilang, kalau
papa lihat Rara semua rasa lelah papa hilang. Semua itu karena papa sayang sama
Rara. Sayang banget.”
“Benarkah?”
Ify mengangguk dan mencubit gemas pipi anaknya.
“Tapi, kenapa papa nggak bisa ikut acara pentas seni di sekolah Rara,
Ma?” tanya Rara sedih.
“Kan Rara udah tau kalau papa sibuk, sayang.”
“Papanya Lia rela kok nggak pergi kerja. Terus Oom Alvin juga nemenin
Litha. Kenapa papa Rara nggak?”
Ify menatap putrinya iba. Ify tahu Rara sangat ingin kalau papanya
datang nanti. “Rara pengen banget kalau papa ikut?”
Rara mengangguk dan matanya mulai berkaca-kaca. “Iya, Ma. Rara pengen
banget papa ikut. Terus nyanyi sama Rara dan Mama. Semua papa teman Rara datang,
kenapa papa nggak bisa datang? Sekali aja kok, Ma. Setiap pagi Rara nggak
dianter sama Papa ke sekolah, Rara nggak marah sama papa walaupun teman-teman
Rara bilang senang banget waktu dianter sama papa mereka. Rara diam aja, Ma…,”
cerita Rara dan akhirnya gadis kecil itu menangis.
“Rara nggak apa-apa nggak diantar papa ke sekolah. Nggak dijemput papa
pulang sekolah, nggak sarapan pagi sama papa. Tapi, Rara… hiks… hiks… Rara
penge banget papa nanti ikut pentas seni sekolah Rara. Rara sayang banget sama
papa. Rara tau, papa kerja untuk mama dan Rara. Tapi, apa nggak boleh Rara
minta satu hari aja buat papa selalu nemenin Rara. Rara ingin papa ikut, Ma,
hiks… hiks…”
Ify terdiam. Dia tahu kalau selama ini Rara kadang merasa sedih
melihat teman-temannya yang di antar oleh papa mereka, dijemput oleh papa
mereka. Ify sebagai ibu juga tahu kalau setiap turun dari mobil, Rara selalu
melihat ke arah Pak Pri, supir mereka, Ify tahu, Rara ingin papanya yang
menyupir. Tapi mau bagaimana? Pekerjaan Rio sangat padat. Dan Ify juga tahu,
kalau Rio sangat menyanyangi Rara. Setiap suaminya itu pulang larut malam,
pasti selalu mampir ke kamar Rara untuk memandangi dan mengucapkan selamat
malam untuk putrinya itu.
“Ma… Rara pengen banget Papa bisa ikut. Rara pengen kasih tahu sama
teman-teman Rara, kalau papa Rara sangat sayang sama Rara. Rara pengen, Ma.
Habis itu Rara nggak minta yang lain-lain aja. Rara mohon, Ma.”
Ify menghapus air mata yang mengalir di pipi tembem buah hatinya itu
dengan jempolnya. “Rara jangan sedih lagi. Nanti pasti Mama bilang sama Papa
kalau Rara ingin papa ikut. Nanti mama bilangin,” ucap Ify penuh sayang.
“Janji, Ma?”
Ify mengangguk yakin. “Mama janji. Sekarang Rara jangan sedih lagi.
Rara harus latihan, biar papa nanti ikut sama kita ke sekolah Rara.”
Rara mengangguk. Gadis kecil itu mulai menghapus air mata yang
mengalir di pipinya dengan jemari-jemari kecilnya.
*******************
Hari ini adalah hari yang sangat dinantikan oleh Rara. Gadis kecil itu
sudah siap dengan kostumnya hari ini. Baju baby doll berwarna merah muda
lengakp dengan celana berwarna merah muda yang panjangnya sampai lutut dan
rambutnya yang di kepang dua menambah kesan imut gadis kecil itu pagi ini.
Ditambah lagi dengan sepatu berwarna putih menghiasi kakinya. Astaga… gadis itu
benar-benar luar biasa.
Ya hari ini adalah hari Sabtu. Hari di mana ada acara pentas seni di
sekolahnya. Hari di mana Rara akan bernyanyi dengan mamanya.
Gadis kecil itu telah hadir di sekolah sejak satu jam yang lalu
bersama mamanya yang hari ini datang dengan celana kain berwarna hitam dan baju
model wanita berlengan panjang dan berwarna biru laut. Sungguh sangat cantik
ditambah dengan rambut panjangnya yang diuraikan begitu saja.
Acara pembukaan telah dilalui oleh seluruh hadirin dan sekarang sudah
tiba saatnya penampilan dari setiap anak di sekolah ini.
Gadis kecil itu menonton dengan begitu saksama, saat teman sekelasnya
Lia sedang bernyanyi bersama papa dan mamanya. Lalu Lia membacakan puisi.
Bahkan, di saat terakhir penampilan Lia, Rara adalah orang pertama yang
bertepuk tangan.
Waktu terus berjalan… teman-teman gadis kecil itu sudah banyak yang
tampil lengkap bersama kedua orang tuanya. Ada yang bernyanyi, ada juga yang
membacakan puisi, bahkan ada yang menampilkan pertunjukan dan drama. Rara
benar-benar ingin papanya datang.
“Mama, apa papa bakalan datang?” tanya Rara.
Sang Ibu tersenyum. “Semoga aja ya, Ra. Tapi kalau papa nggak datang,
Rara nggak usah sedih kan masih ada mama,” jawab Ify dan mengusap puncak kepala
anaknya penuh sayang.
Tibalah saat penampilan Talitha. Rara bersorak gembira saat temannya
itu naik ke atas panggung bersama Tante Via dan Oom Alvin, papa dan mamanya
Talitha. Dan gadis kecil itu bertepuk tangan riang sepanjang penampilan
Talitha.
“Rara menunggumu, Yo. Aku harap kamu datang demi putri kita,” ucap Ify
dalam hati dan matanya melihat ke pintu masuk.
****************
Laki-laki berusia 30-an tahun itu berdiri dengan tidak tenang di
ruangannya. Dia benar-benar bingung sekarang. Menghadiri meeting dengan Gabriel,
partner bisnis sekaligus sahabatnya atau segera menuju sekolah putrinya? Dia
benar-benar bingung apalagi dengan perkataan Ify sebelum mereka tidur tadi
malam.
Flashback on
“Yo, besok kamu bisa datang ke
sekolah Rara?” tanya Ify.
“Hmm… aku ada meeting dengan
Gabriel. Seperti tidak bisa. Waktunya tepat sama dengan acara di sekolah Rara,”
jawab Rio.
Ify menghela napas berat.
“Tidakkah kamu sadar, Yo, Rara ingin sekali kamu datang. Kemarin dia cerita
sama aku sampai dia nangis. Dia pengen banget kamu datang dan nyanyi bersama
dia.”
Rio tampak tercenung, dia ingin
sekali menemani putrinya karena dia sangat menyanyangi buah hati kecilnya itu.
Melihat suaminya diam saja, Ify
lanjut berbicara. “Anak kita cerita, kalau dia nggak apa-apa nggak diantar kamu
ke sekolah, nggak dijemput papanya, nggak sarapan sama papanya, tapi Rara ingin
sekali kamu datang ke sekolahnya besok. Ikut penampilannya. Dia ingin aku, Rara
dan kamu nyanyi sama-sama. Dia sampai nangis kemarin, Yo. Tidak bisakah kamu
meluangkan waktu untuk Rara?”
Tidak perlu Ify tanya, juga Rio
ingin sekali menghabiskan waktu bersama putrinya itu. Menemani setiap langkah
kecil putrinya. Tapi pekerjaannya bagaimana?
“Aku tau kamu sangat
menyanyangi Rara. Ayolah, Yo. Gabriel itu sahabat kita dari SMA, sahabat kamu
dari SMP, nggak mungkin Gabriel tidak bisa meluangkan waktunya biar meeting
kalian diundur saja. Untuk Ariva dan Zahra saja dia rela,” ucap Ify.
“Ntahlah. Aku usahakan aku akan
datang, Fy.”
“Satu yang nggak pernah aku
lakukan dalam hidupku, mengecewakan putri dan suamiku. Aku harap, kamu juga
melakukan hal sebaliknya,” ucap Ify dan membuat Rio terdiam. “Aku tidur
duluan.”
Flashback off
“Aku harus datang ke sekolah, Rara,” ucap Rio penuh keyakinan lalu dia
mengambil handphone-nya dan mengetik sebuah pesan singkat untuk Gabriel lalu
dia keluar ruangannya. Sebelum benar-benar pulang dia mengatakan kepada
sekretarisnya untuk mengubah jadwal kerjanya. Dia ingin benar-benar free hari ini.
*********************
“Tepuk tangan untuk penampilan Talitha!!!!” ucap MC acara pentas seni
ini dengan semangat.
Penampilan Talitha benar-benar luar biasa. Terlihat sekali kalau
keluarga kecil Sindunata itu adalah keluarga bahagia.
“Selamat ya, Litha. Penampilan Litha bagus,” puji Rara saat Litha
bersama kedua orang tuanya melewati kursi Rara.
“Sebentar lagi giliran anakmu, Fy,” bisik Via.
Ify mengangguk. Ya, sebentar lagi Rara akan tampil, tapi kenapa suaminya belum datang-datang juga sih.
“Baiklah, penampilan selanjutnya anak kita yang bernama Kejora Bintang
Fikaditya Haling!!!” panggil MC itu.
“Ma, sekarang kita tampil,” ucap Rara dan menarik tangan kanan
mamanya. Ify melihat sebelum naik ke panggung, Rara menatap pintu masuk gedung
ini.
Rara memulai penampilannya dia dan mamanya berdiri sedikit berjauhan
dengan arah vertical miring 25 derajat.
“Apa kabar teman-teman?” sapa Rara di atas panggung.
“Baik….”
“Tau nggak… tau nggak
teman-teman??” tanya Rara lagi.
“NGGAK TAU!!!!”
“Yah… Rara kasih tahu ya, hari ini Rara mau berlibur bersama mama Rara
ke pantai. Asyikkan????”
“Papanya nggak ikut?” salah satu anak berceletuk cukup keras hingga
terdengar sampai panggung.
Ify melihat buah hatinya itu terdiam dan raut wajahnya mulai sedih.
“Papa Rara nggak bisa ikut karena ada acara lain. Tapi, Rara tetap
sayang papa Rara dan Papa Rara sayang sama Rara,” ucap Rara.
Teman-teman Rara tampak mengangguk dan beberapa wali murid juga ikut
mengangguk. Ify sedikit lega dan ia masih diam-diam melirik pintu masuk.
“Ah iya… Ayo kita ketemu mama Rara, kan Rara sama mama Rara mau
liburan ke pantai. Ayo…” Rara mulai kembali ceria.
“Mama… mama ayo kita liburan yuk!!”
“Liburan ke mana?”
“Ke pantai. Kita main ombak, terus lari-lari di pantai, main bola
lagi. Kan asyik, Ma. Mau ya?”
“Hmm… gimana ya, Sayang? Papa kan nggak ada.” Ify terkejut saat
kata-kata itu meluncur begitu aja.
“Mama nggak usah sedih kok, nggak apa-apa papa nggak ada. Kan mama
sama Rara aja. Khusus liburan untuk perempuan.”
Ify tersenyum bangga. “Kalau begitu ayo!!!!”
“Asyiiiiik!!!!!!!” Rara berteriak gembira sambil menarik tangan
mamanya.
Semua penonton tertawa melihat adegan tersebut.
“Musik!!!!”
Libur tlah tiba… libur tlah
tiba… hore… hore… hore… hore… simpanlah tas dan bukumu… lupakan keluh kesahmu…
Libur tlah tiba… libur tlah tiba… hatiku…. Gembira!!!!
Rara mulai bernyanyi lalu ia dan mamanya menari seperti gerakan ombak.
“Rara seneng banget bisa liburan sama Mama,” ucap Rara dan backsound
lagu Libur tlah tiba terus menemani mereka.
“Coba papa di sini,” gumam Ify pelan tanpa sadar.
“Ayo… Mama kita duduk di sana…” ajak Rara dan menunjuk kursi pantai,
saat ia melihat kursi pantai tanpa sengaja matanya tertuju pada pintu masuk dan
dia terkejut… itu papanya datang. Papanya dengan memakai celana jeans hitam
dengan baju kaos kebiruan dilapisi rompi. Itu papanya.
“Mama…, papa datang!!!!” teriak Rara girang.
Ify terkejut dan ia melihat arah yang ditunjuk oleh putri kecilnya dan
benar saja, suaminya datang dengan mengenakan pakaian santai bukan baju formal.
“Astaga…”
“PAPA!!!!!!!” teriak Rara gembira.
Semua penonton terkejut dengan apa yang terjadi dan mereka mengikuti
arah pandang Rara si Gadis kecil.
****************
Rio telah memutuskan untuk datang ke sekolah putrinya. Bagaimana pun
mereka sudah sering latihan bersama. Apalagi Ify sudah mengatakan kalau Rara
sangat ingin dia datang dan di sinilah Rio sekarang.
Rio berjalan dengan tergesa-gesa menuju aula tempat pentas seni
dilaksanakan. Saat ia baru mendekati aula, terdengar suara yang mirip dengan
suara putrinya. Sangat mirip dan Rio yakin suara itu milik putri kecilnya saat
suara itu mengatakan, “Mama nggak usah sedih kok, nggak apa-apa papa nggak ada.
Kan mama sama Rara aja. Khusus liburan untuk perempuan.”
Dan Rio semakin mempercepat langkah kakinya saat dia baru saja tiba di
depan pintu ia melihat putrinya sedang tampil dan melihat ke arahnya.
“Mama…, papa datang!!!!”
“PAPA!!!!!!!”
Panggilan histeris Rara melihatnya membuat Rio yakin, kalau putrinya
itu sangat menginginkan kehadirannya dan Rio berlari mendekati panggung.
Papa tlah datang… papa tlah
datang… hore… hore… hore… hore… Akhirnya papa Rara datang… Rara sangatlah
gembira… Mama jangan sedih… Mama jangan sedih… karena papa sudah datang….
Senandung Rara dengan mengganti lirik lagu Libur Tlah Tiba lalu gadis
kecil itu memeluk papanya. Kini Rio yang ganti bernyanyi.
Papa sudah datang… Papa sudah
datang… hore… hore… hore… hore… Akhirnya papa liburan sama Rara… Papa sayang
Rara… Ify ke sini sayang… Aku sudah datang… Jangan sedih lagi….
Rio bernyanyi sambil meraih istrinya ke dalam pelukannya bersama Rara…
Plok… plok… plok……
Tepuk tangan menggema untuk keluarga kecil Haling ini.
“Papa kok bisa datang ke sini?” tanya Rara. Mungkin gadis kecil ini
sudah lupa kalau dia berada di pentas seni.
“Kan papa sayang sama Rara dan mama jadi papa datang. Papa nggak mau
bikin Rara dan mama kecewa, seperti kata mama, sayang,” ucap Rio sambil melirik
istrinya.
Sepertinya istrinya itu belum benar-benar yakin kalau benaran dia yang
ada di sini. “Ayo Rara nyanyi lagi.” Gadis kecil itu menyanyi dengan riangnya.
“Fy… maafkan aku… sekarang aku udah datang. Rara ceria sekali jangan
sampai kamu yang sedih,” bisik Rio, lalu mencium pipi istrinya sekilas.
Dan kembali tepuk tangan terdengar.
“Papa mama sini tangkap bolanya… kita main bola!!!” ajak Rara.
Rio dan Ify saling pandang, kedua suami istri itu kemudian berlari dengan tangan kanan sang Istri ditarik
oleh sang Suami.
“Ayo lempar bolanya sama Mama, Rara,” ucap Ify sangat girang.
Whuusssshh…. Bola itu melambung dan Ify menangkapnya.
“Sekarang mama lempar sama papa ya, mama,” pinta Rara.
Ify melempar bola ke arah suaminya dan hap… Rio menangkap bola itu
dengan sukses sekarang balik Rio melempar kepada buah hatinya dan Rara berhasil
menangkapnya.
Rara meletakkan bolanya di pasir lalu ia mendekati mama dan papanya.
“Ayo kita keliling pantai. Sekarang, mama ya yang nyanyi.”
Libur tlah tiba… libur tlah
tiba… hore… hore… hore… hore… simpanlah tas dan bukumu… lupakan keluh kesahmu…
Libur tlah tiba… libur tlah tiba… hatiku…. Gembira!!!!
Ify menyanyi dengan penuh kehangatan lalu Rio mengakat Rara dan
menggendongnya dan mereka bernyanyi bersama.
Libur tlah tiba…
libur tlah tiba…
hore… hore… hore… hore…
simpanlah tas dan bukumu…
lupakan keluh kesahmu…
Libur tlah tiba…
libur tlah tiba…
hatiku gembira…………….
“Yeeeeaaaaahhhhh…. Rara sayang mama papa,” ucap Rara dan mencium pipi
kedua orang tuanya bergantian.
“Terima kasih udah nonton Rara,” ucap Rara mengakhiri penampilannya di
panggung.
Seluruh penonton bertepuk tangan gembira menyaksikan drama sederhana
keluarga kecil Haling itu. Sangat terlihat kegembiraan yang menjiwai Rio, Ify,
dan Rara. Keluarga kecil dan muda yang berbahagia.
“Berikan tepuk tangan untuk penampilan Kejora!!!!” ucap sang MC saat
Rara dan kedua orang tuanya telah turun dari panggung.
**************
Rara memang sudah tampil dan setelah tampil ia bersama papa dan
mamanya menonton pertunjukkan teman-teman yang lain. Rara sangat senang. Ia
tahu kalau apa yang ia tampilkan bukan yang paling bagus ataupun terbaik. Tapi,
penampilan tadi seperti asli kehidupannya. Rara senang karena papanya datang.
Rara tau kalau papanya sangat sayang padanya. Itu adalah hal yang sangat
penting untuknya.
“Hari ini Rara sangat senang, Pa, Ma,” ucap Rara saat dia digendong
papanya. Keluarga kecil Haling itu menuju mobil yang terparkir di halaman
sekolah. Mereka sudah mau pulang karena acara pentas seni telah selesai.
“Makasih ya, Ma, udah bilang sama papa. Karena mama, hari ini papa
datang,” ucap Rara tulus kepada sang Ibu.
Ify tersenyum penuh kasih sayang dan mengangguk. “Rara tahu… Ini semua
karena papa sayang banget sama Rara. Karena Rara adalah buah hati Mama dan
Papa. Karena Rara bintang kecilnya papa dan mama.”
Rio tertegun. Ify adalah pilihan yang terbaik yang pernah ia lakukan.
Memilih Ify menjadi istrinya adalah anugrah terindah yang pernah ia lakukan.
Dia sangat bersyukur. Seperti kata putri kacilnya, tidak apa-apa kalau tidak
kaya, yang penting semua anggota keluarga bahagia. Dan mereka adalah keluarga
kecil yang bahagia.
“Papa… papa…,” panggil Rara.
“Ada apa, Sayang?” tanya Rio.
“Papa tau nggak kalau mama terpesona lihat papa hari ini. Papa sangat
tampan,” jawab Rara dan menunjuk-nunjuk mamanya.
Ify kaget karena dia disebut-sebut. Bagaimana bisa anaknya ini
mendapat kosa kata terpesona dan tampan??
“Rara…,” tegur Ify.
Rara terkekeh.
“Papa setuju sama Rara, mama memang selalu terpesona melihat papa,”
timpal Rio dan terkekeh lalu ia mengedipkan matanya sebelah kepada istri
tercintanya.
“Rara, Rio!!!!!!” teriak Ify gemas.
“Mama jangan marah dong, yang pentingkan papa sayang sama mama. Terus
Rara juga sayang sama mama.”
“Rara pinter banget. Pasti mama nggak marahlah sayang, mama cuma
malu-malu aja,” ujar Rio.
Ify menatap Rio tajam dan Rio tertawa. “Bagaimana kalau sore ini kita
ke pantai?” tawar Rio.
Bola mata Rara melebar. “Ke pantai, Pa? Aku, Papa, sama Mama ke
pantai?” tanya Rara.
Rio mengangguk.
“MAUUUU!!! Rara mau!!!!” seru Rara girang.
“Kalau gitu ayo kita segera ke mobil dan meluncur ke pantai,” ucap
Rio. Untuk menambah kesan semangat dan membuat buah hatinya gembira, Rio
berlari pelan sambil menggendong Rara dan menarik istrinya.
Hari ini benar-benar adalah hari yang bahagia untuk keluarga kecil
haling. Buah hati kesayangan mereka, Rara. Rio
Alyssa… Rio Alyssa… Buah cinta
mereka dan putri kecil mereka.
Apa yang dibilang Rara benar-benar kejadian.
Gadis kecil itu rela nggak diantar papanya ke sekolah…
Rela nggak dijemput papanya pulang sekolah…
Rela nggak sarapan bareng sama papanya…
Dan sekarang, keinginannya benar-benar terjadi… keinginan dari seorang
gadis kecil polos yang imut-imut dan sangat menggemaskan. Keinginan yang sangat
sederhana, yaitu menghabiskan waktu bersama. Inilah yang gadis kecil itu
ingini.
Sangat sederhana bukan??
Begitulah kasih sayang… Karena mereka adalah keluarga kecil yang
saling menyanyangi. Rara yang sayang kepada Mama dan Papanya, begitu juga Papa
dan Mamanya yang sayang pada Rara.
Dan Rara sendiri tidak pernah bosan mengatakan kalau dia…
“Papa tahu? Kalau Rara sa…..yaa…ngg banget sama Papa.”
“Mam tahu? Kalau Rara saaa…. Yaa….nggg… banget sama Mama.”
“Rara sayang Papa Mama…”
“The End”
0 comments:
Posting Komentar