Cinta Gue itu, Elo! Part 3
Siang ini Ify alias Alyssa Saufika Umari tengah asyik
berkutat dengan bantal dan guling. Ia sedang menjalankan aktivitas rutin tidur siangnya.
Apalagi badannya pegal semua karena membersihkan rumah sendirian. Mamanya
sedang pergi keluar kota tepatnya Manado untuk menghadiri pelatihan selama
empat hari.
"Kak, Ify. Kak...kak...kak Ify," panggil
Acha. Ify belum terjaga juga. Acha pun menggoyangkan tubuh ramping kakaknya
itu.
"KAK IFY, BANGUN DONG. BANGUN," teriak Acha
tepat di telinga kanan Ify.
Ify yang terlelap langsung bangun dan terduduk manakala suara cempreng
kanak-kanak sang Adik merambat ke gedang telinganya.
"Apaan sih, Cha? Kakak capek tahu," tanya
dan protes Ify ke adiknya.
Acha cemberut. "Acha lapal. Mau makan," jawab Acha dan
menunjuk perutnya yang kempis serta belum diisi makanan berat dari pagi tadi.
"Di lemari kan ada, Cha. Makan yang ada aja gih.
Kakak istirahat dulu," ujar Ify.
"Duh, Kak Ify. Di lemali itu nggak ada apa-apa.
Acha lapel," rengek Acha.
"Terus Acha mau makan apa? Kak Ify nggak punya
uang kalo mau ke restourant," ucap Ify. Jangan sampe deh uang gue jadi
sejata makannya Acha. Ntar kagak bisa OL lagi, batin Ify.
Acha mengambil sesuatu dari kantung bajunya dan dia
memamerkan dua lembar uang bergambar Bung Karno dan Bung Hatta. Ajib gila, dua
ratus ribu mament. Ify ngiler melihatnya.
"Dapat dari mana, Cha?" selidik Ify.
"Acha dikasih Mama. Katanya kalo Kak Ify males masak,
Acha beli aja," ucap Acha polos. Ia tak menyadari akal bulus Ify.
"Nah kalo gitu kita pergi ke restoran
sekarang," seru Ify antusias.
"Ayo-ayo," respon Acha girang.
"Acha ganti baju dulu. Kak Ify juga," ujar
Ify. Acha mengangguk patuh. Lalu ia meninggalkan kamar kakaknya dengan berlari
penuh semangat.
"Yeye...makan enak. Tak perlu masak. Enak ya
punya adik gini," gumam Ify riang. Lalu ia membuka lemari pakaiannya. Ify
mengambil celana jeans dan baju kaos biru bergambar doraemon dan sebagai
sentuhan akhir ia menyambar jaketnya yang bertengger di gantungan pakaian.
*********************
Sekarang Ify dan Acha sudah berdiri di depan restoran
RiFy. Awalnya Ify tak berniat mengajak Acha ke sini. Tapi berhubung dan tanpa
sengaja, ia menemukan brosur bahwa restoran RiFy membuka diskon 25% untuk
setiap makanan dan minuman. Alhasil Ify langsung memboyong sang Adik menuju
restoran ini.
Acha, gadis kecil itu menatap takjub gedung yang ada
di depannya. Apalagi ketika melihat kolam dengan air mancur, matanya langsung
berbinar-binar. "Kak Ify, itu bagus ya? Acha belum pelnah tuh
liatnya," ujar Acha ke Ify. Ify mengangguk dan tersenyum. Lalu ia
menggandeng tangan Acha masuk ke restoran.
Namun, ketika di depan pintu masuk seorang penjaga
berkata pada Ify, "Non, acaranya mulai jam tiga. Lima belas menit lagi.
Tapi, kalo Non mau masuk duluan nggak apa-apa kok."
Dahi Ify berkerut. Ia bingung dengan ucapan si
Penjaga. Sebagai tanda sopan dan hormat. Ify mengangguk dan tersenyum. "Oh
gitu ya, Pak. Saya sama adik saya nunggu di dalem aja. Makasih, Pak," ujar
Ify sopan. Sang Penjaga tersenyum dan membuka pintu. Ify cepat-cepat masuk dan
tak lupa mengucapkan terima kasih kepada si Pak Penjaga.
Ketika memasuki bagian dalam restoran RiFy, Ify
semakin dibuat bingung saja. Restoran itu sepi sekali. “Apa ada yang booking
ini tempat kali ya?” Pikir Ify.
“Kak Ify, cepet dong. Acha udah lapel banget,” rengek
Acha dan menarik-narik tangan Ify. Ify tersadar dari lamunannya dan segera
berjalan mengikuti Acha. Ify membiarkan sang Adik memilih sendiri tempat yang
disukainya.
Setelah duduk di meja nomor 6, Ify segera
mengeluarkan laptop-nya yang sengaja ia bawa untuk wifi-an gratisan.
“Acha mau yang ini. Boleh ya Kak Ify?” tanya Acha.
Ify mengangguk. “Iya, boleh. Acha boleh pilih yang
mana aja,” jawab Ify tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.
Acha sangat senang mendengar jawaban Ify. Tanpa
memperdulikan Ify yang sibuk berkutat dengan laptop-nya Acha melambaikan tangan
dan memanggil seorang waiter yang tak jauh berada di dekatnya.
Tidak memerlukan waktu lama si Waiter datang ke meja
Acha dan kakaknya. “Adik mau pesan apa?” tanya sang Waiter.
Tanpa mengeluarkan suara sedikitpun Acha menunjuk
sebuah gambar makanan yang terdapat di buku menu.
“Ada yang lain?” tanya Waiter itu lagi dengan begitu
ramah.
Acha menggeleng sebagai jawabannya. “Ditunggu ya,
Dik,” ucap si Waiter dan kemudian meninggalkan meja Acha.
*************
Kali ini Ify mengerti apa yang tadi diucapkan si Pak
Penjaga ketika ia akan memasuki restoran ini. Kenapa bisa ia tidak menyadari
kalau dia tengah bernyanyi di sini?? Kenapa juga Ify tidak sadar kalau sekarang
bukan hanya dia dan Acha yang memerlukan oksigen di ruangan ini??
Intinya sekarang, restoran ini sudah padat karena dia
sedang bernyanyi. Ternyata panggung besar itu memang di khususkan untuk seorang
Mario Stevano bernyanyi. Pantes saja, tuh Pak Penjaga bilang acaranya mulai jam
tiga. Ternyata Rio manggung toh.
Alunan intro lagu Rindukan Dirimu sudah berlalu.
Suara Rio mulai muncul dan Ify sangat mengenali itu. Bahkan Acha yang sendari
tadi asyik menikmati santapannya sudah berdiri di atas kursi, lantaran ia tidak
bisa melihat Rio yang lumayan jauh berada dari jangkaun matanya dan orang-orang
yang lebih tinggi dari padanya menghalangi pandangan dirinya.
“Nggak keliatan Kak Lio-nya. Acha ke depan ya, Kak,”
ucap Acha dan melompat turun dari kursinya. Kaki-kaki kecilnya membawa dirinya
mendekati panggung. Ify tidak menyadari kalau sang Adik sudah tidak ada di
kursinya.
Ify terdiam dan terpaku. Suara itu. Wajah itu. Selalu
memenuhi benaknya. Ntahlah….Ify sebenarnya tidak tahu ada apa dengan dirinya.
Dia memang kenal Rio jauh sebelum Rio telah menjadi terkenal seperti ini. Rio
adalah teman sekelasnya sejak ia kelas VIII SMP hingga XI SMA.
Suara Rio sayup-sayup memasuki gendang telinganya.
Masih tetap seperti dulu. Masih bagus dan keren suara Rio. Ify memperhatikan
sosok Rio yang sedang bernyanyi itu. Ada yang berbeda. Ify dapat merasakannya.
Rio tak terlalu antusias seperti yang dulu-dulu, laki-laki itu tampak tengah
memikirkan sesuatu.
“Apa kabar RISE?” sapa Rio seperti biasanya setelah
ia selesai menyanyikan sebuah lagu. Tak lupa dengan senyum menawannya.
“BAIIIIKKKK DOOONGGG TENNTTUUUUNYAAAAA….” Balas
fans-fans Rio.
“Yo, ajak gue duet dong!” seru salah satu fans Rio
dengan pe-de-nya dan langsung dihadiahi sorakan dari yang lainnya.
Huuuuuhhhhh…… Sementara Rio hanya terkekeh pelan.
“Gue mau nyanyi satu lagu lagi nih. Lagu terakhir,
judulnya anugrah terindah yang pernah ku miliki. Oke langsung aja ya!” ucap
Rio.
Intro lagu yang diciptakan oleh grub band Sheila on 7
mulai mengalun. Suara Rio yang begitu lembut sangat pantas sekali membawakan
lagu ini. Penonton yang sendari tadi ribut kini menjadi diam. Suara Rio
benar-benar bisa menghipnotis.
Gadis berdagu tirus yang dari tadi menatap Rio begitu
saksama tampak menahan nafas. Ya gadis itu, Ify. Ify terlihat sangat menikmati
penampilan Rio. Baginya, Rio tampak selalu berbeda dan memliki aura yang begitu
menentramkan. Ify sendiri hanyut akan lagu yang dibawakan Rio.
Tegaskan bahwa
kamu….
Anugrah
terindah yang pernah ku mi….li…ki….
Tak terasa tiga
menit lebih telah berlalu dan Rio telah menyelesaikan lagunya. “Oke, guys. Lagu
tadi buat seseorang. Sampai jumpa di lain kesempatan. Tetap RISE ya….” Ucap Rio
sekaligus pamitan. Ia segera meninggalkan panggung sebelum para fans-nya
berebut heboh bertanya kepadanya siapa orang yang ia maksud.
“Rio lagi suka
sama seseorang ya?” batin Ify termenung. “Astaga, Acha!” seru Ify. Ia baru
menyadari kalau sang Adik ntah pergi ke mana.
**********
Setelah bernyanyi
Rio ternyata tidak langsung pulang. Ia segera menuju taman restorant RiFy
sekedar untuk melepaskan penat yang ada. Hari ini memang tak terlalu buruk
baginya. Ia mengambil tempat duduk di bangku taman yang menghadap ke kolam
ikan. Ditengah asyik menikamti ketenangan, tiba-tiba suara anak kecil
tertangkap telinganya.
“Kak Lio,”
panggil anak kecil itu. Rio menoleh ke sumber suara. Didapatinya seorang gadis
kecil –sepertinya baru berusia tak lebih dari enam tahun- berlari-lari
menghampiri dirinya.
“Ada apa?” tanya
Rio ramah.
Gadis kecil itu
sungguh menggemaskan dengan penampilannya sekarang. Rambut panjang sebahu-nya
dikepang dua dan bergoyang-goyang dihembus angin. “Aku Acha, Kak Lio. Kalau
kata kakaknya Acha, Acha itu pens-nya Kak Lio,” ucap gadis kecil bernama Acha
itu saat ia sudah berada di samping Rio.
Rio tersenyum.
Ternyata ia memeiliki seorang penggemar yang masih kecil. “Acha kenapa bisa di
sini?” tanya Rio. Sejujurnya Rio memang heran, kenapa bisa ada anak kecil di
sini, sendirian lagi. Rio pun menyuruh Acha untuk duduk di sebelahnya.
“Tadi Acha lagi
makan di situ,” Acha menunjuk gedung utama restoran ini. “Tapi Acha dengel
suara Kak Lio Acha langsung ke depan deh mau lihat Kak Lio dali dekat. Waktu
Kak Lio udahan, Acha mu balik ke tempat Acha, tapi,” Acha menunjukan ekspresi
kesal. Ia cemberut mengingat kejadian tadi. Gadis kecil itu sungguh lucu. “tapi
Acha nggak bisa lewat. Banyak banget olang. Jadi Acha kelual deh, taku
diinjek-injek olang,” jawab Acha panjang lebar.
Acha berhasil
menarik perhatian Rio. Bahkan menurut Rio, Acha adalah gadis kecil yang pandai.
“Jadi Acha ke sini sama siapa?”
“Sama Kak Ify.”
“Sekarang Kak
Ify-nya di mana?” tanya Rio. Tanpa mengeluarkan sedikit suara, Acha menunjuk
bangun utama restoran RiFy.
Rio mengangguk
lalu tersenyum. “Ayo kita cari Kak Ify,” ucap Rio. Acha mengangguk. “Mau kakak
gendong?” tawar Rio.
Mata Acha
terbelalak sangking girangnya. “Benelan?”
Rio mengangguk
pertanda iya. “Yeah…..hole…..,” teriak Acha dan kini ia telah ada dalam
gendongan Rio.
Baru saja mau
keluar dari taman, Acha sudah berteriak. Mungkin ia melihat kakaknya. “KAAAKKK
IIIFFYYYY….” Teriak Acha dan tak lupa melambaikan tangannya.
Rio mencari orang
yang dipanggil oleh Acha si Gadis Kecil. Dan ia kaget. Ternyata, orang yang
dipanggil Acha itu kan si Gadis Aneh di sekolah.
************
Ify sudah sangat
kebingungan mencari sang Adik. Beginilah ujian yang harus dilewati jika
memiliki adik yang terlalu aktif dan banyak ingin tahu. Laptop-nya sudah Ify
masukan ke dalam tas. Bahkan makanan
Acha yang belum habis telah ia bayar. Diam-diam saja ya, karena tergiur
dengan spaghetti yang dipesan oleh Acha, sebelum membayarnya, Ify mencicipi
spaghetti itu barang dua tiga sendok. Dan ternyata memang sangat lezat, sesuai
dengan penampilannya. Kalau bukan Acha yang hilang, pasti Ify lebih memilih
untuk menghabiskan spaghetti itu.
Seluruh penjuru
ruangan dalam restoran ini telah ia jelajahi bahkan ia sudah bertanya dengan
beberapa waiters. Namun hasilnya nihil. Ify merutuki dirinya sendiri. “Bego
banget gue!” batin Ify. Coba saja tadi ia tak terlalu hanyut dalam tenangnya
suara Rio. Andai saja pemuda hitam manis itu bukan magnet terbesar yang mampu
membuat dirinya menjadi seperti pantung yang dapat bernapas dan tak sempat memikirkan apa-apa
lagi.
Ify menghela
nafas lemah. Ia tak bisa menyalahkan pemuda hitam manis itu. Tentu saja tidak. Ini semua
kesalahannya, murni kesalahan dirinya. Bagaimana kalau adiknya benar-benar
hilang?? Bagaimana?? Apa nanti kata Mamanya?? Ify bergidik ngeri dan
menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Ia tak berani memikirkan kemungkinan itu. Membayangkannya
saja tak mau.
Seperti tersengat
kerenggo, Ify segera keluar dari restoran ini. Ia lupa, mungkin saja Acha ada
di luar. Satu harapan muncul dalam benaknya.
Dugaan Ify tak
meleset, ketika ia berada tak jau dari taman rsetoran. Ia mendnegar seseorang
memanggil dirinya dan Ify sepertinya mengenal suara itu. Ia memalingkan
wajahnya ke taman dan memang benar, sura tadi milik adiknya, Acha.
Seketika rasa
lega menyelimuti Ify. Ia lega karena sang Adik tidak hilang, tetapi satu yang
membuat Ify bingung. Pasalanya, Acha itu tak sendirian. Ia sedang digendong
seseorang. Tetapi siapa??
Ify kaget ketika
Acha memanggilnya dua kali. Suara Acha memang melengking dibanding anak-anak
seumurannya. Tangannya melambai-lambai ke arah Ify. Ify tahu, Acha meminta
dirinya untuk segera datang ke tempat sang Adik.
Dengan segera Ify
berjalan menuju tempat Acha. Matanya tak lepas memperhatikan sosok yang bersama Acha itu. Sosok itu berperawakan
tinggi dan seorang lelaki. Pada tangan sosok itu terdapat gelang yang sangat ia
kenali.
“Astaga,” gumam
Ify. Kenapa bisa ia telat menyadari kalau sosok yang sedang bersama Acha itu
adalah Mario Stevano. Bagaimana ini bisa terjadi???
***********
“Kak Ify,” sapa
Acha ketika Kakaknya itu sudah berdiri di depannya.
“Acha ke mana aja
sih? Kak Ify bingung cariinya,” tanya Ify tanpa membalas sapaan Acha.
Acha cemberut dan
manyun. “Kan Acha udah bilang mau liat Kak Lio dali deket,” jawab Acha
Rio sendari tadi
hanya diam memperhatikan dua kakak beradik itu. Kakak Acha itu ternyata si
Gadis Aneh di sekolah. Dia memperhatikan Acha dan Ify, keduanya tidak begitu
mirip. Hanya rambut mereka saja yang sama, diujungnya sama-sama bergelombang.
“Ayo turun, Acha.
Kasihan yang gendong kamu itu,” ucap Ify.
“Kak Ify gimana
sih, ini Kak Lio tahu. Masa Kak Ify nggak ngenalin,” ujar Acha dan
geleng-geleng kepala. Lagaknya sudah kayak orang dewasa saja, dapat dari nonton
sinetron kali. Acha menggeserkan badannya ke kanan, agar wajah Rio dapat
terlihat oleh kakaknya.
Ify bukannya tak
sadar, justru ia sangat mengenali sosok Rio. “Maaf ya, Yo. Acha udah
ngeroptin,” ucap Ify sekaligus meninta maaf.
Rio tersenyum
ramah. “Nggak apa-apa kok, lagian gue juga yang nawarin dia,” balas Rio.
“Kak Lio, ayo
kita main, yuk. Mau ya?? Ya…ya…ya….?” Pinta Acha manja. Wajahnya sungguh
menggemaskan.
“Cha, Kak Rio itu
sibuk. Jangan diganggu deh. Ayo kita pulang, gendong sama kakak aja deh,” ucap
Ify dan ia mengulurkan tangannya hendak mengambil Acha. Namun Acha menggeleng
kuat-kuat dan meletakan kedua tangannya di depan dada. “Acha,” ucap Ify tegas.
“Udahlah, Alyssa.
Nggak apa-apa kok,” ucap Rio.
Alis Ify
terangkat sebelah. “Alyssa?” gumamnya pelan, namun masih terdengar oleh Rio.
“Iya, Alyssa.
Nama lo Alyssa kan?” tanya Rio bingung. Masa iya dia salah, padahal dia sudah
yakin sekali.
Ify kaget dengan
pertanyaan Rio. Ternyata laki-laki itu mendengar gumamannya. Lantas Ify refleks
mengangguk.
“Ayo Kak Lio kita
main. Kak Ify lama amat sih,” ujar Acha bawel.
“Ayo,” balas Rio.
“Eh, Yo. Jangan
deh, ntar dilihat wartawan dan terjadi apa-apa,” ucap Ify.
Rio tersenyum.
“Nggak apa-apa kok, Alyssa. Gue juga manusia kali, butuh temen dan hiburan.
Nggak masalah kok kalo gue sama lo dan Acha,” ujar Rio.
Ify baru saja
hendak protes. “Nggak apa-apa kok, Alyssa. Percaya,” ucap Rio cepat sebelum
gadis di depannya itu benar-benar menyeruakan protesnya. Akhirnya, Ify
menangguk setuju.
“Ify aja, Iyo,”
ucap Ify lirih. Ia mau Rio memanggilnya Ify bukan Alyssa. Kalau Alyssa, terlalu
formal.
“Iyo?” sebelah
alis Rio terangkat. Lagi-lagi Ify merutuki dirinya. Kenapa bisa Rio mendengar
ucapannya yang begitu lirih itu??
“Maaf.”
“Apa itu semacam
panggilan buat gue?” tanya Rio lagi. Namun Ify diam saja, ia tak berkata
apa-apa.
Rio
menunggu-nunggu jawaban Ify, namun gadis itu tak kunjung menjawab. “Oke, gue
panggil elo Ify, tapi elo harus panggil gue Iyo,” ucap Rio dan ia tersenyum
lebar.
Mendengar kalimat
yang dilontarkan Rio, seketika Ify menengadahkan kepalanya ke atas, ia melihat
Rio. Rio yang tersenyum lebar. Di mata Ify, Rio sangat ceria dan tampak
bersinar-sinar. “Kayaknya, gue memang sudah jatuh cinta sama dia,” batin Ify.
“HUUUAAAHHHAAAA…..ACHA
DIDIEMIN…..,” teriak Acha merajuk.
Rio tertawa
terbahak-bahak. Tawa pertama yang Ify denger. Tanpa komanda, seulas senyum
tercetak di wajah manis Ify. Ify merasa sangat beruntung, ia tak pernah mimpi
untuk bisa dekat dengan Rio.
“Ayo kita main,
ntar sore. Acha jangan cemberut lagi. Jelek tahu,” kata Rio.
Acha kembali
tersenyum lebar. “Ayo….ayo…..” seru Acha girang. Masih dalam gendongan Rio,
Acha menggenggam tangan kakaknya. Akhirnya, Rio, Acha dan Ify berjalan bersama
menuju taman untuk menghabiskan waktu sore ini dengan keceriaan dan canda tawa.
**************
Malam harinya,
Rio tampak senyum-senyum sendiri di kamarnya saat ini. Pemuda hitam manis itu
terlihat sedang mengingat sesuatu. “Hari ini memang tidak begitu menyebalkan.
Bahkan sangat baik,” ucap Rio. Ia masih ingat bagaimana ia menghabiskan waktu
sorenya. Ia tak menyesal karena harus menyanyi di restorant RiFy.
Rio masih sangat
ingat peristiwa tadi sore. Ia, Ify dan Acha asyik bermain petak umpet dan
kejar-kejaran. Memang itu permainan anak-anak, mengingat Acha yang paling
ngebet buat main itu, jadi Rio dan Ify harus ikutan. Dia masih ingat, saat Acha
yang giliran jaga, dirinya dan Ify yang bersembunyi.
Flash back on
“Nah, giliran Acha yang jaga,” ucap Ify.
“Iya-iya. Kak Ify sama Kak Lio silakan
sembunyi. Acha tutup mata dan hitung sampai lima belas,” ujar Acha.
“Kok lima belas sih, Cha. Tiga puluh, kakak
aja tiga puluh tadi,” ucap Ify.
“Ih…Kak Lio, Kak Ify itu masa lupa. Acha kan
balu bisa itung sampai lima belas,” rengek Acha.
“Udahlah, Fy. Nggak apa-apa,” ujar Rio.
“Tapi, Iyo…..”
“Nggak apa-apa lah, Ify. Ayo kita mulai
sembunyi saja,” ucap Rio. Ify akhirnya menurut. Ia melihat kalau adiknya
melet-melet ke arahnya.
“Acha mulai itung, ya,” kata Acha dan mulai
merem.
“Satu…”
“Dua….”
“Tiga….”
“………..”
“Ayo, Fy kita sembunyi,” ucap Rio. Rio berlari
diikuti Ify, mereka kini bersembunyi dibalik kumpulan bunga asoka.
“Lima belas…..” Acha terakhir mengitung. Ia membuka
matanya dan sedikit mengerjap-ngerjaap, membiasakan matanya untuk menerima
cahaya lagi.
“Kak Liooo….Kak….Ifyyy……” panggil Acha. Dia terus
berjalan mengitari taman untuk mencari dua tersangka yang sedang bersembunyi.
“Lihat Acha, Fy. Dia kebingungan,” ucap Rio
dan menahan tawanya.
“Iya, Iyo. Dia manggil-manggil tuh,” balas
Ify dan terkekeh pelan.
Rio dan Ify melihat Acha yang semakin
mendekati tempat mereka bersembunyi. “Diam, Fy,” desis Rio. Ify hanya
mengangguk.
“Hayooo….Kak Liiooo….Kak Iiiffyy….Acha pasti
temuin kalian,” ucap Acha dan kini ia berdiri di depan kumpulan bunga asoka.
Acha semakin mendekati bunga itu dan
menyeruakkan bunga itu. “Hahahha…Kak Lio dan Kak Ify ketemu,” teriak Acha
girang.
“Ayo lari, Ify!” seru Rio dan ia menarik
tangan Ify serta menggenggamnya. Rio dan Ify berlari dalam saling menggenggam. Sementara
Acha mulai mengerjar. Aturan permainan mereka memang melenceng dari biasanya. Mereka
bertiga bermain petak umpet, jika udah ketemu orangnya. Orang itu boleh berlari
dan yang menjaga harus mengejarnya.
“Acha…..tangkep Kak Ify nih,” seru Ify.
“Ah culang…..Kak Ify cepet banget lalinya. Acha
kan pelan,” balas Acha.
Rio dan Ify tertawa serta mengurangi
kecepatan lari mereka. Karena asyik melihat ke belakang, mereka berdua,
terutama Ify tak sengaja menginjak kantung kresek berwarna hitam yang licin. “Huaaaaa……”
teriak Ify. Keseimbangan tubuhnya hilang.
“Ify lo kena….” Belum lagi Rio selesai
berucap, dia tertarik ke belakang pula dan akhirnya dia serta Ify jatuh.
“Adawww…..” rintih Ify. Ia mengelus punggungnya
yang membentur permukaan tanah.
“Yeyeyeyeye…….” Seru Acha girang. Ia begitu
semangat saat melihat Kakaknya dan Rio terjatuh. Karena menurut gadis kecil
itu, ia dapat menangkap mereka berdua.
“Tertangkap!” seru Acha.
“Tertangkap apaan sih, Cha. Sakit tau,”
keluh Ify. Adiknya itu tak melihat apa kalau dia terjatuh.
“Lo nggak apa-apa, Fy? Di mana yang luka?
Perlu ke rumah sakit?” tanya Rio bertubi-tubi. Ia tak tahu mengapa dirinya
begitu khawatir saat melihat gadis yang dulu ia cap aneh itu terjatuh.
“Berlebihan amat sih, Iyo. Gue nggak apa-apa
lagi. Cuma sakit di punggung kok,” jawab Ify.
Flash back off
Rio tertawa
mengingat kejadian tadi sore. Ia juga bingung kenapa ia bisa secepat itu dekat
dengan seseorang. Ia juga tak tahu mengapa ia begitu saja dapat menggengam
tangan Ify. Kalau boleh jujur, bersama mereka Rio begitu senang. Ia dapat
merasakan ketulusan yang sebenarnya.
Ting…ting…..
Suara handphone Rio
membuyarkan lamunannya. Ia segera meraih blackberry-nya dan melihat apa yang ia
terima. Ternyata pemberitahuan dari layanan BBM. Ia membukanya dan isinya
adalah pesan dari Alvin, sahabatnya.
Rio melirik
pemberitahuan twitter di bagian tengah layar blackberry-nya. Hari ini 810
pemberitahuan. Rio tersentak seperti melupakan sesuatu yang harusnya tak pernah
ia lupakan. Dengan cepat, ia membuka akun twitter-nya. Begitu banyak mention
yang nangkring di time line-nya. Ia segera beralih pada pencarian, ia mencari
satu akun. Dan ketika ketemu, ia tersenyum lagi.
@sasari2406 sore, Rio. Take
care and rest ya!
Melihat mention itu, Rio jadi bersemangat. Apalagi
mention itu dikirim dari dua jam yang lalu. Berarti sekitar jam lima. “Seperti
biasanya,” gumam Rio. Hei, Rio ingat sesuatu.
@mariostevadit Sore juga. Hei, kamu
belum jawab pertanyaanku, aku panggil kamu sari boleh?? Thanks. Kamu juga, take
care and rest ya :D @sasari2406
sore, Rio. Take care and rest ya!
Satu mention telah Rio balas, terkhusus untuk
pengguna dengan nama @sasari2406. Ia masih penasaran dengan pengguna itu. Di
mana saat Rio bertanya di twitter dengan seseorang, maka orang itu dengan cepat
membalasnya. Namun, dia berbeda. Saat Rio bertanya, malah tidak dianggap sama
sekali.
Blackberry Rio
kembali berbunyi. Pemberitahuan lagi dari twitter-nya. Dan ia melihatnya.
@shillashilla malem, Yo. Udah maem
belum?? Say, hello ashilla dong, Yo!
Rio menggelengkan
kepalanya. Tiap hari pasti si Shilla itu mention dia. Isinya itu kayak apa deh.
Rio nggak suka. Apalagi yang ‘udah maem belum??’ Ngapain juga tuh cewek
nanya-nanya. Norak amat. Tanpa membalasnya, Rio segera exit dari akun
twitter-nya.
*************
BERSAMBUNG......
1 comments:
ditunggu lanjutannya . . .
Posting Komentar