Lovely Maid Part 8


                                      Lovely Maid Part 8


Gadis itu meringkuk di tengah-tengah kasur tidurnya. Kedua bola matanya menatap lurus ke jendela. Memandangi langit malam melalui jendela kamarnya yang sengaja dibuka. Kedua lengannya memeluk erat kedua lutut gadis tersebut. Dingin. Pasti dinginnya angin malam mulai menusuk hingga tulang rusuknya.
       Tadi gue udah bertingkah bodoh. Kenapa gue nunjukin sisi lemah gue sama ketos mesum itu?? Kenapa?? Gue tadi kenapa sih sampai nangis gitu?? Dia lihat nggak ya?? Moga aja nggak deh. Bodoh!!! Nanti gue nggak bakalan nunjukin sisi lemah itu lagi, apalagi di depan ketos mesum si Rio itu. Nggak akan. Sorry sorry aja!! Tadi itu yang pertama dan terakhir. Gue harus tunjukin sama dia, kalau uang nggak segala-galanya.
       Ify menghela nafas lemah. Ia mulai merenggangkan ringkukannya. Hari ini benar-benar begitu menyakitkan untuk dirinya. Sakit saat ketua OSIS sekolahnya itu mengatakan yang membuat dadanya sesak. Rio memang sudah keterlaluan. Ify sangat terluka karena hal tersebut. Dia heran juga dengan kakak kelasnya itu. Apa dia ada masalah dengan orang miskin hingga benar-benar membenci orang miskin??
       “Arrghhh…..gue nggak mau mikirin hal itu bodoh,” batin Ify frustasi. Mengingat apa yang Rio lakukan kepada dirinya membuat Ify  ntahlah…..kesal iya….sakit iya…apakah semua orang kaya seperti itu?? Ify termenung.
       “Fy….Fy…..Ify…..” panggil seseorang.
       “Alysaa Saufika Uuuummmaarrrriiiiiiiii” panggil orang itu lagi.
       Ify tersadar dari lamunannya dan segera turun dari tempat tidurnya lalu keluar kamar dan menuju ruang tamu sekaligus ruang makan dan semuanya deh. Ruang serba guna karena rumahnya kecil. Ify segera merapatkan tubuhnya ke tembok dan membuka sebuah jendela kayu yang menghubungkan rumahnya dan rumah Via. Tentu saja orang yang memanggilnya tadi adalah Sivia. Mereka memang sering menghabiskan waktu malam-malam untuk curhat, hanya berdua saja karena posisi rumah Agni dan Shilla tidak mendukung.
       Ify juga ingat usul membuat jendela ini adalah Via. Kata Via biar berasa kayak punya telepon. Padahal nggak sama sekali miripnya. Mereka berdua seperti orang dipenjara yang sedang mengobrol. Tapi, membuat jendela itu juga bukan ide yang buruk.
       “Ada apaan sih, Vi?” tanya Ify setelah mengambil posisi duduk di sebelah Via yang tenntu dibatasi oleh tembok.
       “Mau nanya aja, Ify. Tadi lo kenapa? Habis nangis gitu?” jawab Via dan sekaligus bertanya.
       “Hah?! Kapan?”
       “Jangan boong deh. Sejak pulang dari Gramedia tadi elo keruh gitu tampangnya. Apa ada hubungannya dengan Kak Rio?” tanya Via lagi dan menyipitkan matanya. Padahal sudah sipit tuh.
       Ify terenyah. “Rio? Apa hubungannya dengan Rio?” Ify mencoba untuk berkilah.
       “Kak Rio, Ify. Dia itu lebih tua dari kita,” ucap Via gemes. Ify melengos mendengarnya. Benar saja dong dia memanggil Rio dengan sebutan kakak?? Belum….belum waktunya. “Tadi gue lihat ada Kak Rio di Gramed. Gue kira lo sama dia ketemukan? Makanya lo jadi gondok gini sejak pulang tadi sampai membuat kue tadi. Yakan?” tanya Sivia untuk meminta kepastian.
       Percuma Ify berbohong kepada Via. Pasti gadis chubby itu akan langsung mengetahuinya. Lagian dia juga sudah berjanji pada ketiga sohibnya kalau mereka akan saling terbuka. Bila sekarang Ify dan Via yang hanya bercerita, maka besoknya mereka akan menceritakannya lagi. Mereka memang harus laing terbuka karena mereka adalah keluarga.
       “Memang gara-gara dia. Biasa omongannya tentang orang miskin. Pasti setiap ketemu gue dia selalu natap gue kayak got aja. Terus Vi, yang lebih nyakitkan lagi itu,” ucap Ify dan membayangkan kejadian tadi siang. “dia nuduh gue mau ngutil di Gramed. Sakit banget, Vi. Gue juga tahu kalau gue miskin, tapi dia itu nggak harus nuduh kayak gitu juga kan?”
       “Salah Ify,” ucap Via lirih. “Bukan hanya lo, tapi kita. Kita berempat yang miskin,” ralat Via dan tersenyum kepada Ify. Tersenyum menyakinkan bahwa dalam hidup ini Ify tidak sendirian. Ada Via, Agni dan Shilla yang memiliki takdir yang sama dengannya. Oleh karena itu, mereka berempat harus berjuang bersama-sama.
       “Iya, Vi. Gue, elo, Agni dan Shilla itu miskin. Kita sama-sama, nggak sendirian. Dalam hidup ini kita berjuang berempat,” ucap Ify dan tersenyum senang. Hidupnya bahagia selama ini, selama mereka masih berempat. Walaupun makanan sehari-hari mereka nggak seenak makanan di restoran, nggak semewah makanan yang dihidangkan di pesta, toh mereka tetap makanan dengan lahapnya. Tempe, tahu sambel nggak masalah. Bahkan mereka pernah makan nasi hanya dengan kerupuk ikan sama sambel doang. Toh, tetap sehat-sehat saja. Otak mereka tetap lurus-lurus aja. Belum pernah tuh sampai jadi miring.
       “Tapi jadi orang kaya itu enak ya, Fy?” gumam Via sambil bertanya. Ify dapat melihat sahabatnya itu sedang membayangkan kehidupan elite orang kaya.
       “Pasti lah, Via. Nggak perlu kerja keras,” timpal Ify.
       “Panes-panesan. Mau apa aja tinggal beli.”
       “Nggak bakal dihina.”
       “Hidup mewah.”
       “Apa kita harus menikah dengan orang kaya ya, Fy?” tanya Via ngacoh.
       Ify merinding mendengarnya. Menikah dengan orang kaya demi jadi kaya? Apa nggak salah tuh?” Ify terdiam. Menikah dengan orang kaya? Rio dong. Dia kan kaya. Tapi…..
       “Iya, Ify. Itu ide oke banget. Kita menikah dengan orang kaya. Nanti, gue sama Kak Alvin deh. Dia ganteng banget,” ucap Via gemes dan heboh sendiri.
       Ify seperti tertampar. Kenapa dia mikirin menikah dan teringatlah wajah Rio? Yang benar aja dong. Nggak deh. Nggak. Rio itu gila. Lagian Rio itu anti sama orang miskin. Jangan mimpi deh. Tapi tadi Via bilang mau nikah sama Kak Alvin? Alvin bukannya teman gang-nya si Mesum? Iya.
       “Kak Alvin temannya si Rio?” tanya Ify ulang.
       Via mengangguk antusias. “Dia keren banget, Ify. Ganteng lagi. Mana  Kaya. Apa yang kurang coba?”
       “Aduh, Via. Lo ada-ada aja. Nggak usah bawa-bawa nikah segala. Kalo mau kaya kita itu harus kerja. Rajin sekolah. Biar jadi kaya. Jangan mimpi nikah sama orang kaya. Kalo ada kakek-kakek kaya yang ngelamar elo, elo mau?”
       “Kok kejam gitu, Fy? Gue nggak mikirnya kakek-kakek, tapi Kak Alvin,” gerutu Via. Masa Ify nyodorinnya kakek-kakek kaya?!!! Nggak deh!!!
       “Apa Kak Alvin mau sama lo?” sambar Ify.
       Via meringis. “Nggak tahu. Tapi kayaknya nggak,” jawab Via.
       “Tuh tahu.”
       “Iya-iya. Kita berempat bakalan sekolah baik-baik dan jadi kaya,” tekad Via.
       “Itu baru benar. Bukannya nikah,” timpal Ify.
       “Bagaimanapun menikah dengan orang kaya adalah cara tercepat jadi kaya,” gumam Via pelan.
       “Apa, Vi?” tanya Ify yang mendengar sayup-sayup Via berkata sesuatu.
       “Nggak penting kok, Fy. Gue Cuma bilang, lo nanti nikahnya sama Kak Rio,” jawab Via asal.
       “Oh…gitu. Boleh juga,” tanggap Ify setengah sadar.
       Mata Via yang sedikit sipit langsung melotot. Usaha sedikit bagus. Itu mata bisa juga melotot. “Beneran, Fy? Kalo Kak Rio ngelamar elo, bakalan elo terima?” tanya Via antusias.
       “Kok Rio ngelamar gue sih?”
       “Kan tadi gue bilang, lo nikahnya sama Kak Rio. Terus lo bilang boleh juga. Bukannya nanti sebelum nikah, Kak Rio ngelamar elo dulu,” jelas Via dan misuh-misuh.
       “Idiiiih…..itu gue khilaf. Lo sih nipu gue, gue kan ngatuk sekarang, Via…” kilah Ify.
       “Ya udah. Tidur sana. Gue juga mau tidur,” balas Via dan bangkit dari posisi duduknya. Ify pun juga begitu. Ngigau apa tadi dia sampai-sampai mengiyakan ucapan ngacoh Via. Oh My God….

**************

       "Bu, itu kue baru ya di kantin?" tanya Alvin. Dia pergi mencari makanan ringan sekedar untuk menemaninya menanti hingga bel masuk berbunyi. Saat tiba di-stannya Bu Nina, Alvin tertarik dengan kue bolu yang berada di eltase dengan hiasan yang menarik. Bentuk kue itu persegi dengan hiasan di atasnya. Hiasannya hanya sederhana, toping coklat dan krim yang berbentuk icon emosion.
       "Iya, Den Alvin. Aden mau coba? Mumpung masih ada, Den. Nanti habis, lho. Dijamin enak tuh," promosi Bu Nina habis-habisan. Alvin tampak berpikir dan sepertinya tidak salah bila ia menyicip kue ini.
       "Dijamin enakkan, Bu?"
       "Ya pasti dong, Den. Masa iya enuk!" balas Bu Nina sedikit bercanda.
       Alvin terkekeh kecil. "Gue pesan lima deh, Bu. Kotakin ya," ujar Alvin. Bu Nina mengangguk antusias dan dengan cepat mengambil lima buah kue bolu dan memasukannya dalam kotak.
       "Lima belas ribu, Den," ucap Bu Nina.
       Alvin mengangguk dan mengambil uang Rp 20.000 "Lima ribunya pocari, Bu," ujar Alvin dan Bu Nina segera mengambilkan pocari sweet yang tersimpan di lemari pendinginnya.

*******************

       "Lo bawa apaan, Vin? Sampai dikotakin gitu?" tanya Cakka dengan noraknya saat Alvin baru saja tiba di meja 'khusus' mereka. Meja biasa saja sih. Tapi, sering -lebih tepatnya selalu ditempati oleh pangeran GN tersebut.
       "Kue baru dari tempatnya Bu Nina. Keliatannya enak. Gue beli," jawab Alvin setelah mengambil tempat duduk di sebelah Gabriel.
       "Gue coba, Vin," sahut Gabriel dan membuka kotak kue tersebut dan mencomot sepotong.
       "Yak ela lu, Yel. Sambar aja. Gimana kuenya?" berondong Cakka. Gabriel mengunyah kue itu perlahan-lahan, sepertinya merasakan kue itu dengan sebaik-baiknya. Wajah Gabriel tampak keruh. Sepertinya kue itu tidak enak. Namun, Rio yang memperhatikan gerak-gerik Gabriel, menarik kotak kue menjauh dari raihan tangan sohibnya itu.

       “Rese ah lu, Yo. Satu lagi dong. Tuh kue enak banget,” pinta Iel pada Rio yang mulai mengambil sepotong kue. Rio tidak memperdulikan Gabriel yang ‘mengemis’ kue pada dirinya.
       “Bodoh! Enak banget, Yel,” ucap Rio dan memakan kue itu dengan wajah yang super lebay ekspresinya.
       “Gue mau dong, Yo,” pinta Cakka dan Rio langsung memberikan kotak kue itu ke Cakka. Tanpa ba-bi-bu lagi, Cakka mengambil kue dan melahapnya. Cakka saja jadi sumringah memakan kue tersebut. Ternyata kue baru di kantin Bu Nina itu memang super enak. Penampilannya juga seenak rasanya. Cakka hendak mengambil satu lagi, ternyata sepotong kue kurang untuk dirinya.
       “Eitttsss…..Kagak deh. Gue belum makannya. Itu jatah gue,” sambar Alvin dan meraih kotak kue tersebut sebelum benar-benar habis dimakan oleh Cakka dan Iel yang mulai mengintai isi dalam kotak.
       “Pelit lo, Vin,” umpat Cakka.
       “Beli di tempat Bu Nina, mungkin masih ada,” balas Alvin dan memakan kue yang ada dalam kotak. Sementara, Gabriel berdiri dari duduknya.
       “Mau ke mana, Yel?” tanya Cakka.
       “Beli kue-lah, Cak,” jawab Gabriel santai.
       “Gue mau lima. Gue titip lima. Kagak bagi-bagi. Untuk gue sendiri,” pinta Cakka dan matanya menatap Alvin was-was. Takut dipintain oleh Alvin soalnya dia tadi minta yang Alvin.
       “Biasa aja natapnya, Cak. Lo kira gue semaruk elo,” balas Alvin sewot.
       “Ya kali aja, Vin,” balas Cakka tak mau kalah. “Lo nitip nggak, Yo?” tanya Cakka pada sohibnya satu itu.
       “Gue tiga aja,” jawab Rio. Gabriel mengangguk dan melenggang ke kantinnya Bu Nina.
       Sepeninggalan Gabriel, Cakka kembali sibuk dengan ponselnya, pasti balesin SMS cewek-cewek yang lagi ngedekatin dirinya. Dasar nggak ada kerjaan lain aja. Terus, Alvin juga asyik menikmati kue yang tersisa sambil dengerin lagu dari earphone-nya.
       Rio sendiri tidak melakukan apa-apa. Dia diam. Hari ini tidak terlalu menyenangkan. Nggak ada hal yang menarik. Datar, seperti permukaan danau saja. Namun, kebosannya hilang ketika ia mendengar suara adik kelasnya itu. Ia masih merasa bersalah kemarin dan penasaran bagaimana keadaan adik kelasnya itu.
       “Kita duduk sini aja, Ya?” tanya Via yang sudah mengambil posisi duduk di salah satu meja kantin yang telah kosong. Meja itu berada di pojok kiri kantin. Ketiga sohibnya langsung mengangguk setuju. Hari ini mereka ke kantin. Ah rupanya, mereka pagi tadi kesiang dan tidak sempat membuat sarapan.
       “Mau pesen apa? Biar gue yang pesenin,” tanya Shilla yang sudah berdiri.
       Agni dan Ify tertawa kompak. “Gaya lo, Shill,” celetuk Agni di sela-sela tawanya.
       Shilla cembererut. “Sekali-kali dong, Ag,” balas Shilla.
       Via mengangkat tangannya yang jemarinya menunjukan telunjuk doang. Bukan nunjuk tangan gaya anak TK kalau di suruh nyanyi ke depan. Tapi mengingatkan kalau uang mereka hanya tinggal seratus ribu tok. Nggak ada lebihnya.
       “Itu Via bener. Jadi, pesen aja makanan yang ngeyangin tapi paling murah,” usul Ify dan membisikan kata murah dengan pelan. Jangan sampai ketahuan deh kalau mereka nggak punya uang untuk saat ini. Bisa-bisa diledekin habis-habisan. Bukannya malu, tapi keempat sahabat itu tidak mau masuk BK karena masalah ini. Siapa yang tahu kalau nanti di antara mereka ada yang spanning-nya nggak bisa turun? Kesimpulannya, hindari hal yang bisa membuat kekacauan atau masalah daripada kena masalah sendiri.
       “Oke deh. Gue pesen dulu,” ujar Shilla dan pergi menuju tempat pesanan.
       Sementara Ify, ia dengan bola matanya bergeliriya memperhatikan sekitarnya. Kantin ini memang seperti café-café. Bersih dan teratur. Wajar sih, isinya anak elite semua. Pasti sumbangan dari wali murid yang besar sehingga dapat menjadikan sekolah ini elite. Meja-meja yang disediakan juga terbilang mewah. Ify mengangguk-ngangguk. Pantes aja, si Jazz Merah itu mati-matian menghina mereka berempat. Ya, kalau dari segi material mereka berempat memang nggak pantes sekolah di sini. Tapi, kalau segi otak? Sangat pantes-lah. Mereka pinter toh. Nggak kelupaan juga sering menangin lomba-lomba juga olimpiade.
       Tepat pada saat itu, matanya bertemu dengan mata kakak kelasnya. Ify membalas mata itu dengan tatapan galaknya. Tetapi, langsung berubah seketika. Ia menatap ke arah kakak kelasnya itu dengan sorotan mata bersahabat dan senyum manisnya.
       Sedangkan, di bangkunya Rio terpaku. Ia tidak menyangka kalau Ify bakalan tersenyum ke arahnya, mengingat bahwa mereka adalah musuh. Rio juga nggak mau punya teman miskin. Cepat-cepat ia menghilangan sikap terpakunya itu. Kalau adik kelasnya itu sadar? Mau di mana ditaruhnya harga dirinya? Nggak deh…. Nggak.
       “Hai, Acha!” sapa Ify dengan teriak dan melambaikan tangannya masih dengan senyum manisnya.
       Rio kaget. Ternyata si Pinky itu menyapa temannya. Ya ampun, kenapa dia jadi kacau begini? Mikir dong Rio. Mikir. Lo bodoh banget, bisa-bisanya hampir terpesona sama si Pinky nan miskin itu. Muka lo mau di taruh di balik kuping lo biar nggak keliatan lagi??
       “Di mana Acha-nya, Fy?” tanya Via.
       “Itu tuh di meja sana. Ada rahmi juga,” jawab Ify dan menunjuk meja di belakang meja Rio.
       “Oh.. di belakang mejanya Kak Rio. Jangan-jangan lo modus aja tuh manggil Acha, nggak tahunya cari perhatian Kak Rio. Ya kan? Ngaku deh!” goda Via dan mengangkat alisnya tinggi-tinggi.
       “Ogah! Sampai gue jadi kaya juga gue ogah!”
       “Jelaslah elo ogah. Lo jadi kaya aja karena nikahnya sama Kak Rio.”
       “Dih, amit-amit. Biarin gue miskin aja. Tapi, kenapa sih lo ngatain gue sama si Mesum itu?” tanya Ify penasaran. Via ini memang aneh sih sering ngomong yang nggak-nggak, ntah dari mana ia dapat ide tersebut. Parah kan tuh anak! Ify yang setengah mampus setengah hidup benci sama Rio, tiba-tiba ia bilang mau nikahnya sama Rio?? Nggak beres tuh namanya.
       “Nggak sih. Tapi dilihat-lihat waktu lo berantem sama Kak Rio, kalian itu cocok tahu,” jawab Via. Membuat Ify mual. “Lo berdua sama-sama cungkring. Dia item lo putih. Kopi susu. Komplit deh. satu lagi, dia pesek lo mancung. Yang terakhir nih, dia kaya lo miskin, Fy. Paket komplitkan?” lanjut Via dengan kalemnya.
       Kalau tadi Ify baru ancang-ancang mual, sekarang ia benar-benar pengen muntah. Yang benar saja dong. Dia sama si Ketos Mesum?? Dih…. Demi apapun nggak deh!! “Komplit apaan. Udah deh, Vi. Ntar orangnya pada geer lo ngomongin. Bisa-bisa kita  bermasalah lagi,” ucap Ify.
       “Ify bener tuh. Shilla mana sih?” tanya Agni yang sendari tadi diem.
       “Iya ya, baru sadar, kalau Shilla lama banget ke kantinnya,” jawab Via dan mencari sosok Shilla di penjuru kantin.

*****************

          Shilla melihat-lihat harga yang tertera di setiap stan yang ada di kantin. Harganya memang sesuai kocek kebanyakan siswi maupun siswa di GN ini. Tapi, kalau untuk ukuran dirinya dan ketiga sohibnya? Mahal ya dong. Jadi pilihan terakhir agar bisa makanan dan kenyang, cari makanan yang murah namun mengenyangkan, seperti apa yang dikatakan Ify tadi. Jadi, pilihan Shilla, jatuh pada gado-gado plus lontong. Makanan murah, sehat dan bergizi. Sayur semua sih. Tentu saja gado-gado itu makanan termurah dengan harga Rp 6.000 seporsi. Karena mereka berempat jadi semuanya Rp 24.000 plus aqua gelas Rp 4.000. Total Rp 28.000. Wah, hebat ya? Sehari saja mereka bisa menghabiskan uang sebanyak Rp 28.000, untung saja berempat. Kalau sendirian segitu? Pasti mami dan papi di rumah mendadak jantungan. Kejang-kejang. Mending kalau diimbangi dengan belajar yang rajin. Nilai ulangan selalu paling kecil 85. Lha, kalau di sekolah kerjaannya ngegosip. Ulangan jeblok, pake nyumpahin guru segala. Itu namanya membunuh orang tua perlahan-lahan. Tidak tau terima kasih.
       "Bu, saya pesan empat porsi gado-gado ya," pinta Shilla pada Bu Marni, penjual gado-gado.
       "Iya, Neng. Ibu siapkan dulu. Pedes semua?"
       "Sedang aja deh, Bu."
       Bu Marni mengangguk mengerti. Lalu beliau mulai menyiapkan pesan Shilla. Tak lebih dari tujuh menit si Ibu udah selesai menyiapkan pesanan Shilla.
       "Neng duduk di mana? Biar ibu anter," tanya Bu Marni.
       "Biar saya sendiri aja deh, Bu yang bawa ini. Nanti ibu bawain aqua gelas aja. Saya beli empat ribu sekalian ambil nampan ini," jawab Shilla dan menunjuk dengan dagunya sebuah nampan biru.
       "Oke deh, Neng," ujar Bu Marni setuju. Tadi Bu Marni bilang oke? Dapat dari mana tuh kata-kata, palingan curi denger dari anak-anak yang berkunjung ke kantin. Dasar. Tapi boleh juga, gaulan dikit, hehehe.
Shilla berjalan dengan hati-hati sambil membawa nampan ke mejanya. Ia harus hati-hati, bukankah ia tak mau makanan ini tumpah? Kalau makanannya tumpah berarti ia dan ketiga sohibnya tak bisa makan apapun lagi. Parahnya lagi, mereka harus mengganti uang mecahin piring. Dapat ditarik kesimpulan, uang seratus ribu raib seketika.
       "Hati-hati," gumam Shilla pelan. Ia berjalan sambil menunduk. Hingga ia tak menyadari ada orang yang muncul dari samping. Orang itu berjalan cepat sekali dan sempat menyenggol Shilla, hingga mengakibatkan Shilla sedikit oleng.
       "Huuuaaaa...gimana-gimana nih?" gumam Shilla heboh.
       "Eeeitts.....IFY!!" seru Shilla yang hampir jatuh.
       Kok nggak jadi jatuh ya? Batin Shilla. Ia melihat kalau nampan berisi makanannya masih utuh. Oh iya, tadi ia memanggil nama Ify. Jadi, Ify yang telah menolongnya. Shilla mengangkat wajahnya dan matanya melebar saat melihat siapa yang ada di depannya. Tidak percaya. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Tapi, masih saja orang yang di depannya itu si Kakak Kelas rese waktu MOS.
       "Elo?" tanya Shilla.
       "Elo-elo. Kak Gabriel," jawab Gabriel ketus.
       Mata Shilla membola ketika Gabriel meminta -lebih tepatnya memerintah agar memanggilnya Kak Gabriel. Idih ogah deh, batin Shilla.
       "Lepasin tangan lo," ucap Shilla jutek.
Gabriel melepaskan tangannya yang menahan bahu Shilla agar tidak terjatuh. Setelah lepas, adik kelasnya itu langsung pergi tanpa mengucapkan terima kasih (lagi). Ini sudah yang kedua kalinya, adik kelas nge-sok-nya itu tidak tahu berterima kasih padanya.
       "Den, jadi mesen untuk kue-nya?" tanya Bu Nina.
       "Jadi, Bu. Besok jangan lupa, lima belas ya, Bu," jawab Gabriel. Bu Nina mengangguk setuju. Lalu Gabriel meninggalkan stan-nya Bu Nina. Sial banget dia hari ini. Kue-nya habis dan lengkapnya, ketemu adik kelasnya yang jutek itu. Nambah tekanan darah saja.
       Gabriel berpikir lagi, kalau tadi ia tak menolong adik kelasnya itu. Pasti sudah jadi bahan tertawaan tuh juniornya itu. Nah kan, kenapa ia baru terpikir sekarang? Bego nggak tuh.
       "Lo beruntung," batin Gabriel.
       "Kenapa lo liat-liat?!!" bentak Gabriel ke salah satu anak perempuan yang melihatnya dengan tampang memuja. Cewek itu langsung ciut. Emang enak di semprot Gabriel?
Angel yang sendari tadi melihat adegan sang Pujaan Hati langsung keluar dari tempat bersembunyinya dan menghampiri Gabriel.
       "Udah deh, Yel. Kita duduk lagi ke sana aja," ajak Angel dan bergelayut manja pada lengan Gabriel. Sementara itu, Gabriel hanya diam saja dan membiarkan Angel membawanya ke meja sohibnya lagi. Tentu saja sudah ada Dea, Aren dan Nova di sana.

***************

       "Kenyang juga ya," ucap Via puas sambil mengelap sudut bibirnya yang mungkin ada sedikit bekas gado-gado.
       "Kalo nggak kenyang, itu bukan perut, Vi. Tapi..." Ify menaik turunkan alisnya. "drum," lanjut Ify dan menunjuk ke arah perut Via yang telah sedikit membuncit karena kekenyangan.
HAHAHHAHAHA..... Tawa Agni dan Shilla tak tertinggal Ify pecah karena ekspresi kesal Via yang mereka lihat.
       "Puas gitu ngetawain gue?"
       "Gurami di sungai, tuna di laut, puas nggak puas, yang penting lo cemberut," balas Agni dan berhigh five ria dengan Ify dan Shilla.
       “Nggak nyambung dodol!!!” seru Via.
       Wleee..Agni melet. “Bodoh!” balas Agni tak mau kalah.
       “Udah deh, udah. Coba lo bertiga perhatiin ini aja,” ujar Shilla melerai dan memberikan ide baru untuk yang mereka lakukan di kantin saat ini. Shilla juga menunjuk ke arah kelompok-kelompok siswi GN yang merujuk pada satu meja di kantin ini. Mereka berbisik-bisik tentang penghuni meja tersebut.
       “Apaan sih, Shill?” tanya Agni tak mengerti.
       “Suaranya pelan-pelan aja,” Shilla mengingatkan. “Coba deh liat bangkunya anak OSIS sama si Jazz Merah itu. Semua cewek meratiin ke situ kali,” lanjut Shilla dan mengarahkan tatapannya ke bangkku Cakka, Rio, Alvin dan Gabriel. Ify, Agni dan Via juga ikutan melihat ke situ. Ya di sana sudah ada Dea, Angel, Nova dan Aren.
       “Anehnya di mana?” tanya Ify dengan berbisik.
       Shilla memutar bola matanya. “Lo masa nggak ingat sih, Fy? Mereka itu-kan cowok-cowok yang paling diincer di GN ini. Lagian pacar juga nggak punya, tapi......” Shilla melihat sekilas meja tersebut. “Ada si Jazz Merah sama teman-temannya-kan? Lihat lagi deh, posisi mereka itu deket banget kayak pacaran tau,” jawab Shilla.
       Ify cengo. Shilla gimana sih, anehnya di mana coba? Mau mereka pacaran kek mau nggak. Bodoh amat!! Nggak ada hubungannya dengan mereka. “Lo gimana sih, Shill? Nggak ada anehnya tau,” balas Ify.
       “Iya juga nih, Shilla. Gue kita penting banget, nggak tau-nya….” Via memutar bola mata. “Basi,” lanjut gadis bermata sipit itu.
       Shilla meringis. “Yah…..yah…gue kira sih menarik buat elo-elo. Soalnya semua orang natap mereka seolah-olah air di padang pasir,” kilah Shilla membela diri.
       Ify dan Via kompak melengos. “Yeeeeeeee……….” Seru Ify dan Via males. Shilla manyun.
       “Eh….kenapa belum bel juga ya?” tanya Agni dan melihat jam yang berada di dinding kantin. Jarum jamnya sudah menunjukan angka 10.35 dan itu artinya sudah masuk. Namun, bukannya bel belum juga berbunyi?
       “Nah….gue mau nanya itu tadi. Habis Shilla udah ngomporin duluan. Jadi lupa deh,” ujar Shilla dan mendelik ke Shilla.
       “Gue lagi?” tanya Shilla dengan tampan oon-nya. Via tak menggubris.
       “Gue nggak tahu, kita balik ke kelas  aja, yak?” jawab dan sekaligus Ify memberikan usul.
       “Pilihan yang oke,” ujar Agni setuju.
       Baru saja keempat gadis itu akan beranjak dari bangkunya. Pengumuman berasal dari speaker yang memang tersedia di seluruh ruangan dan bagian dari Global Nusantara ini berbunyi. “Pengumuman-pengumuman, diberitahukan kepada seluruh siswa-siswi Global Nusantara bahwa guru sedang melaksanakan rapat. Diharapkan agar tetap di kelas dan belajar seperti biasa. Demikian pengumannya. Terima kasih.”
       ASYIIIIIIKKKKKKKKKKKK……………. Teriakan yang paling heboh terdengar di kantin. Ya dong, pelajar mana sih yang nggak seneng waktu tahu guru mereka rapat? Kalau udah ada kata rapat itu berarti berujung pada jam kosong dan pada akhirnya nggak belajar. Yippiee……Asyik….
       “Duduk lagi, yuk,” ajak Shilla yang udah nangkring di kursinya lagi.
       “Kita ngapain nih? Enakan juga di kelas. Baca buku,” tanya Agni. Dia bosan berada di kantin ini. Nggak ada yang bisa mereka kerjain.
       “Tebak-tebakan, gimana?” usul Via. “Kalo ada yang nggak bisa jawab dihukum deh,” tambahnya.
       Mata Ify dan Shilla berbinar-binar senang ala si Badung Sinchan kalau lagi ketiban rezeki. “Setuju!” seru keduanya kompak.
       “Ayolah, Ag. Kita main tebak-tebakan dulu. Kalo baca buku mulu ntar jidat lo jadi lebar. Umur dua puluh tahun rambut lo bakalan rontok semua. Umur dua puluh satu tahun, botak deh lo,” rayu Ify sadis. Itu bukan rayuan kali, tapi nakut-nakutin.
       Agni kemakan rayuan Ify. Ternyata dia tidak mau botak dalam usia yang dini. Bukan Cuma Agni aja kali, semua orang juga nggak ada yang mau. “Iya-iya, gue ikutan,” ujar Agni.
       “Nah gitu. Kita mulai hompimpah dulu, siapa yang menang dia kasih tebak-tebakannya,” ucap Via. Ketiganya mengangguk.
       “Hompimpah alaiyugambreng. Mak rompang pake baju rombeng……” nyanyi keempat sahabat itu. Nggak perduli kalau lagu yang mereka nyanyikan itu salah.
       Tangan Via membentuk gunting, dengan jari telunjuk dan tengah yang ia tampilkan. Sedangkan Ify, Agni dan Shilla kompak menujukan punggung tangan mereka yang berarti kertas. Gunting versus kertas?? Tentu saja kertas bakalan digunting-gunting dan akhirnya menjadi serpihan kecil-kecil. Ini artinya Via menang telak. Kagak pake duel dulu.
       “Yeyeye….gue menang,” seru Via dengan noraknya. Kedua tangannya tiba-tiba bergerak ala penari tari pendet.
       “Cepet dong tebak-tebakannya. Nggak usah bertingkah norak gitu. Nggak enak dilihat, merusak pemandangan,” ledek Agni sadis.
       Via manyun. Bibirnya maju empat centi meter. “Sebutkan sepuluh buah yang awalannya B? Sepulu lho, sepuluh,” ujar Via dan menunjukan kesepuluh jari tangannya.
       “Gampang,” sambar Ify. “Bengkoang…..Hm…belimbing….hmmm….” ucapan Ify berhenti. Dia nggak tau lagi apa.
       “Hayo apa? Katanya gampang….gampang….” ledek Via. Ify mencibir. Via bales melet.
       “Bengkoang udah. Belimbing udah….Buah yang depannya B ya? Ba….be….bi….bo…..bu…. ah….nggak tahu. Adanya ba be bi bob u,” ujar Shilla sedikit frustasi.
       “Gampang, Fy? Gampang yak?” ledek Via lagi.
       “Agniiii…..jawab dong. Gue udah nggak tahu lagi. Via juga ngeledek terus nih,” rengek Ify pada Agni. Wajahnya melas banget. Kayak anak kucing, minta ikan seekor.
       “Hmm…Be…..Blueberry,” jawab Agni.
       “Bingo!” seru Ify. Melet ke Via.
       “Bawang sama benalu,” ujar Agni lagi.
       “HAH???!!!” mata Via membelo. “Mana ada Agni, itu mah sayuran. Kalo benalu itu parasit,” sanggah Via.
       “Yeeee…..bawang mah bentuknya kayak buah. Biarin. Kalo benalu itu memang tumbuhan parasit. Ada buah-nya kan? Buah-nya itu bisa dibilang buah benalu? Ya kan?”
       Via tampak mikir. Kepalanya diteleng ke kiri dan matanya mengerjap-ngerjap. Ada-lah sekitar empat puluh satu detik Via berpikir. “Oke-lah gue terima. Baru lima tuh,” ucap Via.
       Agni, Ify dan Shilla berpikir keras. Buah yang pangkalnya B, apa yah? Via ada-ada saja sih. Jangan-jangan memang nggak ada. Ini kan tebak-tebakan, bukan ngajarin anak Tk mengenal buah-buahan. Atau apa memang ada? Dan hanya Via yang bisa menjawabnya??
       “Ah…..nyerah deh gue,” ujar Ify putus asa didukung dengan anggukan Shilla dan Agni.
       “Nyerah kan lo? Makan tuh gampang,” ledek Via.
       “Biarin.”
       “Apa jawabannya, Vi?” tanya Shilla.
       “Alah….gampang….tadi lo bertiga jawab, bengkoang, blueberry, belimbing, bawang sama benalu. Sisanya lagi, bisa pisang, bisa jeruk, bisa mangga, bisa anggur, dan bisa semangka,” jawab Via seenak udelnya dan tentu saja memancing amarah murka ketiga sohibnya.
       “VIIIIAAAAAA!!!!!” seru Ify, Agni dan Shilla serentak. Mereka dikibulin Via mentah-mentah nggak pake setengah masak lagi. Langsung!!!! Harusnya mereka tadi udah tahu kalau jadi begini, kan tadi itu si Sivia Azizah yang ngasih tebak-tebakan. Harusnya radar mereka itu udah jalan, kalau Via bakal ngasih yang aneh-aneh. Tuh buktinya.
       “Ihh….kan depannya udah be. Bisa mangga. Depanya be, kan?” ucap Via tetap  bersihkuku.
       “ANEH!!!!” sambar ketiganya kompak.
       Via cekikikan. “Namanya juga tebakan,” kilah Via.
       “Nggak aneh gitu juga tahu. Gue ngerasa orang yang paling BODOH!!!” ucap Ify.
       “Bukan lo aja, kita berdua juga,” timpal Shilla.
       “Hehhehe…..canda doang,” ucap Via cengengesan.
       “Kita bodoh, Via aneh. Udah ah, lanjut,” ujar Agni.
       Keempat sahabat itu kembali menekuni permainan mereka. Hompimpah alaiyugambreng. Mak rompang pake baju rombeng.
       “Asyiiiikkkk……..gueeeeeeee……..” seru Shilla heboh sendiri. Semoga aja tebak-tebakannya nggak sengacoh Via. Kalo iya? Shilla jadi orang bodoh bin aneh pula. Hahhhhaaa.

**********************************

       Alvin diam-diam melirik meja yang tidak begitu jauh dari tempat duduknya. Hebohnya meja tersebut membuat hatinya tergelitik untuk melihat ‘apa sih yang membuat mereka heboh?’. Kalau dari pengelihatan Alvin keempat gadis penghuni meja itu tidak melakukan apa-apa. Tapi, kenapa tingkahnya itu terlalu heboh? Muka cemberut-lah, tertawa-tawa-lah, manyun-lah, semuanya deh yang lah-lah. Parahnya lagi, kenapa dia tiba-tiba ingin tahu? Padahalkan, penghuni meja itu adik kelasnya yang miskin itu. Ntahlah…..
       “Alviiiiinnnn,” panggil Aren dengan nada manjanya.
       Alvin melirik Aren sekilas. Gadis ini selalu menempel padanya. Menyebalkan? Tidak juga. Alvin tahu jelas apa yang Aren inginkan darinya. Terlihat jelas dari gelagat dan tingkahnya selama ini. Jelas, gadis itu ingin menjadi pemilik sahnya Alvin. Maksudnya, pacar Alvin.
       Pandangan Alvin pindah ke Gabriel, Cakka dan Rio. Alvin sadar kalau ketiga sohibnya itu sedang menertawakan dirinya. “Apaan sih, Ren?” tanya Alvin akhirnya setelah mengirimkan tatapan tajam pada ketiga sohibnya itu.
       “Kenapa kamu diam aja sih, Vin? Kita kan lagi ngobrol,” tanya Aren dan sedikit cemberut. Lucu? Tentu tidak. Melihat wajah cemberut Alvin, Alvin sendiri jadi teringat pada wajah cemberut salah satu adik kelasnya miskin tadi. Wajah cemberut itu lebih enak dilihat ketimbang wajah cemberut Aren yang sudah dilapisi oleh bedak-bedak yang super tebal. Yaikksss……..
       “Emang ngobrolin apaan, Yo, Yel, Kka?” tanya Alvin.
       “Mana tahu, kan lo sama Aren yang ngomong berdua. Kali aja ngomongin hal yang privacy lo berdua,” jawab Cakka.
       Alvin menahan geramnya. Jelas Cakka meledek dirinya. “Kampret lo, Kka,” batin Alvin.
       “Jadi lo berempat nggak denger apa yang kita bilang?” tanya Nova. Jelas tadi mereka berempat plus empat cowok cakep ini membahas tentang rencana liburan ke Villa di akhir minggu ini.
       Cakka melirik Gabriel yang berada di sebelahnya. Gabriel malah melempar tanda tanya sebesar anak gajah ke Rio dan Rio dengan santai-nya melempat tatapan penuh tanya ke Alvin yang langsung dibalas Alvin dengan gelengan.
       “Tentang rapat guru?” tanya Rio. Bodoh!!! Memang tema guru rapat itu asyik dijadikan topic pembicaraan di kantin? Yang adanya, guru rapat itu waktu yang paling top untuk nongkrong di kantin. Ya kan??
       “Lo nggak denger juga, Yo?” kali ini Dea yang bertanya. Padahal dari tadi dia sudah hampir berbusa menceritakan tentang rencana liburan mereka dan bermaksud mengajak Rio dan kawan-kawannya ini.
       Rio mau mengangguk tapi nggak enak. Soalnya wajah Dea sudah hampir merah menahan amarah. Jujur, tadi Rio sendiri tidak begitu mendengarkan apa yang dibicarakan Dea karena ada sesuatu yang lebih menarik dari pada cewek cantik di sebelahnya ini. Tentu saja meja yang dihuni si Pinky itu menarik dirinya. Apa sih yang dimainkan oleh keempat gadis miskin itu? Memang ada ya permainan orang miskin yang asyik? Sampai-sampai si Pinky itu tertawa kemudian cemebrut lagi?
       “Rio….?” panggil Dea.
       “Hehehhe…. Nggak, De. Sorry ya,” jawab Rio sedikit cengengesan. Dia sebenarnya tidak begitu perduli lagi dengan apa yang dibicarakan Dea. Berhubung ada rasa kasihan, jadi kata sorry keluar dari bibirnya. Dia tidak perduli karena Dea bukan siapa-siapanya.
       “Biar gue yang jelasin lagi,” ujar Angel. “Gini, weekend nanti kita berempat mau ngadain acara di Villa-nya Dea. Acara seru-seruan gitu. Banyak deh acaranya. Misalnya gini…………….bla…..bla….bla….
Jadi kita berempat mau ngundang……………”
       HUAAAAHHAAAAHHAAAAHHAAAAAAAAA………… tawa meledak di kantin. Terlalu kencang. Angel yang berbicara saja langsung terhenti. Semua mata tertuju pada satu meja.
       “Parah lo, Ag. Lucu-lucu-lucu…..hahhhahha,” ucap Ify di sela-sela tawanya. Agni benar-benar deh. Tebak-tebakannya berani banget.
       “Siapa dulu dong? Agni gitu,” ujar Agni bangga dan menepuk-nepuk bahunya.
       “Idih….sok banget. Tapi memang top deh, dari pada tebakannya Via,” timbrung Shilla dan cekikikan mengingat tebakan yang Via kasih tadi. Masa buah, bisa mangga? Hahahhhaaa….
       “Tebakan lo juga kali, Shill. Mana ada tebakan bapak tidur, anak berdiri ibu hamil jawabannya angka lima. Lebih nggak masuk akal taaaaaaaaaaahuuuuuuuu……………” balas Via.
       “Bodoh!!! Yang penting tebakan Agni kocak,” timpal Shilla.
       “Lanjut….lanjut…. kita main lagi,” ucap Ify dan sudah siap-siap tangannya di tengah-tengah meja kemudian ketiga sohibnya juga ikutan.
       “Hompimpah alaiyugambreng. Mak rompang pake baju rombeng…..” nyanyi keempatnya dan tidak perduli kalau banyak pasang mata yang menatap mereka dengan berbagai ekspresi. Ada yang penasaran, ada yang bingung dan ada yang menatap mereka kesal penuh amarah.
       “Dasar kampungan. Lo berempat yang pake baju rombeng,” semprot Angel dan Dea yang telah berdiri di samping meja keempat gadis itu.
       Langsung saja permainan berhenti. Shilla, Ify, Via dan Agni sudah menatap kedua kakak kelasnya itu dengan tampang sewot. Memang dunia ini milik mereka berdua? Orang main aja nggak boleh. Syirik banget. Kalo mau main, main aja tuh. Nggak usah ngatain orang lain. Iri-an banget.
       “Kita gangguin elo?” tanya Agni.
       “Pasti. Suara tawa lo itu gangguin kita semua,” jawab Dea.
       “Oh ya? Terus tawa cekikikan mak lampir lo itu nggak ganggu pendengaran orang lain? Ini kantin punya lo?” tanya Shilla sewot.
       “Tawa kita bermutu. Tawa elo nggak bermutu. Mana ada cewek ketawa kayak kingkong gitu,” ejek Angel.
       “Kalo ketawa dijaga ya, cewek kampung. Ini di sekolah, bukan rumah elo. Image itu dijaga, jangan blak-blakan. Dasar orang kampung,” timpal Aren yang sudah bergabung dengan kedua sohibnya disusul oleh Nova.
       “Gitu ya? Jadi tawa elo bermutu? Berapa sih mutu tawa elo? Tingkat berapa? Pertama? Jadi kalo orang dengernya harus bayar dulu? Seperti itu?” tanya Ify beruntun. Sengaja. Biar kakak kelas sok-nya ini skakmat. Tak lupa senyum meremehkan.
       Angel terdiam. Sadar kalau adik kelasnya ini men-skakmat dirinya. Memang ada tawa yang bayar? Rasanya nggak deh, walaupun itu ketawanya Ratu Belanda.
       “Lo harus bisa bedain. Tawanya orang miskin sama orang kaya. Lagian kalian itu nggak punya image. Kampungan banget,” ujar Nova sinis.
       “Image ya? Image itu yang jaga ketawa gitu? Selalu bertingkah sok sopan, padahal dalam hati nggak. Atau image itu yang bersikap manja pada orang-orang itu?” tanya Via dan menunjuk kakak kelas mereka yang masih duduLok-duduk di kursi. Bravo…..selamat untuk Via. Dia sudah jadi pemberani. Plok…..plok…..
       “Lo?” tunjuk Dea tertahan. Merasa disindiri sih, makanya naik pitam.
       “Kenapa dengan kita? Marah dibilangin Via kalau kalian sok manja sama pacar-pacar kalian? Atau jangan-jangan mereka bukan pacar lo berempat?” tunding Shilla.
       Angel, Nova, Aren dan Dea benar-benar naik darah. Agni, Shilla, Via dan Ify benar-benar berhasil membuat mereka hampir mendadak malu. “Mereka memang……”
       “Kita bukan pacar mereka kok,” sambar Gabriel. “Yuk, Yo, Vin, Kka, balik ke kelas,” lanjut Gabriel dan bersama ketiga sohibnya pergi meninggalkan kantin.
       “Hahhhhaaa…… nggak diakuin sebagai pacar? Kasihan deh, lo berempat. Pergi yuk. Malu eh,” timpal Ify.
       “Huhuhu…… pacar nggak diakuin,” ejek Via dan mengikuti Ify.
       “Sakitnya….sakit banget,” ejek Shilla tidak mau ketinggalan dan bersama Agni pergi menyusul Ify dan Via yang sudah berdiri di lorong muka kantin.
       Sementara Dea, Angel, Nova dan Aren terdiam di tempat. Orang pertama yang berhasil membuat dia dan ketiga sohibnya malu dimuka umum. “Gue nggak tinggal diam. Awas aja mereka,” tekad Dea siap untuk balas dendam.
       “Gue juga, De. Gue nggak terima,” ujar Angel.
       “APA LO LIHAT-LIHAT????!!!!” bentak Nova dan Aren ke orang-orang yang menatap ke arah mereka ingin tahu.
       Hari ini benar-benar pelajaran buat mereka. Tidak menyangka akan dipermalukan seperti ini. Gila!!! Semua gila!!! Harusnya mereka itu belajar, jangan terlalu mengusik orang lain, kalau tidak mau diusik.

******************

 BERSAMBUNG....

6 comments:

Unknown mengatakan...

lanjut donggg plisss :)

Anonim mengatakan...

lanjut dong..

Unknown mengatakan...

lanjutin dong ..
ceritanya keren plus menarik banget buat di baca ..
please yah lanjut ;)

Anonim mengatakan...

ini memang gak ada lanjutan yah????

Anonim mengatakan...

Lanjut dong yang berbau 'Maid-maid' nyaaa~

Skyfall mengatakan...

gia kerennn! waahh, gue jadi readers sejati lo deh klo gini :);)

Posting Komentar