Andaikan Part 4



 ANDAIKAN 4


Astaga, Rio??

          Malam ini hujan sudah berhenti setelah seharian mengguyur bumi. Ify yang ditinggal camping Deva dan Ozy merasa bosan di rumah. Dia akhirnya memutuskan untuk menuju supermarket yang lumayan jauh dari rumahnya dan Ify memilih berjalan kaki.
          Setelah sepuluh menit berjalan, ify tiba di supermarket yang berlebelkan RiFy Market. Dia segera menuju konter minuman dan makanan ringan. Ify mengambil chitato, tango, lays, q-tella, dan yang paling nggak lupa permen Yupi. Di konter minuman, Ify hanya memilih pocari sweet. Ify kemudian menuju kasir dan mengantri untuk membayar belanjaannya.
          “Hufh…” keluh ify. Dia capek karena harus mengantri lumayan panjang. “Kenapa sih nggak dibuat 1 kasir lagi.” dumel Ify. Kemudian ify melihat jam di handphone-nya. “Delapan lewat lima belas. Waktunya pulang.” Gumam Ify dan dia berjalan dengan riang ke rumahnya.
          Tetapi, belum lama meninggalkan Rify market dia melihat orang bergerumulan (apa deh bahasanya -,-). Karena penasaran Ify mendekati keramaian itu. “Maaf, Bu. Mau nanya. Ada apa?” tanya Ify sopan kepada seorang ibu-ibu yang mengenakan daster coklat.
          “Kecelakaan antar anak muda, kayaknya seumuran adik. Tapi, satunya berhasil kabur. Dan yang ini terluka.” Jawab ibu itu. Ify tersentak dan dia masuk ke dalam kerumunan itu. Ify membalik tubuh diam itu kea rah kanan, ke arahnya dan ify ternganga. “Rio.” Desisnya. Ify kaget melihat wajah Rio yang berlumuran darah dan tangannya ada yang luka.
          Ify segera memeriksa kaki Rio dan untungnya nggak kenapa-kenapa. Rio luka di kepala dan tangannya saja, namun tidak ada yang perlu dijahit. “Dia teman saya. Saya akan bawa dia ke rumah saya. Saya minta tolong, tolong antar motor ini ke alamat ini.” Ucap Ify sambil menyodorkan selembar kertas dan di ambil oleh seorang anak muda juga. tapi mungkin sudah kuliah. Ify memapah Rio dibantu seorang Bapak-bapak dan membawa Rio ke sebuah taxi yang udah dihentikan seseorang.

@Rumah Rio
          “Yo, jemput aku. Aku lagi di mall nih.” Pinta Dea manja dari sebrang telpon.
          “Sekarang hujan, De.” Ujar Rio.
          ”Maka dari itu, Yo. Kamu jemput aku, emang kamu mau pacar kamu ini kehujanan. Nggak kan. Ayolah, Yo.” Ucap Dea lagi-lagi manja.
          “Mobil gue di bengkel, De.”
          “Tapi kan kamu ada mobil yang lain.”
          “Tapi, De…”
          “Pokoknya kamu jemput aku, Yo. Aku tunggu dua puluh menit lagi.” ujar Dea dan menutup telpon. Rio kesal. ini sudah kesekian kalinya Dea seperti ini. Apa boleh buat, dia pacarnya dan harus tanggung jawab. Rio menuju garasi dan hanya ada motor cagiva birunya. Satu-satunya alat transportasi yang tersisa, soalnya mobilnya masih di bengkel dan besok pagi baru di antar ke rumahnya. Cagiva biru, yang belum pernah Rio bawa untuk menjemput seseorang, apalagi cewek. Karena Rio tahu, kalo naik motor pasti ada adegan peluk-pelukannya dan Rio tidak mau itu. Ntah kenapa, Rio tidak tahu jelas. Hanya saja hatinya menolak ketika akan menjemput Dea pake motor. Walaupun udah pacaran hampir delapan bulan sama Dea, Rio belum pernah memeluk Dea. Hanya saja Dea yang selalu memeluk Rio. (wah….kagak ada malunya si Dea). Hari ini, mungkin akan jadi hari pertama Rio membonceng Dea.
          Rio membawa cagivanya melaju dengan kencang. Spedometernya menunjuk ke angka 100. Berarti 100 km/jam. (udah ngebut belum?). tiba-tiba Dea nelpon, Rio mengangkat telpon itu sambil mengendarai motornya dan dia tidak sadar kalo ada motor yang melaju dengan cepat ke arahnya.
          Brrrraaaaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkkkkk………….(anggap aja suara orang kecelakaan). Motor Rio dan dia tertabrak. “Aaaaaaaaaaaaaaaaggggggggghhhhhh…..”teriak Rio dan semuanya gelap.

@Rumah Ify
          Ify membaringkan Rio di kamarnya. Tidak mungkin di kamar Ozy atau Deva karena itu kamar seperti kapal pecah, belum diberesin. Ify menatap Rio yang terkulai lemas dan banyak darah itu. Dia pun menuju dapur dan mengambil air hangat serta handuk kecil nan lembut untuk membersihkan darah dari tubuh Rio.
          “Io…kenapa lo bisa kayak gini sih? Gue takut io, kalo lo nggak bangun lagi.” ucap Ify dan dia menangis sambil membersihkan wajah Rio perlahan-lahan. Selama membersihkan wajah Rio, ify terus bergumam. “Io…lo harus sadar. Bangun untuk Ray. Adik yang sangat sayang sama lo. Walaupun elo ntar marah sama gue. Gue terima kok.” Ify memandangi wajah Rio. Orang yang selama tiga tahun ia sayang. “Cepat sembuh.” Ucap Ify dan keluar dari kamarnya sendiri. Ify menuju kamar Deva yang lumayan nggak berantakan dibandingkan kamar Ozy.

          Keesokan paginya.
          Ify sudah bangun dari jam lima tadi. Dia langsung menyapu dan mencuci piring dan sekarang dia tengah menyiapkan bubur untuk Rio dan sarapan untuk dia sendiri. Ify kangen dengan keributan pagi bersama Deva dan Ozy. “Nggak ada kalian berdua, berasa di kuburan tau.” Batin Ify. Dia tersenyum-senyum mengingat Ozy yang selalu menggerutu karena kalah melulu dari Deva dan mandi belakangan. Kadang kala Ozy makan dulu baru mandi. Iihh…… jorok tahu nggak, Zy?
          Ify sudah selesai sarapan dan siap dengan seragam sekolahnya. Dia membawa bubur dan segelas air putih ke kamarnya. Ify menghela nafas. Rio belum sadar juga. ify meletakkan bubur dan air putih di atas meja sebelah kanan kamarnya. Tidak lupa Ify, menyelipkan sebuah surat kecil di bawah gelas dan dia menatap stitch-nya (jam dinding berbentuk boneka stitch). Dia pun menggaguk dan meninggalkan kamarnya, menuju keluar rumah dan berangkat sekolah.

@Kantin
          Sekarang Ify dan ketiga sohibnya lagi makan di kantin bareng Cakka, Alvin dan Iel. Mereka asyik bercanda dengan bakso dan minuman yang menemani mereka.
          “Fy, tugas lo sama kita sama nggak?” tanya Shilla yang langsung menyodorkan soal fisika yang sendari tadi dia bawa. Ify mengambil dan membuka soal-soalnya.
          “Gimana, Fy?” tanya Shilla lagi.
          “Sama kok.” Jawab Ify.
          “Kyaaaaaaaaaaaaa……….seneng banget. Bisa nyontek sama Ify.” Via berteriak senang. Lha, Shilla yang nanya malah Via yang senang duluan.
          “Etdah, Vi. Gue kali yang nanya, kok lo yang seneng duluan?” tanya Shilla.
          “Ya lah dong. Lo tahu nggak, Shill. Berarti derita gue ngerjain fisika berkurang, apalagi Alvin mah kagak bisa diharapkan.” Jawab Via asal dan tidak menyadari Alvin manyun. Suara tawa Cakka dan Iel meledak.
          “Apa lo? Ketawa lo minta dibayar.” Sungut Alvin.
          “Lo kenapa, Vin?” tanya Via dengan tampang watados.
          “Hahahaha…Via-Via. Alvin tuh ngambek lo bilang nggak bisa diharapkan, walaupun sebenarnya benar.” Agni ayng menjawab dan dia Cuma nyengir doang ke Alvin.
          “Ayang gue bener tuh. Agni emang pinter.” Puji Cakka.
          “Gue emang pinter. Masalahnya elo sangat nggak bisa diharapkan Cakka. Elo lebih parah dari Alvin sadar nggak sih. Gue udah ngerjain 25 soal kimia. Lha, elo? 1 aja belum.” Ujar Agni kesal dan buat Cakka mati kutu. Kini ganti Alvin dan Gabriel yang ketawa.
          “Aib Cakka bocor.” Seru Alvin dan mereka berenam tertawa.
          “Shill, kok elo nggak cerita yang Gabriel. Bisa diharapkan nggak si Iel?” tanya Via.
          “Iel mah pinter. Nggak kayak Cakka dan Alvin. Gue sama dia mah bisa ngerjainnya sama-sama.” Jawab Shilla dan Iel tersenyum kea rah Cakka dan Alvin yang diem. “Tapi, walaupun ngeselin dan nyebelin. Masa iya, semua yang gue kerjain salah yang dia baru bener.” Tambah Shilla. Sontak Iel yang merasa udah terbang ke langit ke tujuh, jadi jatoh langsung ke bumi. Cakka dan Alvin ngakak.
          “Yaaaaaaah, elo Shilllll. Maluin gue aja. Padahal emang salah yang elo.” Bela Iel. Shilla Cuma melet.
          “Takdir, Yel. Hmm…..Rio mana?” tanya Alvin.
          “Oh iya, dia nggak keliaran hari ini. Tumben biasa udah bareng Dea. Eh, Fy lo sekelas sama Rio kan? Rio mana?” jawab dan tanya Iel.
          “Rio sakit.” Jawab Ify sekenannya. Ketiga sohib Rio itu hanya beroh-oh ria.
          “Gue seneng deh ngeliat Rio nggak sama Dea hari ini. Gue nggak setuju dia sama Dea, gue udah tahu jeleknya tuh cewek. Pantes aja Ray nyebut dia Mak Lampir.” Ucap Iel tiba-tiba.
          “Maksud lo, Yel?” tanya Cakka.
          “Dea itu terlalu buruk buat Rio. Masa dia buat Rio ninggalin Ray sendiri di rumah, nggak gabung sama kita lagi. tapi yang parahnya si Dea itu ngebully anak kelas X yang naksir Rio. Lo tahu si Gita kan? Itu anak habis sama Dea. Parah tuh cewek. Apalagi, baru gue tahu yang nembak itu Dea bukan Rio.” Jawab Iel panjang kali labar kali tinggi. Emang volum??
          “Hah? Beneran tuh?” Agni ikutan nimbrung. Iel mengagguk yakin.
          “Tapi kok bisa sampai tujuh bulan pacarannya?” tanya Via bingung. Iel Cuma angkat bahu tanda nggak tahu.
          “Kali aja Rio masih sabar. Coba aja Rio tahu kalo Dea itu jelek sikapnya. Padahal Dea sendiri udah nyakitin Ray.” Sambung Alvin yang lainnya menatap Alvin bingung. Alvin Cuma mengagguk-ngagguk.
          Tiba-tiba bel berbunyi dan ketujuhnya kembali ke kelas masing-masing.

@Rumah Ify
          Seberkas cahaya memasuki sebuah ruangan yang ternyata kamar seseorang. Dari gaya interiornya, pasti diyakini itu kamar seorang cewek. Namun, seorang cowok yang berbalut kain kasa di kepalanya dengan tambahan bercak darah bercampur betadine terbangun.
                “Aarghhh…” teriak Rio pelan. Dia merasa sakit disekujur tubuhnya. Rio berhasil membuka mata dan kini ia tengah berusaha untuk duduk. “Huuuhfh..” keluh Rio. Akhirnya dia berhasil duduk juga. Rio menoleh kea rah kaca di sebelah kanannya dan sangat terkejut dengan kondisinya sendiri. Kepala berbalut kain kasa dan muka pucat. Rio ingat kejadian yang menimpa dirinya, dia tabrakan saat Dea menelpon dirinya. Lantas Rio meronggoh saku jeans-nya dan nihil. Benda yang dia cari tidak ketemu. “Sial.” Desis Rio.
                Tenggorokan Rio serasa kering. Ia berusaha bangkit dari duduknya dan menatap ruangan yang dia tempati. Baru ia sadari kalau dia tidak berada di kamarnya, tapi kamar orang lain. Pantas dia merasa aneh dengan warna dindingnya dan tata letak ruang ini. “Hmmm…pasti yang udah nolongin gue.” Batin Rio. Rio baru saja hendak turun dari ranjang, namun Ia menenmukan segelas air putih dan semangkuk bubur yang telah dingin. Rio berusaha mengambil minum itu. Dia menemukan secarik kertas dan membacanya sambil minum.

          Udah bangun, ya??
          Jangan lupa makan buburnya. Lo dari malem tadi belum sadar-sadar juga. gue kira lo, tahu kan??
          Kondisi lo belum 100% baik, 50% aja belom nyampai. Jadi jangan kemana-mana, cukup istirahat
          yang manis di tempat tidur, ntar lo kenapa-kenapa lagi dan ngebuat gue nggak tenang.

          Rio tersenyum samar membaca surat itu. Dia menatap bubur yang sangat diharapkan untuk dimakan itu. Namun, apa daya bubur dingin emang nggak menggugah selera. Lagian lidahnya terasa pahit. Rio penasaran siapa yang  menolongnya. Rio pun bangun dan berjalan keluar kamar itu. Ia menangkap tulisan di pintu kamar. “Alyssa’s Room.” Rio jadi mikir kalo Ify yang menolongnya. “Apa iya?” batin Rio. Rio pun berjalan menuju ruang tv sekaligus ruang tamu yang
hanya dibatasi oleh sebuah lemari kayu yang berisi berbagai foto dan benda-benda serta bunga-bunga sebagai hiasan.
          Mata Rio terfokus dengan sebuah foto dinding berukuran besar yang berisi foto dua orang yang udah dewasa dan
Rio yakin pasti orang tua dari gadis yang berdiri di tengah. Rio memperhatikan lekuk wajah sang Gadis. Dagu tirus, mata bening, dan senyum yang sangat manis dan ikhlas. Menatap senyum itu, Rio jadi senyum sendiri. Matanya beralih pada
foto yang berada di lemari. Dia menatap berbagai foto itu. Lagi-lagi foto sang Gadis bersama kedua orang tuanya. Lalu
sang Gadis dengan dua orang bocah laki-laki seumuran Ray. Rio samar-samar mengenali wajah kedua bocah itu. Lalu
foto close up sang Gadis. Lagi-lagi dengan senyum manisnya. Rio merasa tidak asing dengan gadis itu. Kemudian, foto
Via, Agni, Shilla dan gadis itu lagi. Kali ini Rio tertegun. “Kalo Via, Agni dan Shilla. Pasti satunya lagi Ify.” Batin Rio. Rio
tahu kalo Via, Agni, Shilla dan Ify bersahabat. Ya jelas, karena ketiga sohibnya pacaran sama ketiga sohib Rio. Rio tidak
percaya lantas menatap foto gadis itu dengan saksama sambil mengingat wajah Ify. Dagu tirus, lesung pipi dan mata
beningnya. Kemudian Rio memastikan rambut sang Gadis dengan Ify. Bergelombang di ujungnya dan panjang lebih
kurang sepinggang. “Sama persis.” Batin Rio. Tapi, Ify jarang banget mengurai rambutnya di sekolah. “Dia Ify, yo.” Kata
hati Rio. Rio masih ragu, lalu dia menemukan frame foto yang fotonya adalah foto si Gadis, kedua bocah dan Ray. R-A-Y.
So pasti adiknya sendiri. Rio jadi ingat kata-kata Ray. “Kak Ify yang selalu ada buat Ray setelah kakak, deva dan ozy. Kak
Ify kakaknya Deva dan Ozy, Kak.”
          Rio sekarang yakin, kalo itu memang Ify dan dia ingat nama yang tertera di pintu. ALYSSA’S ROOM. Nama, Ify kan
Alyssa Saufika Umari. “Lo sangat berbeda dari lo yang di sekolah. Gue sudah keterlaluan sama lo.” Batin Rio. Dia menghela nafas berat. Seseorang yang terus dia sakiti hanya karena pernyataan bodoh dari pacarnya sendiri ternyata telah menolong dirinya. Rio jadi merasa bersalah. Dia teringat semua kejahatan yang udah dia lakuin ke Ify dan tertidur di sofa ruang tamu.


BERSAMBUNG.....

0 comments:

Posting Komentar