Cinta Gue itu, Elo! 2
Pagi ini Ify, Via, Agni dan Shilla tengah menikmati
sarapan pagi mereka pada pukul delapan di kantin sekolah mereka. Sekarang
harusnya belajar matematika. Berhubung Bu Winda yang terkenal dipanggil Madam
Winda sibuk dengan urusan ntahlah namanya, pokoknya beruntung banget karena
urusan tersebut. Sehingga tak perlu berhadapan dengan soal mematikan bersama
Madam Winda mengerikan.
“Lo bertiga pasti pada nggak tahu kehebohan di
twitter dua hari yang lalu. Gue juga lupa cerita sih,” ujar Shilla tiba-tiba
dan menatap ketiga sohibnya.
“Alah, pasti kagak penting,” cetus Via dan ia kembali
menikmati baksonya. Agni mengangguk setuju. Sementara gadis berdagu tirus hanya
diam dan memperhatikan.
“Ish…. Denger dulu tau. Ini bener-bener heboh dan
kalian bertiga nggak banget dah kalau nggak tahu. Semua orang di GNIS
membicarakan ini,” kata Shilla dan sedikit kesal.
“Oh ya? Kita nggak tahu tuh dan nggak perlu tahu,”
ketus Agni tetapi mimic mukanya bercanda. Shilla cemberut.
“Ih Agni. Gue itu serius. Ini menyangkut artis dan
orang yang gue suka. Temen sekelas kita. Si Rio,” bales Shilla.
“Terus kenapa dengan tuh anak? Dia kalem-kalem aja
tuh, tetap dingin dan cool,” kali ini Via yang menjawab.
“Nah itu dia. Lo bertiga udah tahu kan kalo mention
gue cuma dibalesnya lima kali dan tak lebih dari dua kata?” ucap Shilla. Agni
dan Via mengangguk.
“So, masalahnya?” tanya Via spontan dia tak mau
berbelit-belit. Masalahnya Shilla itu suka berbelit-belit.
“Rio bales mention fans-nya panjang banget dan
keliatan banget ramahnya. Itu bukan Rio banget. Gue cemburu. Cemburu. Gue
naksir banget sama Rio, dia tipe cowok gue banget. Parahnya lagi, gue udah cari
tahu siapa tuh fans Rio yang norak minta ampun itu. Tapi nihil. Kalian tahu
nggak, namanya itu aneh banget masa Sasari. Aneh kan? Masa iya Rio mau bales
mention itu,” jawab Shilla berapi-api.
Ify tersendak dan ia terbatuk. Dengan cepat tangan
kanannya meraih minumannya. “Lo nggak apa-apa, Fi?” tanya Via khawatir. Ify
menggeleng.
“Tuh kan, Ify aja yang nggak nge-fans banget sampai
tersendak gitu. Ih…. Sebel-sebel. Gue naksir sama Rio banget. Gue kurang cantik
ya?” tanya Shilla kepada ketiga sohibnya.
“Udah cantik, Shill. Cocok kok sama Rio,” jawab Agni.
Seseorang di antara mereka menghela nafas berat. “Gue emang nggak pantes, lo
lebih pantes, Shill,” batin seseorang itu.
“Aduh, Agni. Lo emang tahu banget kalo gue itu
cantik. Kalo gini, gue harus lebih berusaha agar Rio berpaling ke gue,” ucap
Shilla semangat.
“Semangat, Shill. Lo kan udah oke banget. Cantik,
pinter dan gaul,” seru Ify girang. Shilla semakin percaya diri. Memang benar,
di antara mereka berempat Shilla-lah yang paling tenar dan banyak yang suka. Ya
karena dia cantik dan semacamnya.
“Eh, Vi. Gue denger lo lagi deket sama Gabriel ya?
Temen sebangku Rio itu,” tanya Ify. Via tersipu-sipu.
“Hehehe…. Emang iya,” jawab Via kalem.
“Wah, bentar lagi jadian dong. Kalo gitu kita
makan-makan. Makan-makan gratis. Yeeeeeeeeh….,” seru Ify girang. Ia tersenyum
senang dan bertepuk tangan.
Agni, Via dan Shilla cengo melihat tingkah Ify. Ify
ini anak kelas XI SMA atau baru mau masuk TK? Tingkahnya nggak sesuai umur.
Tapi Ify nggak nyadar dan ia memang masih imut-imut. Jadi nggak masalah.
“Kalian bertiga kenapa sih?” tanya Ify bingung.
“Hah? Heh!” Agni gelagapan. “Nggak kok, Fy. Lo aneh
aja. Kok nggak malu tingkah lo kayak gitu?” Agni malah balik bertanya.
“Kenapa tingkah gue?” tanya Ify dan menunjuk dirinya
sendiri dengan telunjuknya.
“Nggak kok, Fy. Cuma tingkah lo kayak anak di
playgroup itu,” Via menjawab. Dan tentunya Ify mencak-mencak dan cemberut.
**********************
Empat pemuda itu baru saja menginjakan kakinya di
pintu kantin. Salah satu dari mereka mengedarkan pandangannya ke seluruh
penjuru kantin. Mata pemuda itu menangkap sesuatu yang menggelitik hatinya. Ia
menatap fokus objek itu. Seorang gadis dengan seragam SMA-nya tanpa ada rasa
malu bertingkah seperti anak kecil. Sungguh ajaib. Kemudian pemuda itu melihat
gadis itu lagi dan kini gadis itu mencak-mencak dan cemberut. Lagi-lagi
dibuatnya pemuda itu tersenyum geli.
Alvin yang heran melihat Rio akhirnya memutuskan
untuk mengikuti arah pandang sohibnya itu. Alvin pun ikut-ikutan tertawa ketika
tahu apa yang sedang Rio lihat. Memang hal yang lucu. “Yo-Yo. Ngeliatnya segitu
amat,” goda Alvin. Rio tersentak dan menoleh ke Alvin.
“Emang Rio lihat apa, Vin?” tanya Iel yang heran
dengan dua sahabatnya itu. Belum lagi Alvin menjawab, Cakka sudah menyela.
Soalnya, Cakka ternyata juga mengikuti arah pandang Rio. Tetapi, ia salah
kaprah.
“Lo nggak ngeliatin Agni kan, Yo? Lo nggak naksir dia
kan? Jangan ambil Agni dong, Yo. Mentang lo artis lo asal ambil aja. Dia iceran
gue,” sela Cakka heboh. Rio menjitak kepala Cakka.
“Ogah gue ngeliat cewek bar-bar dan preman gitu.
Apalagi naksir. Ambil sono,” seru Rio. Cakka senyum-senyum nggak jelas gitu.
“Terus lo ngeliatin apa?” tanya Cakka lagi. Tapi Rio
hanya diam saja.
Gabriel yang memang nggak tahu apa-apa jadi bingung
sendiri. “Apaan sih? Rio liat siapa sih, Vin? Tapi, bukan Via kan?” tanya Iel
lagi dan kali ini ia menunjuk gadis berpipi chubby yang duduk di salah satu
meja kantin.
“Lo sama Cakka perlu kasih penjelasan sama kita
berdua pulang nanti,” ucap Alvin dan menunjuk Via dan Agni. Cakka dan Iel
mesem-mesem. Lalu mengangguk pasrah. “Rio nggak ngeliat yang penting amat kok.
Cuma liat pertunjukan lawak dikit,” tambah Alvin. Dan membuat Cakka dan Iel
bingung. Namun Alvin tak perduli.
“Alah boong lo, Vin. Yo, lo ngeliat apaan sih, gue
penasaran,” desak Iel.
Rio menujuk seseorang di antara keempat cewek yang
asyik di mejanya sendiri itu. “Yang mana, Yo?” tanya Iel.
“Yang cungkring dan behelan,” Alvin yang menjawab
dengan lagak asisten Rio.
“Lo tahu dia siapa, Yo?” tanya Iel lagi.
Rio berdeham dan memandang Iel kesal. “Iyalah gue
tahu. Dia temen sekelas kita. Alyssa,” jawab Rio. Gabriel senyum-senyum.
Ternyata Rio masih perduli dengan sekitarnya.
“Kalo yang behel satu lagi siapa, Yo?” Cakka bertanya
yang nggak penting banget. Ditambah lagi nada suaranya seperti sedang
mengintrogasi.
“Gue nggak tahu,” jawab Rio pendek.
Alvin geleng-geleng kepala. “Dia itu temen sekelas
kita, Shilla. Dan dia yang nge-DM lo sampai 50 kali itu,” terang Alvin. Rio
mengangguk dan nggak perduli siapa itu Shilla.
“Ayo kita makan. Gue laper,” ajak Gabriel. Ketiga
sohibnya mengangguk dan mengikuti langkah Gabriel.
*******************
Ternyata Gabriel dengan entengnya menghampiri meja
yang telah dihuni oleh empat orang cewek. “Hai, Vi. Gue boleh gabung nggak?”
sapa dan tanya Iel ke Via. Via tersenyum dan mengangguk. Gabriel langsung
mengambil tempat duduk di sebelah Via. Ify pun memilih untuk geser. “Gue
terintimidasi,” batin Ify kesal.
“Hmm…. Gila lo, Yel. Kita bertiga mau lo kemanain.
Ngemeng kek kalo lo mau PDKT,” seru Alvin dan sengaja nyablak. Iel melotot ke
Alvin.
“Mereka bertiga boleh gabung juga kan?” tanya Iel
kepada penghuni meja. Shilla yang melihat Rio segera mengangguk antusias. Ify
yang masih kesal hanya diam dan menunduk. Ia menenggelamkan wajahnya di meja.
“Silakan aja. Toh ini meja bukan punya kita,” jawab
Agni santai. Cakka segera mengambil posisi di sebelah Agni dan mulai mengajak
gadis itu mengobrol.
Shilla yang
berharap kalau Rio memilih untuk duduk di mejanya merasakan kekecewaan yang
berat. Ternyata Rio memilih duduk di sebelah Ify yang sibuk sendiri dan kini ia
duduk di sebelah Alvin. Shilla menglengos. Pupus sudah harapannya.
“Shill,” panggil
Alvin.
“Apa?” tanya
Shilla lesu. Alvin menyunggingkan senyum mautnya dan bertanya, “Lo fans-nya JB
ya?” Shilla mendengar kata JB langsung antusias. Kahirnya gadis itu bercerita
panjang lebar tentang Justin Bieber.
Sementara itu,
Rio sendiri bingung mau ngapain. Dirinya merasa aneh kalau mau mengajak ketiga
sohibnya ngobrol lantaran mereka bertiga sudah sibuk mengobrol dengan tiga
cewek di sebelah mereka. Akhirnya Rio memilih untuk memesan bakso.
Setelah
pesanannya tiba, ketika Rio mau mengambil kecap. Tanpa sengaja tangannya
menyenggol kepala gadis yang kini diam dan sedang menenggelamkan wajah di meja.
Sesuatu menjalar dalam dirinya. Ia terdiam.
Ify yang kaget
karena kepalanya disentuh seseorang lantas bangun dan menoleh ke kiri. Ia
terpaku saat mendapati Rio yang duduk di sebelahnya dan hanya berjarak tiga
puluh centi meter. Ify cengo, ia tidak menyangka bisa sedekat ini dengan Rio.
Tetapi, ia tiba-tiba menjadi grogi.
Rio yang masih
terperangah lalu sadar. Ia segera menurunkan tangannya dari puncak kepala Ify.
“Gue mau ambil kecap,” ucap Rio dingin dan datar. Tanpa sadar Ify mengangguk.
Ia meraih botol kecap dan memberikannya pada Rio. Baru saja Rio mau menumpahkan
kecap ke mangkuk baksonya, tiba-tiba Blackberry-nya berbunyi. “Tolongin gue,”
ucap Rio pendek.
Ify nggak mudeng.
Tapi, ia akhirnya mengira kalau Rio meminta Ify untuk menambahkan kecap ke
bakso Rio. Ify gemetaran dan bingung. “Berapa sih takarannya?” batin Ify.
Akhirnya gadis itu memutuskan untuk memberikan kecap seperti yang biasa ia coba
pada baksonya. Gadis berdagu tirus itu menambahkan kecap dan sambel ke bakso
Rio minus saos. Lalu ia mengaduknya dan dalam hati berharap kalau Rio tidak
keberatan akan rasa bakso ini nanti.
“Oh, udah lo
kasih semua,” ujar Rio melihat baksonya dibumbuin. Ify mengangguk lemah.
“Saos-nya udah?” tanya Rio. Ify menggeleng. Rio segera mengambil botol saos
yang tidak jauh berada di dekatnya. Ketika ia akan menyemprotkan saos itu ke
baksonya, gadis pendiam berdagu tirus dan bernama Ify itu menghentikannya.
“Jangan. Saos itu
nggak sehat. Ntar lo bisa sakit,” ucap Ify. Rio heran dan akhirnya menurut
juga. “Makasih,” ucapnya. Ify mengangguk lemah. Kini ia kembali menenggelamkan
wajahnya ke meja. “Gadis aneh,” batin Rio.
BERSAMBUNG......
0 comments:
Posting Komentar