ANDAIKAN 1
ini cerbung, udah lama banget gue buat. Udah sampe end. zaman-zaman Ify baru ciptain lagu andaikan itu lho, yang dulu dikenal dengan belahan jiwa. Berhubung, modem nggak kooperatif banget ya gue nggak post. Sekaarang, modem lumyan baik. jadi gue post dulu part 1-nya.
Ini cerbung jadul banget. Kalo masalah isi pasti aneh.basi lagi.
Kalo ada yang mau baca, Happy reading aja ya!
Haruskah
melihat dan bertemu dengannya lagi ???
“Ify………..”
teriak Via sohibku. Cewek chubby, ceria, dan super baik itu memanggil
namaku. Aku yang tengah asyik berkutat
dengan novel kaget dan lantas menoleh mencari Via agar dia berhenti berteriak.
Aku pun memperbaiki letak kaca mata minusku yang udah mulai menganggu itu. Via,
ku lihat di sedang berjalan menuju tempat ku duduk. Langkahnya tergesa-gesa dan
ku pikir pasti dia membawa berita baru, paling nggak tentang di mana kelas yang
akan aku dan Via tempatin.
“Kenapa,
Via?” tanyaku pada Via yang udah duduk di sebelahku dengan nafas ngos-ngosan.
“Gue
sama lo sekelas. Kita di X-1.” Jawab Via dengan wajah sumringah.
Aku
membulatkan mulutku membentuk huruf “o”. “Terus Agni dan Shilla di mana?”
tanyaku pada Via. Shilla dan Agni adalah sahabat aku dan Via dari SMP.
Sementara aku dan Via udah sahabatan dari SD.
“Mereka
di X-4. Kita pisah.” Jawab Via sekenannya. Aku hanya mengagguk kecil dan kembali
fokus ke novel yang sempat tertunda.
“Ya
ampun Ify……..” seru Via tiba-tiba. Aku kaget minta ampun. Lalu Via berbisik
kepadaku. “Rio sekolah di sini juga, dia di X-2.”
Aku
kaget pake banget. Kaget banget. Sumpah, kok bisa dia sekolah di sini ?? Padahal
setahuku Rio nggak berminat sekolah di SMA Global Nusantara ini. Usaha aku
sia-sia. Padahal niatku udah bulat untuk ngelupain Rio. Bukannya aku dan Rio
pernah pacaran, hanya saja aku memendam rasa pada sosok itu. Sosok tampan,
hitam manis dan tegap itu. Namun, aku cukup sadar diri dengan diriku. Di
sekolah lamaku, Rio termasuk the most wanted boy selain ketiga sohibnya. Begitu
banyak yang menyukai Rio. Yang menyukai Rio itu cewek-cewek cantik dan
highclass, lah aku?? Cuma cewek biasa dan tergolong cewek ‘kampung’ gitu (*just
story, maaf IFC. Gue IFC juga J)
Kampung di sini menurut para cewek highclass itu, cewek yang nggak gaul, nggak
up date fashion, dan masih jaman rambut dikuncir ekor kuda ataupun di kepang
dua. Itu semua kan yang ada di diri aku. Yaaaaa,,,,,,, walaupun Via, Agni dan
Shilla mati-matian bilang kalo aku itu manis dan cantik. Emang gula ?? Nah,
udah jelaskan kenapa aku lebih milih ngehapus rasa ke Rio itu. Padahal aku
yakin banget, kalo rasa yang aku punya itu beda dengan rasa yang dimiliki
cewek-cewek highclass itu.
“Ify…..Ify…Fy……”
seru Via di depan wajahku. Aku kaget. “Apaan sih, Vi.” Ujarku kesal.
“Lo sih,
Fy. Ngelamun mulu mentang tahu pangeran lo sekolah di sini juga.” balas Via menggodaku.
Aku Cuma mencibir. Via terbahak.
“Tau ah,
cari Shilla sama Agni yuk.” Ajakku. Via mengagguk dan kita berdua meninggalkan
bangku yang didudukin tadi.
Rasa itu bukannya hilang, namun
semakin utuh.
Yap
sekarang udah lebih sebulan aku menjadi murid SMA. Hari-hariku biasa aja, tapi
berbeda dengan dua orang sahabatku, Shilla dan Via. Mereka berdua udah jadian
sama Iel dan Alvin. Shilla sama Iel dan Via dengan Alvin. Sementara aku dan
Agni masuk dalam katagori JOMBLO. Aku nggak ambil pusing sama predikat jomblo
itu.
Sekarang
sedang waktu istirahat. Aku ditarik sama Via ke kantin, padahal aku males
banget yang namanya ke kantin. Ogah banget. Namun, Via maksa banget apalagi dia
mengancam, kalo aku nggak ikut maka Agni turun tangan buat narik aku ke kantin.
Jadi mau tidak mau aku harus ikut ke kantin.
@Kantin
Aku dan
Via memasuki kantin yang memang udah rame banget. Aku mengedarkan pandanganku
untuk mencari di mana Agni dan Shilla duduk. Pandangan mataku jatuh di meja
pojok kanan kantin. Ya di sana Shilla dan Agni sudah duduk. Agni melihat aku
dan Via, dia pun melambaikan tangannya. Lantas, aku mulai melangkahkan kaki
menuju meja itu, namun Via lagi-lagi menarikku. huhf….
“Ify..”
panggil Shilla dan Agni bareng. Aku tersenyum dan mengambil tempat duduk di
depan Agni sementara Via di sebelah aku.
“Gue nggak
gitu ??” protes Via.
“Nggak.”
Balas Shilla dan Agni kompak. Via manyun. Kita bertiga ketawa bareng hmm… ini
yang aku paling suka, walaupun aku pendiem dan nggak punya banyak temen soalnya
kebanyakan siswi SMA GN ini temenannya dilihat dari penampilan doang.
Padahalkan , cover is not the content. Ya kan ?? Tapi, aku mempunyai sahabat
baik. Via, Shilla dan Agni. They are a gift from God to Me.
“Udah
deh, Vi. Lo jelek kalo manyun gitu.” Ucapku di sela tawa.
“Bener
tuh, ntar Koko Apin lo kabur.” Sambung Shilla. Lagi-lagi kita ketawa, Via makin
manyun.
“Udah
deh, kalian mau pesen apa?” tanya Agni.
“Gue
bakso sama Pop Ice Chocolate.” Jawab Via.
“Bakso
sama orange juice.” Ujar Shilla.
“Gue Pop
Ice aja deh.” ujarku.
“Lo
harus makan, Fy. Pokoknya harus.” Balas Agni.
“Tapi
gue kenyang, Ag.”
“Ify lo
itu pasti belum makan, datang aja lo tadi hampir telat. Gue ngelihat lo
lari-lari ke kelas lo.” Ujar Agni telak. Aku menelan ludah, memang aku tadi
telat. Tapi bener aku nggak nafsu buat makan sesuatu.
“Ify pesenin
bakso juga, Ag. Pasti dia makan kok.” Kata Via dan menatapku. Aku pun
mengagguk. Akhirnya Agni tersenyum dan segera memesan makanan.
Tak lama
kemudian, Agni datang membawa pesanan aku dan kedua temanku. Aku tergoda banget
dengan segelas pop ice dingin dengan embun yang memenuhi bagian luar gelasnya.
Agni juga menyodorkan bakso yang dia pesan buat aku. Aku berani taruhan kalo
itu bakso sangat menggiurkan selera, tapi bagi aku nggak sama sekali. Bakso
panas yang mengepul dan harum semerbak dari berbagai rempah-rempah yang
menambah kenikmatan itu bakso, tidak mampu membuatku selera. Ya jadi, aku
diemin aja.
“Eh Vi,
lo sama Alvin gimana tuh ??” tanya Agni santai dan menikmati baksonya. Via
keselek.
“Biasa
aja kali, Vi.” Ujar Agni dan menyodorkan minum.
“Lo sih,
Ag. Kenapa pula nanya-nanya Alvin.” Gerutu Via. Aku dan Shilla cekikikan.
“Hehehe….gue
kan pingin tahu, apa lo sama Alvin udah dapat ujian cinta yang pertama.” Balas
Agni sambil terkekeh kecil. Aku, Via, dan Shilla ternganga dengan jawaban Agni.
“HAH??!!”
“Kenapa
lo bertiga ??” tanya Agni bingung.
“Maksud
lo ujian cinta yang pertama apa?” tanya Shilla yang udah sadar dari lamunannya.
“Iya,
apaan sih Ag?” Via menimpali. Aku Cuma diem.
“Gini
lo, apa Lo sama Alvin pernah berantem gitu ?? Atau Alvin sama cewek lain gitu.”
Jawab Agni polos dan langsung dapat pelototan Via dan Shilla.
“Ih lo,
Ag. Do’ain ya ??” ujar Via kesal dan tetap melahap baksonya. Lha?? Masih sempet
aja Via makan sambil marah-marah.
“Nggak
sih, kan Cuma nanya.” Balas Agni dan fokus dengan baksonya.
“Awas
aja ya lu, Ag. Gue do’ain deh lo ntar dapat ujian cinta yang pertama.” Ujar
Shilla keki. Aku bingung kok Shilla ikutan marah gitu.
“Via
yang dikatain kok yang keki Shilla. Emang kenapa ??” tanya gue pelan dan
menatap Shilla bingung.
“IFFFFYYYY
sayong, gue itu juga punya pacar tahu. Ntar doa-nya Agni bisa kena ke gue.”
Jawab Shilla gemes. Gue cengengesan, iya ya Shilla kan juga udah pacaran sama
si Gabriel itu.
“Iya
itu, doain si Agni.” Sambung Via.
“Gue kan
kagak pacaran toh, jadi nggak kena deh.” balas Agni santai.
“Bukan
kagak, tapi bentar lagi. Kan ada si Cakka yang naksir lo Ag.” Timpal Via. Nama
Cakka sukses buat Agni diem. Ya iyalah, Cakka mah musuh Agni. Orang yang sangat
mudah bikin Agni kesal hanya dengan denger namanya.
“Nggak
usah nyebut nama si Cakdut, bisa sial mendadak gue.” Rutuk Agni. Aku dan ketiga
temanku ngakak bareng.
Ternyata
belum lama di sebut, orangnya udah nongol duluan. “Hai….hai….Agni manis.” Sapa
seseorang. Ku lihat Agni mengangkat wajahnya dan melihat orang yang menyapanya.
Mata Agni membulat dan tercengang.
“Ya
ampun, benerkan udah gue bilang. Jangan nyebut nama dia.” Ujar Agni kesal.
Ternyata Cakka nggak datang sendiri, seperti dugaanku. Cakka biasanya bersama
ketiga sahabatnya, siapa lagi kalo bukan Rio, Alvin dan Gabriel. Aku
mendongakan kepalaku, ternyata dugaanku melenceng sedikit. Mereka Cuma bertiga,
Rio nggak ada. Ini kesempatan aku buat kabur sebelum ketemu Rio. Bisa salting
dan bingung sendiri ntar kalo ada Rio. Ku lihat juga Alvin udah di sebelah Via
dan Iel disebelah Shilla. Mereka sibuk pacaran. Cape deh. sementara Cakka duduk
di samping Agni dan sibuk ngegombalin Agni yang diam dan gondok setengah
mampus. Aku tersenyum kecil melihat mereka.
Maksud
hati untuk pindah, aku mengangkat mangkuk baksoku dan berbalik badan. Belum
sempat melangkah, aku sudah membuat kekacauan. Aku menumpahkan bakso itu ke
badan seseorang dan yang parahnya aku numpahin bakso ke RIO. R-I-O. Ya ampun,
aku takut sendiri.
“Maaf.”
Ujarku lirih. Sumpah aku takut banget. Aku tahu Rio, dia bukan termasuk cowok
yang ramah kalo udah berurusan sama cewek. Apalagi cewek seperti ku.
Tidak
ada balasan dari Rio. Aku menarik mangkuk bakso ku dan hanya menunduk dan memperhatikan
baju Rio yang kena kuah bakso. Aku menelan air ludah, ternyata lumayan banyak
kuah yang kena baju Rio.
“Maaf,
Rio. Gue nggak sengaja. Bener.” Ujarku lagi. Aku memberanikan diri untuk
melihat Rio. Ku angkat wajahku dan melihat wajah Rio. Rio menatapku tajam dan
marah.
“Elo..nggak
lihat apa kalo gue jalan ke sini. Kacamata lo kurang gede gitu untuk ngelihat
??” bentak Rio marah. Aku kaget dan diam. Suara marah Rio ternyata mengundang
perhatian orang-orang dan ketiga sohibku juga sohib dia.
“Maaf.”
Ujarku lagi.
“Lo Cuma
bisa bilang maaf. Apa maaf lo bisa ngebersihin baju gue. Nggak kan ?? Apa elo
memang rencanain biar bisa ngomong sama gue gitu ?? Kampungan banget cara lo.
Sama kayak lo kampungan.” Bentak Rio.
Sebelumnya
aku mau kasih info sedikit kenapa Rio bilang gitu ke aku. Rio itu salah satu
the most wanted di GN. Dia bersama ketiga sohibnya tergabung dalam geng yang
disebut CRAG. Singkatan dari nama mereka berempat, Cakka-Rio-Alvin-Gabriel.
Banyak cewek yang suka sama Rio dan cari perhatian Rio dengan hal-hal konyol
dan Rio berpikir kalau aku juga sama dengan mereka, padahal nggak.
Aku kaget banget dan sakit hati. Nggak nyangka
Rio ngomong gitu, padahal sumpah aku nggak sengaja. Kenapa sih aku bisa jatuh
cinta sama dia ??
Aku
menatap Rio kaget. Mataku melebar dan mengerjab. Menatap Rio dengan tatapan
kosong dan penuh tanya. ‘apakah aku sehina itu’.
“Gue
minta maaf, gue emang salah.” Ujarku lagi. Aku balik badan dan menatap ketiga
sohibku. “Gue duluan ya, Vi, Ag, Shill.” Pamitku dan berjalan cepat menuju
konter bakso. Membayar dan mengembalikan mangkuk bakso itu dan segera berjalan
dengan cepat, hampir berlari. Tidak perduli dengan orang-orang yang menatapku
sinis dan iba. Air mata udah sampai di pelupuk mataku. Aku udah nggak tahan
lagi buat nangis.
@Taman Belakang
Aku duduk
di bawah pohon akasia dengan sebuah buku. Itu bukan buku pelajaran ataupun buku
diary. Hanya sebuah buku kecil dengan gambar-gambar yang lucu dan yang biasa
aku gunakan untuk menulis tentang mood atau perasaanku. Aku menulis di buku itu
dengan air mata yang membasahi pipiku.
Kenapa aku bisa cinta sama dia ?? Kalo
aku jatuh cinta sama dia salah gitu ?? Aku sadar diri kok, aku emang nggak
pantes dekat sama dia apalagi menjadi kekasihnya. Tapi apa salah, kalo aku
punya rasa special itu kepada dia ?? Aku benci rasa itu.. benci….
Kenapa sih Rio bilang aku sampai segitunya ??
Aku nggak sehina itu kali, io. Aku nggak mungkin buat rencana kayak gitu. Nggak
akan pernah. Aku memang menyukaimu dan pingin ngobrol sama kamu, tapi aku rela
menunggu sang Waktu memberikan aku kesempatan untuk dekat dengan mu. Kalo aku
nggak sabar, dari dulu aku udah rencanain hal-hal konyol dan kampungan seperti
yang kamu pikirkan.
Kamu tahu, io ?? Pasti nggak kan, kalo
aku udah suka sama kamu dari kelas 8 SMP. Sekarang kita udah 1 SMA, udah dua
tahun io aku nyimpen rasa itu. Dan aku nggak akan mengotori perasaan itu dengan
hal-hal yang konyol.
Hati aku sakit banget, kamu bilang aku
kayak gitu. Sakit, io. Sakit banget. Gue pingin punya rasa benci sama kamu. Aku pingin banget, aku rela ngeganti rasa
cinta aku dengan benci. Aku pingin banget ngebenci kamu. Tapi aku nggak bisa,
io. Hati aku sakit ketika kamu bilang aku kayak gitu. Tapi, cinta itu Io. Rasa
itu semakin utuh. Aku nggak ngerti gimana cara kerja cinta. Nggak ngerti, Io.
Biasanya kalo aku benci sama seseorang, rasa benci itu langsung bisa hadir
tapi, kalo kamu yang ingin aku benci. Seakan-akan benci itu nggak mau mampir ke
hati ku. Malah rasa itu semakin utuh.
Aku
menutup buku itu dan meletakkan pena yang telah aku gunakan untuk menulis. Air
mata itu belum juga berhenti dan aku tidak mengharapkannya untuk berhenti
sekarang. Biarlah sakit hati itu dihapuskan dengan air mata, kali aja bisa
menumbuhkan rasa benci aku untuk Rio.
Kamu telah memilih yang lain ?? Apakah
hati aku berhak menangis ??
Sejak
kejadian aku numpahin bakso ke Rio hingga hari ini. Berarti tepat sudah
setengah semester aku jadi siswi SMA. Sekarang udah memasuki semester ke dua.
Semester kemarin berhasil aku lalui dengan hasil yang memuaskan. Aku mendapat
juara umum I di sekolahku. Seneng banget rasanya. Via, dapat juara 5 di kelas.
Sementara Shilla dan Agni, juara 8 dan 4 di kelas mereka. Aku mendapat kabar
kalo Rio juara 3 di kelasnya.
Hari ini
aku melangkahkan kaki ku dengan hati riang menuju kelas X-1. Aku tak sabar
menantikan pelajaran favoriteku. Matematika. Aku segera menuju kelas yang
letakknya lumayan jauh dari gerbang itu. Sepanjang koridor yang aku lewati
ternyata banyak orang yang ngegosip. Aku biasanya cuek gitu sama gosip-gosip.
Tapi mendengar nama Rio yang disebut-sebut aku jadi penasaran dan memasang
telingaku.
“Lo tahu nggak kalo Rio. Mario Stevano
jadian sama Dea anak X-7.”
“Masa? Bo’ong lo.”
“Bener tahu, liat aja tweet-nya Dea
atau nggak facebook mereka.”
“Huaahhhhhhhhhhhaaaaa……..patah ati
gue.”
Aku
kaget. Rio pacaran sama Dea. Kata-kata itu teriang-iang di kepalaku hingga aku
sampai di kelas. Aku duduk di bangkuku yang berada di barisan nomor dua dari
kiri. “Rio sama Dea?? Dea X-7, anak yang super cantik dan gaul itu ?? Anak
cheer. Ya Allah. Sakit banget rasanya.” Batinku. “Tapi apa bener ??” tanya ku
pada diri sendiri.
“Pagi
ify.” Sapa Via yang baru saja datang.
“Pagi,
Vi. Tumben siang?” tanyaku basa-basi sambil melihat jam yang kini udah
menunjukkan pukul 7.14. Satu menit lagi bel berbunyi.
Teeeeeng….teeeeeennng….
Benerkan
bel udah berbunyi. Aku segera menyiapkan buku matematika. Bu Winda, guru
matematika sudah datang dan aku mencoba fokus ke materi yang disampaikan
beliau. Namun percuma, karena pikiranku udah tersita dengan berita Rio dan Dea
pacaran.
Tak
terasa bel istirahat berbunyi. Kali ini aku tak keberatan diajak Via ke kantin
dengan suka rela aku ikut.
@Kantin
Sekarang
aku udah di kantin bersama Via, Agni dan Shilla. Juga ada Alvin, Cakka dan Iel.
Kita bertujuh lagi makan bareng sambil ngobrol-ngobrol gitu. Walaupun aku nggak
nimbrung secara aktif dalam obrolan mereka. Lagi asyik-asyik mengobrol,
tiba-tiba suara itu muncul. Aku kenal. Itu suara Rio.
“Gue
boleh gabung nggak ?” tanya Rio. Ketiga sohibku dan sohibnya mengagguk. Rio duduk
di depanku. Lalu kami lanjut mengobrol. Namun tak berapa lama, datang
seseorang.
“Say,
aku gabung ya!” pinta seorang cewek dengan suara manja. Aku menoleh ke suara
itu dan ternyata itu Dea. Lalu aku menatap Rio dan Dea. Dan yang membuat aku
kecewa ternyata Say adalah panggilan Dea untuk Rio dan ternyata gosip itu
benar. Rio dan Dea ternyata benar pacaran.
“Gabung
aja lagi.” balas Rio. Dea tersenyum manja dan duduk di sebelah Rio. Ketiga
sohibku menatap aku, aku hanya menggeleng seolah-olah bilang ‘aku nggak
apa-apa’. Namun itu bohong, hati aku hancur. Bener sangat hancur. Rio telah
memilih yang lain. Sebenarnya aku nggak perlu sekaget ini, seharusnya aku sudah
mempersiapkan diri untuk menerima ini. Seharusnya aku sudah bilang sama hati
aku, kalo Rio nggak akan pernah jadi milik aku. Nggak akan pernah. Seharusnya
aku…aku nggak pernah mencintai Rio. Aku sakit, sumpah sangat sakit.
Aku
ingin menangis dan hanya saja nggak mungkin. Pasti akan menimbulkan banyak
pertanyaan. Ku lihat ketiga sohibku menatapku, seolah mencari seseuatu yang
dapat menggambarkan kondisi hatiku saat ini.
Aku
bertahan untuk duduk di kantin. Aku bertahan mendengar kemesraan Rio dan Dea.
Aku bertahan menjadi saksi mata kemesraan mereka.
“Parah
lo, yo. Pacar lo datang, sohib lo kacangin.”
Decak Iel.
“Ya
iyalah, Yel. Dunia serasa milik berdua, yang lain ngontrak.” Sambung Cakka dan
ngegoda Rio.
“Bukannya
lo memang ngontrak, kka?” balas Rio.
“Nenek
lo hansip, yo. Seorang Cakka ngontrak, nggak lagi. apa kata ayang Agni kalo
abang Cakka ngontrak.” Balas Cakka dan melirik Agni.
“Pala lo
peyang, yang-yang. Kata gue, elo udah ngontrak dari orok.” Ujar Agni. Yang lain
tertawa. Aku juga ikut tertawa dan sekilas melihat tawa Rio.
“Bolehkah
waktu berhenti??” batinku. Baru saja aku sedikit terhibur melihat tawa Rio.
Seakan-akan waktu nggak rela aku bahagia, dia udah mengskak aku dengan
kenyataan pahit dan membuat aku ingin menangis lagi. Rio milik Dea.
Akhrinya
bel masuk berbunyi. Aku bersyukur banget. Via segera menarik tanganku, namun aku
pamit dulu dengan Agni dan Shilla. Tapi, pamit itu ternyata menoreh luka
bagiku. Bukan gara-gara Agni dan Shilla, tapi karena Dea dan Rio lagi pelukan.
Agni dan
Shilla menatapku prihatin. Aku tersenyum dan segera balik badan mengikuti Via
yang menarikku dengan cepat menuju kelas.
@Kelas X-1
“Fy,
yang sabar ya!” ujar Via ketika aku dan Dia udah tiba di kelas dan duduk manis
di bangku.
“Tenang
aja kok, Vi. Aku nggak apa-apa kali.” Balasku dan tersenyum.
“Jangan
majang senyum palsu gitu. Nggak mempan. Coba dari dulu lo nerima gue bantuin,
Fy. Pasti nggak kayak gini jadinya.” Omel Via. Aku Cuma cengengesan. Aku ingat
Via menawariku untuk dicomblangin dengan Rio. Tapi aku menolakknya dengan
alasan klise banget, “Kalo Rio jodoh aku, pasti juga sama aku kok, Vi.”
“Udah
ah, Vi. Ini emang takdirnya kali.” Balasku.
“Lo
emang hebat, Fy. Nunggu dua tahun gitu. Itu mah udah cobaan besar kali,
ditambah lagi sama dia pake acara jadian gitu sama yang lain. Gimana sih
rasanya, Fy?” tanya Via sambil menatapku.
“Hmm….rasanya
seperti ice cream tripel chocolate.” Jawabku bercanda. Padahal rasanya sakit
banget, seperti berjalan di atas tumpukan beling yang setiap gerakan menorehkan
rasa sakit.
“Huh…bercanda
lagi. Jangan nangis ya, Fy. Lo harus kuat.” Pesan Via dan aku mengagguk
tersenyum. Maaf, Vi. Aku nggak bisa, sekarang aja aku pingin banget nangis.
Kemudian
Pak Dave guru Sejarahku datang dan kelasku diam seketika. “Siang anak-anak.”
“Siang,
Pak.”
“Alyssa.
Maju ke depan.” Panggil Pak Dave. Aku tersentak dan kaget. Via pun begitu. Aku
pun berjalan menuju meja Pak Dave.
“Ada
apa, Pak?” tanyaku.
“Tadi
ada telpon dari orang tua mu. Kamu di suruh pulang sekarang. Supirmu udah
menunggu. Kamu udah dapat izin dari sekolah.” Jawab Pak Dave. Aku bingung, kok
tiba-tiba papa dan mama seperti ini. Tanpa banyak tanya lagi, aku segera menuju
bangku ku dan mengambil tas serta buku-bukuku. Pamit kepada Via dengan tatapan
isyarat. Kemudian salam kepada Pak Dave dan terakhir berjalan cepat menuju
gerbang sekolah di mana Pak Pri udah menunggu.
@Rumah
Tidak
membutuhkan waktu lama untuk tiba di rumahku. Karena lokasinya dekat dengan
sekolah. Kalo jalan kaki Cuma lima belas menit, sementara dengan mobil butuh
waktu dua puluh lima menit karena harus menghadapi macetnya kota Jakarta.
Setiba
di rumah aku langsung disambut dengan kedua orang tua ku dan dua koper besar
serta kotak-kotak yang aku yakin berisi peralatan dan keperluan papa dan mama
ku.
“Pa,
Ma.” Panggilku.
“Ify
udah sampai ya.” Balas Mama dan duduk di sofa ruang tamu. Papa begitu dan aku
segera duduk juga.
“Papa
dan Mama mau kemana ?” tanyaku.
“Gini,
Fy. Papa dipindahkan ke Bandung lagi. jadi, Papa dan Mama mau kembali ke
Bandung dan nempatin rumah kita yang lama.” Jawab Papa.
“Maksudnya
kita pindah gitu?” tanya aku kaget. Mama mengagguk. “Tapi, Ma. Ify betah
tinggal di sini. Ify udah punya sahabat. Via, Agni dan Shilla. Ify udah nemuin
apa yang Ify cari. Ify udah betah sekolah di Global Nusantara. Ify nggak mau
pindah. Pokoknya nggak.” Ujarku.
“Tapi
sayang.” Ucap Papa.
“Ify mau
gimana, sayang?” tanya Mama yang memotong ucapan Papa.
“Ify mau
tinggal di sini. Mama dan Papa nggak apa-apa pindah. Ify udah besar kok, Ma.
Ify bisa masak, setrika baju, cuci baju, dan semua pekerjaan rumah. Lagian
jarak rumah dan sekolah deket kok, Ma. Cuma 15 menit jalan kaki. Hitung-hitung
olahraga Pagi. Anggap aja Ify latihan mandiri, Pa, M. gimana ?? Boleh ya??” aku
penuh harap.
Ku lihat
Mama dan Papa saling pandang. Aku menunggu dengan sabar. “Ify yakin dengan
keputusan Ify ??” tanya papa sekali lagi. aku mengangguk mantap.
“Ya
udah, boleh. Ify mau sopir dan bibi ??” tanya Mama.
“Nggak
perlu. Kan judulnya Ify belajar Mandiri. Kalo ada supir sama bibi bukan mandiri
mah namanya.” Jawabku dan aku sedikit manyun. Papa dan Mama tertawa.
“Ya
udah. Ntar Ify dikasih uang perbulan gitu. Kalo Ify ada masalah, Ify harus
nelpon ya. Ntar biar om Ferdi yang ngurus semuanya.” Pesan Papa. Ify mengagguk.
Om Ferdi adalah kuasa hukum Papa dan beliau tinggal di Jakarta.
“Inget,
kalo Ify nggak betah. Telpon langsung, biar pindah ke Bandung. Jangan nakal,
tetap buat Mama dan Papa bangga punya Ify. Ok. Janji ??” ujar Mama.
“Siap.
Bos. Ify janji.” Balasku.
“Mama
dan Papa percaya. Ya udah, kita berangkat ya.” Pamit mama. Aku mengagguk. Aku
mengantar Mama dan papa ke mobil dan menarik koper mamaku. Sementara barang
yang lainnya udah dimasukkan ke mobil.
Aku
memeluk Mama dan Papa bergantian dan melambai ketika mobil mereka mulai melaju.
Semakin jauh, badan mobil udah tidak terlihat dan aku kembali ke rumah.
“Welcome Alyssa Saufika Umari dalam hidup mandiri.” Batinku. Aku segera menuju
kamarku dan berganti pakaian. Setelah itu aku merebahkan tubuhku ke ranjang dan
mau tidur. Namun pandanganku jatuh ke figura foto. Itu figura foto Rio.
Lagi-lagi aku teringat kejadian tadi. Aku mau menangis. Namun aku tahan, segera
aku bangun dan berjalan menuju dapur membawa makanan favoritku, good time dan
memasukan ke tas yang telah aku bawa. Aku segera menuju taman yang tak jauh
dari rumahku.
@Taman
Taman
itu nggak berubah sejak terakhir kali aku datangin. Sekarang pengunjungnya
sepi. Ya iyalah, baru juga jam sebelas siang gitu, mana panes lagi. aku segera
menuju bagian taman yang dekat dengan danau. Duduk di tepinya dan menatap
hamparan danau. Mengingat fakta Rio dan Dea jadian, membuat tangis yang ku
tahan tumpah.
“Lo
jahat, io. Kenapa kamu jadian sama Dea ?? Kenapa yo ?? Apa karena aku jelek
gitu ?? Apa kau nggak ngerasa tentang perasaan gue, io ?? Apa kamu nggak
melihat mata aku ?? Sedih, io. Sakit banget. Mencintai kamu dua tahun setengah,
dan kamu jadian sama yang lain. Hancur banget, io. Apa aku harus jadi Ify yang
cantik dulu baru kamu jatuh cinta ?? aaaaaarrrrrrgggghhhhhhhhh………..pusing… aku
pun menyanyikan lagu yang dulu aku ciptakan karena perasaan aku ke Rio.
Setiap waktu memikirkanmu
Ku katakan pada bayangmu
Sampai kapan ku harus menunggumu jatuh
cinta...
Rindu ini terus mengganggu
Ku tak sabar untuk bertemu
Berapa lama lagi menantikan kata cinta...
Andaikan dia tau apa yang ku rasa..
Resah tak menentu mendamba cintamu....
Andaikan dia rasa hati yang mencinta..
Ku yakini kau belahan jiwa..
Ku yakini kau belahan jiwa..
Lagu itu berakhir dan ku
dengar suara tepuk tangan. Aku lantas menoleh. Ku lihat dua orang anak
laki-laki yang kira-kira berumur 13 tahun. “Lagu kakak bagus.” Puji yang
matanya belo.
“Suara kakak, seperti
suara malaikat.” Puji yang satunya lagi. aku tersenyum. “Makasih. Nama adek
siapa ??” tanyaku.
“Aku Deva.” Jawab bocah
yang matanya belo.
“Kalo aku Ozy.” Jawab
yang satunya lagi dan badanya lebih pendek dari Deva.
“Kakak, Kak Ify.”
Jawabku.
“Kakak tadi nangis ya?”
tanya Ozy
“Nggak kok.” Aku
menyangkal.
“Jangan boong deh, Kak.
Kelihatan tau.” Timpal Deva dan menunjuk mataku. Aku tersenyum dan menagguk.
“Tadi nangisnya, sekarang udah nggak. Kalian kenapa di sini ? Nggak sekolah ??”
tanyaku.
“Jualan kue, Kak.
Sekolahnya nanti siang jam 2.” Deva menjawab. Aku melihat keranjang yang di
bawa mereka berdua.
“Oh… kakak beli deh,
kue-nya. Berapa ?” tanyaku lagi.
“Satuny dua ribu, kak.” Jawab
Ozy.
“Kalau semuanya ??”
“Hah?! Kak mau beli
semuanya ??” tanya Deva takjub.
“Iya Dedep. Berapa?”
“Semuanya 110 ribu, kak.
Kok Dedep?” tanya Deva bingung.
“Hehehe…Cuma panggilan
Kak Ify untuk Deva kok. Ok Kakak beli semuanya.” Ujarku. Aku mengambil uang di
tasku. Dan kulihat Ozy yang sibuk ngakak sendiri. Deva manyun habis. Aku merasa
nyaman dengan mereka berdua.
“Ini uangnya.” Ujarku
dan menyerahkan uang selembar seratus ribuan dan selembar sepuluh ribu.
“Makasih, Kak. Emang kue
ini untuk apa?” tanya Ozy bingung.
“Kita makan
bareng-bareng dan kita cerita-cerita.” Jawabku dan mengambil sebuah kue. Aku
kemudian menyuruh mereka bedua makan juga kue-kue itu. Dan kita bertiga
cerita-cerita.
Ternyata Ozy dan Deva
itu hanya tinggal berdua. Mereka berdua bukan saudara kandung, hanya dua orang
ayng bertemu karena nasib dan takdir yang sama. Sama-sama orang tuanya udah
meninggal dan mereka hidup di rumah kardus. Membatu seseorang berjualan kue
setiap pagi dan sekolah di sekolah negeri siangnya. Mereka Cuma tinggal berdua.
Lalu suatu ide terbesit di kepala ku.
“Zy, Dev. Gimana kalian
tinggal sama Kak Ify aja?” tanyaku.
“Tinggal sama kak ify?
Beneran kakak mengajak??” tanya Ozy tak percaya.
“Iya dong. Kakak tinggal
sendiri, orang tua kakak di Bandung. Lagian, di rumah ada dua kamar yang
kosong. Kan pas untuk kalian berdua. Terus kalian ikut sekolah sama kakak. Di
Global Nusantara. Kakak SMA dan kalian di SMP-nya.”
“Gimana, Dev?” tanya Ozy
ke Deva. Ku lihat mereka berbisik-bisik. Lucu banget.
“Tinggal sama kakak
nggak apa-apa deh. tapi, kalo sekolah tetap di sekolah lama aja. Deva sama Ozy
nggak ada uang untuk bayar sekolah di sana.” Jawab Deva.
Aku tersenyum. “Ya
ampun. Sekolahnya ortu kakak yang
bayarin. Tenang aja. Asal Deva dan Ozy belajar dengan tekun dan rajin. Bisa
banggain ortu kalian yang ada di surga, banggain ortu kak Ify dan banggain Kak
Ify. Gimana ?”
“Iya kak, kita janji.”
Ucap Ozy mewakili dirinya dan Deva.
“Yeehh…akhirnya, kak ify
punya adik juga.” seruku. Lalu aku segera menelpon ortuku yang kuyakin masih
dalam perjalanan. Aku segera mengutarakan keinginanku dan senangnya kedua orang
tuaku setuju dan segera menelpon om Ferdi buat mengurus semuanya.
Kyaaaaaaaaaaaaaa…….seneng banget.
“Udah beres. Yuk, kita
ke rumah kalian dan angkat barang-barang. Pindahan.” Seruku.
“Ayo.” Balas Deva dan
Ozy bareng.
BERSAMBUNG......
2 comments:
Baguussss,,,,
terus berkarya !!!
Kereeennnn...!!!
Keep writing ya kak :-) ;-)
Posting Komentar