We Are True Friend (You And Me)
Cerpen baru dari gue. Buatnya Jumat malem, 23.25 sampe 02.14 (kalo nggak salah lihat jam). Ceritanya gaje and aneh kali ya??
Jika mau tahu betapa anehnya cerita saya, silakan baca aja deh.
Happy Reading!!
"Io..., sini lempal ke Ify. Ify tangkep deh," teriak gadis kecil dengan rambut sebahu. Rambutnya dikepang dua. Angin sejuk sore hari menerbangkan rambutnya kemana-mana. Ia sama sekali tak perduli. Kaki kecilnya terus berlari bebas.
"Ah Ipy
jauh banget. Io susah lempalnya," balas teman si Gadis kecil. Laki-laki
seumuran dengannya. Kira-kira lima tahun.
"Io
gimana sih. Io kan cowok, masa iya Io nggak bisa. Katanya mau jagain Ify. Kalo
ini aja nggak bisa, gimana mau jagain Ify," Ify kecil sedikit kecewa.
"Iya-iya, Io lempal. Tangkep nih," teriak Rio. Akhirnya ia melempar piringan kecil hitam itu ke arah sahabatnya. Desiran angin membawa piringan bermassa kecil itu terbang. Ify terus berlari dan berlari mengejarnya. Dan pada akhirnya ia berhasil menangkap piringan itu.
"Yeeee....
Ify belhasil. Io...., Ify belhasil," teriak Ify girang dan
melompat-lompat.
"Iiiiiiiiiiiffffffffffyyyyyy.....................,"
teriak Via.
"Ah,
eh... Hah?!" balas Ify cepat. Ia gugup lantaran kaget.
"Aduh,
Ify. Elo itu melamun terus sih. Nggak bosen apa? Ntar kalo kesambet baru
tahu," omel Via. Ia tidak tahan melihat dan menemani Ify yang hanya
melamun. Ntah apa yang sohibnya itu pikirkan.
"Nggak
kok, Vi. Di sinikan nggak ada hantu, kecuali...ya kecuali....." Ify
berhenti sejenak dan menatap Via dengan raut muka jenakanya. "kalo elo
yang ngerasuki gue, lo kan hantu," tambahnya.
Via
menggeretakan giginya dan menatap Ify kesal. "Gue mulu yang kena.
Ish....Ify." Via merajuk.
"Hehehe....jangan
gitu dong, Vi. Gue kan canda doang,"
"Iya-iya,
kali ini gue maafin deh," ucap Via dan kini ia melemparkan pandangannya ke
penjuru sekolahnya. Tepat di saat ia melihat ke ujung koridor, sosok yang ia
kenal tertangkap oleh matanya. "Fy, itu ada Rio. Gue panggil ya,"
serunya.
Ify terkejut
dan langsung menggelengkan kepalanya. "Jangan, Vi. Jangan...." cegah
Ify namun terlambat.
"RIIIIIIOOOOOO,"
panggil Via ke Rio.
Sosok tinggi
hitam manis itu menoleh ke sumber suara yang memanggil namanya. Ia pun
mempercepat langkahnya dan menghampiri gadis berpipi chubby yang
memanggil dirinya tadi.
"Hai,
Vi! Ada apa?" tanya Rio to the point.
"Hehehe,
nggak ada sih. Nyapa doang," jawab Via agak salah tingkah gitu. Pasalnya,
dia sudah berani-beraninya memanggil Rio sang Pangeran GNIS. "Eh, tapi ada
Ify lho, Yo. Ini dia," tambah Via dan menunjuk Ify yang hanya diam dan
duduk di kursi pinggir koridor.
Rio melihat
Ify sekilas dan dia langsung memalingkan wajahnya. "Ya udah, gue ke kelas
dulu nih," pamit Rio. Via memandang Rio heran. Bukankah Ify sahabatnya??
batin Via bertanya-tanya.
Selepas Rio
pergi, Via langsung mengambil tempat duduk di sebelah Ify. "Elo sama Rio
kenapa, Fy?" tanya Via.
"Udah
gue bilang, Vi. Jangan panggil Rio kalo ada gue," ucap fy. Ia bukannya
menjawab pertanyaan Via.
"Lha
kenapa? Bukannya lo sahabat dia dari kecil?" Via masih bingung.
Ify
menggeleng. "Gue emang sahabatnya, tapi itu dulu. Dulu banget," ucap
Ify dan ia berhenti sejenak seraya mengambil nafas. "Gue...gue...nggak
tahu kenapa Rio tiba-tiba ngejauhin gue," tambah Ify lirih.
Via menatap
diri sohibnya itu iba. Ia memang mengenal Ify dan jadi sahabat Ify ketika
mereka baru kelas 1 SMP. Saat semester II, Via pindah ke Australia, ikut orang
tuanya yang pindah tempat kerja. Dan sekarang ia baru kembali, ketika mereka
sudah memasuki bangku pendidikan di SMA, tepatnya XI SMA.
"Maafin
gue, Fy. Gue nggak tahu," balas Via.
"Nggak
apa-apa kok, gue juga belom cerita sama lo, Vi."
"Kita ke
kelas, yok," ajak Via dan Ify mengangguk.
************
"Ayo,
Io. Dolong yang kuat," seru Ify dari ayunan yang terus berayun.
"Nggak
mau ah, ntal Ipy jatuh. Io kan nggak ada di samping Ipy buat jagain Ipy,"
balas Rio dan ia tetap mendorong ayunan dengan tidak begitu kencang.
"Payah ah, Io. Nggak selu," balas Ify.
"Bialin. Yang penting Ipy nggak luka. Io kan udah janji mau jagain Ipy."
Sekarang hari
sudah sore. Seorang gadis berjalan kaki menelusuri jalan-jalan kompleks.
Langkah kakinya berhenti tepat di depan taman. Taman yang begitu penuh kenangan
antara dirinya dan dia. Ia tak tahan hanya sekedar melihat, ia ingin
mengingat dengan jelas. Peristiwa dulu, yang sekarang tak mungkin terulang
kembali.
Ify membawa
langkahnya menuju area dalam taman. Tetap seperti dulu, taman itu tidak pernah
sepi. Selalu ramai. Di sana masih tetap sama, ayunan yang dulu sering ia
gunakan. Bak pasir tempat ia membuat istana-istana-an. Papan seluncur, tempat
ia meluncur dengan bebas sambil berteriak bebas. Taman bunga, tempat bagi
dirinya dan dia untuk beristirahat ketika terlalu lelah setelah bermain.
Sudah lebih
dari tiga tahu, ia dan dia tak pernah lagi pergi ke taman ini bersama dan
rasanya begitu asing ketika ia hanya seorang diri kembali ke taman ini. Sungguh
aneh, seakan kenangan dulu tak pernah terjadi. Ada yang kurang. Benar-benar
kurang. Taman itu memang tetap sama, tetapi atmospher yang dirasakan begitu
aneh. Ia tak mengenalnya. Apakah pengaruhnya dia begitu besar untuk dirinya??
Ayunan besi
berwarna biru itu kosong. Ify pun segera menuju tempat itu dan ia duduk di
sana. Menyentuh tiang penyanggahnya. Menarik papan ayunan itu ke belakang dan
setelah merasa pas, ia menganyunkannya. Angin sore masih tetap seperti dulu,
menerpa wajahnya dan menemaninya berayun. Ia masih ingat akan kenangan itu.
Masih jelas. Tetapi seperti sekarang ini, saat dia sendiri yang berusaha
mengulang kembali peristiwa dulu, rasanya kenangan itu memudar bahkan tak
pernah nyata adanya terjadi. Apakah harus dia yang mendorong ayunan ini, hingga
peristiwa dulu itu memang pernah terjadi?? Ntahlah.
Sesak mungkin
yang dirasakan Ify. Tak bisa seperti dulu dengan dia telah membuatnya lelah dan
sedih. Ditambah lagi, ia tak bisa merasakan apa yang dulu pernah begitu
membuatnya bahagia. Sungguh ironi mungkin. Ify melepaskan kacamata yang
membingkai bola mata indahnya. Mengerjapkan matanya dan melihat kembali
sekeliling taman dan pada akhirnya ia melamun.
"Kak....kak....kak...,"
sebuah suara sayup-sayup tertangkap telinga Ify. Goyangan diayunannya juga
terasa. Ify tersadar dan meninggalkan alam melamunnya.
"Eh....iya,
ada apa nih?" tanya Ify lembut. Ternyata yang memanggil dirinya adalah
seorang anak kecil laki-laki berusia enam tahun.
"Aku mau
main ayunan sama sahabat aku. Aku pinjem ayunan yang dipakai kakak ya?"
pinta anak laki-laki itu. Ify mengedarkan pandangannya ke ayunan lainnya. Memang
tidak ada yang tersisa, semuanya penuh.
Ify
tersenyum. "Ya udah, ini pakai aja," ucap Ify dan ia turun dari
ayunan. Kemudian dirinya mengambil tempat untuk duduk di bawah pohon yang
berjarak satu meter dari ayunannya tadi.
"Terima
kasih, Kakak," ucap bocah laki-laki itu riang. Ify mengangguk dan ia
tersenyum manis sekali ketika melihat keriangan anak laki-laki itu.
"FIIIIIKKKKAAAAAAAAAAA,
yuk kita main ayunan," teriak bocah itu.
Seorang gadis
kecil, berkulit putih menoleh. Ia penyandang nama itu. "IYAAAAAAAA,
AAADDDDDIIIIITTTT. FIIIKKAAA KE SANA," balas gadis kecil itu dan berlari
dengan tergesa-gesa menuju tempat sahabatnya menunggu.
Ify
memperhatikan keduanya begitu saksama. Fika dan Adit berhompimpah siapa yang
naik duluan dan siapa yang akan mendorong. Fika berteriak heboh, ternyata
Adit-lah yang mendapat giliran mendorong.
"Dorong
yang kenceng ya, Dit. Fika mau terbang sampai setinggi kupu-kupu itu,"
pesan Fika dan menunjuk seekor kupu-kupu.
Sambil
menarik ayunan itu Adit berkata, "Jangan, Fika. Ntar Fika jatuh. Adit
takut Fika nanti luka."
Wuuuuuuuussssshhhh............ayunan
itu bergerak mulus. "Adit payah ah," omel Fika. Pipinya kembung. Ia
cemberut.
Ify sembari
tadi yang memperhatikan kedua bocah itu tanpa menyadari air matanya mengalir.
Ia menangis. Mengetahui kalau ada orang lain yang memiliki kisah sama seperti
dirinya. Punya sahabat kecil. Apa yang sedang dilakukan kedua bocah itu sama
persis seperti yang pernah Ify dan dia lakukan.
"Kakak
kenapa?" tanya Fika yang sekarang sudah duduk di sebelah Ify. Ternyata Ify
tak menyadari kalau Fika dan Adit sudah berhenti bermain ayunan.
Ify menoleh
ke arah gadis kecil itu. "Kakak nggak apa-apa kok," jawab Ify
berdusta.
"Terus
kenapa kakak nangis?" kali ini Adit yang bertanya.
"Kakak
nangis bahagia kok. Kalian.....kalian...mengingatkan kakak sama sahabat
kakak," jawab Ify.
"Jadi
kakak punya sahabat dari kecil?" tanya Fika antusias. Ify menjawabnya
dengan anggukan lemah.
"Woww....
sekarang kakak masih sahabatan?" tanya Fika lagi. Gadis kecil itu sangat
terlihat antusias.
Ify tercekat.
Ia bingung mau menjawab apa. Melihat semangatnya Fika bertanya dan Adit yang
menatap dirinya dalam, Ify pun menjawab "Iya, kakak masih sahabatan
kok."
"Nama
kakak siapa?" tanya Adit.
"Kak,
Ify."
"Jadi, sahabat
kakak namanya?"
"Hmm....Kak
Rio."
"Dit,
kita sahabatan terus ya seperti Kak Ify dan Kak Rio. Janji ya?" pinta Fika
ke Adit.
"Tentu
Fika, Adit dan Fika selamanya. Adit janji, Adit selalu bakal jagain Fika,"
ucap Adit dan ia meraih tangan Fika dan mereka berjabat tangan.
Telak pukulan
bagi Ify. Kejadian dulu terulang kembali. Di mana Rio sebagai Adit dan dirinya
sebagai Fika. Mengucapkan janji persahabatan yang kini pada akhirnya hanya
sekedar janji. Lagi-lagi air matanya tak terbendung lagi.
"Nah,
kakak nangis lagi. Kak Ify kenapa?" tanya Fika lembut. Ia menatap Ify
lekat.
"Kak Ify
nggak apa-apa kok," jawab Ify. "Oh iya, Adit harus benar-benar
janji sama Fika bakal jagain Fika sampai gede nanti. Jangan sekedar janji.
Oke?" ujar fy ke Adit.
Adit
mengangguk. Bocah laki-laki itu tersenyum yakin. "Iya, Kak. Adit pasti
laksanakan saran Kak Ify."
"Gitu
dong. Ayo kita main ayunan. Kalian berdua naik dan Kak Ify yang dorong,"
ajak Ify. Fika dan Adit bersorak gembira. Jarang-jarang mereka berdua bisa naik
ayunan bersama-sama.
"Kak
Ify, dorong yang kuat ya. Biar terbang sampai setinggi kupu-kupu. Kini ada Adit
yang bakal jagain Fika, jadi Fika nggak akan jatuh," pesan Adit ke Ify.
Fika tersenyum senang karena ia dapat menggapai kupu-kupu dan kemudian ia
berpegangan pada tangan Adit ketika ayunan itu mulai berayun.
"Semoga
kalian selalu bersama," batin Ify.
*************
"IO...JANGAN
CEPET-CEPET DONG, LALINYA!" teriak Ify kecil. Nafasnya sudah
terengah-engah. Langkah kecilnya sudah memelan, tak secepat diawal. Keringat
tak ketinggalan membasahi wajah dan pelipisnya.
"IPY NGGAK ASYIK AH. IO KAN BELUM LALI KENCENG BANGET. BELUM SECEPAT POWEL RANGEL," balas Rio yang berdiri dengan jarak 6 meter dari Ify.
"Udah ah, Io. Ify nggak kuat lagi. Capek," ujar Ify dan ia berjalan menuju taman bunga yang berada di bagian kanan taman.
"Huh, Io malah sama Ipy," ucap Rio kecil ketus saat ia sudah duduk di sebelah Ify.
"Maafin Ify, Io. Ify capek," balas Ify dan menatap Rio sungguh-sungguh. Menunjukan kalau dirinya benar-benar lelah.
"Nggak mau, main dulu," Rio tetap ngotot.
Rasa kecewa melanda Ify, tapi ia tak mau membuat Rio tambah kecewa. "Ya udah, ayo lali lagi," ucap Ify yang membuat Rio tidak merajuk lagi. Matanya udah berbinar-binar alah si Badung Sinchan.
"Ayo, Ipy. Kejal Io," seru Rio dan tersenyum lebar ke arah Ify.
Ify berlari mengejar Rio. Lelah yang masih menyelimuti dirinya tak mampu berlama-lama membuat dirinya dapat berlari. Lima menit, ia telah mengejar Rio. Kepalanya berat dan matanya berkunang-kunang. Dalam sekejap ia pandangannya menghitam.
"IPPPPYYY," teriak Rio dan indra pendengaran Ify masih dapat mendengarnya, walau hanya sayup-sayup.
Hari ini
kelas XI IPA 3 sedang mengikuti pelajaran olahraga. Pelajaran yang paling
banyak disukai lantaran tak memerlukan kertas buram, penghitungan cepat, yang
terpenting otak tak perlu bekerja secara over.
"Ayo, Fy. Masih empat keliling lagi. Semangat," seru Via yang berlari di sebelah Ify.
"Semangat, Vi," balas Ify lemah. Dari cara ia berbicara saja Ify sudah terlihat kalau dia begitu lelah.
"Ayo-ayo," sorak Via. Ify hanya mengangguk dan lebih berkonstrasi pada larinya. Ia tak tahu sampai di mana langkahnya dapat bertahan.
Setelah satu putaran dilaluinya lagi, Ify merasa mulai mau melayang. Tubuhnya tak bergerak atas kemauannya secara sadar lagi. Sudah berdasarkan alam bawah sadarnya. Tak lama setelah ia masih terlihat berdiri kokoh, tubuh Ify pun ambruk. Menimbulkan bunyi dentuman cukup keras.
Brrraaaakkkkkkkk....
"IFY....." teriak Via yang melihat Ify ambruk. Ia segera berlari menuju tempat Ify jatuh. Aktivitas di lapangan pun terhenti, semua mata tertuju pada Ify seorang. Tak tertinggal dia. Harusnya dia udah tahu kalau Ify tak akan mampu berlari cukup lama. Tetapi apa yang dilakukannya. Ia hanya menonton dan diam membatu.
"TOLONG...TOLONGIN IFY..." teriak Via. Pak Duta selaku guru olahraga segera menghampiri Via.
"Mario, kamu tolong bawa Ify ke UKS," perintah Pak Duta.
Rio tak menunjukan reaksi apa pun. Pak Duta menatap dirinya tajam. "Tunggu apa lagi Mario," tambah Pak Duta. Tetapi Rio belum bergerak juga.
"Saya saja yang bawa Alyssa ke UKS, Pak," ucap Gabriel. Kini ia telah berdiri di samping Pak Duta.
"Ya sudah, kamu saja." Gabriel pun membopong Ify menuju UKS. Via yang sembari tadi diam karena sikap Rio yang begitu tak di duganya. Sebenarnya ada apa antara Ify dan Rio??
"Lo tega
banget, Yo. Lo tega ngeliat Ify kayak gitu," tuduh Via langsung ke Rio.
Setelah Pak Duta pamit izin karena ada panggilan dari kepala sekolah.
"Maksud lo?"
"Gue kira lo sahabat sejatinya Ify. Ify memang nggak pernah cerita apapun lagi mengenai lo ke gue. Gue yang bukannya sohib lo aja sedih ngeliat apa yang Ify rasakan," ujar Via. Ucapannya ini mengundang perhatian sekitarnya. Terbongkar satu rahasia, ternyata Ify sohibnya Rio. Ify yang biasa-biasa aja dan penampilannya cendrung kayak orang kuper dengan kacamata tebalnya ternyata sahabatnya Rio yang keren, pangerannya GNIS. Sungguh tak mungkin.
"Salah Ify apa, Yo?? Kok lo ngejauh dari dia?? Ify itu sedih, Yo. Dia bingung kenapa lo tiba-tiba ngejauhi dia sejak kelas 8 SMP," ucap Via lagi. Via menarik nafas sejenak. "Gue sahabatnya, Yo. Gue nggak mau liat dia melamun hanya untuk MENGIRA-NGIRA, BERASUMI, MEMIKIRKAN KESALAHAN APA YANG DIA PERBUAT KE ELO," sambung Via dan menekan kan pengucapan pada kata yang di capslock.
"Bilangin aja sama dia, dia nggak ada salah apa-apa. Masalah gue ngejauhi dia, gue bosen berteman sama dia," balas Rio santai.
Via ternganga mendengar jawaban Rio.
"Gu...e..gu...e mungkin orang yang ngebosenin. Gue sadar kalo gue nggak bisa jadi sa..eh..teman lo, Yo. Tapi..."
"Ify..." suara Via tercekat. Tak beda jauh dari Rio. Ia juga kaget melihat Ify yang berdiri di belakang Via bersama Gabriel.
"Tapi...gue nggak tahu gimana menghapus kenangan antara gue dan lo, Yo. Kenangan antara dua sahabat kecil. Gue dan elo. Gue nggak tahu, Yo. Sedalam apapun lo nyebut gue mantan ataupun bekas sahabat. Bagi gue, lo tetap sahabat gue. Sahabat dari kecil. Terserah elo mau nggak perduli lagi ke gue, tapi gue akan selalu ada buat elo. Karena mantan sahabat nggak akan pernah ada, Yo. Janji persahabatan tak bisa lo dustai," lanjut Ify. Ia pun balik badan dan berjalan menjauhi Rio diikuti Via. Baru lima langkah berjalan, Ify kembali menatap Rio.
"Mantan sahabat nggak akan pernah ada, Io," ucap Ify lirih. Kali ini ia kembali berjalan menjauhi Rio tanpa menoleh sedikitpun.
*****
"Langitnya
indah ya, Io? Ify suka melihatnya," ujar Ify dan matanya menatap lekat
langit malam bertabur bintang.
"Iya, Py. Nanti waktu kita udah gede, kita lìat langit sama-sama lagi, ya. Dari balkon Io telus gantian, di balkon Ipy juga. Gimana?"
"Ify setuju, Io. Janji ya?" Ify meminta kepastian dan menyodorkan jari kelingkingnya.
"Iya, Io janji," ucap Rio dan menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Ify.
"Janji," seru mereka berdua kompak.
Malam ini Ify
duduk sendiri di balkon kamarnya. Angin malam berhembus bebas. Ia hanya
menggunakan piama tidur biasa tanpa jaket ataupun sweter yang membungkus
tubuhnya. Dingin tentu saja. Ia pun membiarkan angin menembus tulang
rusuknya.
Selembar
kertas tergeletak di meja yang selalu berada di kamarnya. Pena berwarna biru
dengan gambar stitch berada di genggamannya. Ify menulis sambil memandangi
langit malam tanpa bintang.
Hai langit! Masih inget aku
nggak?? Dulu sewaktu aku masih kecil aku sering lho liatin kamu. Jangan geer
ya! Eh, Ngit. Kamu tahu nggak, dia bilang aku orangnya ngebosenin?? Apa tawa
dan kecerian dulu itu hanya suatu kepura-puraan?? Aku sedih, Ngit. Aku sekarang
bukan lagi sahabat baginya, hanya mantan sahabat. Sedih tentu saja. Aku sedih
banget, Ngit. Kenapa bisa ia menyebutku mantan sahabatnya. Salahku apa??
Bukannya aku mau mengemis persahabatan sama dia, tapi aneh saja padahal dulu ia
selalu janji ke aku, Ngit. Janji akan jadi sahabat selamanya. Janji selalu
jagain aku. Dan yang terpenting janji akan melihatmu bersama-sama dengan dia
saat kami sudah gede. Tapi dia mengingkarinya, Ngit. Ia bohong.
Aku kangen
sama dia, Ngit. Padahal jarak kami dekat. Dia berada di sebelah balkon kamarku
ini. Tapi aku nggak tahu apa yang sedang ia lakukan. Aku kangen sama senyumnya.
Aku ingin kembali ke taman itu bersama dia. Ingin ngenalin dia sama Fika dan
Adit yang belakangan ini selalu memaksaku mengajaknya.
Malam ini
kamu sendirian ya, Ngit?? Bintang-bintangmu menghilang. Sepi rasanya pasti.
Sama dong sepertiku, hehehe... Tapi kamu masih mending, Ngit. Bintang pasti
akan muncul lagi, sementara aku?? Ntah kapan ia akan kembali menganggapku
sahabatnya. Aku nggak tahu, Ngit. Pastinya, aku selalu nunggu dia karena dia
sahabatku. Akan selalu menjadi sahabatku.
Ngit, kalau
kamu bisa tolong sampaikan sama dia, aku rindu sama dia. Ipy kangen Io. Kangen
banget. Tolong sampaikan ya, Ngit.
Oh ya, Ngit.
Makasih udah mau denger ceritaku. Moga aja kamu nggak bosen.
"Ify
Alyssa Saufika"
Ify melihat
hasil tulisannya lagi. Ia tertawa geli. Mirip anak kecil, batin Ify. Ia melirik
sekilas rumah di sebelahnya. Tepatnya kamar yang dihuni sahabat kecilnya. Lampu
ruangan itu masih hidup, Ify hapal kebiasaan itu. Pasti sang Empu tengah asyik
bergelut dengan komiknya atau ia asyik dengan games di komputer kesayangannya.
Ify menghebus nafas pelan. Semoga lo selalu baik," batin Ify.
@Kamar Rio
"Dia
ngapain sih nulis-nulis gitu sambil liatin langit?? Nggak tahu apa kalau
sekarang itu dingin banget. Nggak pake jaket lagi" ucap Rio kesal.
"Eh,
tapi kenapa juga gue kesal. Ingat Rio dia itu udah nggak pantes jadi sahabat
elo. Apa kata teman-teman elo kalo elo sendiri punya sahabat cupu gitu,"
omel Rio kepada dirinya sendiri. Hati Rio mencelos saat dia berkata seperti
itu. Hatinya serasa tidak menerima.
Rio
membaringkan tubuhnya ke kasur. Ia menatap langit-langit kamar. "Mantan
sahabat nggak pernah ada, Io."
"Mantan
sahabat nggak pernah ada, Io."
"Mantan
sahabat nggak pernah ada, Io."
"Mantan
sahabat nggak pernah ada, Io."
"Aaarggggggghh..........diiieeeemmmmmmm,"
teriak Rio. Ucapan Ify masih teriang-iang di telinganya. Terbayang raut wajah
Ify yang sangat sulit digabarkan. Sedih, bingung, kecewa menjadi satu. Bayangan
kenangan dirinya dan Ify berputar di otaknya. Rasa kengen menyelinap dalam
hatinya. Rindu akan senyum gadis kecil sahabatnya dulu. Keceriaan dulu dan yang
dulu-dulu. Rio bangun dari tidurnya dan segera menuju jendelanya. Ia membuka
jendela itu sedikit dan memperhatikan sosok di balkon sebelahnya.
Gadis yang ia
perhatikan itu tengah berkutat dengan sebuah balon berwarna biru dan sebuah
amplop berwarna biru. Warna yang banyak memiliki makna. Seperti kesedihan dan
ketenangan. Ntah apa yang sedang dipikirkan Ify. Yang jelas Rio bertanya-tanya
dalam hatinya.
Rio melihat,
Ify berkomat-kamit sebelum ia melepaskan balon yang nanti akan terbang dibawa
desiran angin malam. "Itu apa isinya?" Rio bertanya-tanya. Bola
matanya yang tajam mengamati Ify dengan saksama. Di ujung matanya terdapat
setitik air mata. Rio dapat melihatnya karena air mata itu bersinar terang
terkena cahanya lampu. Hati Rio tersentak. Ia pun mengalihkan pandangannya dan
kini ia menatap balon yang terbang itu. Dan pada akhirnya Rio dapat mengetahui
kalau balon itu tersangkut di pohon Mangganya Pak Galih yang super tinggi dan
berdaun lebat itu.
*********
"Kamu
jangan gangguin Ipy. Kalau berani sini lawan aku," bentak Rio. Ia marah
ketika anak laki-laki yang bernama Debo menganggu Ify. Debo memaksa Ify untuk
memberikan permen yupi kesukaannya.
"Kamu
jangan ikut campur. Ini nggak ada urusannya sama kamu," balas Debo sengit.
"Ipy
sahabat aku. Kamu udah belani ganggu Ify, belalti kamu udah belulusan sama aku
juga."
"Berani kamu
ya? Ini untukmu..." ujar Debo dan melayangkan tinju kecilnya ke pipi Rio.
Rio yang tidak siap akhirnya kena hantam. Rio tidak terima dan ia membalas
pukulan Debo.
"Udah
cukup, Io. Cukup. Bialin Debo ambil pelmen Ify, Ify bisa beli lagi kok,"
ucap Ify dan berusaha untuk membuat Rio berhenti berkelahi.
"Nggak
bisa, Ipy. Dia itu jahat," balas Rio dan masih memberi pukulan pada Debo.
"Ioooo....kalo
kamu sahabat Ify, jangan belantem lagi. Ify nggak mau lihat Io telluka, Io belhenti,"
jerit Ify dan tangisnya pecah. Mendengar tangis Ify, Rio berhenti berkelahi dan
menghampiri gadis kecil itu.
"Maapin
Io, Ipy. Jangan nangis dong," bujuk Rio. Ify masih tetap sesenggukan.
"Io benar minta maaf, Ipy. Io cuma nggak terima kalau ada orang yang
gangguin Ipy apalagi buat Ipy takut. Io udah janji kalo Io akan selalu jagain
Ify."
"Lo yang
namanya Alyssa?" tanya cewek yang bernama Dea Christa Amanda. Salah satu
cewek terkenal di sekolah dan kabarnya sedang dekat dengan Rio.
Ify yang lagi
makan bersama Via di taman belakang terkejut. Bekal makanan mereka berdua
tumpah lantaran meja yang terbuat dari kayu itu ditepuk dengan kasar.
"Gue
tanya, lo yang namanya Alyssa?" ulang Dea.
"Gue
Alyssa. Ada apa?"
"Benerkan,
De. Kalo Alyssa itu nggak ada apa-apanya dibanding elo," ujar Zevana,
dayangnya Dea.
"Hmm....bener
juga sih, Zev. Wajar Rio bilang kalo dia bosen temenan eh salah, sahabatan sama
dia. Dia orangnya cupu gini. Mana mau lah, Rio. Rio sekeren itu. Paling keren
di seluruh GNIS ini."
"Mau lo
apa?" kali ini Via angkat bicara.
"Gue
mau, kalo sohib lo itu nggak usah ngarepin bisa sahabatan sama Rio lagi,"
kata Dea tajam.
"Urusan
sama lo apa?"
"Rio itu
calon pacar gue. Dia nggak butuh sahabat cupu kayak dia," tunjuk Dea tepat
di depan wajah Ify.
"Udahlah,
Vi. Nggak penting ngrusin orang kayak dia. Nggak ada manfaatnya," relai
Ify. Ia berusaha tenang.
"Yang
nggak penting itu elo. Tampang cupu pake kacamata setebel nggak itu baru nggak
penting. Lo sahabat Rio waktu lo kecil. Sekarang sudah SMA dan elo nggak layak
jadi sahabat Rio. Dekat dengan Rio aja nggak pantes."
"Jaga
mulut lo, De. Sahabat tetap sahabat. Lo ngiri aja karena Ify kenal Rio udah
lama. Tahu semua tentang Rio," sembur Via.
"Heh,
Via. Lo yang mesti jaga mulut kalo nggak mau habis sama kita berdua," peringat
Zevana dan tersenyum miring.
"Masalah
gue sahabatan sama Rio, itu urusan gue nggak ada sangkut pautnya sama elo.
Nggak ada sedikit cela yang bisa lo masuki untuk mengucapkan gue bukan sahabat
Rio. Nggak ada sedikit pun, nggak ada."
"Gue
jelasin lagi ya, Rio ngejauhi elo karena elo itu nggak level sama dia. Dia malu
ada di dekat lo yang cupu itu. Dia malu. Nggak sudi."
"Sadar
diri, dong. Lo inget-inget deh waktu SMP saat Rio mulai jadi the most wanted
boy apa pernah ia ngomong sama lo lagi di sekolah? Nggak kan. Dia itu udah
sadar kelo lo nggak level sama dia," tambah Zevana. Dulu, Ify satu SMP
dengan Zevana dan Dea.
Ify terpukul.
Apa benar hanya karena hal sepele Rio menjauhi dirinya? Ia mengingat-ingat
zaman SMP dulu. Lama-lama Ify menyadari apa yang dibilang Dea dan Zevana itu
benar. Itu kemungkinan yang paling besar. Ify tertawa hambar dalam hati.
Penampilan merusak persahabatan. Lucu amat judulnya.
"Itu
nggak mungkin. Rio nggak sepicik itu," bantah Via. Ia tidak mau kalau Ify
sampai termakan omongan Zevana dan Dea.
"Terserah
lo berdua deh, yang jelas. Lo nggak boleh ngarep jadi sahabatnya Rio
lagi," ultimatum Dea ke Ify dan dia mendorong tubuh Ify kuat hingga Ify
terjatuh ke tanah.
"Lo
kurang ajar banget sih, ini buat lo," seru Via dan mendorong badan Dea.
Dea pun hampir menyium tanah, namun ia ditolong oleh Zevana.
Muka Dea
merah. Ia sungguh marah. Bagi dirinya mendorong adalah penghinaan terbesar bagi
dirinya. Tidak ada satu orang pun yang berani mendorong dirinya seperti ini.
"Lo
berani sama gue? Ini buat lo....plaaaakkkk..........." tangan Dea melayang
ke arah Via. Via sendiri sudah memejamkan matanya. Namun ia tak merasakan
apa-apa. Ketika ia membuka matanya ia melihat pipi Ify terdapat cap tangan Dea.
"DEEAAA......"
panggil sebuah suara yang sangat Ify kenal. Suara Rio. Rio sendiri melihat
kejadian itu dengan sangat jelas.
"Mampus
lo," ledek Via ke Dea. Dea sendiri jadi pucat.
"De, lo
nggak apa-apa? Lo nggak di tamparkan?" tanya Rio bertubi-tubi. Senyum Dea
mengembang dan tanpa Rio sadari, Dea dan Zevana memberi senyum devil kemenangan
ke Ify.
"Untungnya
aku bisa jaga diri, Yo. Kalo nggak aku udah kena tampar sama Ify dan Via,"
jawab Dea dengan raut muka sangat sedih.
"Cuih,"
Via kesal.
"Lo
kenapa sih bisa berurusan sama mereka? Nggak penting, De," ucap Rio.
"Cuma
ngasih tahu aja, Yo. Kalo si Ify itu nggak pantes jadi sahabat elo. Benerkan,
Yo?"
Rio bimbang.
Ia melihat Ify dari ekor matanya. "Iya. Dia nggak pantes dekat sama
gue."
"Lo yang
nggak harusnya kenal sama Dea dan Zevana, Yo. Dea itu udah nampar Ify dan Ify
sama sekali nggak ngapa-ngapain dia. Lo bego, Yo. Kalo elo ngejahui Ify karena
menurut orang lain Ify itu cupu. Lo bodoh, Rio. Bodoh," seru Via. Ia sudah
sangat kesal.
"Udahlah,
Vi. Jangan buat gue seolah-olah ngemis ingin jadi sahabat dia. Biarlah dia
memilih. Gue juga bisa cari sahabat yang lain kalau nanti gue udah jenuh nunggu
dia untuk ingat kalau dia punya sahabat dari kecil."
"Tuh
lihat, Yo. Mereka berakting. Jangan sampai kemakan deh, Yo," ucap Dea dan
memasang tampang jijik. "Dasar cupu, culun, bego lo. Nggak penting amat.
Sampah lo," hina Dea ke Ify. Lalu ia balik badan dan berjalan menuju
halaman utama sekolah bersama Zevana. Rio masih diam di tempatnya. Rio
terpukul. Janji itu kembali teriang-iang di telinganya. Janji untuk membela Ify
dari orang yang menghina-hinanya.
Rio sendiri
tak sanggup melihat wajah Ify dan apalagi cap tangan merah di pipinya Ify. Ia
memilih untuk meninggalkan Ify dan Via.
"Kalo
Ipy disakiti dan dihina, pasti Io akan bela Ipy dan balas sama orang yang
ganggu Ipy," ucap Ify lirih sebelum Rio pergi menjauh. Rio dapat menangkap
apa yang Ify katakan.
"JANGAN
MAU BOHONGIN DIRI SENDIRI," teriak Via. "Udah yuk, Fy. Kita ke UKS
ngobatin pipi lo dulu," ajak Via. Ify mengangguk dan keduanya meninggalkan
taman belakang sekolah dan menuju UKS.
**************
“Kita
musuhan, titik. Ify sebel sama Io,” ujar Ify kecil tegas. Ia menatap kertas
gambarnya penuh dengan cat berwarna merah dan orange. Gambar bunga matahari
yang semulanya indah dan bagus, tiba-tiba menjadi seperti kebakaran.
“Maafin Io,
Ipy. Io nggak sengaja. Benelan deh,” ucap Rio kecil. Ia benar-benar menyesal.
Dapat terlihat dari raut wajahnya yang begitu memelas meminta kata maaf dari
sobat kecilnya itu.
“Nggak mau.
Io jahat. Ify udah capek-capek buatnya, malah Io anculin. Ify kesel.”
“Io nggak
sengaja, Ipy. Cat-nya tumpah, Io nggak tahu. Jangan malah.”
Ify
menggeleng kuat dan matanya menatap tajam Rio. “Pokoknya Ify nggak mau, titik.”
“Katanya kalo
kita belantem cuma satu hali aja. Maafin Io dong,” rayu Rio lagi.
“Ini belum
satu hali, Io. Besok Ify maafin Io deh. Ify mau pulang. Ify masih sebel sama Io,” ujar Ify dan
meninggalkan Rio yang diam-diam menahan tawanya. Sekarang Rio nggak perlu
khawatir lagi, karena besok pasti Ify akan kembali baik kepadanya.
Malam ini tepat dua bulan lebih satu hari Ify sama sekali tidak
bertegur sapa dengan Rio. Baik di sekolah maupun di rumah. Selama dua bulan ini
juga Ify selalu diledekin sama ‘teman-teman’ barunya Rio. Untung saja dia lebih
sabar dan ada Via yang selalu mengingatkannya untuk tidak terpancing akan
hinaan mereka.
Malam ini juga Ify menikmati malam-malam melihat bintang seorang
diri. Tiada dia yang dulu berjanji untuk menikmati langit malam bersama. Di
balkon kamarnya, Ify menatap langit malam yang begitu pekat. Tiada taburan
bintang, yang ada hanya bintang-bintang yang tampak malu-malu mengeluarkan
sinarnya.
Di depan Ify, tergeletak kalender dan sebuah pena. Ia sudah
melingkari hari-hari sejak perang bisu itu di mulai. Hari yang ia diberi cap
sebagai mantan sahabat setelah empat belas tahun bersahabat. Sungguh tak adil
bagi diri Ify. Persahabatan yang begitu lama dibangun dan dirusak dengan
masalah yang paling sepele. Hanya karena Rio malu punya sahabat yang penampilannya
nggak sebanding dengan Rio sendiri.
Jika dilihat-lihat dan diperhatikan. Ify itu manis dan cantik.
Rambutnya hitam dan panjang nyaris sepinggang serta ujungnya sedikit
bergelombang. Bola matanya bening dan dagunya tirus. Namun, Ify memakai
kacamata lantaran matanya agak sedikit silinder. Ditambah lagi dengan pakaian
yang dipakai Ify tergolong sopan. Ia mengenakan seragam dengan rok selutut,
bukan seperti Dea dan kawan-kawannya yang memakai rok sejengkal dari lutut.
Gile pendek banget.
Harusnya Rio itu sadar, kalau Ify itu bukan CUPU. Ia hanya
bernampilan sopan layaknya pelajar, bukan sebagai model sekolah. Gadis-gadis
penebar paha.
“Gue kangen lo, Io. Kapan sih kita bisa bersama-sama lagi.
Bersahabat layaknya dulu. Apa gue harus seperti Dea??” gumam Ify. Lalu ia
tertawa sendiri. “Nggak mungkin kali, Yo. Gue nggak mau kayak mereka. Itu bukan
gue banget.” Ify melirik rumah di sebelah kanan rumahnya. “Andaikan elo juga
kangen gue, Yo. Kangen masa-masa persahabatan kita. Elo kangen nggak sih?”
Ify menghela nafas sesaat. “Ya udahlah. Gue harap, di ruang hati
lo masih ada kata sahabat dan sahabat lo itu gue. Ify Alyssa.”
Ify terdiam dan ia melamun. Dua bulan lebih satu hari bukanlah
waktu yang singkat bagi dirinya. Tidak berbicara dengan Rio selama itu membuat
Ify merasa ada yang kurang. Seluruh kenangan masa kecil menjadi mimpi
terburuknya selama dua bulan itu. Kejadian manis berubah menjadi pahit.
“Apakah kamu yang di dekatku merindukanku?” gumam Ify. Dekat. Ya
dekat. Rumah di sebelah dengan jarak tak menyampai lima meter.
Semilir angin malam terus berhembus. Hembusan yang selalu menemani
dirinya sendiri dalam kesepiannya. Hembusan malam yang menjadi sahabatnya
menikmati langit malam. Hembusan yang selalu menusuk dirinya dan menjebak
dirinya dalam dinginnya malam.
Sepi yang
dirasakan Ify. Sekali-kali ia melirik kamar yang lampunya masih menyala. Ntah
apa yang dilakukan si Empunya kamar. Ia tidak tahu. Untuk menghapus sepi, Ify
memilih untuk bernyanyi. Lagu yang menggambarkan perasaannya saat ini.
Suatu malam tak berawan
Tiada bulan tanpa suara
Hanya satu bintangn kejora
Berbisik menyapa hatiku
Memang malam ini waktunya terkhusus hanya untuk pekat malam. Tidak
ada bulan penuh. Bintang pun sepi. Hanya satu dua bintang yang menampakan
cahayanya, itu pun malu-malu. Sama seperti gue, Yo. Bintang gue nggak ada,
hanya bayanganya yang menghampiri untuk mengingatkan kalau bintang gue itu
masih ada dan menurut gue bintang itu akan muncul kalau lo ada di samping gue.
Karena menurut keyakinan kita berdua (dulu), bintang Io dan Ipy selalu muncul
bersamaan jika kita berdua sedang bersama.
Bila saja hati ini
Hanya ingin teman semata
Betapa hanya kau yang dihati
Sobat kecilku dulu
Lo tau kan, Yo. Kalau lagi lihat bintang dan langit, hati gue
selalu ingat sama lo. Lo sahabat kecil gue, Yo. Dan selamanya akan ada dihati
gue. Dan saat ini serta untuk selamanya gue selalu ingin sama lo, Yo.
Walau lama tak berjumpa
Namun kau selalu ada
Membuat sebuah dunia
Terindah yang pernah ada
Kita bukannya udah lama nggak berjumpa, Yo. Kita selalu ketemu,
tapi gue nggak ‘nemuin’ sosok diri Io-nya Ipy di diri lo sekarang. Tapi, Io-nya
Ipy selalu ada di hati gue, Yo. Nggak akan pernah terlupakan. Karena kenangan
kita yang membangun dunia kecil kita dalam persahabatan begitu lekat dan
lengket dalam hati dan ingatan gue, Yo.
Bila hatiku gembira
Dan inginku bagikannya
Hanya dia saja seorang
Walau tak ada
Tau nggak, Yo. Terkadang gue merasa gembira, Yo bersama Via dan
Gabriel. Bukan berarti gue nggak gembira sama lo. Gue pengen banget bagi rasa
gembira gue sama lo, Yo. Tapi sulit banget, Yo. Lo serasa nggak ada di samping
gue. Gue ingin kita berteman dekat dengan Via dan Gabriel, kali-kali aja
melengkapkan rasa gembira dan persahabatan kita.
Bila saja hati ini
Dapat pahami
Apakah semua orang di dunia
Itu hanya punya satu sahabat
Andaikan aja hati gue dan elo yakin, paham tentang persahabatan di
dunia ini. Kita berdua yakin kalo setiap orang di dunia punya sahabat, Yo.
Sayangnya, saat ini baru gue yang yakin, Yo. Kalo lo sahabat gue selamanya.
Satu-satunya ‘sahabat’ gue, Yo. Bagi gue Sivia dan Gabriel itu juga sahabat
gue, Yo. Tapi kadarnya nggak sebesar ikatan sahabat antara gue dan elo. Mungkin
karena kita udah dari lama. Gue harap lo yakin, kalau ‘sahabat’ lo itu gue.
Ipy-nya Io.
Haruskah hidupku ini
Seperti bintang kejora
Ramah ikhlas menyinari
Semua yang sedang sepi
Tiada bintang tanpa balas
Tiada pernah rasa sunyi
Walaupun hanya tersimpan di hati….
Yo, apa gue harus seperti bintang yang menyinari siapa saja?? Apa
gue harus selalu ikhlas akan ledekan teman-teman baru lo, Yo?? Haruskah gue
melewati rasa sepi hanya seorang diri, Yo?? Lo tahu kan, Yo. Kalo bintang itu,
jika menyinari maka ia akan mendapatkan balasan cahaya dari pantulan
lampu-lampu di dunia. Gue harap, Yo. Di hati lo masih ada gue sebagai sahabat
lo. Masih ada Ipy-nya Rio. Dengan begitu gue coba sabar dan ikhlas jika gue
harus dengerin dan menerima ledekan dari teman-teman baru lo. Yang terpenting
nama gue, Ify Alyssa Saufika Umari masih tersimpan dan selalu ada di hati lo,
Mario Stevano Aditya Haling.
Ify selesai
bernyanyi. Sejenak ia menatap rumah sebelahnya lagi. Kini lampunya sudah padam.
Mungkin Rio-nya udah tidur. Ify pun melirik jam di kamarnya melalui pintu
balkon yang dibuka begitu saja. Terlihat jarum jam menunjukan pukul sepuluh
lewat tiga belas menit. Sekarang memang saatnya untuk tidur. Ify pun beranjak
dari posisi duduknya. Ia melangkah menuju kamarnya, sebelum ia benar-benar
masuk ke dalam kamarnya ia kembali menatap kamar yang seberang yang dihuni Rio.
“Met malem, Yo. Moga hari esok menjadi lebih baik, bagi lo dan gue. Terutama
persahabatan kita,” ucap Ify dan kemudian ia menuju kamar kamarnya. Menutup
pintu balkon dengan pelan dan kemudian merebahkan tubuhnya di ranjang.
**************
“Met malem
juga, Py. Io kangen sama Ipy,” gumam Rio yang menatap pintu balkon kamar di
seberang kamarnya sendiri tertutup. Ternyata dari tadi Rio mengamati apa yang
dilakukan sobat kecilnya itu. Rio merasa bersalah. Ia benar-benar merasa bodoh
saat ia harus menjauhi Ify karena termakan hasutan masalah penampilan Ify yang
nggak pantes sama dia.
“Gue udah
ngecewain lo, Py. Io udah ingkari janji persahabatan kita,” sambung Rio. Di
tangannya tergenggam surat yang ditulis sendiri oleh Ify. Surat yang Rio ambil
dari pohon Mangganya Pak Galih sejak sebulan yang lalu.
“Gue udah
menyadari dari dulu, kalo lo itu warna dalam hidup gue. Dengan adanya lo hidup
gue jadi lebih lengkap dan karena elo, gue bisa mendapatkan keceriaan. Lo
segala-galanya buat gue. Ipy hanya buat Io.”
Rio menghela
nafas berat. Ia ingin sekali kembali bersama-sama Ify. Menjadi sahabat Ify.
Menjadi Io dan Ipy. Apalagi sejak pertemuan Rio dengan Fika dan Adit. Dua sosok
yang mengingatkan dia akan kenangan indah masa kecilnya.
Flashback on
Rio baru saja pulang dari acara ngumpul bareng teman-teman
‘barunya’ di mall. Kebiasaan awal yang menurut Rio dulu adalah hal yang
menyenangkan dan keren. Namun belakang ini, ia manyadari itu semua membosankan.
Jadi, dia memilih untuk pulang lebih dulu. Saat ia melewati taman komplek
rumahnya, hatinya tergugah untuk mengunjungi kembali taman itu.
Cagiva birunya, Rio parkirkan di pinggir taman. Kemudian ia
memasuki area dalam taman. Sekelebat kenangan lama berputar dalam otak dan
benaknya. Kenangan dulu. Ayunana, bak pasir, pelosotan bahkan angin sore adalah
pelengkap kegembiraan juga hal terpenting dari kenagannya dengan sobat
kecilnya.
Saat melihat ayunan yang berada di dekat pohon akasia, Rio
merasakan kerinduan menjalar di dalam dirinya. Ia perlahan-lahan mendekati
ayunan itu. Saat tangannya merasakan dinginnya besi ayunan itu, Rio terbayang
akan sosok gadis kecil manis dengan lesung pipi tertawa-tawa dan cemberut. Ia
ingat, itu bayangan Ify. Namun, ketika ia mencari rasa yang dulu pernah hadir
di dalam haitnya itu, nothing yang ia dapatkan. Di saat ia mencoba mendalami
rasa itu dengan duduk di ayunan serta mendorongnya dengan kakinya sendiri,
lagi-lagi rasa itu hilang. Rio berpikir dan tak lama ia menemukan apa alasannya.
Ia sadar, Ify tidak ada bersamanya.
“Kak….kakak,” panggil bocah perempuan dengan rambut kuncir dua
diikat pita berwarna biru.
“Ah ya, kenapa?” tanya Rio balik sambil memandangi sosok kecil di
depannya itu. Mirip Ipy, batin Rio.
“Pinjem ayunannya, Ya?” pinta gadis kecil itu.
Rio memandang sekelilingnya, masih ada dua ayunan yang kosong. Ia
ingin menolak permintaan gadis kecil itu karena ia mengingat kenangan kecilnya.
“Ayunan di sana masih ada kok, Dek.”
“Fika mau-nya yang ini, Kak.” Gadis kecil bernama Fika itu tetap
ngotot. Rio tak habis pikir. Ada apa sih dengan ayunan ini?
“Adiiiittttt……..” teriak Fika. Rio terkejut. Jangan-jangan Fika
memanggil kakaknya.
Tak lama setelah teriakan itu, seorang bocah laki-laki berlari
menghampiri Fika dan dirinya. “Ada apa, Fika? Adit tadi lagi beli es krim. Ini
untuk Fika,” ujar bocah laki-laki yang Rio ketahui namanya Adit.
“Kakak ini nggak mau kasih
pinjem ayunan ini. Fika kan mau main ayunan yang di sini,” ujar Fika sambil
menunjuk Rio. Adit mengamati Rio denga begitu saksama dan sedikit membuat Rio
salah tingkah gitu. Salah tingkah di sini, bukan berarti Rio terkena syndrome
Maho tahu. Ia hanya sedikit risih.
“Kok Adit diem aja, sih? Katanya selalu mau buat Fika seneng. Fika
sebel sama Adit.” Fika merasa sangat kesal. “Coba ada Kak Ify, pasti Fika udah
main ayunan,” tambah Fika.
Rio tersentak kaget. Ify?? Apa hubungan Ify dengan dua bocah
bersamanya ini.
“Kakak namanya siapa?” tanya Adit yang masih tak menggubris Fika.
“Kak Rio,” jawab Rio singkat. Mata Adit membulat, namun yang
paling menarik lagi si Fika. Ia begitu terkejut kayaknya. Bisa terlihat dari
matanya yang membulat heran dan dia ternganga.
“Kakak Kak Rio sahabat kecilnya Kak Ify?” tanya Fika antusias.
Rio bingung mau menjawab apa karena ia telah mengatakan kalau Ify
adalah mantan sahabatnya.
“Kak, beneran?” desak Fika.
“Iya. Fika tahu dari mana?” tanya Rio balik.
“Kita tahu dari Kak Ify, waktu itu Fika dan Adit main ke taman dan
ketemu Kak Ify,” jawab Fika.
“Waktu itu Kak Ify nangis, Kak. Dia cerita kalau Adit dan Fika
mengingatkan dia sama Kak Ify dan sahabatnya, yaitu Kak Rio sendiri,” tambah
Adit.
“Beneran? Terus Kak Ify bilang apa lagi?”
“Kak Ify cuma cerita tentang kenangan kakak dan kak Ify. Terus,
Kak Ify ingetin Adit untuk nggak ninggalin Fika dan tetap jadi sahabatnya.
Waktu Adit tanya kenapa, kak Ify jawab karena kalau berpisah hati itu jadi
sakit, Kak. Sedih. Gitu,” jawab Adit panjang lebar.
Rio terdiam. Segitunya luka Ify akibat tingkah konyolnya. Rio
semakin merasa bersalah.
“Fika dan Adit senang karena bisa ketemu sama kak Rio. Saat Fika
dan Adit minta Kak Ify ajak Kak Rio ke sini, Kak Ify selalu bilang kalau Kak
Rio sibuk. Sibuk banget, gantinya Kak Ify dorongin ayunan untuk Fika dan Adit
deh,” ujar Fika dan terakhirnya memasang wajah sedikit bête.
“Maafin Kakak, ya. Kakak memang sibuk kok belakangan ini,” ujar
Rio. Rio nggak bohong kok, dia memang sibuk. Sibuk nongkrong nggak jelas sama
Dea, Zevana dan teman-teman barunya itu.
“Oh iya, Kak. Kapan-kapan kakak sama Kak Ify datang ke sini, ya?
Kita main sama-sama. Main ayunan. Fika sama kakak, terus Adit sama Kak Ify.
Gimana? Boleh nggak?” pinta Fika sedikit memohon dan matanya kedip-kedip gitu.
Sungguh menggemaskan.
Rio tertawa melihat gadis kecil itu.
“Iya, Kak. Adit juga mau main sama kak Ify dan kakak. Kak Ify itu
baik banget, Kak. Lihat ini, Adit di kasih gelang ada namanya Adit lagi. Fika
juga di kasih,” ucap Adit dan menunjukan gelang berwarna hijau dengan tulisan
berwarna merah di pergelangan tangannya. Fika pun juga begitu. Rio jadi
teringat dengan gelang biru miliknya. Gelang persahabatan, ada tulisan Rio
(Io-Ipy). Di gelang Ify juga sama, ada tulisan Ify (Ipy-Io).
“Iya, kakak janji. Pasti kakak ajak Kak Ify ke sini,” ucap Rio
tegas dan yakin. Sekarang dia benar-benar sadar kalau Ify adalah sahabatnya
sejatinya.
“Hore…..” teriak Fika dan Adit kompak.
“Ayo naik ayunan, biar Kak Rio yang dorong,” ajak Rio yang
disetujui oleh Fika dan Adit dengan anggukan kuat.
Flashback off
“Maafin gue,
Fy,” gumam Rio dan menatap kamar di seberangnya yang kini sudah gelap.
Pemiliknya mungkin sudah tidur. “Met malem sahabat kecil gue. Ipy-nya Io,”
tambah Rio. Ia menatap kembali kamar itu dan setelah dua menit ia juga menutup
gorden pintu balkonnya dan kembali ke ranjangannya untuk tidur.
********
“Maafin Ify ya, Io. Ify nggak cepat nolongin Io, jadinya luka deh
Io,” sesal Ify dan tangannya hati-hati membersihkan luka di lutut Rio. Hari ini
mereka berdua baru bisa naik sepeda tanpa roda dan Rio terjatuh akibat menabrak
batu yang cukup besar.
“Nggak apa-apa kok, Ipy. Yang penting Ipy nggak luka. Io kan
cowok, nggak apa-apa kok luka kecil gini,” ucap Rio dan tersenyum lebar.
Ify mencibir. “Kecil gimana, lukanya Io banyak gini,” balas Ify.
“Hehehhe….yang penting Ipy nggak apa-apa,” ujar Rio lagi.
“Pokoknya Ify janji bakal jaga Io juga,” tekad Ify.
“Io kan cowok, jadi Io yang jaga Ipy,” tolak Rio.
“Ih….tapi kan Ify juga mau jaga Rio.”
“Kalo gitu, kita halus saling jaga. Gimana?” usul Rio.
“Iya-iya. Ify setuju. Janji?”
“JANJI,” seru Ify dan Rio kompak.
Siang ini
jarum jam telah menunjukan pukul dua lewat lima belas siang. Kegiatan belajar
dan megajar pagi telah usai sejak lima belas menit yang lalu. Seorang gadis
berkacamata dan dua buah buku cetak berada dalam pelukannya berjalan dengan
begitu cepat.
“Via bikin
repot aja sih,” rutuk Ify dalam perjalanannya menuju fotocopyan di depan
sekolahnya. Masalahnya Via meminjam buku catatan Fisika Ify dan belum
dikembalikan padahal Via sudah meminjamnya sejak seminggu yang lalu. Gimana
nggak bikin sebel. Ditambah lagi besok ulangan Fisika-nya.
Setelah
melewati koridor yang super panjang itu, Ify sampai di gerbang sekolah. Ia
melihat sekeliling jalan raya untuk menyebrang. Di sebrang jalan tepat di
sebelah kanan, Ify melihat Rio yang lagi berbicara sesuatu dengan Dea. Ia tak
dapat mendengarnya. Namun ada yang janggal dengan adegan itu. Dea tampak marah
pada Rio dan Rio begitu kesal dengan Dea.
“Masalah
orang pacaran kali ya?” pikir Ify. Ia kemudian mengalihkan pandangannya fokus pada
jalan. Siangan ini lalu lintas memang cukup padat. Saat Ify baru akan
menyebrang, ekor matanya menangkap sosok Rio yang di dorong Dea dengan sentakan
kuat. Mungkin sedikit menggunakan tenaga dalam. hehehe….
Posisi Rio
sekarang berdiri di hampir tengah jalanan. Dengan posisi seperti itu Rio masih
tetap mengucapkan sesuatu pada Dea. Persaaan Ify menjadi tidak enak, ia
memutuskan untuk memperdekat jarak dengan posisi Rio.
Ternyata
perasaan Ify kuat dan benar. Tiba-tiba dari sebelah kanan jalan, sebuah mobil
Avanza pribadi melintas dengan begitu kencang dan sedikit ugal-ugalan. Ify
memperhatikan gerakan mobil itu dan dia terkejut saat perhitungannya yakin
kalau Rio bakal tertabrak paling tidak tersenggol.
Saat jarak
mobil itu semakin dekat dan Rio masih tidak menyadari, Ify berlari dengan cepat
menuju arah Rio. Mobil itu juga melaju cepat dan semakin dekat. Saat mobil itu
tinggal berjarak tiga meter…
“RIIIIIIIIIIIOOOOOOOO
AAAAAAAWWWWWWWAAAAAAA……….” Teriak Ify dan menuju tempat Rio.
Sementara
dari fotocopyan di dekat Rio berdiri, Sivia ditemani Gabriel melihat apa yang
Ify lakukan dan begitu terkejut saat mereka berdua menyadari kalau Ify mencoba
menolong Rio.
“IIIIIFFFFFYYYYYY
JJAAAAAAANNNNGAAN NNNEEEKAAAAATTTT…….” Teriak Via dan ia khawatir dengan Ify.
Jika perhitungannya tidak salah, pasti Ify yang akan terlindas.
Rio terkejut
dengan teriakan suara yang sanagt ia rindukan. Ia lebih terkejut lagi saat
mobil dengan kecepatan begitu kencang menuju ke arahnya dan saat mobil itu
tinggal satu meter jaraknya, Ify telah berdiri di sampingnya dna kemudian
mendorong tubuhnya menuju arah dalam jalan dan terjadi…..
BBBRRRRRAAAAAAAAKKKKKKKK………….
Dentuman yang
begitu kuat. Rio dapat melihat dengan jelas dalam posisi merebahnya bahwa tubuh
Ify tertabrak bagian depan mobil dan Ify tersendiri terpelanting sejauh dua
meter.
Sivia dan
Gabriel teranganga melihat kejadian itu. Terlebih lagi Rio, ia mendapti dirinya
langsung berdiri ketika melihat Ify yang terkapar tak berdaya. Tas-nya sudah
terlepas dari punggungnya dan baju-nya sudah penuh dengan darah.
“Ipy…Ipy….bangun,
Py. Bangun….ini Io, Py,” seru Rio dan mengguncang-guncang tubuh Ify. Gabriel
dan Sivia mendekat. Via menangis melihat kondisi sahabatnya itu.
“Maafin Io,
Py. Bangun….,”
“Sabar, Yo.
Ify pasti bangun untuk bilang kalo dia maafin elo,” ujar Gabriel bijak.
“Ipy….lo
harus bangun. Maafin Io,”
“Ify, Yel.
Ify….hiks….hiks….” tangis Sivia pecah. Gabriel menenangkan gadis itu.
Orang-orang datang menghampiri mereka.
Tiba-tiba Rio
merasakan kalau tangan Ify bergerak dan akhirnya ia dapat melihat kalau mata
Ify terbuka.
“Io nggak
apa-apa kan?” tanya Ify lemah saat ia membuka mata ada Rio depannya.
“Ipy bertahan
ya,” pinta Rio.
Ify
mengangguk. “Io, mantan sahabat nggak pernah ada,” ucap Ipy lemah dan matanya kembali
terpejam.
“Ify….” Ucap
Via tercekat.
“Yel, ambil
mobil lo. Gue yakin Ify masih bertahan,” ujar Rio. Gabriel mengangguk. Lalu ia
menuju mobilnya yang terpakir di depan foto copyan dan tak lama kemudian ia
berhenti di depan Rio. Rio membopong Ify dan masuk ke mobil.
***************
“Aduh, Ipy.
Io itu bosan di kamal telus,” ujar Rio kesal. Sudah lima hari ini Rio terbaring
di kamarnya lantaran ia sakit demam. Badannya lumayan panas.
“Io gimana
sih, katanya mau sembuh. Ya istilahat, dong,” balas Ify.
“Tapi, Io kan
kangen main lali-lalian sama Ipy.”
“Makanya, Io
istilahat dulu. Nanti kalo Io udah sembuh, kita main puas-puas deh,” bujuk Ify
pada Rio yang makin rewel.
“Tapi kapan?”
“Io yang
sabal. Yakin deh, kalo Io sembuh cepat.”
“Ipy nemenin dan
jagain Io ya, sampe Io sembuh? Ya ya ya?” pinta Rio.
“Pasti. Ify
akan selalu jagain Io deh. Tenang aja.”
Ruangan
bernuansa putih kini yang Rio selalu kunjungi. Sejak kejadian kecelakaan empat
hari yang lalu Ify masih koma. Untung saja tidak ada luka serius pada tubuh
Ify. Hanya sekedar luka luar dan rasa kaget yang menyebabkan Ify belum juga
siuman dari komanya.
Sudah empat
hari juga Rio tidak pernah absen menemani Ify di rumah sakit. Pulang sekolah ia
langsung menuju rumah sakit. Masalahnya sama Dea sudah ia selesaikan, walaupun
Dea sendiri tidak menerimanya. Rio sudah memutuskan untuk kembali menjadi
Io-nya Ipy dan dia sudah tekankan pada untuk tidak mendekatinya lagi dan
menghina-hina Ify apalagi mem-bully-nya.
“Sadar dong,
Py. Io kan kangen sama Ipy. Masa iya, Io ngomong sama Ipy yang diem terus,”
ucap Rio dan memperhatikan Ify seperti layaknya orang tertidur.
“Ipy tau
nggak, Io udah ketemu sama Fika dan Adit. Mereka mirip banget sama kita ya, Py?
Lucu,” lanjut Rio lagi. Kini Rio sudah memanggil Ify dengan sebutan kecilnya.
Rio meraih tangan Ify dan menggenggamnya.
“Ipy benar.
Mantan sahabat nggak akan pernah ada, karena sahabat akan selamanya selalu
ada,” ujar Rio dan menghirup oksigen sejenak. “Di hati Io, cuma ada Ipy. Io dan
Ipy. Jadi, Ipy bangun ya. Kita main sama-sama dengan Fika dan Adit,” lanjut
Rio. Namun, Ify belum kunjung membuka mata.
Krek…..
Suara pintu
dibuka, ternyata Sivia dan Gabriel datang mengunjung.
“Giamana Ify,
Yo?” tanya Sivia.
“Sama kayak
kemarin, belum ada kemajuan.”
“Eh, Yel.
Ngomong-ngomong, makasih ya buat elo yang udah nolongin Ify waktu pingsan itu,”
ucap Rio.
Gabriel
awalnya bingung, lalu ia tersenyum santai. “Santai, Bro. Kejadiannya udah lama
lagi.”
Rio
mengangguk dan ia kembali ke Via. “Gue minta maaf, Vi,” ucap Rio.
“Lo nggak
salah sama gue. Ify, Yo,” balas Via bijak dan tersenyum kecil. Rio mengangguk.
Mata Via
terfokus dengan sosok Ify yang kepalanya dibalut kain kasa dan tangannya yang
terbujur lemas. Sedih hatinya. Kalau saja Ify tidak menolong Rio, pasti…..,
pikir Via yang langsung ia tepis. Ia tak boleh seperti itu. Karena ini pilihan
Ify dan seperti kata Ify, Rio adalah sahabat Ify dan Ify akan selalu ada buat
Rio.
Via
mengerjap-ngerjap berulang kali. Ia takut pengelihatannya salah. Via melihat
kalau bulu mata Ify sedikit bergerak.
“Yo, coba lo
rasain tangan Ify. Gerak nggak?” tanya Iel tiba-tiba dan membuat Via
menatapnya.
“Lo juga
ngeliat, Yel?” tanya Via. Iel mengangguk yakin.
Rio
mempererat genggaman tangannya. Ia merasakan kalau Ify sedikit bergerak. Beribu
harapan ia ucapkan dalam hati.
“Mata Ify,
Yo. Mata Ify,” seru Via.
Rio menoleh
melihat mata Ify. Via benar. Sekarang, mata Ify benar-benar terbuka dan
langsung menatap ke dirinya.
“Io,” ucap
Ify tanpa suara.
“Iya ini gue,
Io. Bentar ya, Fy,” ujar Rio. Ia mau menekan tombol darurat. Setelah ia tekan
kembali Rio mendekati Ify.
“Ify yakin,
Rio pasti kembali jadi Io-nya Ipy,” ucap Ify. Kini suaranya mulai terdengar.
“Kalian
berdua. Benar-benar bestfriend forever,” ujar Sivia dan tersenyum senang.
“True
friend,” tambah Iel. Ify dan Rio tersenyum. Tak lama kemudian, dokter kembali
dan memeriksa keadaan Ify.
************
Sahabat, bukan hanya sekadar kata yang terdiri dari tujuh huruf.
S-A-H-A-B-A-T
Sahabat bukanlah sekadar ikatan yang mudah dijalin.
Yang namanya sahabat, bukanlah orang-orang yang mengatakan kalau
ia sahabat, namun diam-diam saling menusuk di belakang.
Sahabat adalah orang yang benar-benar membuat kita menjadi diri
sendiri
Membuat hidup kita menjadi pelangi
Membawa menuju lebih baik karena kita dan dia akan saling
menasehati.
Dalam persahabatan dibutuhkan keyakinan,
Bahwa kita dan dia adalah sahabat.
Persahabatan belum dikatakan sejati, apabila tiada konflik di
dalamanya
Karena konflik itu sendiri akan menunjukan jatinya dari
persahabatan
Apakah true bestfriend or just friend??
Lamanya persahabatan menjadi tolak ukur ikatannya.
Lamanya persahabatan membuktikan bahwa kita dan dia adalah satu.
We are until as a one, Forever and ever.
Dan namanya sahabat sejati,
Walaupun terjadi konflik sebesar apapun
Pasti akan kembali dan bersahabat lagi.
“Iiiiiiiiiiiiiiiiipppppyyyyyyyy………cepetan
dong, Io udah nunggu lama nih,” teriak Rio kesal. Sore ini mereka berdua sudah
janjian untuk bermain ke taman bersama Fika dan Adit. Oh iya, Ify sudah sembuh
total sejak seminggu yang lalu. Hubungan persahabatan Rio dan Ify sudah kembali
lagi. Mereka benar-benar terlihat seperti soulmate banget.
“Iyyaaaa,
Iiooo…..” balas Ify dan ia tiba di depan Rio dengan nafas ngos-ngosan karena
habis berlari dari kamarnya lantai atas menuju halaman rumah.
“Kalian mau
kemana?” tanya Mama Ify yang tiba-tiba sudah berdiri di teras rumah.
“Eh, Tante.
Biasa, Te main ke taman. Udah lama nggak ke sana bareng,” jawab Rio. Mama Ify
tersenyum.
“Ayo, Io. Kita
pergi sekarang,” ajak Ify.
“Bentar dong,
Ipy. Io kan mau ngobrol bentar sama Mama Ipy,” balas Rio.
Tawa Mama Ipy
pecah. Ia geli menatap sepasang sahabat yang sudah memasuki usia remaja namun
masih saja memanggil dengan sebutan masa kecil. “Kalian berdua nggak malu nih
sama umur manggil Io sama Ipy?” goda Mama Ify.
Muka Rio dan
Ify memerah. Blushing. “Mengingat kenangan, Te. Dulukan sempet konflik gitu.
Jadi kangen deh sama masa kecil,” kilah Rio.
“Ada-ada aja
kamu ini, Yo. Jagain tuh bidadari Tante,” pesan Mama Ify.
“Jangan
bidadari tante deh, putrinya tante aja. Ipy ini bidadarinya Io,” ujar Rio dan
tertawa.
“Udah deh,
Yo. Cepetan kita pergi. Mama, Ify sama Rio pergi dulu ya!” pamit Ify. Mama Ify
mengangguk dan melihat putrinya dan sahabat kecil putrinya pergi menuju taman.
@Taman
Ketika tiba
di taman, Rio dan Ify dapat merasakan kembali atmofer dan rasa yang dulu pernah
ada di taman ini. Mereka saling berpandangan dan kemudian tersenyum.
“Kita memang
ditakdirkan bersama, Py,” bisik Rio di telinga Ify. Ify mengangguk kecil dan
tersenyum hangat.
Lalu Rio
menarik tangan Ify dan berlari menuju ayunan yang ia dan Ify sering bermain di
sana. “Huahaaaaaaa Iiiiioooo…..Ipy jatuh nih,” teriak Ify sambil berlari.
“Tenang aja
kok, Ipy. Kan ada Io. Io selalu jagain Ipy,” balas Rio. Dalam hati Ify
tersenyum lega. Rio benar-benar kembali dan tetap menjadi sahabatnya. Ternyata
janji persahabatan tak pernah Rio
dustai.
“Kak Ify …Kak
Rio,” panggil Fika dan Adit kompak. Rio dan Ify tersenyum senang.
“Kalian udah
lama ya datangnya? Maaf deh Kakak telat, habis Kak Ify noh yang bikin lama,”
jawab Rio jujur. Ify udah mati-matian mengumpat.
“Nggak
apa-apa deh, kita main yuk,” ajak Adit.
“Ayo,” sambut
Ify dan Rio.
Dan kemudian
mereka bermain bersama-sama. Mulai dari buat istana-istana dari pasir, main
pelostan dan terakhir main ayunan. Setelah satu jam bermain tanpa henti dan
hari sudha menunjukan pukul lima, akhirnya mereka berhenti bermain. Raut wajah
Fika dan Adit menunjukkan kegembiraan yang begitu ‘wah’.
“Adit sama
Fika pulang dulu ya? Udah sore,” ucap Adit.
“Iya,
hati-hati ya!” balas Rio dan disertai anggukan Ify.
“Oh iya,
semoga Fika sama Adit bisa jadi sahabat kayak kakak sama Kak Ify. Nggak apa-apa
kan Kak?” izin Fika dengan wajah polosnya.
“Iya nggak
apa-apa kok. Malah bagu,” ucap Ify. “Tapi jangan pake berantem, Amin,” ucap Rio
dan Ify dalam hati kompak.
“Makasih
kakak. Fika dan Adit pulang ya?” pamit Fika.
“Iya,
hati-hati,” ucap Rio dan Ify serempak. Lalu mereka berdua memandangi sosok Fika
dan Adit yang berjalan serempak.
Setelah Adit
dan Fika hilang dari pandangan, Ify dan Rio saling diam. Risih kayaknya.
“Hmm…Yo/Fy,”
ucap mereka bareng.
“Lo duluan
deh, Fy,” ujar Rio mengalah.
Ify
mengangguk. “Mereka berdua kayak kita dulu ya, Yo?” tanya Ify.
“Iya, Fy.
Tapi bedanya……”
“Mereka nggak
cadel, sedangkan kita cadel,” ucap Rio dan Ify kompak. Mereka saling pandang
dan akhirnya tertawa bersama.
“Memang benar
ya, Fy? Kalau kita memang ditakdirkan bersama. Ngomong aja kompak banget,” ucap
Rio serius.
“Bukannya lo
nggak level tuh sama gue. Gue kan cupu,” goda Ify ke Rio.
Rio cemberut
dan sedikit malu. “Jangan diingat lagi dong, Fy. Itu kesalahan terbesar gue.
Sekarang, Rio akan selalu untuk Ify. Io dan Ipy,” ujar Rio. Ify tertawa dan
tersenyum lebar.
“Ayunan ya,
Yo? Kangen gue,” ucap Ify.
Rio
tersenyum. “Oke, Fy. Cepet naik, gue yang dorong. Seperti biasa,” ucap Rio.
Ify segera
menuju ayunan yang berjarak satu meter dari tempat dia dan Rio duduk. Setelah
duduk, ia menautkan tangannya di besi pegangan. Siap untuk melayang. Rio
sendiri sudah berdiri di belakang Ify.
“Dorong yang
kuat ya, Yo. Melayang setinggi-tingginya,” seru Ify.
“Bawel banget
ah,” balas Rio sambil mengambil ancang-ancang untuk mendorong.
Wwwwhhhhuuuussssss……………
Ayunan itu
meluncur. Ify tersenyum gembira. Ia merasakan perasaan dulu. Benar-benar
kembali dan memang benar dengan mereka bersama semuanya menjadi klop. Lebih
kompleks.
“Rrriiiiooooooo,
kok nggak kenceng. Kencengin lagi dong, apaan nih. Masa iya tingginya cuma satu
meter,” teriak Ify.
“Lo udah
berat sih, Fy. Susah gue dorongnya,” balas Rio alias ngeledek Ify.
“Riiiiiiooooo………..aaaaaawwwwwaaassssssssss
lo. Gue nggak berat tahu. Sini lo, jangan kabur,” seru Ify nggak terima
dikatakan berat dan Rio sudah berlari menjauhinya.
“Turun dulu
noh dari ayunan. Baru kejar gue,” balas Rio berteriak juga. Ify segera turun
dan berlari mengejar Rio mengitari taman.
*****The
End*****
Sahabat akan selalu ada dan kembali ke dalam pelukan kita, jika ia
memang true best friend-nya kita.
Tell about you and me in Harmony which the most famous as
Friendship.
*******
*******
Gimana ceritanya ?? Gaje kan?? Nggak ada fell-nya?? That's right. Jalan ceritanya kecepatan?? So pasti. Aneh?? Ya iyalah. Biasa bukan penulis ding. Hehehehe...
*Jika ada kesalahan dalam EYD mohon dimaafkan. Dan jikalau keanehan jalan cerita pake 'banget', maklumin aja deh, bukan penulis sih. Jika memang dianggap penulis, masih amatiran BGT*
Terakhir makasih buat yang udah baca :)
S Sagita D
S Sagita D
2 comments:
Bussyet. .ceritanya bagus banget neng.
dari awal sampai ending nya TOP BGT.
tp yg gua paling suka pas bagian konflik persahabatan nya.
teruskan berkarya °¥å° neng. .gua cuma mw bilang : I LIKE THIS
*♥ђёe..ђёe..ђёe..ђёe..*♥ :)
Wooooouwwww
KERENNNN ..... Pkek BGT
Posting Komentar