Sesuai janji gue, gue post terjemahan dari cerita rakyat yang gue post.
Pak Pandir
Pada zaman dahulu, di sebuah desa
hiduplah seseorang yang bernama Pak Pandir. Di desa itu, Pak Pandir hanya
tinggal bersama istrinya saja. Pak Pandir adalah orang yang pemalas dan sering
membohongi istrinya. Di desa itu, Pak Pandir juga orang yang sok pinar
ibaratnya seperti kerbau memukulkan ekornya sendiri ke badannya atau dengan
kata lain seperi calak ekor kerbauan. Begitulah pribahasa untuk menggambarkan
orang seperti Pak Pandir.
Pada suatu hari, Pak Pandir
berencana untuk menanam kacang tanah. Disuruhlah istrinya pergi ke pasar untuk
membeli kacang tanah. Pergilah istri Pak Pandir ke pasar. Setelah pulang dari
pasar, Pak Pandir menyuruh istrinya menggoreng kacang tanah itu dicampur dengan
gula merah.
“Untuk apa kacang itu digoreng dan
dicampur dengan gula merah?” Tanya istri Pak Pandir.
“Biar subur.” Jawab Pak Pandir
sekenannya. Istri Pak Pandir langsung percaya dengan Pak Pandir. Lalu dia
masaklah kacang tanah itu dicampur dengan gula merah.
Setelah kacang itu masak, Pak Pandir
berpamitan dengan istrinya untuk ke kebun dan membawa kacang tanah tadi.
Setelah berjalan lumayan jauh dari rumahnya, Pak Pandir pun berhenti di bawah
pohon yang besar dan rindang untuk
beristirahat. Sambil istirahat dimakannyaah kacang tanah tadi. Lalu, kacang
tanah itu habis. Maka tidak jadilah Pak Pandir menanamnya. Dia pun kembali ke rumah dan bilang kepada istirnya
kalau dia telah menanamkan kacang-kacang tadi.
Tiga bulan kemudian, istri Pak
Pandir bertanya dengannya. “Bagaiamana kacang yang ditanam dulu ? Kapan bisa
dipanennya?”
Sambil melihat ke arah pelafon
rumah, Pak Pandir menjawab. “Sekitar dua minggu lagi.” Istri Pak Pandir senang
sekali. Suami istri itu berencana pergi ke kebun dua minggu lagi.
Singkat cerita, dua minggu kemudian
di pagi harinya Pak Pandir dan Istrinya pergi ke kebun untuk memanen kacang.
Setelah beberapa jam berjalan, sampailah mereka berdua di sebuah kebun yang
banyak kacang tanah dan jagungnya. Dengan bersemangat istri Pak Pandir memanen
kacang-kacang tersebut. Pada saat itu juga, datanglah seseorang yang berteriak
Maling kepada Pak Pandir dan Istrinya. Orang itu adalah sang Pemilik kebun.
Berlarilah Pak Pandir dan istrinya sambil mencari kebun yang lain. Setelah tiba
di kebun yang lain, mereka berdua memanen kacang yang ada di sana. Namun, tak
lama kemudian datanglah pemilik kebun itu dan Pak Pandir serta istrinya lari
tunggang langgang. Hal itu terus berlanjut hingga kebun ke empat. Di kebun
keempat, karena lelah berlari terus Pak Pandir dan Istrinya beristirahat. Istri
Pak Pandir bertanya, “Mengapa setiap kebun yang kita datangi, selalu ada orang yang menjanggal kita?
Bukankah itu kebun kita?
“Kita tadi salah kebun, ini baru
kebun kita yang sebenarnya.” Jawab Pak Pandir. Tak lama kemudian, datang lagi
pemilik kebun itu. Pak Pandir segera berlari sambil menggandeng istrinya.
Setelah sampai di tempat yang aman,
istri Pak Pandir ini bertanya lagi, “Mengapa kita berlari dari kebun kita
sendiri?”
Dengan menyesal Pak Pandir menjawab.
“Kita ini tidak punya kebun. Kacang kemarin yang mau ditanam itu tidak jadi aku
tanamkan karena sudah dimasak dan dicampur dengan gula merah. Itulah salah
kamu, kenapa dimasak dengan gula merah? Saya coba makan satu ternyata enak
sekali dan semua habis oleh saya.”
“Kamulah yang menyuruh aku.” Sela
Istri Pak Pandir.
“Mangkanya, apa yang aku bilang itu
jangan langsung dilakukan. Kacang yang sudah dimasak itu tidak akan bisa tumbuh
lagi. Bodoh sekali kamu ini.” Ujar Pak Pandir. Istri Pak Pandir hanya diam
mendengar omongan Pak Pandir yang tidak merasa bersalah itu, malah menyalahkan
istrinya.
Demikianlah cerita Pak Pandir, Pak
Pandir yang memang pandir dan sok pintar sedangkan istrinya yang bodoh dan
tolol.
0 comments:
Posting Komentar